Anda di halaman 1dari 110

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/368607480

BUDIDAYA TANAMAN KOPI ARABIKA

Book · January 2023

CITATIONS READS

0 10,088

3 authors, including:

Tharmizi Hakim Sulardi Lardi


Universitas Pembangunan Panca Budi Universitas Pembangunan Panca Budi
30 PUBLICATIONS 23 CITATIONS 20 PUBLICATIONS 4 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Tharmizi Hakim on 18 February 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BIODATA PENULIS

Ria Riki Wardana Lahir di Tanjung Putri 18 September 1999, yang


Melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Pembangunan Panca Budi
Medan, Program Studi Agroteknologi pada tahun 2018. Dan pada
Tahun 2020 melakukan magang selama 3 bulan pada suatu
Perkebunan Kopi di desa cimbang sinabung yang berada di kota
berastagi dan Melakukan penelitian tentang kopi dari bulan november
2020 hingga januari 2021. Buku ini saya susun berdasarkan hasil
penelitian lapangan dan dari beberapa sumber literatur untuk
memperkuat materi kuliah yang diajarkan. Saya berharap buku ini
dapat menambah wawasan teman-teman tentang Budidaya Tanaman
Kopi Arabika.

DATA THOSIBA\mizi\Documents\Documents\MIZI\DOSEN\10. BIMBINGAN SKRIPSI\9.


PENELITIAN 2022\2. Ria Rhiki Wardana\BARCODE ISBN.jpeg
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri
atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian
ilmu pengetahuan;
iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,
kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar;
dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin
Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

iii
BUDIDAYA TANAMAN KOPI
ARABIKA

PENULIS
RIA RIKI WARDANA

Tharmizi hakim
Sulardi

Penerbit: PT Dewangga Energi Internasional

iv
Budidaya Tanaman Kopi Arabika

Penulis :

Ria Riki Wardana


Tharmizi Hakim
Sulardi

ISBN : 978-623-8020-52-2 (PDF)

Desain Cover :
Nasrullah Adiyatma Hakim

Editor :
Aly Rasyid

Proofreader :
Dewangga Publishing

Ukuran : 109 halaman, B5 18,2 x 25,7 cm

Penerbit:
PT Dewangga Energi Internasional
Anggota IKAPI (403/JBA/2021)

Redaksi:
Komp. Purigading Ruko I No. 39 Pondokmelati Kota Bekasi 17414
Telp/WA: 0851-6138-9537
E-mail: dewanggapublishing@gmail.com
Website: www.dewanggapublishing.com

Cetakan Pertama :
Januari 2023

Hak Cipta 2023, Pada Penulis


Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2023 by PT. Dewangga Energi Internasional
All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit

v
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada ALLAH subhanahu wa ta’allah


atas segala nikmat dan rahmat-Nya yang senantiasa dilimpahkan
kepada penulis, telah memberikan kemudahan bagi penulis dalam
menyusun buku yang berjudul budidaya tanaman kopi arabika yang
terdiri dari 10 BAB dimana masing-masing BAB merupakan
representative dari bagian-bagian konsep yang perlu dikaji sehingga
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dengan kemajuan teknologi yang berkembang pesat saat ini
seharusnya cara budidaya konvensional berpaling ke menuju teknologi
pertanian maju. Penulis berharap bahwa buku ini akan dapat
bermanfaat bagi pembudidaya dan pebisnis tanaman kopi khusus
Arabika.
Selain itu juga buku ini dapat menjadi tambahan referensi bagi
dunia akademis, maupun sebagai panduan bagi pelaku pebisnis kopi.
Penulis menyadari buku ini tidak menjadi sebuah referensi yang
maksimal tanpa bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
menperlancar pembuatannya. Untuk itu penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkonstribusi
dalam pembuatan buku ajar ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bawah masih banyak
kekurangankekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu penulis menerima segala masukan dan
saran dari pembaca untuk dapat memperbaiki tulisan ini. Akhir kata
penulis berharap buku ini dapat bermanfaat dalam menambah
wawasan pembaca.

Tim Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ v


DAFTAR ISI .......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Sejarah Kopi ....................................................................... 1
1.2. Manfaat kopi ...................................................................... 4

BAB II KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI TANAMAN KOPI 9


2.1. Klasifikasi kopi .................................................................. 9
2.2. Morfologi kopi ................................................................. 10

BAB III VARIETAS KOPI ARABIKA ........................................... 18


A. Gayo ................................................................................... 19
B. Sigararutang ........................................................................ 20
C. Ateng Janda ........................................................................ 22
D. Andung Sari ........................................................................ 23

BAB IV SYARAT PERTUMBUHAN .............................................. 25


A. Tanah .................................................................................. 25
B. Ketinggian Tempat ............................................................. 26
C. Iklim.................................................................................... 27

BAB V PENYIAPAN LAHAN ........................................................... 29


A. Pembukaan lahan ................................................................ 29
B. Pemilihan lahan .................................................................. 30
C. Pengolahan lahan ................................................................ 32

BAB VI PENYIAPAN BIBIT DAN PENANAMAN..................... 36


A. Penyemaian ........................................................................ 36
B. Proses pembibitan ............................................................... 37
C. Pemeliharaan bibit .............................................................. 38
D. Pindah tanam ...................................................................... 41
E. Sambung pucuk................................................................... 42

vii
BAB VII PEMELIHARAAN TANAMAN ...................................... 46
A. Pengendalian gulma ........................................................... 46
B. Pemangkasan ...................................................................... 47
C. Pemangkasan Bentuk ......................................................... 50
D. Pemangkasan Produksi ...................................................... 50
E. Pemangkasan Peremajaan .................................................. 51
F. Pemupukan ......................................................................... 51
G. Pemupukan Susulan ........................................................... 52

BAB VIII PENANAMAN POHON PELINDUNG ....................... 54


A. Jenis – jenis pohon pelindung .......................................................... 56
B. Manfaat pohon pelindung................................................... 60
C. Pemiliharaan pohon pelindung ........................................... 64

BAB IX PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT ............... 66


A. Hama .................................................................................. 66
B. Penyakit .............................................................................. 73
C. Gulma ................................................................................. 83

BAB X PANEN DAN PASCA PANEN ............................................ 86


A. Panen .................................................................................. 86
B. Pasca panen ........................................................................ 88

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 95

viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Sejarah Kopi

Menurut Miladi (2015). Sejarah kopi di Indonesia tidak lepas


dari sejarah perkebunan. Dalam sejarah Indonesia, tidak ada aktivitas
yang sangat menyita lahan dan penduduk di negara ini selain
perkebunan. Perolehan devisa negara kolonial sangat mengandalkan
produktivitas dari sektor perkebunan. Bersama dengan rempah-rempah
dan tebu, kopi adalah komoditas utama hasil perkebunan pemerintah
Hindia Belanda di tanah Indonesia. Dari ketiga komoditas inilah VOC
dan Belanda memperoleh pundi-pundi kekayaan mereka semasa jaman
kolonial. Pertama kali bibit kopi masuk ke indosesia pada tahun tahun
1969. Ketika itu, Walikota Amsterdam, Nicolaas Witsen meminta
komandan VOC di Malabar, Kapten Adrian van Ommen untuk
membawakan bibit kopi yang didapatnya dari kota Mocha, Yaman ke
Batavia. Bibit kopi yang akhirnya ditanam di lahan pribadi Gubernur
VOC di Batavia, Willem van Hoorn itu adalah bibit kopi Arabika.
Setelah tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah, van Hoorn
mengirim beberapa contoh biji kopi ke Belanda.2 Biji kopi yang dikirim
tersebut akhirnya menjadi benih nenek moyang tanaman kopi Arabika
di Hindia Barat dan Amerika. Pada tahun 1706, biji kopi dari Jawa
diterima oleh para anggota direksi VOC. Setelah diteliti dan
diujikembangkan dengan baik di laboratorium botani kerajaan, Hortus
Medicus, De Heeren Zeventien (Tuan Tujuh Belas, sebutan untuk
anggota direksi VOC) menulis surat yang berisi saran agar
pembudidayaan produk ini menjadi perhatian serius dari Gubernur
Jenderal van Hoorn.3 Pada akhir tahun 1707, sang Gubernur Jenderal
membalas saran atasannya tersebut dengan mengirim surat yang
mengatakan bahwa dia sudah membagikan tanaman kopi itu kepada
beberapa kepala daerah pribumi di sepanjang pantai Batavia sampai
Cirebon.
1
Sayangnya, benih tanaman kopi itu ternyata tidak cocok untuk
daerah dataran rendah. Karena itu lokasi penanaman kemudian
dipindahkan ke daerah yang lebih tinggi, yakni ke perbukitan Krawang
dan beberapa tempat yang lebih tinggi lagi. Pemindahan lokasi
penanaman ini membawa hasil yang lebih baik. Bibit kopi jenis Arabika
ini ternyata harus ditanam di daerah dataran tinggi. Setelah itu,
pembudidayaan kopi Arabika, yang oleh pemerintah Belanda disebut
Javakoffie meluas dengan cepat terutama di dataran tinggi Priangan
(Marbun et al., 2015).
Pada tahun 1711, kopi Jawa pertama kalinya dijual di
pelelangan umum di Amsterdam. Dan pada tahun 1720, VOC untuk
pertama kalinya mengekspor kopi dari Jawa senilai 116.587
poundsterling. Empat tahun kemudian, pasar Amsterdam menjual
1,396,486 pound kopi dari Jawa. Pada tahun 1726, VOC sudah
menguasai tiga perempat perdagangan kopi di dunia, Selama hampir
100 tahun sejak benih kopi Arabika pertama kali ditanam di pulau Jawa,
VOC menangguk keuntungan yang sangat besar dari komoditas kopi
jenis Arabika di Indonesia. Ini karena banyak pejabat VOC, pedagang
perantara dan para bupati pribumi yang ikut mengambil untung dari
perdagangan kopi di Hindia Belanda. Karena itu, pemerintah Belanda
kemudian mengangkat Herman Willem Daendels menjadi gubernur-
jenderal dan mengambil alih monopoli kekayaan alam Indonesia pada
tahun 1808. Di pertengahan abad ke-17, VOC mengembangkan area
tanam kopi arabika di Sumatra, Bali, Sulawesi, dan Kepulauan Timor.
Di Sulawesi kopi pertama kali ditanam tahun 1750. Di dataran tinggi di
Sumatra Utara kopi pertama kali tumbuh di dekat Danau Toba pada
tahun 1888, diikuti oleh dataran tinggi Gayo (Aceh) dekat Danau Laut
Tawar pada tahun 1924 (Miladi. 2015).

Khusus di Sumatera Utara, jenis kopi arabika juga telah mulai


berkembang, mengingat bahwa kopi arabika memiliki permintaan yang
cukup tinggi di pasar dunia. Kopi arabika yang ditanam di Sumatera
2
Utara bahkan dinilai memiliki kualitas lebih bagus dibanding kopi yang
sama dari Brazil. Harga kopi jenis arabika di pasar internasional
mencapai 3,2 dollar AS per kilogram, sementara kopi robusta hanya
separuhnya, yakni 1,5 dollar AS. Beralihnya petani kopi Sumut
menanam jenis arabika membuat ekspor kopi jenis ini meningkat tajam
tahun 2006 dibanding tahun sebelumnya. Dari bulan Januari hingga
November 2006 ekspor kopi jenis arabika dari Sumut mencapai 44,710
ton, sementara untuk periode yang sama pada tahun 2005 hanya
mencapai 36,413 ton (Akacaraka. 2014)

Kopi merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama menjadi


tanaman yang dibudidayakan. Tanaman kopi menjadi sumber
penghasilan rakyat dan juga meningkatkan devisa negara lewat ekspor
biji mentah maupun olahan dari biji kopi. Tanaman kopi merupakan
tanaman yang berasal dari Afrika dan Asia Selatan, termasuk famili
Rubiaceae dengan tinggi dapat mencapai 5 meter. Tanaman kopi
memiliki panjang daun 5-10 cm dan lebar daun 5 cm dengan bunga kopi
berwarna putih dan buah kopi berbentuk oval berwarna hijau kuning
kehitaman. Biji kopi siap dipetik saat berumur 7 sampai 9 bulan.
(Budiman Haryanto, 2012).

Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang


memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman
perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa
negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa
melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari
satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia ( Rahardjo, 2012).

Kabupaten Karo merupakan daerah perkebunan Kopi Arabika


yang memiliki potensi yang baik apabila dikelola dengan baik dengan
meningkatkan kualitas budidaya tanaman dan luas dari tanaman.

3
Berdasarkan keterangan tersebut maka Kabupaten Karo dipilih sebagai
daerah penelitian dengan harapan agar daerah tersebut menjadi salah
satu sentra produksi Kopi Arabika di masa yang akan datang (Budiman,
H. 2012).

Kopi Arabika dari Kabupaten Karo ini memiliki ciri khas rasa
asam yang lebih kental dan aroma yang memikat saat dikonsumsi,
itulah kenapa kopi dari Kabupaten Karo ini masi dicari-cari oleh para
konsumen terlebih penggemar Kopi di Sumatera Utara bahkan di
Indonesia (Dewa, Restu. 2015).

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional


yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran
tersebut antara lain adalah sebagai sumber perolehan devisa, penyedia
lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani pekebun
kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya,
pengolahan maupun dalam rantai pemasaran (Bramanty,, 2016).

1.2. Manfaat kopi

Kopi merupakan minuman yang populer dan digemari oleh


hampir sebagian besar penduduk di dunia karena kopi tidak saja
memberikan aroma dan rasa yang khas tetapi juga memberikan banyak
manfaat bagi kesehatan. Hal ini disebabkan karena biji kopi
mengandung berbagai senyawa kimia seperti karbohidrat, protein,
mineral, kafein, trigonelin, asam alifatik (asam karboksilat), asam
klorogenat, lemak dan turunannnya, glikosida, dan komponen volatil.
Asam klorogenat merupakan salah satu senyawa kimia yang
mempunyai aktivitas antioksidan dan terdapat dalam biji kopi dalam
jumlah yang cukup banyak (Mangiwa et al., 2015).

Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat


dalam biji kopi, daun teh, dan biji cokelat. Kafein termasuk kelompok
senyawa “metilxantin”. Metilxantin merupakan senyawa yang
4
terbentuk secara alami dan termasuk ke dalam derivat xantin yang
merupakan golongan senyawa alkaloid. Anggota kelompok metilxantin
lainnya adalah teofilin yang terkandung di dalam teh, dan teobromin
yang terkandung dalam cokelat. Kopi mengandung senyawa aktif yang
secara farmakologi merupakan turunan metilxantin, yakni kafein.
Perbedaan pengaruh dari produk-produk tersebut kemungkinan adanya
perbedaan senyawa yang di kandung nya( Fajriani et al., 2018).

Asam klorogenat merupakan senyawa fenolik yang umumnya


ditemui pada biji kopi ataupun pada kopi. Asam klorogenat terbentuk
dari ester asam trans-sinamat, seperti asam kafeat, dengan asam quinat
dan berperan penting pada pengaruh rasa dan aroma dari biji kopi
ataupun kopi yang dihasilkan. Namun, selain jenis kopi kandungan
asam klorogenat dipengaruhi oleh faktor pemanasan atau penyangraian
atau dikenal dengan istilah “roasted”. Selama proses pemanggangan
atau penyangraian kopi mengalami perubahan secara fisik maupun
kimia begitu pula dengan kandungan di dalam biji kopi Ada tiga
klasifikasi proses pemanasan (roasted) pada kopi yaitu pada suhu 75,
150 dan 225 0C dengan waktu 90 menit menggunakan penangas pasir
dan bantuan thermometer. Perubahan warna biji kopi dari hijau menjadi
kuning dan kemudian menjadi cokelat disebabkan karena pada proses
penyangraian terjadi reaksi browning (pencoklatan). Namun, banyak
penelitian yang melaporkan bahwa dengan dilakukannya proses
penyangraian, menyebabkan nilai kandungan asam klorogenat menjadi
berkurang di dalam biji kopi tersebut. Kandungan asam klorogenat
paling tinggi terdapat pada kopi hijau bagian biji karena tidak melewati
proses pemanggangan. Untuk biji Kopi hijau paling banyak
mengandung asam klorogenat dibandingkan dengan biji kopi lainnya,
yaitu terdapat pada kopi Robusta. Biji kopi arabika dan robusta juga
berbeda dalam bentuk dan ukurannya. Biji kopi arabika hijau memiliki
bentuk memanjang sepanjang 6-15mm. sedangkan biji kopi Robusta
hijau berbentuk bulat dengan panjang 4-9 mm. Setelah pemanggangan,

5
ukuran biji bertambah 25-50%. Kopi arabika memiliki aroma yang
lebih kaya dibandingkan kopi robusta. Namun kopi arabika memiliki
rasa yang sedikit asam sedangkan kopi Robusta memiliki rasa yang
lebih pahit. Proses pemanasan dengan cara penyangraian dilakukan
terhadap biji kopi dengan menggunakan suhu yang sesuai. kemudian
dihaluskan dan diayak hingga diperoleh ukuran 100 mesh. Hal ini
dilakukan untuk tujuan homogenisasi, yaitu memperoleh ukuran yang
seragam. Selain itu, penghalusan bertujuan untuk memperluas
permukaan serbuk kopi agar senyawa-senyawa yang terkandung di
dalam serbuk kopi dapat terekstrak secara maksimal (Handayani et al.,
2021).

Senyawa kimia pada biji kopi dapat dibedakan menjadi senya


wa yang mudah menguap (molatile) dan tidak mudah menguap (non-
volatile). Contoh senyawa yang mudah menguap adalah aldehida,
keton, dan alkohol, sedangkan senyawa yang tidak mudah menguap
adalah kafein, asam klorogenat dan senyawa nutrisi. Kafein merupakan
unsur terpenting pada kopi yang berfungsi sebagai perangsang,
sedangkan kafein merupakan faktor yang menentukan flavor. Kafein
dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan ginjal. Pengaruhnya
terhadap sistem saraf pusat adalah mencegah rasa ngantuk, menaikkan
daya tangkap pancaindra, mempercepat daya pikir, serta mengurangi
rasa lelah dan bosan. Selain pada kopi, kafein juga dapat diperoleh pada
minuman lain, seperti cola dan teh. Jumlah kafein dalam satu cangkir
kopi instan sekitar 60 miligram dan dalam kopi tubruk yang disaring
sekitar 80 mg. Konsumsi kafein dalam jumlah normal bersifat
menguntungkan, karena penggunaan kafein dapat memberikan
pengaruh stimulan yang bersifat sementara dan tidak berbahaya
Beberapa studi ilmiah mengenai pengaruh kafein terhadap kesehatan
dan fisiologi memakai batasan 250 miligram sampai 600 miligram
sebagai angka rata-rata konsumsi kafein yang aman perhari. Konsumsi
yang berlebihan akan berdampak buruk bagi kesehatan, Pengaruh

6
kafein terhadap seseorang sangat bergantung pada tingkat
sensitivitasnya. Beberapa orang tidak tahan sama sekali untuk
mengonsumsi kafein, sehingga setelah minum kopi menjadi berdebar-
debar, tetapi ada juga orang yang dapat me ngonsumsi lebih dari 10
cangkir kopi seharinya tanpa keluhan. Di Indonesia konsumsi kopi
umumnya berkisar antara 1-3 cang kir per harinya. Selain kafein, kopi
juga mengandung beberapa zat lainnya, seperti zat besi, magnesium,
fosfor, kalium, dan flouride. Kan dungan polifenolnya pun bersifat
sebagai zat antioksidan. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa
mengonsumsi 1-3 cangkir kopi dalam sehari bisa bermanfaat bagi
kesehatan dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi kopi, yaitu
mengurangi risiko kanker usus besar sampai 25%, batu empedu sampai
45%, sirosis hati sampai 80%, parkinson 50-80%, serta serangan asma
sampai 25% (Olivia 2012).

Kandungan polifenol yang terkandung pada kopi sangat tinggi sehingga


berperan dalam mencegah berbagai penyakit seperti kanker,
peradangan sendi, rematik, sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan
stamina tubuh. Manfaat kopi antara lain dapat menurunkan resiko
penyakit alzheimer dan demensia, menurunkan resiko batu empedu,
menurunkan resiko penyakit parkinson, fungsi kognitif yang baik,
sebagai analgesik, antidiabetes, proteksi hati, penuruan resiko kanker,
kardioprotektif, antioksidan, mencegah karies gigi, dan gout. Senyawa
lain yang ada dalam kopi adalah diterpene. Diterpene berefek terhadap
peningkatan kadar kolesterol serum. Pengolahan kopi yang tidak
melalui penyaringan dapat menyebabkan peningkatan senyawa
diterpene di kopi. Cafestol dan kahweol adalah ekstrak diterpene alami
yang didapat dari biji kopi tanpa disaring. Cafestol dan kahweol dapat
menekan reseptor LDL termasuk menurunkan ikatan, ambilan dan
degradasi dari LDL sehingga berefek pada peningkatan kadar
kolesterol.14 Meskipun cafestol dan kahweol memiliki efek buruk
tertentu pada peningkatan kadar kolestrol, tetapi cafestol dan kahweol

7
berperan sebagai mediator anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
dan sebagai antikanker dalam menekanan proliferasi pada sel kanker
ginjal dengan memblokir aktivasi karsinogen dan meningkatkan fungsi
detoksifikasi hati. Cafestol dan kahweol dapat menghambat tumor
proliferasi sel dan angiogenesis, dan memberikan pendekatan baru
untuk pencegahan dan pengobatan kanker (Mangiwa et al., 2015).

8
BAB II
KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI TANAMAN KOPI

2.1. Klasifikasi kopi

Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar yang


berkeping dua (dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang. kopi
merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kopi berasal
dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia namun dikenal oleh
masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar
daerah asalnya, yaitu di negara Yaman di bagian selatan jazirah Arab
(Nisa 2020).

9
klasifikasi tanaman kopi arabika adalah sebagai

Berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea sp.

2.2.Morfologi kopi

Akar

Kopi adalah jenis tanaman berbentuk pohon, yang merupakan


tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai perakaran dangkal,
sehingga tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada kemarau
panjang bila daerah perakaran tidak diberi mulsa. Secara alami,
tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah.
Akar tunggang hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang berasal dari bibit

10
sambung (okulasi) yang batang bawahnya berasal dari bibit semai.
Tanaman kopi yang berasal dari bibit setek, batang bawahnya berasal
dari bibit setek tidak memiliki akar tunggang sehingga relatif mudah
rebah ( Aris 2018) .

Akar lateral kopi pada fase perkecambahan akan muncul pada


hari ke-15 – 20 tergantung tipe dan jenis kopinya. Akar lateral akan
muncul di sekitar persimpangan antara hipokotil dan akar primer. Di
periode yang sama, rambut-rambut akar juga akan muncul pada
permukaan akar primer. Akar lateral akan banyak dijumpai pada
kedalaman tanah sekitar 1,2 – 1,8 m pada tanaman dewasa dan
jumlahnya tergantung kelas umur tanaman kopi, Bobot akar merupakan
indikasi efektivitas penyerapan unsur hara dan air oleh tanaman.
Tanaman dengan bobot akar lebih besar mempunyai kemampuan
menyerap air dan unsur hara lebih banyak sehingga dapat mendukung
pertumbuhan tajuk tanaman, begitu juga sebaliknya (Wibowo 2021).

Kopi termasuk keluarga suku Rubiaceae,keluarga coffea,bijinya


lupus masuk kedalam tanah, berguna untuk tegaknya tanaman dan
penolong bila terjadi kekeringan. Pada akar tunggang, ada beberapa
akar kecil yang tumbuh ke samping yang sering di sebut akar lebar.
Akar leber ini akan memunculkan rambut-rambut akar atau bulu-bulu
akar dan tudung akar. Rambut-rambut akar berguna untuk memperluas
area penyerapan air dan nutrisi untuk tanaman, sedangkan tudung akar
berfungsi untuk melindungi akar ketika menyerap unsur hara dari tanah
(Bakri 2019).

11
Batang

Morfologi batang tanaman kopi tegak lurus ke atas dan beruas-


ruas hampir pada setiap batang dan cabang tumbuh kuncucp-kuncup.
Pada susunan batang-batang itu, sering tumbuh cabang yang tegak lurus
(orthotrop), dan bila di biarkan tumbuh bisa mencapai tinggi 12 m
(Bakri 2019).

Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang, dan bila dibiarkan


tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Batang dan cabang kopi berkayu,
tegak lurus dan beruas-ruas. Tiap ruas hampir selalu ditumbuhi kuncup.
Tanaman ini mempunyai dua macam pertumbuhan cabang, yaitu
cabang Orthrotrop dan Plagiotrop. Cabang Orthrotrop merupakan
cabang yang tumbuh tegak seperti batang, disebut 11 juga tunas air atau
wiwilan atau cabang air. Cabang ini tidak menghasilkan bunga atau
buah. Cabang plagiotrop merupakan cabang yang tumbuh ke samping,
cabang ini menghasilkan bunga dan buah (Aris 2018).

Pada tanaman kopi arabika memiliki beberapa cabang


diantaranya cabang baik cabang berkembang tidak normal, arah
pertumbuhannya meuju ke dalam mahkota tajuk, cabang mati cabang
yang tidak berproduksi lagi cabang ini berada pada ujung tanaman,

12
cabang primer cabang ini tubuh pada batang utama arah pertumbuhan
datar lemah dan merupakan bagian cabang yang ditumbuhi bunga,
cabang reproduksi cabang yang tubuh tegak lurus biasanya berada di
ketiak daun, cabang kipas cabang reproduksi yang tumbuh kuat pada
cabang primer (sudah tua), dan cabang air tumbuh pesat memiliki ruas
daun (Rahmawati 2019).

Tanaman kopi kalau dibiarkan tumbuh tingginya dapat


mencapai 10 m berbatang tegak lurus, ruas-ruas dan memperlihatkan
dimorfisma (dua bentuk) dalam pertumbuhannya. - Pertumbuhan
ortotropik (tegak) - Pertumbuhan plagiotropik (ke samping) Bagian
tanaman yang tumbuh ortotropik dapat menghasilkan pertumbuhan
ortotropik dan plagiotropik, sedangkan yang tumbuh lagiotropik hanya
mengahasilkan pertumbuhan lagiotropik saja. Oleh karena itu
sambungan cabang atau stek cabang tidak dapat tumbuh keatas
melainkan biasanya tumbuhnya terus ke samping. Pada ketiak daun
batang terdapat dua macam kuncup tunas yaitu :

1 Kuncup tunas primer


a. Hanya satu dibagian paling atas
b. Dapat tumbuh menjadi cabang primer (cabang buah) kecuali 2 –
5 pasang daun yang paling bawah .
2. Kuncup tunas reproduksi
a. Berjumlah 4 – 5 buah, terletak di bawah kuncup – kuncup primer
b. Dapat tumbuh menjadi tunas reproduksi (tunas air/wiwilan)

Pada tiap ketiak daun dapat tumbuh tunas reproduksi beberapa kali,
tetapi cabang primer hanya terbentuk 1 kali. Karena buah kopi
terbentuk pada cabang-cabang primer maka cabang ini sangat penting
(Subandi 2017).

13
Daun

Daun tanaman kopi hampir memiliki perwatakan yang sama


dengan tanaman kakao yang lebar dan tipis, sehingga dalam
budidayanya memerlukan tanaman naungan, Bagian pinggir daun kopi
bergelombang dan tumbuh pada cabang, batang, serta ranting. Letak
daun pada cabang plagiotrop terletak pada satu bidang, sedangkan pada
cabang orthrotrop letak daun berselang seling. Tanaman kopi mulai
berbunga setelah berumur sekitar dua tahun. Bunga tanaman ini
tersusun dalam kelompok yang tumbuh pada buku-buku cabang
tanaman dan memiliki mahkota yang berwarna putih serta kelopak yang
berwarna hijau (Anshori 2014).
Daun kopi umumnya berbentuk bulat seperti telur, bergaris ke
samping, bergelombang, berwarna hijau pekat, meruncing di bagian
ujungnya. Daun tumbuh dan tersusun secara berdampingan di ketiak
batang, cabang dan ranting yang tumbuh mendatar. Daun tanaman kopi
Arabika bertekstur kurus memanjang, tebal, berwarna hijau pekat, dan
bergaris gelombang seperti talang air (Ardi, 2021).
Daun kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai
bulat dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada
batang, cabang dan ranting. Pada cabang Orthrotrop letak daun
berselang seling, sedangkan pada cabang Plagiotrop terletak pada satu
bidang. Daun kopi robusta ukurannya lebih besar dari arabika (Aris,
2018).

14
Bunga

Tanaman kopi termasuk ke jenis planta multiflora karena


mampu menghasilkan bunga banyak. Tumbuhnya bunga kopi pada
ketiak-ketiak cabang primer tersusun berkelompok tiap kelompok
terdiri dari 46 kuntum bunga yang bertangkai pendek. Pada tiap-tiap
ketiak daun dapat tumbuh 3-4 kelompok bunga maka pada tiap buku
dapat tumbuh ± 30 kuntum bunga atau lebih dan pada musim berbunga
satu pohon dapat keluar sampai ribuan kuncup-kincup bunga tersebut
mempunyai susunan sebagai berikut.
a. Kelompok berwarna hijau, berukuran kecil dan pendek.
b. Daun bunga mahkota terdiri dari 3-4 helai bunga (tergantung pada
jenisnya).
c. Benang sari terdiri dari 5-7 helai berukuran pendek.
d. Tangkai putih berukuran kecil panjang, kepala putik berseri 2 helai.
e. Bakal buah susunan tenggelam di dalamnya terdiri dari 2 butir biji
dari bakal buah hingga menjadi masak berlangsung 7-12 bulan
tergantung dari jenis iklim dan letak geografinya(Bakri, 2019).
Karakteristik Bunga kopi diantaranya memiliki tangkai,
mahkota, benang sari, putik, kelopak bunga. Bunga kopi terdapat di sisi
ketiak cabang primer berwarna putih tumbuh berkelompok,

15
mengeluarkan bau yang wangi dan khas ketika bermekaran
(Rahmawati, 2019).
Bunga kopi menghasilkan 2-4 kelompok bunga, kelompok
bunga menghasilkan 4-6 kuntum bunga, sehingga di setiap ketiak daun
menghasilkan 8- 24 kuntum bunga. Kuntum bunga kopi berukuran kecil
yang tersusun dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, tangkai
putik, dan bakal buah. Kelopak bunga berwarna hijau. Mahkota bunga
terdiri atas 3-8 helai daun. Benang sari terdiri atas 5-7 helai. Tangkai
putik terdiri atas dua sirip berukuran kecil yang panjang (Ardi, 2021).

Buah

Buah kopi mentah berwarna hijau dan ketika matang akan


berubah menjadi warna merah. Buah kopi terdiri atas daging buah dan
biji. Daging buah terdiri atas tiga bagian yaitu lapisan kulit luar
(eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk
(endokarp). Kulit tanduk buah kopi memiliki tekstur agak keras dan
membungkus sepanjang biji kopi. Daging buah ketika matang
mengandung lender dan senyawa gula yang rasanya manis (Ashori,
2014).

16
Karakteristik buah/biji kopi terdapat kulit luar, daging buah,
kulit tanduk. Buah kopi memiliki 2 kotiledon pada biji, kulit buah
berwarna hijau saat muda dan merah saat sudah masak, buah berbentuk
bulat dengan sisi datar dan cembung dibagian luar. Kulit tanduk buah
kopi memiliki tekstur agak keras dan membungkus sepanjang biji kopi,
daging buah ketika matang mengandung lender dan senyawa gula yang
rasanya manis (Rahmawati 2019).
Buah kopi mentah berwarna hijau muda, kemudian berubah
menjadi hijau tua, menjadi kuning dan merah. Buah kopi matang (ripe)
akan berwarna merah atau merah tua. Diameter buah kopi Arabika
berukuran sekitar 10-15 mm. Buah kopi terdiri atas beberapa lapisan,
yakni kulit buah (eksokarp), daging buah (mesokarp), mucilage, kulit
tanduk (endokarp), kulit ari (spermoderm), dan biji (endosperm) (Ardi
2021).

17
BAB III
VARIETAS KOPI ARABIKA

Kopi merupakan salah satu komoditas di dunia yang


dibudidayakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pemrosesan
kopi sebelum dapat diminum dilakukan melalui proses yang cukup
panjang, dimulai dari proses panen biji kopi yang telah matang,
kemudian proses pengeringan dilanjutkan proses sangrai dengan
menggunakan suhu yang bervariasi. Proses terakhir adalah
penggilingan biji kopi yang telah disangrai menjadi bubuk kopi. Jenis
kopi yang paling populer adalah arabika dan robusta. Masing-masing
jenis kopi ini masih memiliki varietas yang cukup banyak dengan rasa
yang berbeda-beda tergantung pada varietas kopi tersebut. Di
Indonesia, juga terdapat jenis kopi arabika dengan berbagai varietas
yang dibudidayakan di berbagai daerah. Masing – masing varietas kopi
arabika tersebut memiliki kenampakan yang berbeda – beda misalnya
seperti perbedaan warna, bentuk, ataupun tekstur. Oleh karena itu,
terkadang petani ataupun para pemilik coffee shop dapat melakukan
kesalahan dalam mengenali varietas kopi arabika yang dijual ataupun
yang dibeli. Hal ini juga akan mempengaruhi penentuan harga kopi
tersebut, karena masing-masing varietas kopi arabika memilki harga
yang berbeda-beda. Untuk itu, diperlukan sistem yang juga mampu
mengenali varietas kopi arabika secara akurat sehingga dapat
digunakan sebagai second opinion bagi para petani ataupun pemilik
coffee shop dalam mengenali varietas kopi arabika tersebut (Sebatubun
et al., 2017).

18
A. Gayo
Kopi Gayo memiliki karakter dan cita rasa kuat. Serta aroma
yang kuat membuat kopi gayo digemari di benua Amerika dan Eropa.
Bicara soal rasa, kopi gayo cenderung memiliki rasa yang tidak pahit
disertai tingkat keasaman yang rendah, kopi arabika gayo memiliki
warna daun hijau tua, buah berbentuk agak memanjang dan ujung
agak tumpul, masak buah kurang serempak, warna buah hijau bersih
pada saat muda dan berwarna merah cerah pada saat masak, potensi
hasil rata-rata 0,9−1,2 ton ha-1 biji kering, sebagian besar kopi
arabika Gayo ditanam pada ketinggian1000-1400mdpl

Di daerah seperti ini, kopi dapat tumbuh dan berproduksi


dengan baik. Namun demikian, untuk menghasilkan benih diperlukan
persyaratan lainnya, yaitu benih harus mempunyai potensi genetik yang
baik dan dipanen tepat waktu agar memiliki kualitas fisiologis benih
yang baik. benih pada kondisi optimum. benih pada kondisi optimum.
Viabilitas dapat dibagi menjadi viabilitas total, viabilitas potensial dan
vigor. Viabilitas total adalah kemampuan benih untuk hidup, sedangkan
viabilitas potensial adalah kemampuan benih berkecambah dan tumbuh
normal pada kondisi optimum untuk menjadi tanaman yang
berproduksi normal. Sedangkan vigor merupakan kemampuan tumbuh
benih pada kondisi sub optimum yang dibagi ke dalam dua jenis yaitu
vigor daya simpan dan vigor kekuatan tumbuh. Vigor daya simpan yaitu
19
kemampuan benih untuk bisa disimpan lama kekuatan tumbuh adalah
kemampuan tanaman untuk berproduksi normal, benih pada kondisi
optimum. Viabillitas dan vigor benih dipengaruhi oleh tingkat
kematangan benih. kematangan benih mempengaruhi daya
berkecambah dan kecepatan tumbuh. Benih yang dipanen sebelum
masak fisiologis belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan
embrionya belum sempurna. Hal ini akan mempengaruhi viabilitas
benih. Benih yang dipanen saat buah masak fisiologis memiliki kualitas
terbaik untuk dijadikan benih. Perubahan warna buah dapat dipakai
untuk menunjukkan tingkat kemasakan benih warna buah saat panen
berpengaruh terhadap viabilitas benih. selain warna buah ukuran benih
juga mempengaruhi viabilitas benih karena secara umum benih yang
lebih besar mempunyai cadangan makan yang lebih banyak. Benih
yang besar menghasilkan bibit yang cepat pertumbuhannya
dibandingkan yang kecil. Hal ini dikarenakan benih yang besar
mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak sehingga akan
menghasilkan bibit yang lebih besar. Penelitian ini dilaksanakan untuk
mengetahui apakah warna buah dan ukuran benih berpengaruh terhadap
viabilitas benih kopi arabika varietas Gayo. Viabilitas benih yang tinggi
dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan penanaman kopi di lapangan.
Benih dengan viabilitas tinggi diharapkan dapat tumbuh dan
berproduksi optimal (Ichsan, et al., 2013)

B. Sigararutang
Tanaman kopi Sigarar utang mempunyai perawakan semi katai,
ruas cabang pendek, tajuk rimbun menutup seluruh permukaan pohon
sehingga batang pokok tidak tampak dari luar. Sifat percabangan
sekunder sangat aktif bahkan cabang primer di atas permukaan tanah
membentuk kipas berjuntai menyentuh tanah. Daun tua berwarna hijau
tua, daun muda (flush) berwarna coklat kemerahan. Apabila ditanam
tanpa naungan tepi daun bergelombang dan helaian daun mengatup ke
atas, jika dilihat sepintas bentuk daun panjang meruncing dan tepi daun

20
bergelombang. Buah muda berwarna hijau sedangkan buah masak
berwarna merah cerah, bentuk buah bulat memanjang berukuran besar
dan 100 buah masak (merah ) rata - rata 196 gr. Potensi Produksi
berkisar antara 800 – 2.300 kg biji/ha. Kopi varietas Sigarar utang dapat
ditanam pada ketinggian kurang dari 1000 mdpl.

Varietas Sigararutang, merupakan varietas kopi Arabika yang


mempunyai bobot segar dan bobot kering pucuk tertinggi, bobot kering
tanaman menggambarkan penimbunan bersih asimilasi CO2 yang
dilakukan selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga
dapat menjadi indikator pertumbuhan suatu tanaman. Varietas
mempunyai bobot kering tertinggi sehingga keempat varietas tersebut
mempunyai pertumbuhan bibit lebih baik dari varietasvarietas yang
lain. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan varietas
berpengaruh terhadap karakter pertumbuhan tanaman. Karakter
morfologi merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan sehingga setiap varietas kopi Arabika yang diuji dapat
21
menampilkan nilai pertumbuhan yang berbeda-beda. perkecambahan
benih kopi dipengaruhi oleh jenis genotipe kopi. Adanya variasi genetik
ini dalam bidang pemuliaan tanaman dapat dijadikan sebagai dasar
melakukan seleksi karena setiap genotipe dapat menampilkan ekspresi
gen yang berbeda-beda (Krisnadi et al., 2020).

C. Ateng Janda
Kopi Ateng Janda adalah salah satu jenis kopi yang banyak
dibudidayakan karena jenis kopi ateng ini memiliki pohon yang pendek
tapi dapat berbuah cepat dan banyak. Kopi Ateng janda mampu
menghasilkan buah berkualitas dalam kurun waktu 10 tahun. Biasanya
buah kopi tersebut dapat dipanen setiap 2 minggu atau sebulan 2 kali
pemanenan. Varietas kopi Ateng merupakan keturunan tipe Catimor.
Keunggulannya lebih cepat berbuah. Kopi Ateng memiliki perawakan
semi katai (dwarf) sehingga mudah dibedakan dari varietas Gayo 1 dan
Gayo 2 yang lebih kuat. Hal ini diduga berkaitan dengan kebiasaan
petani yang jarang melakukan pemupukan terhadap tanaman kopinya.
Varietas-varietas berbasis Catimor pada umumnya bersifat rakus hara.
Varietas kopi ateng memiliki habitus yang tinggi melebar, seluruh tajuk
daun menutupi batang pokok hingga kepermukaan tanah. diameter
tajuk ±2,87m. Percabangan skunder cukup aktif cabang bali dan cabang
cacing tidak beraturan tumbuh kesemua arah. Daun tua bewarna hijau,
daun muda sebagian besar bewarna coklat beberapa diantaranya
bewarna kemerahan. Daun tua berbentuk oval berukuran cukup besar,
tebal dan sedikit lebar (Mitha et al., 2019).

22
Varietas Ateng meskipun dayahasilnya cukup tinggi namun
fluktuasi dayahasil dari tahun ke tahun cukup besar, bahwa dayahasil
varietas tipe katai pada umumnya dikenal sangat tinggi pada awal
produksi, namun pembuahan lebat terjadi dua tahun sekali, sehingga
tidak stabil. Bahkan dalam pengelolaannya kopi Arabika tipe katai
memerlukan input tinggi, baik dalam hal kebutuhan hara maupun
pemeliharaan tanaman lainnya, sehingga jika tanaman mengalami
pembuahan berlebih, tahun berikutnya meranggas dan akhirnya mati /
berumur pendek (Hulupi et al., 2013)

D. Andung Sari
Hasil seleksi individual pada Catimor dari Columbia yang tidak
dikenal riwayat genetiknya. Populasi ini diduga keturunan dari CIFC
H-440, persilangan antar Caturra Vermelho (CIFC 19/1) x Hibrido de
Timor CIFC 1343/269 Katai, tajuk sedikit melebar dengan diameter
144 cm (apabila dipangkas dengan sistem batang tunggal).Tinggi
tanaman 121,3 cm apabila ditanam di lahan ketinggian > 1.000 m dpl,
dan 175,0 cm apabila ditanam di lahan ketinggian < 1.000 m dpl.
23
Percabangan Mendatar, tegak lurus batang utama, agak lentur, panjang
cabang primer 38,9 cm, panjang ruas produktif 6,2 cm. Warna daun
Daun tua berwarna hijau tua gelap, daun muda berwarna hijau
muda.Bentuk daun dan helaian Bentuk daun oval agak memanjang,
ujung meruncing dengan ukuran daun lebih besar dari pada Kartika 1
dan Kartika 2. Helaian daun agak tipis dan lemas dengan tepi daun
bergelombang tegas. Arah duduk daun pada ranting tegak ke atas.
Bunga Jumlah bunga per ruas 7–18, jumlah dompolan bunga per cabang
8,4–12,4. Buah Jumlah ruas produktif per cabang 10,6 jumlah buah 9,7,
dan berat 100 buah masak merah segar 114 g. Buah muda berwarna
hijau, buah masak berwarna merah hati, buah berbentuk bulat
memanjang diskus kecil, tanpa perhiasan buah (Randriani et al., 2018).

24
BAB IV
SYARAT PERTUMBUHAN

A. Tanah
Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah.Makin padat
suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit
meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Tanah yang lebih padat
memilki bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi
kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral
mempunyai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah
dibawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1-0,7 gr/cm3 ,
sedangkan tanah organik umumnya memiliki bulk density antara 0,1-
0,9 gram/cm3. Bulk Density (BD) yaitu bobot padatan (pada kering
konstan) dibagi total volume (padatan + pori), BD tanah yang ideal
berkisar antara 1,3 -1,35 g/cm3, BD pada tanah berkisar > 1,65 g/cm3
untuk tanah berpasir ; 1,0-1,6 g/cm3 pada tanah geluh yang
mengandung BO tanah sedang - tinggi, BD mungkin lebih kecil dari 1
g/cm3 pada tanah dengan kandungan BO tinggi. BD sangat bervariasi
antar horizon tergantung pada tipe dan derajat agregasi, tekstur dan BO
tanah. Bulk density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah. Apabila
tanah mengandung terlalu banyak liat, maka tanah tersebut dapat
menyimpan air dalam jumlah yang besar, akan tetapi air tidak mudah
meresap kedalam tanah tersebut karena air akan mengalir pada
permukaan tanah dan menyebabkan erosi. Atau apabila tanah berpasir,
air akan mudah meresap tetapi tidak dapat disimpan lama karena akan
infiltrasi kelapisan bawahnya. Dengan demikian, tanah yang ideal
adalah tanah yang mempunyai tekstur yang kandungan liat, pasir, dan
debunya seimbang disebut lempung. Bahan organik digunakan untuk
memperbaiki struktur tanah, meningkatkan suhu tanah, meningkatkan
kemantapan agregat, meningkatkan kemampuan menyimpan air, dan
menrunkan kepekaan tanah terhadap erosi, serta sebagai sumber energi
bagi mikroorganisme tanah. Bahan organik tanah adalah fraksi organik

25
dari tanah termasuk hewan dan tumbuhan yang tinggal di dalamnya
yang telah mengalami dekomposisi sampai pada suatu keadaan dimana
sulit untuk mengenali bahan aslinya, residu mikrobia, dan produk akhir
dekomposisi yang relatif stabil (humus). Faktor yamg mempengaruhi
kadar bahan organik dan nitrogen tanah yaitu kedalaman tanah, iklim
tekstur tanah dan drainase. Kedalaman lapisan tanah menentukan bahan
organik dan nitrogen.Kadar bahan organik terbanyak ditemukan
dilapisan atas setebal 20 cm (15- 20%). Semakin kebawah kadar bahan
organik semakin berkurang (Sinarta et al., 2015).
B. Ketinggian Tempat
Setiap jenis kopi menghendaki suhu atau ketinggian tempat
yang berbeda. Misalnya, kopi robusta dapat tumbuh optimum pada
ketinggian 400-700 mdpl dengan temperatur rata-rata tahunan 20°-
24°C, tetapi beberapa diantaranya juga masih tumbuh baik dan
ekonomis pada ketinggian 0-1000 m dpl. Kopi arabika menghendaki
ketinggian tempat antara 500 - 1700 m dpl dengan temperatur rata-rata
tahunan 17° - 21° C. Bila kopi arabika ditanam di dataran rendah
(kurang dari 500 m dpl), biasanya produksi dan mutunya rendah serta
mudah terserang penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan
Hemmileia vastatrix (HV) (Marbun et al., 2015).
Morfologi lahan pada ketinggian tempat 1.000 m dpl dan 1.400
m dpl didominasi warna tanah berkisar dari coklat amat gelap hingga
coklat tua kekuningkuningan, sedangkan pada ketinggian tempat 1.000
-1.200 m dpl dan 1.200-1.400 m dpl warna tanah didominasi warna
coklat kemerah-merahan gelap dan orange kemerahmerahan hingga
hitam kecoklat-coklatan. Warna gelap pada lapisan horizon disebabkan
kandungan C-organik tinggi dan menurun semakin ke bawah. Pada
ketinggian > 1.400 m dpl mempunyai warna lebih gelap pada horizon
bagian bawah dari horizon di atasnya, karena merupakan horizon
tertimbun (Wahyuni et al., 2013).

26
C. Iklim
Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
menjadi produk unggulan bangsa Indonesia, dan faktor iklim
memegang peranan penting terhadap keberhasilan budidaya tanaman
kopi sejak penentuan lokasi untuk dikembangkan, selama proses
budidaya dan pada waktu pasca panen yang kesemuanya berpengaruh
terhadap kualitas dan kuantitas tanaman kopi. Selama proses budidaya,
unsur iklim yang mempengaruhi pertumbuhan budidaya tanaman kopi
meliputi kelembaban udara, temperatur udara, radiasi matahari dan
angin. Lingkungan yang optimal bagi tanaman tidak menghendaki
adanya suhu atau temperatur yang ekstrim, akibat dari suhu atau
temperatur yang ekstrim pada lokasi budidaya tanaman dapat
menimbulkan gangguan metabolisme dan mempengaruhi respon dari
pertumbuhan tanaman, contoh kerusakan – kerusakan akibat suhu atau
temperatur yang tinggi (ekstrim) dapat berupa kelaparan (starvation),
keracunan (toxicity), luka biokimia (biochemical lesions) dan
hancurnya protein (protein break down). Untuk menghindari dampak
dari adanya suhu yang ekstrim, maka salah satu langkah yang dapat
dilakukan adalah mencari tahu dan melakukan penelitian tentang
modifikasi atau rekayasa iklim mikro yang salah satu tekniknya adalah
menggunakan naungan (vegetatif).Dengan mengatahui pengaruh dari
naungan (vegetatif) terhadap intensitas radiasi matahari dan kecepatan
angin yang berpengaruh pada kelembaban udara tanaman kopi,
diharapkan kedepannya dapat dijadikan tambahan informasi bagi
pengembangan budidaya tanaman kopi yang lebih lanjut guna
mendapatkan lingkungan yang sesuai bagi budidaya tanaman kopi
(Wicaksono, 2010).
Karakteristik iklim mikro satu sama lain saling memiliki
keterkaitan, hal ini dikarenakan kelembaban udara dapat berubah
seiring dengan perubahan energi panas matahari dan suhu udara.
Menyatakan bahwa suhu udara merupakan faktor yang selalu berubah

27
dikarenakan suhu udara bergantung pada intensitas panas atau
penyinaran matahari, jika intensitas cahaya tinggi maka suhu juga
tinggi. Sifat dari energi panas matahari pada tanah akan menyebabkan
ikatan air dengan partikel tanah terlepas ke udara dan mengisi
kekurangan kelembaban udara sehingga kelembaban dalam tanah
berkurang. Energi panas matahari juga mempengaruhi suhu pada daun
yang mana ini menjadi sumber energi bagi proses fotosintesis. Saat
fotosintesis, maka stomata daun membuka sehingga air jenuh dalam
daun dapat menguap ke udara. Jadi jika radiasi atau energi panas
matahari yang diterima oleh daun besar maka fotosintesis yang
dilakukan juga besar, hal ini akan memperbesar penguapan dan
mempengaruhi kelembaban udara. Kelembaban udara juga dipengaruhi
oleh angin, angin memiliki sifat dapat mengambil kelembaban dan
panas dari daerah yang dilaluinya. Kesimpulannya, radiasi surya atau
energi panas matahari merupakan unsur iklim mikro yang sangat
dominan,dan juga radiasi surya diantara unsur iklim mikro yang lain
adalah bersifat multikolinier (banyak berhubungan). Hal ini disebabkan
karena radiasi surya dapat mempengaruhi suhu udara, suhu tanah,
kelembaban udara dan kelembaban tanah (Mangiwa et al., 2015).

28
BAB V
PENYIAPAN LAHAN

A. Pembukaan lahan
Langkah awal dari pembukaan lahan adalah melakukan
penebangan dan pembongkaran terhadap pohon, perdu, dan tunggul
beserta perakarannya. Kayu dan serasah (sisa-sisa tanaman, perdu, dan
tunggul), hasilnya ditumpuk pada satu tempat di pinggir kebun.
Pembukaan lahan harus dilakukan tanpa adanya pembakaran (zero
burning) dan penggunaan herbisida dilakukan secara terbatas bijaksana.
Manfaat pembukaan lahan tanpa bakar antara lain: (1) melindungi
humus dan mulsa yang telah terbentuk bertahun-tahun, (2)
mempertahankan kelembapan tanah, (3) meningkatkan kandungan
bahan organik, (4) mempertahankan kelestarian lingkungan, terutama
tidak menyebabkan polusi udara, (5) menjaga kemasaman (pH) tanah
dan mengurangi biaya pemeliharaan setelah penanaman. Tanaman
kayu-kayuan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti eucalyptus,
suren, dan sengon yang diameternya kurang dari 30 cm, dapat dijadikan
sebagai penaung tetap. dengan populasi 200–500 pohon/ha dan ditata
dalam arah utara–selatan. Pembersihan gulma dapat dilakukan secara
manual menggunakan cangkul, arit, dan parang, maupun kimiawi 10
menggunakan herbisida sistemik atau kontak tergantung jenis
gulmanya secara terbatas dan bijaksana. Untuk memudahkan kontrol
kebun dibuat jalan produksi (jalan setapak) dan agar kebun tidak
tergenang air dibuat saluran drainase. Lahan yang mempunyai
kemiringan lebih dari 30% dibuat teras (Ferry et al., 2018).

29
Gambar pembukaan lahan

B. Pemilihan lahan
Ketinggian tempat untuk kopi Robusta, Arabika, dan Liberika
bervariasi, masing-masing 100–600 m dpl, 1.000–2.000 m dpl, dan 0–
900 m dpl. Kondisi tersebut menyebabkan suhu udara untuk ketiga jenis
kopi berbeda satu sama lainnya, yaitu masingmasing 21–24º C, 15–25º
C, dan 21–30º C. Curah hujan yang dibutuhkan kopi Robusta dan
Arabika hampir sama, yaitu 1.250– 2.500 mm/tahun, sedangkan untuk
kopi Liberika nilainya lebih tinggi, yaitu 1.250–3.500 mm/tahun. Bulan
kering (curah hujan kurang dari 60 mm/bulan) yang dibutuhkan untuk
kopi Robusta dan Liberika sama, yaitu sekitar 3 bulan/tahun, sedangkan
untuk kopi Arabika 1–3 bulan/tahun. Secara umum lahan (tanah) untuk
tanaman kopi Robusta, Arabika, maupun Liberika mempunyai
karakteristik/sifat hampir sama, yaitu kemiringan tanah kurang dari
30%, kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, tekstur tanah
berlempung (loamy) dengan struktur tanah lapisan atas remah, kadar
bahan organik di atas 3,5% atau kadar karbon (C) di atas 2%, nisbah C
dan nitrogen (N) 10—12, kapasitas tukar kation (KTK) di atas 15

30
me/100 g, kejenuhan basa (KB) di atas 35%, kemasaman (pH) tanah
5,5—6,5 dan kadar unsur hara N, posfor (P), kalium (K), kalsium (Ca)
serta magnesium (Mg) cukup sampai tinggi, Terdapat korelasi yang
nyata antara ketinggian tempat dengan beberapa sifat kimia tanah dan
mutu fisik biji kopi Arabika di dataran tinggi Garut. Semakin tinggi
tempat maka semakin meningkat pula sifat kimia tanah seperti pH, C-
organik, N-total, Na, dan KTK, tetapi sebaliknya untuk P2O5 total.
Meningkatnya tinggi tempat dan beberapa sifat kimia tanah tersebut
dapat meningkatkan pula mutu biji fisik kopi Arabika yang meliputi
persentase biji normal dan berat 100 biji (Supriadi et al., 2018).
Ketinggian tempat tumbuh kopi Arabika berpengaruh terhadap
nilai kandungan kimia serta mutu citarasanya. Kandungan protein,
kafein, lemak, dan abu pada ketinggian 1.600 m dpl merupakan yang
tertinggi, yaitu masing-masing 12,09%; 1,08%; 14,31%; dan 5,28%.
Skor citarasa tertinggi juga diperoleh dari kopi Arabika yang ditanam
pada ketinggian 1.600 m dpl, yang memiliki karakter citarasa spicy,
strong fragrance dan chocolaty. Kopi Arabika Garut yang ditanam pada
ketinggian tempat berbeda (1.200–1.600 m dpl) berpotensi untuk
dikembangkan menjadi kopi spesialti Arabika karena memiliki nilai
skor citarasa lebih besar atau sama dengan 80,00 (81,25–83,00) dan
masuk dalam kriteria kopi spesialti. Terdapat korelasi yang nyata antara
ketinggian tempat dengan beberapa sifat kimia tanah dan mutu fisik biji
kopi Arabika di dataran tinggi Garut. Semakin tinggi tempat maka
semakin meningkat pula sifat kimia tanah seperti pH, C-organik, N-
total, Na, dan KTK, tetapi sebaliknya untuk P2O5 total. Meningkatnya
tinggi tempat dan beberapa sifat kimia tanah tersebut dapat
meningkatkan pula mutu biji fisik kopi Arabika yang meliputi
persentase biji normal dan berat 100 biji (Ibrahim et al., 2018).

31
C. Pengolahan lahan

Pengajiran
Pengajiran bertujuan mengatur jarak tanam di lapangan,
mempermudah pembuatan lubang tanam, membantu agar benih yang
ditanam membentuk garis lurus sehingga mempermudah dalam
pengelolaan dan pemeliharaan tanaman. Pada lahan datar pengajiran
dilakukan secara larikan dengan arah barisan mengikuti arah mata
angin. Ajir induk/kepala ditempatkan pada arah utara– selatan,
sedangkan ajir anakan (pengisi) pada arah timur–barat. Ajir induk
ditempatkan di tengah apabila lahannya luas dan diletakkan di pinggir
apabila luasnya kurang dari 1 ha. Pada lahan miring (kemiringan lahan
di atas 30%), pemancangan ajir dilakukan sesuai kontur dengan
mengikuti prinsip titik-titik pada ketinggian yang sama. Alat yang
dipakai untuk tanah datar adalah bambu-bambu yang telah dibelah
dengan ukuran panjang sekitar 1 m, sedangkan pada tanah berkontur
menggunakan segitiga kontur (Ferry et al., 2018).

Gambar pembuatan ajir

32
Lubang Tanam
Pembuatan lubang tanam sebaiknya dilakukan 6 bulan sebelum
tanam. Ukuran lubang tanam tergantung kepada tekstur dan struktur
tanah, makin berat tanah maka ukuran lubang tanam makin besar.
Ukuran lubang tanam yang baik adalah 60 cm x 60 cm 14 pada bagian
permukaan dan 40 cm x 40 cm pada bagian dasar dengan kedalaman 60
cm. Untuk teras kontur, lubang tanam dibuat di dekat sisi miring
sebelah atas. Makin terjal kemiringan tanah, semakin dekat sisi miring
sebelah atasnya. Tanah galian lapisan atas (top soil) dipisahkan dari
tanah lapisan bawah (sub soil). Tanah lapisan atas di sebelah barat,
sedangkan tanah lapisan bawah di sebelah timur agar tanah lapisan
bawah dapat tersinari cahaya matahari dengan tujuan untuk mematikan
mikroorganisme. Tanah bekas galian dibiarkan minimal selama 1
bulan. Tanah lapisan atas dapat dicampur dengan pupuk organik. Kebun
yang tanahnya kurang subur dan kadar bahan organik rendah, ke dalam
lubang tanam ditambahkan pupuk organik (pupuk hijau dan pupuk
kandang), 4–5 bulan sebelum penanaman kopi dengan dosis 5–10 kg
per lubang. Lubang tanam sebaiknya ditutup dengan tanah lapisan atas,
3 bulan sebelum tanam kopi dengan posisi ajir berada di tengah lubang
tanam (Supriadi et al., 2018).

Gambar lubang tanam

33
Pengendalian Erosi
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagianbagian
tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat
lain. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan
baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan
tanah untuk menyerap dan menahan air. Kondisi ini menyebabkan
tanah di perkebunan kopi menjadi terdegradasi (berkurang
kesuburannya), terutama pada kebun yang mempunyai kemiringan
lereng cukup tinggi (di atas 8%). Tingkat erosi paling tinggi terjadi pada
periode persiapan lahan dan tanaman belum menghasilkan (TBM).
Tingkat erosi akan semakin berkurang setelah tanaman dewasa karena
air hujan ditahan oleh tajuk tanaman yang sudah menutupi hampir
seluruh permukaan tanah. Upaya untuk mengatasi erosi dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Apabila kebun kopi mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 8%,
perlu dibuat rorak.
2. Lereng lapangan lebih dari 8%, perlu dibuat teras bangku dan rorak.
Teras bangku dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan
meratakan tanah di bagian bawahnya sehingga terjadi suatu deretan
bangunan yang berbentuk seperti tangga. Fungsi utama teras bangku
adalah (1) memperlambat aliran permukaan, (2) menampung dan
menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak,
(3) 16 meningkatkan laju infiltrasi, dan (4) mempermudah pengolahan
tanah. Lahan yang mempunyai kemiringan lebih dari 45% sebaiknya
tidak dipakai untuk budi daya tanaman kopi. Lahan tersebut sesuai
untuk digunakan tanaman kayu-kayuan atau sebagai hutan
cadangan/hutan lindung. Namun demikian, dalam kondisi tertentu areal
yang curam (kemiringan lahan lebih dari 45%) dapat dimanfaatkan
untuk penanaman kopi, dengan syarat harus dilengkapi teras individu
(Anggara. 2013).

34
Pembuatan Rorak
Rorak adalah lubang atau penampung yang ditujukan untuk
menampung dan meresapkan air aliran permukaan ke dalam tanah,
memperlambat laju aliran permukaan, pengumpul sedimen yang
memudahkan untuk mengembalikannya ke bidang olah dan media
penampung bahan organik, yang merupakan sumber hara bagi tanaman.
Rorak dibuat setelah benih di tanam di lapangan, dan pada tanaman
yang sudah produktif dibuat setiap tahun. Pembuatan rorak di lahan
datar dilakukan pada jarak 40–60 cm dari batang tanaman kopi, dengan
ukuran panjang 120 cm, lebar 40 cm, dan dalam 40 cm. Jarak rorak dari
batang tanaman kopi dapat berubah sesuai dengan pertumbuhan
tanaman. Pada lahan miring rorak dibuat memotong lereng, atau searah
dengan terasan (sejajar garis kontur), dibuat pada bidang olah atau di
saluran teras. Serasah kebun, hasil pangkasan ranting kopi dan penaung,
hasil penyiangan gulma, kompos, serta pupuk kandang dapat
dimasukkan ke dalam rorak untuk dijadikan pupuk organik (Ferry et al.,
2018).

(A) pembuatan rorak, dan (B) lubang rorak

35
BAB VI
PENYIAPAN BIBIT DAN PENANAMAN

A. Penyemaian
Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah, pasir dan
pupuk kompos dengan perbandingan 1:1:1 dan diisikan pada polybag
ukuran 20 cm x 30 cm diletakkan didalam sungkup penaung, Benih
yang digunakan adalah benih kopi jenis arabika, pengecambahan benih
dilakukan dengan terlebih dahulu mengupas kulit tanduk benih
kemudian direndam dengan air selama dua hari tujuannya untuk
mematahkan masa dormansi benih dan memilih benih yang bernas
supaya benih dapat cepat berkecambah dan tumbuh seragam. Setelah
perendaman, benih dikecambahkan selama 2 minggu pada karung goni
basah yang dijadikan sebagai media perkecambahan dan pada bagian
atasnya ditutup kembali menggunakan karung goni basah, karung goni
basah tersebut diletakkan dalam kotak plastik ukuran 25 cm x 25 cm,
saat pengecambahan benih disiram dua kali dalam sehari yaitu pagi dan
sore hari menggunakan handsprayer (Jannah 2020).

Gambar penyemaian biji kopi

36
B. Proses pembibitan
Menurut Anggara (2013) keberhasilan perkebunan kopi salah
satunya didukung dengan ketersediaan benih unggul bermutu,
penggunaan benih yang tidak jelas sumbernya akan mengakibatkan
kerugian bagi usaha perkebunan. Persyaratan penting yang perlu
dipenuhi oleh setiap Penangkar Benih diantaranya sebagai berikut :
Pemilihan lokasi pembesaran biji kopi harus dipenuhi yaitu lahan datar
dan subur, dekat sumber air, mudah diawasi, drainase baik, dekat
dengan lokasi penanaman dan atau dekat dengan jalur transportasi,
terlindung dari angin kencang dan penyinaran matahari langsung,
terlindung dari hewan pengganggu. Persiapan lahan pebesaran kopi
pasca aklimatisasi menyesuaikan kebutuhan untuk instalasi sarana–
prasarana, seperti pagar keliling, pondok kerja, tempat penampungan
air, jalan kontrol, bedengan dibuat membujur dari arah utara ke selatan
dengan lebar bedengan 1 meter dan panjang disesuaikan kebutuhan atau
kondisi lahan. Bedengan dengan lebar 1 x 10 meter berkapasitas 1.000
benih kopi, antara bedengan yang satu dengan yag lain diberi jarak
sekitar 1 meter untuk fasilitas jalan dan selokan/parit drainase.
Pembuatan atap/naungan pada bedengan diberi atap terbuat dari daun
kelapa/daun sagu/daun ilalang/daun tebu/paranet (waring), atap
bedengan dapat mengurangi cahaya langsung sehingga cahaya masuk
sekitar 30 - 40%, tinggi atap lebih kurang 2 meter agar mobilitas tenaga
kerja lebih efektif, atap selain berfungsi untuk menahan 60 - 70%
cahaya matahari juga berfungsi untuk menstabilkan suhu dan
kelembaban bedengan. Intensitas cahaya yang diteruskan ke bawah
naungan pada beberapa penaung buatan: sinar cahaya langsung 100%,
paranet 47,60%, daun kelapa 39,11%, sungkup plastik 34,31%. Suhu
dan kelembaban pada atap paranet 60-70% dan atap bisa dari daun
kelapa. Penyiapan media pembesaran benih dibuat dari campuran tanah
lapisan atas (top soil), pupuk kandang dan pasir yang telah diayak halus.
Perbandingan yang dianjurkan adalah 1:1:1 atau 2:1:1 atau sesuai
dengan kondisi setempat. Media tersebut harus cukup subur dan
37
gembur. Media pembesaran benih difumigasi terlebih dahulu atau
dengan ditaburi insektisida dan fungisida sesuai dengan dosis anjuran
yang biasa terdapat pada kemasan. Penyiapan polybag yang digunakan
sebagai tempat pembesaran benih dapat berwarna hitam atau putih
ukuran minimal 12x20 cm dan tebal minimal 0,05 mm, polybag diberi
lubang drainase pada bagian dasar dan samping dengan jumlah minimal
8 lubang perkantong pada bagian dasar dan samping, pengisian media
pada polybag dilakukan sampai batas 1 cm dari bibir polybag, penataan
polybag pada bedeng pembesaran dengan posisi 2 baris polybag
diselingi jarak 1 baris polybag antara baris polybag lainya pada setiap
bedeng pembesaran. Penyungkupan dengan plastik bertujuan untuk
menciptakan lingkungan tumbuh yang ideal bagi benih kopi, dengan
cara mengendalikan pencahayaan, suhu dan kelembaban udara. Hal ini
akan mempercepat terjadinya proses pemulihan/recovery plantlet pasca
aklimatisasi. Penyungkupan akan menciptakan keseimbangan udara,
menjaga suhu dan kelembaban sehingga proses metabolisme benih
menjadi lebih baik. Dengan demikian proses pemulihan planlet pasca
aklimatisasi setelah mengalami proses pengiriman menjadi lebih
terjamin. Sungkup juga berfungsi untuk mengurangi transpirasi dan
cahaya yang berlebihan sehingga dapat merusak klorofil.
Penyungkupan dilakukan lebih kurang 1 (satu) bulan setelah kerangka
sungkup sudah dipastikan terpasang dengan baik. Sungkup yang
digunakan adalah plastik transparan dengan tebal minimal 0,5 mm.

C. Pemeliharaan bibit
pembibitan merupakan tahap penting dalam budi daya tanaman.
Mutu bibit sangat penting mengingat investasi di sektor perkebunan
berjangka panjang dan membutuhkan modal yang besar. Bibit yang
ditanam saat ini baru akan terlihat hasilnya setelah 4─5 tahun
kemudian. Hal ini akan sangat merugikan apabila ternyata tanaman
berproduksi rendah karena bibit yang ditanam tidak baik. Oleh karena
itu diperlukan teknik pembibitan yang baik dan benar agar dapat

38
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi kopi. Syarat yang harus
dipenuhi suatu lokasi pembibitan adalah lahan pembibitan sebaiknya
datar memiliki irigasi yang baik (tidak tergenang air), lokasinya harus
terletak di dekat sumber air yang memiliki kualitas baik dengan kadar
asam rendah, sumber air harus bebas dari parasit termasuk nematoda,
lokasi pembibtan harus memiliki tanaman pelindung (penaung) untuk
melindungi dari panas dan 5 angin kencang yang bisa merusak tanaman
muda, lokasi harus mudah diakses menggunakan transportasi. Tahap-
tahap kegiatan yang ada di pembibitan terdiri atas perendaman benih,
pengecambahan, pendederan benih, mengambil kepelan, menanam
kepelan ke polybag, penyulaman, penyiraman, pemupukan,
pengendalian gulma dan pengendalian hama dan penyakit.
Perbanyakan tanaman kopi dapat dilakukan secara generatif dan
vegetatif, perbanyakan menggunakan biji (generatif) adalah cara
termurah dan termudah untuk perbanyakan kopi. Kopi juga bisa
diperbanyak secara vegetatif dengan stek, sambung dan kultur jaringan.
Fase-fase pertumbuhan bibit kopi yang diperbanyak secara generatif
adalah fase serdadu dan fase kepelan, fase serdadu yaitu pada saat kopi
berumur sekitar 30 hari ditandai dengan biji mulai berkecambah dengan
keping biji terangkat berdiri di atas permukaan tanah, fase kepelan yaitu
setelah kopi berumur sekitar 3 bulan dengan ciri sepasang daun
membuka pada fase ini benih dapat segera dipindah ke bedengan
pembibitan atau polybag. Unsur hara yang diperlukan pada saat
pembibitan tanaman seperti penambahan fiksasi nitrogen dan nutrisi
lain seperti phosphor, kalium, megnesium, dan kalsium. Usaha untuk
mendapatkan bibit unggul dengan unsur hara yang cukup ini dapat
diperoleh melalui pengaplikasian PGPR pada bibit tanaman (Jannah,
2020).

39
Gambar pemeliharaan bibit
pada fase pembibitan memerlukan ketersediaan air yang cukup.
Pemberian air dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan
ketersediaan air bagi tanaman. Pemberian air selama ini di pembibitan
dilakukan dengan cara penyiraman dua kali sehari yaitu pagi dan sore
hari sampai media dalam polybag mencapai kapasitas lapang. Akan
tetapi pengaruhnya terhadap tanaman belum diketahui berdasarkan
penelitian secara ilmiah. Pemberian air pada tanaman sangat penting,
peranan air bagi pertumbuhan tanaman adalah sebagai penyusun utama
jaringan tanaman, pelarut dan medium bagi reaksi metabolisme sel,
medium untuk transpor zat terlarut, medium yang memberikan turgor
pada sel tanaman, bahan baku untuk fotosintesis, proses hidrolisis dan
reaksi kimia lain serta evaporasi air untuk mendinginkan permukaan
tanaman. Mengingat pentingnya peran air dan kebutuhan yang tinggi
akan air maka tanaman memerlukan sumber air yang tetap untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi kekurangan air dapat
mempengaruhi aspek pertumbuhan tanaman baik secara anatomi,
morfologi, fisiologi dan biokimia, ini disebut aspek ganda cekaman air
(Ruslan et al., 2016).

40
Penyiraman dijadwalkan setiap hari (pagi-sore) tetapi
memperhatikan keadaan cuaca pada saat kegiatan sedang berjalan,
Pemberian naungan dengan target intensitas cahaya masuk pada masa
awal pembibitan adalah 25 %. Setiap bulan secara bertahap intensitas
cahaya yang masuk dinaikkan dengan cara membuka atap/naungan
sedikit demi sedikit. Hal ini dilakukan hingga seminggu sebelum
pemindahan bibit ke lapangan atau pembibitan telah terbuka semua. c.
Pemupukan dilakukan setiap dua minggu sekali. Pupuk yang digunakan
pada umur 1-3 bulan adalah Petunjuk Teknis Pembibitan Tanaman
Kopi 15 1 gr urea, 2 gr KCl, dan 2 gr TSP setiap bibit. Setelah berumur
3 bulan pupuk yang digunakan adalah urea dengan dosis 2 gr/bibit.
Pupuk ditebarkan pada alur di sekeliling bibit. Setelah ditebar, ditutup
dengan tanah dan disiram. Pemberian pupuk juga dapat berupa larutan,
apabila menggunakan larutan. Pengendalian hama penyakit dilakukan
secara manual atau kimiawi. Hama yang sering menyerang bibit adalah
ulat kilan (Hyposidra talaca), belalang dan bekicot. Sedangkan penyakit
yang sering menyerang adalah penyakit rebah batang rizoctonia solani.
Seleksi bibit pertama kali dilakukan setiap 2 bulan sekali. Bibit yang
terlihat kerdil, atau tidak dapat terselamatkan karena terserang
hama/penyakit segera dipindahkan dari lokasi pembibitan.
Penggemburan media pembibitan dilakukan setiap 2 bulan sekali
dengan hati-hati supaya tidak merusak perakaran(Aji, 2016).

D. Pindah tanam
Proses pemindahan dilakukan dengan cara menyayat secara
vertikal polybag dan mengeluarkan akar bibit beserta tanahnya
secara perlahan. Selanjutnya bibit ditanam kembali dengan tambahan
media tanam pada polybag yang lebih besar. Bibit diadaptasikan
dengan media yang baru selama satu minggu sebelum diaplikasikan
perlakuan penambahan pupuk N. Pupuk diaplikasikan dengan cara
melarutkannya kedalam air dan mengaplikasikan disekeliling akar
tanaman. Pemberian pupuk dibagi menjadi 3 tahap aplikasi dengan

41
selang waktu 1 minggu. Pasca pemupukan terakhir, tanaman
selanjutnya diinkubasi selama 30 hari untuk memberi kesempatan
pupuk terserap oleh tanaman (Wulanjari et al., 2022).

Pemindahan bibit pesemaian ke bedengan pembibitan


dilakukan pada saat bibit sudah berumur 2-3 bulan. Pembibitan dapat
dilakukan di bedengan tanah atau di polybag. Pembibitan pada
bedengan tanah persiapannya hampir sama dengan penyiapan bedengan
pada tahapan pesemaian. Tanah diolah sedalam 30-50 cm dilengkapi
naungan sementara dari kerangka bambu dan atap alang-alang atau
daun kelapa dengan ketinggian ± 2 m. Lubang tanam jarak 20 x 25 cm
dibuat dengan menggunakan sendok, tanah/tugal. Selanjutnya bibit
semai beserta tanah di sekitar akar dipindahkan secara hati-hati
menggunakan sendok ke dalam lubang tanam yang telah disediakan.
Lubang kemudian ditutup menggunakan tanah dan disiram dengan air
secukupnya agar tanah menjadi lebih padat. Setelah enam bulan di
pembibitan tanaman siap dipindahkan ke areal penanaman. Pembibitan
menggunakan polybag. Siapkan polybag ukuran 20-30 cm dan tinggi
30-40 cm. Media yang digunakan adalah campuran tanah dengan pupuk
kandang dengan perbandingan 1 : 1, masukkan ke dalam polybag
sampai ¾ bagian. Bibit ditanam ke dalam media polybag. Selanjunya
Polybag diatur secara berderet 10 dengan jarak 30 x 30 cm dan disirami
air secukupnya. Bibit dapat dipindahkan ke lahan setelah berumur 6
bulan(Aji, 2016).

E. Sambung pucuk
Perbanyakan vegetatif adalah dengan cara stek dan
menyambung/mengenten. Dari kedua cara tersebut yang banyak
dilakukan adalah menyambung sedang menstek belum banyak
dilakukan karena kemungkinan hidupnya kecil dan tidak semua bisa
distek. Batang bawah yang digunakan harus sudah teruji kualitas dan
produksinya. Sementara itu, batang atas diperoleh dari batang-batang
yang sudah tua. Batang-batang tersebut dipotong serendah mungkin
42
dengan meninggalkan 2-3 tunas. Bila waktu sudah dianggap cukup,
selanjutnya dapat dilakukan penyambungan. Pada sambungan yang
sudah cukup besar, akan tumbuh tunas baru. Tunas-tunas baru inilah
yang digunakan sebagai batang atas (Aji, 2016).

menyambung adalah cara perbanyakan tanaman dengan cara


menyambung pucuk (batang atas) yang berasal dari suatu tanaman
induk pada tanaman lain (batang bawah). Batang ataslah yang akan
memberikan hasil sesuai dengan sifat induk yang diinginkan. Batang
bawah hanyalah sebagai tempat untuk tumbuh dan mengambil makanan
dari dalam tanah. Oleh sebab itu kriteria pemilihan batang atas dan
batang bawah berbeda. Pengadaan batang bawah dan batang atas
Batang bawah disiapkan sesuai dengan kriteria batang bawah. Batang
bawah diperoleh dari semai. Pengadaan semai untuk batang bawah
dapat dilihat pada bab perbanyakan tanaman dengan biji. Batang atas
dipilih sesuai dengan kriteria batang atas. Kriteria batang atas: cukup
tua, sudah berbuah minimal 3 kali, berbuah lebat,, buah besar, dan
sehat. Kriteria batang bawah: sistem perakaran kuat, tahan terhadap
hama dan penyakit, tahan terhadap kekurangan air, sesuai dengan
kondisi setempat (Suriansyah, 2020).

Gamba sambung pucuk

43
Penyambungan kopi adalah penggabungan batang atas atau
disebut entres pada bibit kopi dewasa yang digunakan sebagai batang
bawah. Pelaksanaan penyambungan dilakukan di pembibitan
menggunakan bibit kopi batang bawah umur 5-6 bulan, dari saat benih
disemaikan. Teknik dan tata cara penyambungan bibit kopi dilakukan
mengikuti prosedur sebagai berikut: Menyiapkan entres batang atas dan
bibit batang bawah umur 5-6 bulan, kriteria bibit siap sambung ukuran
batang bawah sebesar pensil. Penyambungan dilakukan dengan
memotong batang bibit batang bawah ketinggian 15-20 cm dan daun
bibit batang bawah disisakan 1-3 pasang. - Batang bibit batang bawah
yang telah dipotong, diiris dibagian tengah sepanjang 2-3 cm, untuk
penyambungan entres batang atas. Entres batang atas diambil dari
kebun entres, dan dipotong satu ruas panjang 7 cm (3 cm di atas ruas
dan 4 cm di bawah ruas). Budidaya dan Pasca Panen KOPI 17 Daun
pada entres dihilangkan, dan pangkal entres diiris dua sisi menbentuk
huruf V. Penyambungan entres batang atas ke batang bibit batang
bawah, dan sambungan diikat dengan tali rafia atau plastik. Sambungan
diberi sungkup kantung plastik transparan, pangkal sungkup diikat agar
kelembaban dan penguapan terkendali serta air tidak masuk.
Pengamatan hasil sambungan dilakukan setelah dua minggu,
sambungan hidup bila entres masih segar atau hijau dan bila sambungan
mati entres berwarna hitam sungkup dibuka/dilepas apabila tunas
tumbuh yang cukup besar. - Tali ikatan dibuka apabila pertautan telah
kokoh dan tali ikatan mulai mengganggu pertumbuhan batang. Untuk
mengganti pertananam kopi robusta menjadi pertanaman kopi arabika
sudah ada caranya. Teknologi rehabilitasi kopi robusta menjadi kopi
arabika dapat dilakukan tanpa harus membongkar tanaman kopi robusta
yang tua, yaitu dengan cara klonalisasi. Teknik klonalisasi ini sangat
diminati oleh petani. Umumnya ketertarikan para petani dikarenakan
teknologi klonalisasi ini cukup mudah dilakukan dan produksi kopi
robusta masih dapat dipanen hasilnya. Klonalisasi kopi robusta menjadi
kopi arabika dilakukan dengan teknik sambung pucuk melalui tunas air.
44
Salah satu kelemahan yang dirasakan waktu penyambungan adalah
pada saat musim kering, karena kondisi tanaman kopi robusta
kambiumnya tidak aktif sehingga persentase sambungan hidupnya
sangat kecil. Oleh karena itu disarankan kepada para petani sebaiknya
penyambungan dilakukan pada saat kondisi tanaman kopi tumbuh
sehat, dan dilakukan pada musim hujan (Prastowo et al., 2010).

Metode sambung atau grafting memiliki keunggulan dan


kelemahan, beberapa keuntungan dalam perbanyakan tanaman secara
vegetatif dengan teknik ini dintaranya, Lebih cepat berbuah, Sifat-sifat
yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan sifat induknya, Mempunyai
perakaran yang kuat, Dapat memperbaiki sifat jenis tanaman, Relatif
mudah dan sederhana untuk dilakukan (Anonimus, 2015). Walaupun
pembiakan vegetatif melalui teknik grafting (sambung) bertujuan untuk
mendapatkan hasil tanaman yang lebih baik dari iniduknya, ternyata
ada kelemahan grafting yang perlu juga diperhatikan. Berikut
merupakan beberapa kelemahan grafting. Kelemahannya sulit
mendapatkan sambungan batang atas dalam jumlah banyak, Persiapan
yang cukup lama, Pohon mudah patah, Keterampilan seseorang yang
melakukan penyambungan harus diperhatikan, Tidak berhasil jika
batang atas dan bawah tidak kompatibel atau tidak cocok ( Suriansyah,
2020).

45
BAB VII
PEMELIHARAAN TANAMAN

A. Pengendalian gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu manusia dalam
usaha pertanian. Sebelum dan sesudah pascapanen petani selalu
dihadapkan dengan jenis-jenis gulma yang tidak dikehendaki
(Undesirable). King mengemukakan beberapa definisi mengenai gulma
antara lain: tumbuhan yang tidak berguna, tumbuhan yang dapat
tumbuh secara spontan tanpa ditanaman, tumbuhan liar dan subur,
bersifat kompetitif dan agresif tumbuh melimpah menekan
pertumbuhan tanaman lain, tumbuhan yang sukar untuk diberantas,
berbahaya bagi manusia dan hewan bahkan tanaman lain.Gulma pada
area pertanian dapat menimbulkan suatu kerugian baik dari segi kualitas
ataupun kuantitas dari hasil produksi. Kerugian tersebut diantaranya
Menimbulkan kerusakan secara langsung atau tidak langsung terhadap
tanaman budidaya karena peristiwa parasitisme dan epifitosis. Terdapat
jenis-jenis gulma tertentu yang dapat meracuni manusia maupun
hewan. Beberapa jenis gulma mengeluarkan senyawa alelokimia yang
menyebabkan menurunnya kualitas bibit unggul. Habitat gulma
mengakibatkan kelembapan pada suatu lahan sehingga mendorong
perkembangan hama/penyakit. Kehadiran gulma pada tanaman
budidaya berpotensi menurunkan hasil produksi. Hal ini karena adanya
dampak kompetisi antara tanaman budidaya dan gulma seperti air, hara,
cahaya, ruang tumbuh, Menyulitkan aktivitas pertanian sehingga
menurunkan prestasi kerja dan kualitas hasil kerja(Maharani, 2021).
Pada areal pertanaman yang tumbuh tanpa naungan, maka akan
didapati gulma golongan rumput dan herbal yang tumbuh dengan cepat
dan tinggi sehingga sulit dikendalikan. Banyak pengelola kebun kopi di
Amerika mengkombinasikan aplikasi herbisida dengan pengendalian
mekanik gulma di perkebunan kopi dapat dilakukan penyiangan tiga
46
kali (dua kali pada saat pemupukan dan sesuai dengan keadaan).
Pengendalian kimia di lakukan dengan frekuensi 1-5 kali /tahun.
Herbisida yang di gunakan adalah herbisida glifosat. Untuk
mengendalikan alang alang di gunakan dosis 5 1/ha, sedangkan untuk
gulma umum 2-3 1/ha. Herbisida yang umum nya di rekomendasikan
untuk pertanian kopi yaitu herbisida berbahan aktif glifosat, paraquat,
sulfosat,dan amonium glufosina(Idris, 2019).
Pengendalian gulma pada TBM saat ini dilkukan dengan cara
manual menggunakan cangkul dan parang, terkhususnya pada
sekeliling tanaman kopi sembari membuat atau memperbaiki teras
(guludan) dan tapak kuda. Selain itu bisa menggunakan bahan kimiawi
berupa herbisida seperti panglaris. Dengan dosis, 1 : 15 /sprayer ( 140
mL panglaris : 15 L air), dengan cara panglaris dilarutkan kedalam air
yang telah dimasukkan ke dalam tengki penyemprot/sprayer, kemudian
semprotkan pada gulma, Pengendalian gulma di luar daerah piringan
dapat dilakukan dengan tanaman penutup tanah. Jika gulma masih
tumbuh lebat dapat dilakukan menggunakan cangkul atau herbisida.
Pengendalian gulma di daerah perakaran dapat dilakukan dengan
menggunakan mulsa. (Putra, 2021).

B. Pemangkasan
Pemangkasan adalah pemotongan bagian-bagian tanaman yang
tidak dikehendaki agar tanaman tumbuh dengan sehat, kuat
pertumbuhan vegetatif dan generatifnya seimbang sehingga menjadi
lebih produktif.Selain itu, pemangkasan ini penting dilakukan untuk
mengurangi cabang kopi supaya pembentukan cabang dan pembuahan
bisa berjalan dengan lancar sehingga tanaman tidak membentuk
payung. Oleh karena itu, tanaman kopi harus dipangkas pada bagian
cabang primernya atau diperpendek untuk merangsang pertumbuhan
cabang sekunder. pemangkasan diperkebunan kopi selalu dilakukan
baik terhadap tanaman pokok maupun tanaman pelindung. Tanpa
pemangkas, tanaman kopi dapat mencapai ketinggian sampai 7 – 9 m,
47
sehingga menyulitkan pengambilan hasil. Untuk mendapatkan keadaan
pohon yang menguntungkan, maka perlu dilakukan pemangkasan
(Subandi 2011).

Tujuan Pemangkasan adalah mempertahankan ketinggian tanaman


dengan tinggi 160 cm untuk memudahkan perawatan atau
pemeliharaan dan panen. Pemangkasan batang tunggal ( single stem )
terdiri dari pangkas bentuk, pemeliharaan, dan peremajaan.
Pemangkasan bentuk yaitu perlakuan kliping terutama untuk tanaman
yang sulit menumbuhkan cabang reproduktif. Pemangkasan
pemeliharaan atau pemangkasan produksi atas pangkas Lepas panen
(PLP), pangkas seleksi ( wiwil selektif ) dan wiwil kasar.Cabang -
cabang yang terdapat di tanaman kopi adalah cabang belum berbuah
(B0), cabang yang telah berbuah satu kali (B1), cabang yang yang
telah berbuah dua kali (B2), dan cabang yang telah berbuah tiga kali
(B3). Cabang-cabang yang termasuk cabang produktif adalah cabang
B1, B2, dan B3 (Sudarsono et al., 2019).
Pemangkasan seleksi bertujuan mempersiapkan cabang
pemikul buah untuk persediaan tahun yang akan datang. Pada
prinsipnya cabang – cabang yang berlebihan harus dipangkas agar
cahaya matahari dapat masuk ke dalam tajuk dan sirkulasi udara
berlangsung baik, sehingga proses pertumbuhan menjadi baik.
Pemangkasan seleksi dilaksanakan dua kali dalam setahun.
Pemangkasan seleksi mulai dilakukan 2 - 3 bulan setelah PLP
(Desember – Januari) dengan memilih cabang – cabang yang akan
dipelihara pada musim pembungaan yang akan datang.Pemangkasan
halus dilakukan untuk mengurangi kelembaban yang terjadi pada
tanaman, sehingga dapat mengurangi gugur buah. Pemangkasan halus
di Kebun Blawan dilakukan bersamaan dengan pemangkasan seleksi
kedua. Pemangkasan halus dilakukan dengan membuang tunas air,
rawisan dan pengupiran daun yang sudah tua yang tumbuh dekat
buah. Alat yang digunakan gergaji dan gunting pangkas. Pengamatan
48
yang dilakukan adalah pemangkasan lepas panen yang kedua.
Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati cabang - cabang tanaman.
Kriteria pemangkasan pemeliharaan terdiri atas pangkasan berat,
pangkasan sedang dan pangkasan ringan Pemangkasan yang dilakukan
termasuk dalam kategori pemangkasan ringan karena pemangkasan
berat sudah dilakukan setelah lepas panen pada bulan Oktober -
November. Kategori pemangkasan ringan yaitu apabila kondisi pohon
sebelum dipangkas memiliki cabang - cabang B0, B1, B2 dalam
proporsi seimbang sesuai standar perusahaan yaitu masing - masing
cabang 33% dari total cabang tanaman dan kondisi cabang - cabang B2
tetap dipertahankan. Untuk mempertahankan kondisi cabang tersebut,
maka pemangkasan yang dilakukan hanya pangkas wiwil kasar dan
pangkas wiwil selektif Pemangkasan dilakukan untuk mengetahui
jenis - Jenis cabang yang terdapat di tanaman (Sianturi et al., 2016).

Perawatan secara intensif ini dilakukan dengan cara melakukan


pemangkasan pada tanaman kopi. Pemangkasan tanaman kopi terdiri
dari pemangkasan bentuk, pemeliharaan, dan peremajaan. manfaat dan
fungsi pemangkasan tanaman kopi pada umumnya adalah agar pohon
tetap rendah sehingga mudah 13 perawatannya, membentuk cabang-
cabang produksi yang baru, mempermudah masuknya cahaya dan
mempermudah pengendalian hama dan penyakit. berdasarkan
tujuannya, pemangkasan dalam budidaya kopi dibagi menjadi tiga
macam yaitu:
a. Pemangkasan pembentukan, bertujuan membentuk kerangka
tanaman seperti bentuk tajuk, tinggi tanaman dan tipe percabangan.
b. Pemangkasan produksi, bertujuan memangkas cabang-cabang yang
tidak produktif atau cabang tua. Hal ini dilakukan agar tanaman lebih
fokus menumbuhkan cabang yang produktif. Selain itu, pemangkasan
ini juga untuk membuang cabang-cabang yang terkena penyakit atau
hama.

49
c. Pemangkasan peremajaan, dilakukan pada tanaman yang telah
mengalami penurunan produksi, hasil kuranng dari 400 kg / ha / tahun
atau bentuk tajuk yang sudah tak beraturan (Allo 2020).

C. Pemangkasan Bentuk
Pangkasan bentuk ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk
mahkota pohon yang dikehendaki. Dengan dilakukan pangkasan bentuk
ini maka akan didapatkan tanaman yang tidak begitu tinggi, karena
menghentikan pemangkasan pucuk (pemenggalan) untuk
menghentikan pertumbuhan ke atas, sehingga memberi kesempatan
cabang-cabang primer (kesamping) bisa memanjang dan pertumbuhan
bertambah luas dan melebar. Dengan demikian bentuk mahkota akan
lebih baik, cabang produktif lebih baik. Kebun akan cepat tertutup,
sehingga akan mengurangi bahaya erosi. Pangkasan pertama dilakukan
pada waktu tanaman berumur 3 – 4 tahun, dimana tanaman telah
mencapai 140 cm. Pemenggalan 30 cm dari pucuk, dan pada tanah yang
kurang subur dapat dipenggal sampai 50 cm, sehingga tinggi pohon
tinggal antara 80 – 100 cm. Setelah tumbuh beberapa tunas, diadakan
mivilan dua kali tiap tahun, selama 3 – 4 tahun setelah pangkasan
pertama. Apabila tanaman telah cukup kuat, tunas yang tumbuh paling
atas dipelihara sampai tinggi 180 cm, dipotong lagi ± 30 – 50 cm,
sehingga tinggi batang tinggal 120 – 150 cm. Tunastunas yang
dipelihara tersebut sering disebut bentuk bayonet. Pemenggalan ini
dilakukan berkali-kali sehingga pohon dipertahankan setinggi ± 180 cm
(Subandi 2011).

D. Pemangkasan Produksi
Pemangkasan produksi adalah pemangkasan yang dilakukan
pada tanaman yang telah menghasilkan atau berbuah. Pemangkasan
produksi terdiri atas pemangkasan ringan dan berat. Pemangkasan
ringan terdiri atas wiwil kasar dan wiwil halus. Wiwil kasar dilakukan
satu bulan sekali pada musim hujan dan dua bulan sekali pada musim
kemarau, sedangkan untuk wiwil halus dilakukan tiga bulan setelah
50
panen dan diulang tiga bulan kemudian (Sudarko, 2012). Pemangkasan
berat dilakukan segera setelah panen kopi selesai sehingga disebut juga
pangkasan lewat panen atau panglepan. Cabang yang dipangkas adalah
cabang-cabang tua yang telah berbuah dua kali, cabang sakit, cabang
kering. Apabila belum terbentuk cabang sekunder, pemangkasan perlu
dilakukan dengan menyisakan 2-3 ruas dari pangkal cabang primer
(Khayati et al., 2019).

E. Pemangkasan Peremajaan
Pemangkasan rejuvinasi (peremajaan) dilakukan pada tanaman
tua yang kurang produktif tetapi perakarannya masih kokoh.
Pelaksanaan rejuvinasi yang tepat adalah pada saat menjelang musim
hujan setelah panen kopi. Peremajaan dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu peremajaan dengan penyambungan secara selektif dan
peremajaan secara menyeluruh, dengan perencanaan sebelumnya
rendemen terendah terdapat pada pola pemangkasan kopi tanpa
dipangkas yaitu 14.14% dan yang tertinggi terdapat pada pola
pangkasan kopi yang dipangkas ringan yaitu 15.04% (Sudarsono et al.,
2019).

F. Pemupukan
Pemupukan kopi bertujuan untuk memenuhu kebutuhan unsur
hara makro dan mikro. Hara makro meliputi Nitrogen, Fosfat, Kalium,
Kaalsium dan magnesium. Adapun hara mikro meliputi zink, seng,
tembaga, boron.Saat tanaman kopi dalam fase bibit pemupukan dapat
dilakukan 6 bulan sekali. Untuk pase bibit dengan memberikan 0,5
gram urea, 0,5 gram SP-36, 0,3 gram KCl dan 0,2 gram kieserit per
pohon persemester. Pemupukan pada bibit dengan cara membenamkan
atau dilarutkan dalam air. Dosis pada umur 1-3 bulan adalah 1 gram
urea, 2 gram TSP dan 2 gran KCl. Bibit berumur 3-8 bulan hanya 2
gram urea setiap 2 minggu sekali. Bila berupa larutan diberikan dengan
kosentrasi 0,2% sebanyak 50-100 ml per bebit setiap 2 minggu.
Pemupukan tanaman kopi berumur diatas 1 tahun dilakukan 2 kali
51
dalam 1 tahun yaitu pada awal musim hujan dan akhir musim hujan.
Pekebun menaburkan pupuk melingkar dibawah kanopi kopi atau 30-
50 cm dari batang kopi, kedalam lubang pemupukan 5-10 cm
kemudian ditutup kembali dengan tanah. Tanaman berumur 1 tahun
memerluakn unsur hara mikro seperti seng dan boron yang berperan
dalam pembentukan gula dan polen. Pekebun sebaiknya memberikan
pupuk hayati sejak tanaman berumur 1 tahun. Waktu pemberian pupuk
hayati sebaiknya 1 minggu sebelum pemupukan kimia (Adnyana,
2011).

G. Pemupukan Susulan
Pemupukan merupakan salah satu usaha yang harus dilakukan
untuk mencapai tingkat pertumbuhan tanaman yang tinggi dengan
kualitas yang baik. Pemupukan merupakan suatu tindakan pemberian
unsur hara pada tanaman, baik pada tempat tumbuh atau pada bagian
tanaman dengan maksud untuk mendapatkan pertumbuhan yang
normal dan subur sehingga mampu memberikan pertumbuhan yang
baik dan dapat berproduksi dengan baik. Bahan organik juga
meningkatkan KTK tanah, mengikat unsur N, P dan S dalam bentuk
organik sehingga terhindar dari pencucian, melarutkan sejumlah unsur,
meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah, Pupuk
organik berupa pupuk kandang merupakan salah satu alternative
masukan produksi dalam budidaya tanaman, khususnya yang
menyangkut pemupukan (Polta et al., 2018).

Kebutuhan pupuk dapat berbeda-beda antar lokasi, stadium


pertumbuhan tanaman/umur dan varietas. 2. Secara umum pupuk yang
dibutuhkan tanaman kopi ada jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk an-
organik. Pelaksanaan pemupukan harus tepat waktu, tepat jenis, tepat
dosis, dan tepat cara pemberian. Diutamakan pemberian pupuk organik
berupa kompos, pupuk kandang atau limbah kebun lainnya yang telah
dikomposkan. Dosis aplikasi pupuk organik adalah 10-20
kg/pohon/tahun. Pupuk organik umumnya memberikan pengaruh
52
sangat nyata pada tanah yang kadar bahan organiknya rendah (< 3,5%).
Pupuk organik tidak mutlak diperlukan pada tanah yang kadar bahan
organiknya > 3,5%. Pupuk diberikan setahun dua kali, yaitu pada awal
dan pada akhir musim hujan. Pada daerah basah (curah hujan tinggi),
pemupukan sebaiknya dilakukan lebih dari dua kali untuk memperkecil
risiko hilangnya pupuk karena pelindian (tercuci air). Jika digunakan
pupuk tablet yang lambat tersedia, pemupukan dapat dilakukan sekali
setahun. Cara pemberian pupuk, yaitu pupuk diletakkan secara alur
melingkar 75 cm dari batang pokok, dengan kedalaman 2-5 cm. Dosis
pemupukan kopi per pohon adalah: umur 1 tahun: 50 gr Urea, 40 gr
TSP, dan 40 gr KCL. umur 2 tahun: 100 gr Urea, 80 gr TSP, dan 80 gr
KCL. umur 3 tahun: 150 gr Urea, 100 gr TSP, dan 100 gr KCL. umur 4
tahun: 200 gr Urea, 100 gr TSP, dan 100 gr KCL. umur 5-10 tahun: 300
gr Urea, 150 gr TSP, dan 240 gr KCL. umur 10 thn keatas: 500 gr Urea,
200 gr TSP, dan 320 gr KCL. Pupuk diberikan dua kali setahun yaitu
awal dan akhir musim hujan masing-masing setengah dosis. Cara
pemupukan dengan membuat parit melingkar pohon sedalam ± 10 cm,
dengan jarak proyek tajuk pohon (± 1 m) (Hapsari et al., 2014)

53
BAB VIII
PENANAMAN POHON PELINDUNG

Tanaman penaung pada perkebunan kopi diupayakan dapat


menciptakan kondisi lingkungan yang paling baik, terutama kondisi
iklim mikro yang selanjutnya akan berpengaruh pada kondisi
lingkungan perakaran, organisme pengganggu, dan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan lahan. Pengelolaan tanaman penaung
dapat mengatur komponen iklim mikro seperti penyinaran matahari,
suhu,kelembaban udara, dan angin. Intensitas sinar matahari
merupakan faktor utama yang mengatur fotsintesis , yang mempunyai
hubungan erat dengan pengelolaan naungan. Kopi yang diberi naungan
sedang mempunyai daya fotosintesis lebih tinggi dari pada yang tanpa
naungan atau naungannya terlalu gelap, Kandungan khloropfil daun
kopi tanpa naungan adalah 0,176%, naungan sedang 0,248%, dan tanpa
naungan daunnya nampak kurang hijau. Tanaman kopi yang diberi
naungan terlalu gelap membentuk daun lebih lebar, lebih tipis, dan
jumlahnya lebih sedikit, internodia cabang dan batang muda lebih
panjang serta lebih lembek, sehingga mudah diserang bubuk cabang
(Xyloborus morstatti dan Xyloborus morigerus), pembentukan
primordia bunga akan terlambat, bibit atau entres lembek dan kurang
kuat pertumbuhannya. Sebaliknya tanpa naungan kopi arabika lebih
mudah terpicu mengalami berbuah lebat yang merugikan pertumbuhan
kopi selanjutnya, bibit membentuk internode pendek dan cepat
membentuk cabang, sehingga akan mengalami banyak stagnasi ketika
dipindahkan ke lapangan, entres ruasnya pendek, sehingga mempersulit
dalam penyambungan. Suhu rata-rata tanaman kopi arabika antara 17-
21oC, robusta antara 21-24oC. Suhu udara pada tanaman kopi arabika
lebih dari 25oC menyebabkan laju fotosintesis akan menurun dan daun
rusak ditandai dengan terjadinya klorosis. Kopi di Brasil pada suhu
lebih tinggi dari 22oC dapat menyebabkan kerontokan bunga dan

54
menurunkan pembentukan buah. Tanaman kopi yang diberikan
penaung tidak menerima energi matahari yang tinggi , mengakibatkan
suhu udara di bawah penaung pada siang hari menjadi lebih rendah
daripada suhu udara di luar penaung. Sebaliknya pada malam hari tajuk
penaung menghalangi hilangnya panas dari permukaan bumi ke
atmosfir. Dengan demikian suhu udara pada siang hari di sekeliling
tanaman kopi tidak melampui suhu maksimum dan pada malam hari
tidak lebih rendah dari suhu minimum. Kelembaban udara berpengaruh
terhadap evapotranpirasi. Kelembaban udara lebih rendah pada musim
kemarau , dengan laju evapotranspirasi lebih besar. Apabila hujan dan
cadangan air tanah tidak mencukupi akan terjadi defisit air.
Kelembaban udara berhubungan erat dengan kondisi awan. Makin
banyak awan, kelembaban udara cederung makin tinggi, dan
sebaliknya. Angin berpengaruh pada kelembaban udara, sehingga
berpengaruh pula terhadap kehilangan air, melalui evapotranspirasi.
Makin tinggi kecepatan angin dan makin lama bertiupnya, maka makin
besar kehilangan air melalui evapotranspirasi sehingga memperparah
cekaman air pada musim kemarau. Tetapi angin dapat membantu
penyerbukan kopi robusta sampai jarak 100 m , jarak efektifnya bagi
penyerbukan adalah 35 m (Sutedja 2018).

55
A. Jenis – jenis pohon pelindung
Tiga jenis pohon penaung tanaman kopi, seperti suren, lamtoro
dan pinus akan memengaruhi pada kondisi iklim mikro. Suren
merupakan tanaman industri yang dibudidayakan dengan tujuan untuk
memperoleh kayunya. Suren berkanopi lebar dengan banyak daun dan
harum. Suren sebagai pohon penaung tanaman kopi akan berpengaruh
terhadap iklim mikro dan keragaman serangga. Berdasarkan
pengamatan iklim mikro, suhu pada tanaman kopi dengan naungan
suren berkisar antara 20,3oC hingga 23,0oC, dengan suhu rata-rata
mingguan adalah 21,85oC. Kelembaban pada tanaman kopi dengan
naungan suren berkisar antara 85% hingga 97%, dengan kelembaban
ratarata mingguan adalah 91,38%. Intensitas cahaya matahari pada
tanaman kopi dengan naungan suren berkisar antara 3295 lux hingga
13310 lux, dengan intensitas cahaya rata-rata mingguan adalah 8287,5
lux.

56
Suhu pada tanaman kopi dengan naungan lamtoro berkisar antara
21,1oC hingga 23,8 oC, dengan suhu rata-rata mingguan selama
pengamatan adalah 22,39oC. Kelembaban pada tanaman kopi dengan
naungan lamtoro berkisar antara 85% hingga 97%, dengan kelembaban
rata-rata mingguan selama pengamatan adalah 90,88%. Intensitas
cahaya matahari pada tanaman kopi dengan naungan lamtoro berkisar
antara 2417,5 lux hingga 6735 lux, dengan intensitas cahaya rata-rata
mingguan selama pengamatan adalah 4620,4 lux. Kondisi iklim yang
demikian akan memengaruhi keragaman dan kelimpahan serangga
pada tanaman kopi dengan naungan lamtoro.

57
Suhu pada tanaman kopi dengan naungan pinus berkisar antara 20,5oC
hingga 25,3oC, dengan suhu rata-rata mingguan selama pengamatan
adalah 22,79oC. Kelembaban pada tanaman kopi dengan naungan pinus
berkisar antara 72% hingga 99%, dengan kelembaban rata-rata
mingguan selama pengamatan adalah 87,63%. Intensitas cahaya
matahari pada tanaman kopi dengan naungan pinus berkisar antara
986,5 lux hingga 6430 lux, dengan intensitas cahaya rata-rata mingguan
selama pengamatan adalah 4350,625 lux.

58
Ketiga jenis pohon penaung tersebut juga akan memengaruhi pada
keragaman serangga. Berdasarkan waktu pengamatan, maka serangga
pada tanaman kopi dengan pohon pelindung suren cenderung
mengalami peningkatan keragaman, yaitu dari rendah ke sedang.
Indeks keragaman dengan kategori sedang menunjukkan
keanekaragaman serangga yang sedang, produktivitas ekosistem yang
sedang, kestabilan ekosistem yang sedang pula. Kondisi yang berbeda
terdapat pada indeks keragaman serangga pada tanaman kopi dengan
pohon pelindung lamtoro dan pinus yang termasuk pada kategori
sedang. Kondisi ini menunjukkan habitat pada tanaman kopi dengan
pohon pelindung lamtor dan pinus sesuai bagi sejumlah serangga. Pada
tanaman kopi dengan pohon pelindung lamtoro dan pinus cenderung
mengalami penurunan. Peningkatan keragaman pada tanaman kopi

59
dengan pohon pelindung suren menunjukkan seiring waktu habitat
tersebut semakin sesuai untuk serangga (Rasiska et al., 2017).

B. Manfaat pohon pelindung


Menurut Saragih (2018) Manfaat Pohon Pelindung Pohon
pelindung juga mempunyai pengaruh positif secara ekologis. Pelindung
meningkatkan siklus nutrisi dengan menyerap nutrisi melalui akar-
akarnya yang berada di dalam tanah dan selanjutnya dikembalikan lagi
ke tanah melalui tumpukan daun keringnya yang membusuk di
permukaan tanah. Pohon pelindung juga mengurangi pertumbuhan
gulma, meningkatkan keanekaragaman hayati lokal dengan
menyediakan makanan atau naungan bagi banyak spesies lain, seperti
burung dan serangga. Beberapa fungsi konservasi yang diberikan oleh
tanaman pelindung menurut pendapat petani di Lampung adalah:
memberikan naungan. Pada sistem agroforestri kopi dengan naungan
kompleks atau multistrata, lapisan tajuk yang menyerupai hutan
berfungsi memberikan naungan terhadap kopi dan melindungi
permukaan tanah dari terpaan air hujan; menjaga suhu, kelembaban
udara dan kelembaban tanah di sekitar kebun. Lapisan tajuk dari pohon
pelindung dan serasah yang jatuh dapat mengurangi masuknya cahaya
matahari ke dalam kebun dan tanah sehingga suhu, kelembaban udara
dan kelembaban tanah di sekitar kebun tetap terjaga. Akar-akar pohon
naungan juga dapat menyimpan air sehingga dapat menjaga
kelembaban tanah dan ketersediaan air tanah; menambah kandungan
hara dalam tanah. Jika pemilihan tanaman pelindung tepat, misalnya
jenis tanaman yang dapat hidup bersama dengan kopi, maka tanaman
pelindung dapat menambah kandungan hara dalam tanah melalui
serasah daun-daunnya; mengurangi kemungkinan terjadinya erosi dan
tanah longsor. Akar pohon pelindung dapat mengikat tanah sehingga
tidak terjadi erosi dan tanah longsor; memberikan penghasilan
tambahan. Tanaman pelindung dapat memberikan nilai ekonomis bagi
petani, pada penelitiannya di Ethiopia menyimpulkan, tanaman kopi

60
yang tumbuh dengan pohon pelindung menghasilkan produksi lebih
tinggi dan bobot buah lebih berat dengan kualitas biji lebih baik (better
cup taste) daripada kopi yang ditanam tanpa pohon pelindung. Selain
itu, pohon pelindung memiliki potensi fisiologis dan biokimia yang
lebih besar untuk menghasilkan bahan kering untuk memelihara
produksi kopi dalam ujangka panjang. Tambahan pula, kebun kopi
dengan pohon pelindung akan memberikan sumber pendapatan lain
seperti buahbuahan, kayu bakar, dan kayu komersial, sehingga secara
sosial lebih diterima, secara ekonomi lebih menguntungkan, dan secara
lingkungan lebih lestari. Peran pohon pelindung bagi tanaman kopi juga
diidentifikasi dari berbagai sumber. Dampak positif pohon pelindung
bagi tanaman kopi adalah: mengurangi temperatur tanah dan udara
ekstrim tinggi (elevasi rendah) dan ektrim rendah (elevasi tinggi),
menahan kekuatan angin dan hujan lebat, mengendalikan erosi pada
lahan miring, mengendalikan pertumbuhan gulma, menghasilkan 5-15
ton bahan organik (bobot kering) per ha per tahun dari sisa tanaman dan
pemangkasan, mendaur ulang hara tanah yang tidak tersedia bagi
tanaman kopi dan mengurangi pencucian hara, mencegah pembuahan
yang berlebihan dan mati pucuk akibat pengurangan intensitas cahaya,
memberikan tambahan penerimaan dari pohon pelindung (papan, kayu
bakar, dan buah-buahan), berpotensi mengurangi penyakit hawar daun
dan hama white stem borer, memperbaiki cup quality (terutama di
wilayah kopi suboptimal secara ekologi akibat temperatur tinggi).
Penelitian mengenai pohon pelindung pada umumnya menunjukkan
peran positif sistem multistrata pada tanaman kopi. menyimpulkan
bahwa usahatani kopi sistem campuran (multistrata) memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap kualitas tanah dibandingkan dengan
sistem monokultur. menemukan berbagai layanan lingkungan yang
diberikan oleh pohon pelindung, yaitu: produksi serasah, mengurangi
gugur daun kopi, dan menekan pertumbuhan gulma. Produksi serasah
sangat penting menyumbang unsur hara tanah terutama Nitrogen.
Sumbangan Nitrogen mencapai 66 kg/ha (pelindung cempaka), 61
61
kg/ha (gamal), dan 120 kg/ha (dadap). menunjukkan bahwa penaung
lamtoro paling baik dalam meningkatkan kadar bahan organik tanah,
sementara penaung kayukayuan industri (jati, sengon, mindi, waru
gunung) lebih baik meningkatkan kadar hara mineral tanah.
menyatakan bahwa pohon pelindung berfungsi sebagai pencegah
terjadinya over-bearing karena pengurangan intensitas cahaya dan
mencegah tanaman mati pucuk sehingga masa produktifnya lebih
panjang. menemukan populasi penaung per hektar yang lebih sedikit
dapat meningkatkan daya regenerasi batang dan pertumbuhan tanaman
kopi yang lebih baik. Perluasan areal yang baru perlu ditanam pohon
pelindung tanaman kopi. Rekomendasinya adalah: minimal 70
pohon/ha untuk pelindung non-pangkas (misalnya petai, jengkol,
durian, suren, pohon afrika (Maesopsis eminii), alpukat, atau jenis
MPTS [multi-purpose tree species] lainnya), atau 400 pohon/ha untuk
pelindung dipangkas (lamtoro/Leucaena sp, sengon unggul/Albizia sp,
gamal, atau jenis lainnya). Rekomendasi pertama lebih baik digunakan
pada kebun kopi sistem tumpangsasi dengan tanaman semusim
(multistrata), sementara rekomendasi kedua lebih baik digunakan pada
kebun kopi dengan pohon pelindung (simple shade coffee). Kajian
tentang sistem kopi naungan atau multistrata melalui program Hutan
Kemasyarakatan (HKm) di Lampung Barat dapat dijadikan rujukan.
Pemerintah Daerah memberikan hak penguasaan lahan dalam bentuk
izin kelola HKm atas areal yang selama ini telah dikelola masyarakat.
Melalui program HKm, masyarakat mengintegrasikan berbagai jenis
tanaman kayu dan tanaman nonkayu (MPTS) serta tanaman setahun
dengan prinsip konservasi. Program ini diatur dengan Keputusan
Bupati yang mewajibkan anggota kelompok HKm menanam minimal
400 pohon per hektar jenis kayu dan buah selain tanaman kopi. Untuk
Kabupaten Simalungun, Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan, pernah memberikan rekomendasi agar permintaan bibit
kopi arabika dari Dinas Perkebunan mempersyaratkan penanaman bibit
tanaman hutan sebagai pohon pelindung dari Dinas Kehutanan. Salah
62
satu kelemahan mendasar pada usahatani kopi arabika di wilayah
penelitian ini adalah jumlah pohon pelindung masih sangat sedikit.
Pohon pelindung yang digunakan oleh petani kopi arabika di Kabupaten
Simalungun antara lain adalah dadap (Erythrina lithosfera), suren
(Tona sinensis), petai (Parkia spiciosa), jengkol atau jering
(Pithecollobium jiringa), sengon (Paraserianthes falcataria), durian
(Durio zibethinus), dan alpukat (Parsea gratissima). Jika dibandingkan
dengan kriteria umum jumlah pelindung minimal untuk tanaman kopi
varietas Sigarar utang yaitu 400 pohon/ha untuk jenis lamtoro
(Leucaena glauca) atau gamal (Glirisidia sepium) atau 200-300
pohon/ha, maka jumlah populasi pohon pelindung pada kebun kopi
di Kabupaten Simalungun masih sangat rendah dan perlu ditingkatkan.
Jumlah pohon pelindung yang masih sedikit pada usahatani kopi
arabika spesialti di wilayah penelitian ini tidak terlepas dari pandangan
petani tentang manfaat pohon pelindung. Sebagian besar petani (40%)
belum mengetahui manfaat pohon pelindung bagi tanaman kopi dan
konservasi lahan. Sebagian petani (16%) menyatakan manfaat pohon
pelindung untuk menaungi tanaman kopi dari sinar matahari langsung,
12% untuk pelestarian lingkungan/konservasi lahan, dan 4%
bermanfaat ganda sebagai penahan sinar matahari dan angin,
mengurangi serangan hama dan penyakit, dan meningkatkan kualitas
kopi, menunjukkan bahwa 40% petani belum mengetahui manfaat
pohon pelindung, bahkan 10% menyatakan pohon pelindung tidak
bermanfaat. Hal ini berarti bahwa 50% petani kopi arabika belum
mengetahui manfaat pohon pelindung untuk konservasi lahan dan
keberlanjutan produksi. Oleh karena itu, diperlukan program
berkelanjutan untuk memberikan pemahaman bagi petani akan
pentingnya pohon pelindung, terutama dalam aspek ekologi. Upaya
yang dapat dilakukan adalah meningkatkan partisipasi petani dalam
perencanaan dan evaluasi program hutan masyarakat. Program yang
diintroduksi sebaiknya dapat mendorong petani untuk lebih aktif
terlibat dalam perencanaan dan evaluasi. Caranya adalah dengan
63
pendekatan persuasif kepada petani agar petani lebih sering menghadiri
pertemuan kelompok. Dalam pertemuan kelompok dapat disampaikan
materi yang dapat memotivasi petani untuk lebih aktif terlibat dalam
perencanaan dan evaluasi program.

C. Pemiliharaan pohon pelindung


Pada umumnya jumlah pohon pelindung itu sama dengan
jumlah pohon kopi yang akan ditanam. Sebagian besar perkebunan kopi
di Indonesia menggunakan lamtoro (L Glauca) yang diokulasi dengan
L. glabrata dan L. puloerulenta. Tiap hektar perlu tanaman kopi
sebanyak 1000 – 2000 pohon kopi dan jumlah yang sama untuk pohon
pelindungnya. Apabila sudah cukup umur, maka semua tanaman
pelindung akan menjadi rimbun sehingga keadaan menjadi lembab,
gelap dan sebagainya. Yang akan berpengaruh buruk terhadap tanaman
kopi. Karena itu perlu dilakukan pemangkasan terhadap pohon
pelindung ini, yang berdasarkan tujuannya, dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu : Pemangkasan bentuk Pemangkasan untuk mengatur cahaya
-Kalau tunas pohon pelindung sudah mencpai 1,50 – 2 m, maka cabang-
cabang dibawah mulai dirampas. Rampasan ini dimaksud agar cabang-
cabang itu dapat tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ketinggian
yang dikehendaki. tunas-tunas iitu hanya dipelihara dua atau tiga batang
saja, yang dilakukan sehingga setinggi 3 m, dan kadangkadang dari 2
batang itu tingginya dibuat tidak sama, dan hal ini disebut bentuk
payung. -Pemangkasan untuk mengatur cahaya, bila bentuk dasar yang
dimaksud telah tercapai, maka pemangkasan selanjutnya merupakan
tindakan untuk mengatur intensitas cahaya yang dikehendaki, yang
biasanya hanya sekitar 10 – 50% saja cahaya yang menyinari tanaman
pokok. untuk hal ini maka biasanya sebagian pohon pelindung dipotong
pada batas 1 m dari okulasi. Cara memangkas dilakukan berselang
seling, sehingga cahanyanya yang dikehendaki memenuhi syarat bagi
kehidupan tanaman kopi, Adapun caranya adalah sebagai berikut : Pada
tahun-tahun yang bermusim hujan pendek, hanya memangkas salah

64
satu cabang dari masingmasing pohon pelindung. Pada tahun-tahun
yang bermusim hujan panjang, dipotong sampai cabang. Dengan cara-
cara tersebut diperoleh keuntungan seperti - ongkos pangkasan yang
rendah, karena cabang-cabang belum keras - kerusakan pohon kopi
lebih sedikit - pengaturan lebih mudah dilakukan. Waktu Memangkas
Pemangkasan pohon pelindung baru tepat waktunya yaitu pada awal
dan akhir musim hujan, atau kalau panen di tengah-tengah musim hujan
(Subandi. 2017).

65
BAB IX
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

A. Hama
Menurut Harni (2018). Permasalahan utama pada perkebunan
kopi rakyat, yaitu produktivitasnya masih rendah dan mutu yang kurang
memenuhi standar ekspor. Rendahnya produktivitas kopi antara lain
disebabkan oleh serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Serangan OPT dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis baik
kualitas maupun kuantitas. Serangan OPT tidak hanya pada tanaman
menghasilkan (TM) di lapang tetapi juga di fase perbenihan, kebun
entres, dan penyimpanan. OPT pada tanaman kopi terdiri dari hama dan
penyakit. Hama pada tanaman kopi adalah penggerek buah kopi
(PBKo), penggerek batang merah, penggerek cabang dan ranting, kutu
hijau, dan Sanurus indecora. Sedangkan penyakit tanaman kopi terdiri
dari karat daun, bercak 2 daun, jamur upas, jamur akar, kanker belah,
penyakit rebah batang, dan penyakit nematoda akar. Pengendalian
terhadap hama dan penyakit tanaman kopi dilakukan untuk menekan
perkembangan populasi hama dan patogen agar tidak merugikan secara
ekonomis dan meningkatkan ketahanan tanaman. Komponen
pengendalian antara lain penggunaan varietas tahan, kultur teknis,
biologi/hayati, pestisida sintetik, dan nabati. Upaya pengendalian dapat
dilakukan secara tunggal maupun terpadu antara beberapa komponen
yang kompatibel dan sesuai dengan lingkungan.
✓ Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei)
a. Biologi
Kumbang penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei
(Ferrari) (Coleoptera: Scolytidae) bermetamorfosa sempurna
(holometabola), yaitu telur–larva–pupa–dewasa. Telur berbentuk elips,
putih transparan, dan berwarna kekuningan ketika akan menetas,
berukuran sangat kecil, 0,52–0,69 mm (Gambar 1A). Larva membentuk
66
seperti huruf “C”, tidak bertungkai, mempunyai kepala yang jelas, dan
berwarna putih. Panjang tubuh larva instar terakhir 1,88–2,30 mm
(Gambar 1B). Bentuk prepupa mirip dengan larva, hanya bentuknya
kurang cekung, dan berwarna putih susu. Ukuran pupa bervariasi,
panjangnya 1,84–2,00 mm (Gambar 1C). Kumbang berwarna hitam
kecokelatan dan tungkainya berwarna lebih muda dengan ukuran betina
(1,7 mm x 0,7 mm) lebih besar daripada jantan (1,2 mm x 0,7 mm).
Tubuh kumbang berbentuk bulat pendek dengan pronotum menutupi
kepala (Gambar 1D). Kumbang betina meletakkan telur di dalam
lubang gerekan sebanyak 35–50 butir selama hidupnya, dan apabila
menetas 33–46 butir (92%) menjadi betina. Siklus hidup PBKo (dari
telur sampai dewasa) 24–45 hari. Kumbang betina dapat bertahan hidup
sampai 190 hari, sedangkan 4 jantan maksimum 40 hari. Sebagian besar
kumbang betina yang telah kawin akan keluar untuk mencari buah kopi
baru sebagai tempat peletakan telur. Kumbang dapat bertahan hidup
pada buah kopi kering yang telah menghitam, yang masih menempel
pada pohon maupun telah berjatuhan ke tanah. Kumbang jantan tetap
hidup di dalam buah yang terserang. Hama PBKo ini sangat merugikan
karena dapat berkembang biak sangat cepat dengan jumlah yang
banyak. Jika tidak dikendalikan, dari 1 ekor betina dalam waktu 1 tahun
dapat menghasilkan keturunan mencapai 100.000 ekor.
b. Gejala Serangan
Hama PBKo menyerang semua jenis kopi (Arabika, Robusta,
dan Liberika). Kumbang betina mulai menyerang pada 8 minggu
setelah pembungaan saat buah kopi masih lunak untuk mendapatkan
makanan sementara, kemudian menyerang buah kopi yang sudah
mengeras untuk berkembang biak. Kumbang betina akan menggerek
bagian ujung bawah buah, dan biasanya terlihat adanya kotoran bekas
gerekan di sekitar lubang masuk. Ada dua tipe kerusakan yang
disebabkan oleh hama ini, yaitu gugur buah muda dan kehilangan hasil
panen secara kuantitas maupun kualitas. Serangan pada buah kopi yang
67
bijinya masih lunak mengakibatkan buah tidak berkembang, warnanya
berubah menjadi kuning kemerahan, dan akhirnya gugur, sedangkan
serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat 5
penurunan mutu biji kopi karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat
sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya,
terutama pada kafein dan gula pereduksi yang akan memengaruhi
citarasa.

Gambar: akibat serangan hama penggerek buah

68
c. Pengendalian Terpadu Hama PBKo
1. Pengendalian secara kultur teknis, meliputi: - Pemupukan dilakukan
secara berkala sesuai dosis anjuran, untuk memicu waktu pembungaan
yang relatif seragam sehingga dapat memutus siklus hidup PBKo. -
Pengendalian gulma setelah panen, agar memudahkan pengambilan
sisa-sisa buah kopi yang jatuh ke tanah. - Pemangkasan tanaman kopi
dan penaungnya dilakukan secara rutin untuk mengurangi tingkat
kelembapan dan suhu lingkungan sehingga menciptakan kondisi yang
kurang cocok untuk perkembangan PBKo.
2. Pengendalian secara fisik dan mekanis, meliputi: - Petik bubuk, yaitu
memetik semua buah yang sudah terserang PBKo pada saat 15–30 hari
menjelang panen raya. Kemudian semua buah tersebut direndam
dengan air panas atau dikubur untuk membunuh serangga yang ada di
dalam buah. - Rampasan/racutan, yaitu memetik semua buah kopi yang
ada, baik yang sudah matang maupun yang belum pada akhir masa
panen raya. - Lelesan, yaitu mengumpulkan semua buah yang jatuh,
kemudian dikubur untuk dijadikan kompos atau dibakar, agar PBKo
yang terdapat dalam buah mati. - Menggunakan senyawa penarik
serangga (atraktan) dan alat perangkap kumbang betina. Alat perangkap
sederhana terbuat dari botol air mineral yang dicat merah dilubangi di
bagian samping untuk masuk kumbang dan pada bagian dasar diisi air
ditambah dengan deterjen sebagai tempat penampung hama. Senyawa
atraktan berupa cairan dengan bahan dasar etanol dalam plastik atau
botol kecil yang digantungkan di dalam alat perangkap
4. Pengendalian dengan menggunakan insektisida nabati, seperti:
mimba (Azadirachta indica), kacang babi (Tephrosia sp.), akar tuba
(Derris eliptica), tembakau (Nicotiana tabacum), dan babadotan
(Ageratum conyzoides). Cara membuatnya adalah 50– 100 gram bahan
tersebut dihaluskan, direndam selama 48 jam dalam 1 liter air,
kemudian diperas. Air perasan tersebut diencerkan 10 kali dan

69
ditambah dengan sedikit deterjen, kemudian disemprotkan pada
dompolan buah kopi.
Penggerek Batang Merah (Zeuzera coffeae)
a. Biologi
Ngengat penggerek batang merah Zeuzera coffeae(Lepidoptera:
Cossidae) bermetamorfosa sempurna (holometabola), yaitu telur-larva-
pupa-dewasa. Telur berbentuk bujur dengan permukaan bawahnya
memipih. Telur berukuran panjang 1 mm dan lebar 0,5 mm, berwarna
kuning-kemerahan, dan berumur 10–11 hari. Larva Z. coffeae berwarna
merah cerah sampai ungu, panjangnya 3–5 cm dengan stadia 81–151
hari. Pupa berada di liang gerekan dengan panjang 7–12 cm. Umur pupa
17–120 hari tergantung pada nilai gizi makanannya dan keadaan iklim
pada fase kepompong. Serangga dewasa berupa kupu-kupu menarik
berwarna putih dengan bercak hitam, abdomen biasanya abu-abu. Satu
ekor imago Z. coffeae mampu menghasilkan telur sebanyak 500–1.000
butir dalam waktu 1 sampai 2 minggu, setelah 10–11 hari biasanya telur
akan menetas. Larva menggerek batang muda (±3 tahun) dan cabang
berdiameter 3 cm. Pupa berada di dalam "kamar pupa" yang panjangnya
7–12 cm pada liang gerek. Biasanya pada bagian atas dan bawah kamar
pupa disumbat oleh sisa-sisa gerekan.

70
Gambar: hama penggerek batang

b. Gejala Serangan
Ngengat betina meletakkan telur di permukaan kulit batang
kopi, setelah menetas, larva langsung menggerek bagian batang atas
dari kopi. Larva mengebor kulit kayu hingga ke bagian kambium dan
kayu, kemudian menggerek sampai ke bagian xylem dan terus bergerak
ke arah vertikal, dan atau membuat liang gerek melingkar batang. Rata-
rata panjang gerekan 40–50 cm dan diameter gerekan 1–1,2 cm.
Apabila luas gerekan melingkar dan bertemu maka bagian tanaman di
atas gerekan akan mengering, mati, dan mudah patah (Gambar 5). Hal
itu disebabkan distribusi hara dan air dari tanah terganggu sehingga
daun tanaman yang diserang menjadi layu, kemudian rontok, tanaman
menjadi kering, dan akhirnya mati. Bagian permukaan kulit batang atau
cabang tanaman yang digerek terdapat lubang masuk larva dengan
diameter sekitar 2 mm. Apabila larva masih aktif di dalam maka akan
terlihat adanya serbuk gerek berbentuk bulatan kecil berdiameter 1–2
mm dengan warna cokelat kemerahan yang terkumpul di bawah pohon

71
tanaman terserang. Serangga ini dapat bertahan hidup berbulan-bulan
pada batang kopi.
c. Pengendalian Terpadu Hama Penggerek Batang Merah
1. Pengendalian secara kultur teknis dengan melakukan pemeliharaan
tanaman kopi sesuai dengan good agricultural practices (GAP) untuk
menjaga kesehatan tanaman.
2. Pengendalian secara fisik dengan cara memusnahkan bagian tanaman
yang telah terserang, sehingga telur, larva, dan imago yang masih ada
di dalamnya mati. 12
3. Pengendalian secara mekanis dengan menggunakan alat perangkap
ngengat dengan cahaya lampu di malam hari karena serangga dewasa
aktif pada malam hari dan tertarik pada cahaya lampu.
4. Pengendalian secara biologis/hayati dengan memanfaatkan
parasitoid larva Bracon zeuzerae (Hymenoptera: Braconidae),
Carcelia (Senometopia) kockiana Towns., dan lsosturmia chatterjeeana
(Cam.) (Diptera: Tachinidae).
5. Penggunaan insektisida nabati berbahan asap cair atau minyak
tanaman yang bersifat racun syaraf. Aplikasinya dengan cara
menginjeksi lubang gerek aktif, kemudian dipasak dengan bambu.
6. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan insektisida kimia
sebagai alternatif pengendalian terakhir dan pada waktu yang tepat.
Hasil penelitian di Cina dengan cara menginjeksikan 80% Dichlorvos
EC (1:100) ke dalam lubang gerekan mampu mengendalikan 90%
populasi.

72
B. Penyakit
Dimana penyakit karat daun dan penyakit jamur upas
memperlihatkan kategori serangan berat pada wilayah pengamatan. Hal
ini didukung oleh suhu dan tingkat kelembaban yang dapat
mempengaruhi perkembangan kedua penyakit tersebut. Selain faktor
lingkungan jenis kopi juga sangat mempengaruhi perkembangan
penyakit karat daun kopi. Jenis kopi, umur tanaman, dan kerapatan daun
dapat mempengaruhi berkembangnya penyakit karat daun kopi. Jenis
kopi arabika lebih peka terhadap penyakit karat daun dibandingkan
jenis robusta. Pengamatan terhadap penyakit yang menyerang di
petanaman kopi organik didominasi oleh penyakit karat daun yang
disebabkan oleh cendawan Hemileia vastatrix dan penyakit jamur upas
yang disebabkan oleh Corticium salmonicolor. gejala timbul bercak
berwarna kuning kemudian lama kelamaan semakin membesar dan
berubah menjadi coklat.Serangan karat daun terjadi pada bibit maupun
pada tanaman kopi di lapangan,pada varietas yang rentan serangan
berat mengakibatkan pohon menjadi gundul. gejala karat daun dapat
dilihat pada permukaan atas dan bawah daun, ditandai dengan bercak
kuning jingga. Daun yang terinfeksi menimbulkan bercak kuning dan
akhirnya berubah menjadi coklat. Gejala lanjut memperlihatkan daun
tampak bercak coklat saling bergabung kemudian mongering dan
gugur, dan pada serangan berat mengakibatkan hamper seluruh daun
gugur sehingga tanaman akan gundul(Nildayandi et al., 2018).
Menurut Hasrida (2015) Penyakit yang sering dijumpai pada
pertanaman kopi yaitu penyakit karat daun yang disebabkan oleh
cendawan hemileia vastatrix. Gejala yang ditimbulkan awalnya berupa
bercak-bercak kuning pada daun, semakin lama bercak semakin
membesar dan menyatu, lalu mengering mulai dari pusat bercak. Jika
serangan 11 berat semua daun pada pohon akan gugur dan akhirnya
tanaman mengalami kematian. Penyakit jamur upas disebabkan oleh
corticium salmonicolor. Menyerang bagian bawah cabang dan ranting.

73
Pengendalian dapat dilakukan dengan mengurangi kelembaban dengan
memangkas naungan secara teratur.
Karat Daun (Hemileia vastatrix)
a. Bioekologi dan Gejala Penyakit
Penyakit karat daun disebabkan oleh jamur Hemileia vastatrix
B et Br, merupakan penyakit penting pada tanaman kopi di dunia yang
menyerang Arabika maupun Robusta. Penyakit ini sudah ditemukan di
Indonesia sejak tahun 1876, yang merusak sebagian besar perkebunan
kopi Arabika. Upaya pengendalian dilakukan dengan merehabilitasi
kopi Arabika dengan Robusta, namun penyakit ini masih menjadi
masalah di seluruh wilayah penghasil kopi di Indonesia dan dapat
menurunkan produksi 20–70%. Penyakit ini menyerang tanaman kopi
di pembibitan maupun tanaman dewasa tersebut adalah uredospora
jamur H. vastatrix. Gejala lanjut pada daun tampak bercak cokelat
saling bergabung, menjadi lebih besar, kemudian mengering, dan
gugur. Pada serangan berat mengakibatkan hampir seluruh daun gugur
sehingga tanaman akan kelihatan gundul.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit
adalah lingkungan, yaitu suhu, kelembapan udara, curah hujan, dan
sinar matahari. Suhu optimum untuk perkembangan penyakit adalah
21–25°C, suhu di atas 15°C sekitar tanaman kopi dapat menghambat
perkembangan penyakit. Hujan berperan dalam meningkatkan
kelembapan sehingga sesuai untuk perkecambahan uredospora dan
penyebaran jamur H. vastatrix. Sinar matahari langsung menyentuh
permukaan daun, menghambat proses perkecambahan uredospora dan
memperpanjang periode inkubasi penyakit karat daun. Penyebaran
uredospora dapat melalui hujan, dan angin, serangga seperti jenis thrips,
burung, dan manusia.

74
Gambar: karat daun
b. Pengendalian
• Penggunaan varietas tahan. Beberapa klon kopi yang tahan
terhadap penyakit karat daun sudah ditemukan di antaranya S795
dan USDA762.
• Kultur teknis meliputi: penyiangan, pemupukan, pemangkasan,
dan pengelolaan naungan. Pengendalian dengan kultur teknis jika
dilakukan dengan benar dapat menurunkan intensitas serangan
karat daun.
• Fungisida nabati yang sudah dimanfaatkan untuk mengendalikan
penyakit karat daun adalah ekstrak biji mahoni dengan
konsentrasi 0,1–0,2% efektif menekan penyakit karat daun.
• Fungisida kimia yang digunakan untuk pengendalian karat daun
biasanya berbahan aktif tembaga, seperti tembaga oksida,
tembaga khlorida, tembaga hidroksida, atau tembaga sulfat yang
dibuat bubur bordo. Tembaga efektif dalam mengendalikan karat
daun kopi, namun aplikasinya lebih baik sebelum terjadinya
75
infeksi pada daun atau disebut dengan tindakan preventif.
Dampak penggunaan fungisida ini jika berlebihan maka akan
terakumulasi di dalam tanah, dapat meracuni tanaman dan
organisme lain pada lingkungan tersebut. Fungisida berbahan
aktif tembaga (kontak), misalnya Nordox, Kocide, Cupravit,
Dhitane diaplikasikan dengan konsentrasi 0,3%, interval 2
minggu, sedangkan fungisida berbahan aktif triadimefon
(sistemik), yaitu Bayleton, Anvil, Tilt dapat diaplikasikan dengan
konsentrasi 0,1%, satu/dua kali aplikasi.

Bercak Daun (Cercospora coffeicola)


a. Bioekologi dan Gejala Penyakit
Penyakit bercak daun kopi disebabkan oleh Cercospora
coffeicola, yang disebut juga brown eye spot, terdapat di semua daerah
penanaman kopi di seluruh dunia. Penyakit ini pertama kali ditemukan
di Jamaica. C. coffeicola tidak hanya menyerang daun tetapi juga
menyerang buah. Kerusakan pada buah dapat menimbulkan kerusakan
yang besar dibandingkan serangan pada daun. Penyakit pada daun
terutama menyerang di pembibitan.
Gejala serangan pada daun terdapat bercak-bercak bulat, cokelat
kemerahan, atau cokelat tua, berbatas jelas, dan konsentris. Pada bercak
yang tua terdapat pusat berwarna putih kelabu, sering tampak seperti
tepung hitam yang merupakan konidium jamur.
Bercak C. coffeicola tampak paling jelas kalau dilihat dari
sebelah atas daun, umumnya garis tangah bercak kurang dari 5 mm dan
bercincin-cincin. Dalam cuaca lembap dapat terjadi bercakbercak yang
lebih besar. Serangan yang berat dapat menyebabkan rontoknya daun.
Gejala pada buah terjadi di sisi yang banyak mendapat sinar
matahari. Bercak pada buah menyebabkan kulit buah mengering dan
keras sehingga buah sukar dikupas. Gejala pada buah ini mirip sekali
dengan gejala “terbakar matahari”, dan hanya dapat dibedakan dengan
penelitian mikroskopis.
76
Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah
kelembapan udara yang tinggi seperti pada saat musim hujan,
persemaian terlalu gelap, peneduh terlalu rimbun, dan penyinaran
matahari yang terlalu kuat pada buah.
a. Pengendalian
• Pengendalian dengan fungisida kimia, misalnya fungisida
mancozeb seperti Dhitane dan Delsene.
• Kelembapan dikurangi dengan mengurangi penyiraman,
menjarangkan atap penaung sehingga sinar matahari dapat
langsung masuk.
• Sanitasi dengan menggunting daun yang sakit kemudian dibakar
atau dibenamkam di dalam tanah.

Jamur Upas (Upasia salmonicolor)


a. Bioekologi dan Gejala Penyakit
Jamur upas (pink disease) disebabkan oleh Upasia salmonicolor
atau dikenal juga dengan nama Corticium salmonicolor, yang tersebar
luas di daerah tropika di seluruh dunia. Penyakit ini mempunyai arti
cukup penting dalam budidaya kopi karena dapat menyerang batang,
cabang, ranting, dan buah kopi.
Gejala khas serangan jamur upas adalah cabang atau ranting
yang terserang layu mendadak. Serangan dapat terjadi pada cabang
yang di bawah, tengah, maupun di ujung pohon, bahkan dapat terjadi
pada batang. Gejala awal dimulai jamur ini membentuk stadium sarang
laba-laba, berupa lapisan hifa tipis, berbentuk seperti jala berwarna
putih. Pada stadium ini jamur belum masuk ke dalam kulit, sebelum
mengadakan penetrasi ke dalam jaringan terlebih dahulu jamur
membentuk gumpalangumpalan hifa yang sering dibentuk pada
lentisel. Stadium ini disebut stadium bongkol semu. Di bagian sisi
bawah cabang atau sisi cabang yang ternaung, jamur membentuk kerak
berwarna merah jambu yang merupakan stadium kortisium yang terdiri
atas lapisan himenium. Terakhir stadium nekator berupa bintil-bintil
77
kecil berwarna orange kemerahan pada kayu yang umumnya telah mati
karena serangan jamur ini. Serangan pada buah bermula nekrosis dari
pangkal buah disekitar tangkai, kemudian meluas keseluruh permukaan
dan mencapai endosperma.

Penyakit jamur upas dipengaruhi oleh kelembapan, terutama


pada daerah dengan curah hujan tinggi, dan kebun-kebun yang lembap
karena pemangkasan kurang dan pohon pelindungnya terlalu rimbun.

Gambar: seranggan jamur upas

a. Pengendalian
• Cabang yang sakit dipotong sampai batas sehat ditambah 30 cm.
• Kelembapan dikurangi dengan memangkas tanaman kopi dan
pengaturan pohon penaung.
• Ranting yang sakit diolesi dengan fungisida tembaga konsentrasi
10% seperti Nordox, Cupravit, atau fungisida tridemorf (Calixin
RM).
• Batang atau cabang yang besar yang terserang jamur upas
dilumas dengan fungisida.
• Buah-buah yang sakit dipetik, dikumpulkan, dan dibakar atau
dipendam.
78
Jamur Akar (Rigidoporus lignosus, Phellinus noxius, dan Roselina
bunodes)
a. Bioekologi dan Gejala Penyakit
Penyakit jamur akar yang sering menyerang tanaman kopi
adalah jamur akar putih, akar cokelat, dan akar hitam. Penyebab dari
masing-masing penyakit tersebut adalah jamur akar putih disebabkan
oleh Rigidoporus lignosus, jamur akar cokelat Phellinus noxius, dan
jamur akar hitam Roselina bunodes.
Gejala serangan jamur akar baik jamur akar putih, cokelat, dan
hitam, biasanya sama yaitu daun-daun tanaman sakit menguning, layu,
dan rontok. Untuk membedakankannya perlu dilakukan pemeriksaan
akar.
Akar yang terserang jamur akar putih (JAP), tampak miselium
jamur berwarna putih pada permukaan akar kemudian berubah warna
menjadi kuning gading, dan gejala ini baru terlihat apabila daerah
perakaran dibuka. Cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi
serangan JAP adalah leher akar pohon yang dicurigai ditutup dengan
serasah (mulsa), kemudian setelah tiga minggu pada leher akar pohon
sakit akan tumbuh miselium jamur berwarna putih (rizomorf).
Akar yang diserang jamur akar cokelat pada umumnya adalah
akar tunggang, biasanya tertutup oleh kerak yang terdiri atas butir-butir
tanah, melekat sangat kuat sehingga tidak dapat lepas meskipun dicuci
dan disikat. Di antara butir-butir tanah tampak adanya jaringan jamur
berwarna cokelat tua sampai cokelat kehitaman. Kerak terbentuk dari
miselium yang membungkus akar dan berlendir sehingga butir-butir
tanah terikat dengan erat. Kayu akar yang sakit menjadi busuk kering
dan lunak. Miselium jamur yang masih muda berwarna cokelat jernih
dan yang sudah tua berwarna cokelat tua sampai cokelat hitam. Jamur
jarang membentuk tubuh buah, kalau dibentuk, tubuh mirip dengan
kuku kuda tipis (console), keras, berwarna cokelat tua dengan zone-
zone pertumbuhan konsentris, dibentuk pada pangkal pohon yang
mengalami serangan lanjut. Tubuh buah dapat mencapai panjang 26 cm
79
dan lebar 15 cm, dengan tebal lebih kurang 1 cm. Pada permukaan
bawahnya terdapat lapisan pori berwarna cokelat.
Gejala serangan jamur akar hitam adalah pohon mati secara
mendadak, pada pangkal batang dan akar-akar terdapat banyak benang
jamur berwarna hitam, yang sering bersatu dan membentuk lapisan
berwarna hitam. Bagian kulit yang sakit membusuk, kalau kulit
dikupas, di antara kulit dan kayu terdapat benang-benang hitam.

Gambar: serangan jamur akar


b. Pengendalian
• Sanitasi dengan membongkar tanaman yang sakit bersama akar-
akarnya sampai bersih, kemudian dibakar.
• Fungisida dioleskan pada pangkal batang/akar tanaman sakit atau
sebagai tindakan preventif dapat menggunakan agens hayati
Trichoderma sp.
• Membuat parit isolasi sedalam 60–90 cm, untuk mencegah
penyebaran pada tanaman disekitarnya.
• Pengendalian juga dapat menggunakan belerang atau kapur 300
g/ pohon.

80
Penyakit Yang Disebabkan Oleh Nematoda
a. Bioekologi dan Gejala Serangan
Nematoda parasit merupakan organisme pengganggu tanaman
(OPT) yang sangat merugikan pada tanaman kopi baik kopi Arabika
maupun Robusta. Serangan nematoda dapat mempengaruhi proses
fotosintesis dan transpirasi serta status hara tanaman, akibatnya
pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun kuning klorosis dan
akhirnya tanaman mati. Selain itu serangan nematoda dapat
menyebabkan tanaman lebih mudah terserang patogen atau OPT
lainnya seperti jamur, bakteri dan virus.
Nematoda parasit utama yang menyerang kopi adalah
Pratylenchus coffeae, Radopholus similis, dan Meloidogye spp.
Serangan P. coffeae pada kopi Robusta mengakibatkan penurunan
produksi sampai 57%, sedangkan serangan R. similis bersama-sama
dengan P. coffeae pada kopi Arabika mengakibatkan kerusakan 80%
dan tanaman akan mati pada umur kurang dari 3 tahun.
Gejala tanaman terserang nematoda dapat dilihat pada bagian
tanaman di atas permukaan tanah dan pada akar. Gejala pada bagian
atas tanaman adalah pertumbuhan tanaman terhambat, daun-daun
menguning, layu dan gugur, cabang-cabang samping tidak tumbuh.
Bila nematoda menyerang pada saat tanaman masih di persemaian,
tanaman dapat mengalami kematian mendadak, sedangkan pada
tanaman tua akan menderita dalam jangka waktu yang lama. Jika
infestasi mulai di persemaian, serangan nematoda dapat tersebar di
seluruh kebun, sedangkan jika serangan terjadi setelah tanaman dewasa
maka di dalam kebun akan terlihat tanaman sakit yang berkelompok.

81
Gambar: serangan nematoda

b. Pengendalian
• Klon-klon kopi Excelsa yang tahan terhadap nematoda adalah
Bgn 121.09 dan klon Robusta BP 961, dan BP 308. Klon-klon
kopi yang tahan digunakan sebagai batang bawah untuk
mencegah infeksi nematoda sedangkan klon-klon yang
produktivitas tinggi dipakai sebaga batang atas.
• Kultur teknis dilakukan dengan pemupukan, dan penggunaan
tanaman antagonis. Penggunaan pupuk seperti kompos dan pupuk

82
kandang dapat mengendalikan nematoda parasit. Di samping itu
pemberian pupuk akan membuat tanaman menjadi lebih kuat
karena kebutuhan nutrisinya terpenuhi. Bahan organik seperti
kulit kopi, pupuk kandang, dan kompos mampu menekan
populasi nematoda parasit di pembibitan dan di pertanaman kopi.
Tanaman antagonis terhadap nematoda adalah Tagetes erecta,
Theprosia sp., Erythrina lithospermum, Sesbania grandiflora,
Gliricidia maculata, Clotalaria striata, dan Cajanus cajan.
• Pemanfaatan agens hayati jamur mikoriza Gigaspora margarita,
Pasteuria penetrans, Paecilomyces lilacinus PL251, dan bakteri
endofit. Aplikasi bakteri endofit 100 ml/pohon dan jamur
Paecilomyces lilacinus PL251 4 g/pohon.
• Pestisida nabati yang digunakan untuk mengendalikan nematoda
parasit adalah ekstrak biji dan daun mimba (Azadirachta indica).
Pengunaan ekstrak biji 2% dan ekstrak daun 10% mampu
menekan populasi P. coffeae.
• Penggunaan nematisida kimia yang bersifat fumigan dan
nonfumigan. Nematisida nonfumigan digunakan sebelum, pada
saat, atau setelah tanam. Nematisida nonfumigan yang umum
digunakan untuk mengendalikan nematoda adalah karbamat,
aldikarb, dan oksamil.

C. Gulma
Menurut Idris (2019). Gulma adalah tanaman yang tumnbuhnya
tidak diinginkan. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh disekitar
tanaman pokok atau tumbuhan yang tumbuh pada tempat (area) yang
tidak diinginkan oleh petani sehingga kehadirannya dapat merugikan
tanaman lain yang ada di dekat atau sekitar tanaman pokok tersebut.
Gulma atau tumbuhan penggangu berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman sehingga segala cara diupayakan
untuk mengendalikannya. Pengaruh gulma sangat terlihat pada tanaman
yang masih muda. Pada periode kritis ini upaya pengendalian gulma

83
harus dilakukan lebih intensif dengan memperhatikan faktor ambang
ekonomis. Pengendalian gulma terutama bertujuan untuk pertumbuhan
gulma sampai batas toleransi merugikan secara ekonomis.
1. Masalah Gulma Di Perkebunan Kopi
Masalah gulma diperkebunan kopi sering dijumpai baik pada
saat tanaman kopi masih mudah (TBM) maupun pada tanaman (TM)
pekerjaan pengendalain gulma di perkebunan kopi menempati
persentase cukup besar dibandingkan dengan seluruh volume pekerjaan
di kebun. Di perkebunan besar, biaya pengendalian gulam pada
tanaman dewasa berkisar antara 15-30% dari biaya pemeliharan. Gulma
yang dominan di perkebunan kopi antara lain alang-alang(imperata
sylindrica). Grinting (Cynodon dactylon). Ottochloa noduduca, dari
golongan rumput-rumput, cyperus rotundus, dari golongan teki, dan
mikania micrantha, dari golongan berdaun lebar pengendaliam gulma
dapat dilakukan secara mekanis, biologis, kimia serta terpadu. Gulma
penting pada tanaman kopi antara lain Mikania micrantha, Minosa
pudica, Borreria alata, Seteria licata, dan Ageratum conyzoides. Pada
umumnya kerugian akibat gulma lebih dirasakan di perkebunan besar
seperti perkebunan kopi. Hal ini erat kaitannya faktor tenaga kerjadan
mekanisasi yang terbatas menggunakan alat-alat pertanian. Kehadiran
gulma pada suatu lahan pertanain menyebabkan berbagai kerugian
antara lain:
a) Menurunkan angka hasil, akibat timbulnya persaingan.
b) Menurunkan hasil mutu, bercampurnya biji gulma dengan biji
tanaman.
c) Menjadi inang alternatif hama dan patogen.
d) Mempersulit pengolahan dan mempertinggi biaya produksi.

84
e) Mengundang zat beracun fenol yang membahayakan bagi tanaman
budidaya
2. Pengendalian Gulma Di Perkebunan Kopi
Pada areal pertanaman yang tumbuh tanpa naungan, maka akan
didapati gulma golongan rumput dan herbal yang tumbuh dengan cepat
dan tinggi sehingga sulit dikendalikan. Banyak pengelola kebun kopi di
Amerika mengkombinasikan aplikasi herbisida dengan pengendalian
mekanik gulma di perkebunan kopi dapat dilakukan penyiangan tiga
kali (dua kali pada saat pemupukan dan sesuai dengan keadaan).
Pengendalian kimia di lakukan dengan frekuensi 1-5 kali /tahun.
Herbisida yang di gunakan adalah herbisida glifosat. Untuk
mengendalikan alang alang di gunakan dosis 5 1/ha, sedangkan untuk
gulma umum 2-3 1/ha. Herbisida yang umum nya di rekomendasikan
untuk pertanian kopi yaitu herbisida berbahan aktif glifosat, paraquat,
sulfosat,dan amonium glufosinat

85
BAB X
PANEN DAN PASCA PANEN

A. Panen
Pemanenan buah kopi yang umum dilakukan dengan cara
memetik buah yang telah masak pada tanaman kopi adalah berusia
mulai sekitar 2,5 - 3 tahun. Buah matang ditandai oleh perubahan warna
kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua adalah buah masih muda,
berwarna kuning adalah setengah masak dan jika berwarna merah maka
buah kopi sudah masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah
masak penuh terlampaui (over ripe) (Starfarm, 2010).

Untuk mendapatkan hasil yang bermutu tinggi, buah kopi


harus dipetik dalam keadaan masak penuh. Kopi robusta memerlukan
waktu 8-11 bulan sejak dari kuncup sampai matang, sedangkan kopi
arabika 6 sampai 8 bulan. Beberapa jenis kopi seperti kopi liberika dan
kopi yang ditanam di daerah basah akan menghasilkan buah sepanjang
tahun sehingga pemanenan bisa dilakukan sepanjang tahun. Kopi jenis
robusta dan kopi yang ditanam di daerah kering biasanya menghasilkan
buah pada musim tertentu sehingga pemanenan juga dilakukan secara
musiman. Musim panen ini biasanya terjadi mulai bulan Mei/Juni dan
berakhir pada bulan Agustus/September (Ridwansyah, 2003).

Kadangkala ada petani yang memperkirakan waktu panennya


sendiri dan kemudian memetik buah yang telah matang maupun yang
belum matang dari pohonnya secara serentak. Dahan-dahan digoyang-
goyang dengan menggunakan tangan sehingga buah-buah jatuh ke
dalam sebuah keranjang atau pada kain terpal yang dibentangkan di
bawah pohon. Metode ini memang lebih cepat, namun menghasilkan
kualitas biji kopi yang lebih rendah (Starfarm, 2010).

Terdapat pemanenan secara alami yaitu seperti yang terjadi


pada kopi luwak. Luwak atau lengkapnya musang luwak, senang sekali

86
mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak (termasuk buah kopi)
sebagai makanannya. Luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul
masak sebagai makanannya. Dalam proses pencernaannya, biji kopi
yang dilindungi kulit keras tidak tercerna dan akan keluar bersama
kotoran luwak. Biji kopi seperti ini, pada masa lalu sering diburu para
petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah
difermentasikan secara alami dalam perut luwak, dan oleh karenanya
disebut kopi luwak. "Kopi Luwak" sekarang telah menjadi merek
dagang dari sebuah perusahaan kopi. Umumnya, kopi dengan merek ini
dapat ditemui di pertokoan atau kafe atau kedai modern. Di beberapa
tempat ditemukan penyajian kopi luwak. Namun belum tentu racikan
kopi yang dijual disana benar-benar berasal dari luwak atau tepatnya
"kotoran" luwak. Untuk pemasaran kopi jenis ini ke mancanegara
memang harus memperhatikan kebersihannya. Kopi Luwak yang
diberikan oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono kepada
PM Australia, Kevin Rudd, pada kunjungannya ke Australia di awal
Maret 2010 menjadi perhatian pers Australia, karena menurut Jawatan
Karantina Australia tidak melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pers
menjulukinya dung diplomacy ( Nichholls et al., 2010).

Gambar: panen buah kopi

87
B. Pasca panen
Menurut Reskianto (2016). Kualitas kopi yang baik hanya dapat
diperoleh dari buah yang telah masak dan melalui pengolahan yang
tepat. Buah kopi yang baru dipanen harus segera diolah. Pasalnya, buah
kopi mudah rusak dan menyebabkan perubahan cita rasa 11 pada
seduhan kopi. Pengolahan buah kopi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu Pengolahan kering atau dahulu disebut OIB (Ost Indische
Bereiding) dan Pengolahan basah atau dahulu disebut WIB (Wash
Indichi Bereiding).
1. Pengolahan Metode Kering
Secara umum, urutan dalam proses pengolahan kering buah
kopi dapat sebagai berikut:
A. Pemetikan dan Sortasi Buah
Pemanenan, pemetikan, dan sortasi merupakan aspek penting
untuk menghasilkan cita rasa kopi yang baik. Petik buah yang sudah
berwarna merah (Fully ripe), lalu lakukan sortasi. Pilih buah yang
superior (masak), bernas, dan seragam. Sisihkan buah yang inferior atau
cacat, hitam, pecah, dan berlubang. Bersihkan dari kotoran berupa
daun, ranting, dan tanah
B. Pengeringan Buah
Pengeringan buah bertujuan untuk mengurangi kadar air yang
awalnya 60-70% menjadi 50-55%. Teknik pengeringan dapat
dibedakan menjadi dua, cara tradisioanal (penjemuran memanfaatkan
sinar matahari) dan cara mekanis (mesin pengering). Adapun prosesnya
sebagai berikut:

88
➢ Pengeringan tradisional
Pengeringan tradisional memerlukan media penjemuran sebagai
alas. Media penjemuran dapat berupa lantai terbuat dari semen atau
anyaman bambu yang dibuat meninggi sehingga sirkulasi udara lebih
banyak. Keuntungan dari 12 teknik pengeringan tradisional diantaranya
hemat energi, pemerataan penguapan air, dan berkurangnya resiko
kerusakan kimiawi karena penurunan kadar air secara perlahan. Selain
itu, penjemuran dapat meminimalkan perubahan cita rasa yang
menyimpang
➢ Pengeringan mekanis
Pada kondisi khusus, seperti sering turun hujan dan cuaca
kurang baik, sangat dianjurkan untuk melakukan pengeringan mekanis
menggunakan alat pengering. Pengeringan harus segera dilakukan
setelah sortasi. Pasalnya, biji kopi menjadi berisiko terhadap serangan
jamur Ochratoxin jika kondisi kelembaban lebih tinggi. Keuntungan
pengeringan mekanis yaitu dapat mengefisienkan waktu dan energy.
Sementara itu, kekurangannya yaitu kebocoran alat dan bahan pemanas,
serta risiko suhu yang terlalu tinggi.
C. Pengupasan kulit buah (pulping)
Tujuan pengupasan adalah untuk memisahkan kulit buah dari
biji sehingga menghasilkan kopi berkulit tanduk atau sering disebut
kopi putih. Untuk skala industri besar pengupasan kulit buah kopi
menggunakan mesin vis pulper atau raung pulper. Selain mengupas
mesin ini mampu untuk mencucu lapisan lender yang menempel di kulit
tanduk. Untuk skala industri kecil, menggunakan alat pengupas
hummer mill yang digerakkan dengan cara manual atau tenaga listrik.

89
D. Pengeringan biji
Setelah pengupasan kulit buah, maka yang tersisa adalah kulit
tanduk yang masih diselimuti lapisan lendir atau biasanya disebut kopi
putih. Pengeringan ini adalah menghilangkan lapisan lendir yang masih
menempel pada kulit tanduk biji kopi sekaligus untuk menurunkan
kadar air, sama seperti pengeringan buah, pengeringan biji dapat
dilakukan secara mekanis dan penjemuran.
E. Pengupasan kulit tanduk (hulling)
Pengupasan atau pelepasan kulit tanduk relatif lebih mudah
dibandingkan dengan pengupasan kulit buah. Mekanisme pengupasan
kulit buah hampir sama dengan pengupasan kulit tanduk, yaitu adanya
gesekan dan tekanan antara stator dan rotor yang mendesak permukaan
kulit hingga terkelupas. Perbedaan dari kedua mesin terletak pada
bentuk dan bahan pembentuk rotor dan stator. Selain itu, alat huller
biasanya dilengkapi dengan ayakan di bagian dasar silinder serta kipas
sentrifugal untuk mengisap kulit tanduk.
F. Pengupasan kulit ari
Pengupasan kulit ari untuk jenis kopi arabika biasanya
dilakukan saat sortasi biji atau grading menggunakan mesin. Cita rasa
kopi dari biji yang masih terbungkus kulit ari seperti kopi arabika atau
robusta biasanya lebih gurih atau lebih enak dibandingkan dengan cita
rasa yang dihasilkan dari biji kopi yang sudah bersih dari kulit ari.
G. Pengeringan akhir
Pengeringan akhir bertujuan untuk menurunkan kadar air
hingga menjadi 12% dan melepaskan kulit ari yang masih tersisa pada
biji. Sama seperti proses pengeringan sebelumnya, hindari suhu
pengeringan yang berlebihan. Proses pengeringan akhir yang umum
dilakukan di Indonesia adalah penjemuran secara 14 alami. Jika suhu

90
terlalu berlebihan dapat mengakibatkan pecah atau retak di ujung biji
kopi beras dan bentuk biji menjadi agak melengkung.
2. Metode Pengolahan Basah
Metode pengolahan basah hanya digunakan untuk buah kopi
yang sudah masak penuh atau berwarna merah hingga kehitam-
hitaman. Pengolahan dengan cara basah dapat menghasilkan
keseragaman dan mutu kopi yang baik. Namun, jika pengolahannya
tidak tepat, berisiko merusak cita rasa kopi menjadi fermented atau
stinky. Di Indonsia, harga kopi yang diproses dengan metode basah
lebih mahal dibandingkan dengan harga kopi yang diproses dengan
metode kering. Karena itu, petani kecilpun menggunakan pengolahan
basah, baik untuk jenis kopi robusta maupun kopi arabika Berikut ini
langkah proses pengolahan kopi metode basah secara lengkap.
A. Pemetikan buah dan sortasi
Pada pengolahan metode basah, sortasi awal dilakukan saat
pemetikan buah, yaitu hanya memetik buah kopi yang berwarna merah.
Perkebunan yang luas dan dikelola oleh manajemen yang cukup besar
umumnya pasti melakukan hal 16 tersebut. Selain itu, perlakuan sortasi
juga umumnya dilakukan oleh petani yang terkumpul di dalam wadah
organisasi (kelompok tani) atau petani yang terikat dengan dengan
kesepakatan petik merah dari pembeli hasil panen (pengumul besar).
Sortasi buah kopi sebelum pengolahan sangat menentukan mutu fisik
kopi dan cita rasa seduhan akhir. Tujuan sortasi adalah untuk
memperoleh buah kopi yang seragam mutunya dan dapat meningkatkan
efisiensi proses berikutnya. Caranya adalah pemisahan buah kopi sehat,
segar, besar dan matang (mutu superior) dari buah kopi kopong, busuk,
terkena penyakit atau cacat lainnya (mutu inferior) dan kotoran-kotoran
yang mudah dilihat dengan mata seperti daun, ranting, tanah dan batu.
Selain secara manual, penyortiran buah yang matang juga dapat
dilakukan dengan siphon yang berbentuk kerucut. Secara sederhana,
91
buah yang jelek atau rusak akan mengambang (floating) di permukaan
bak penampungan yang berisi air. Sementara itu, kotoran-kotoran kecil
seperti tanah, pasir, dan kotoran kecil lainnya akan tenggelam ke dasar
bak yang diberi kasa atau filter yang memiliki lubang-lubang kecil.
B. Pengupasan kulit buah

Pengupasan adalah proses pelepasan kulit buah dari kulit


tanduk, dan sangat menentukan mutu fisik dan citarasa seduhan akhir.
Prinsip pengupasan kulit buah metode basah sama dengan pengupasan
kulit buah metode kering. Pengupasan kulit buah berlangsung diantara
permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pisau yang
diam (stator) didalam alat pulper. Silinder mempunyai profil
permukaan bertonjolan atau sering disebut “ buble plate “ dan terbuat
dari 17 bahan logam lunak jenis tembaga. Silinder digerakkan oleh
sebuah motor bakar atau motor diesel. Mesin pengupas tipe kecil
mesin), namun kapasitasnya turun menjadi hanya 80 – 100 kg buah kopi
per jam dengan kapasitas 200 – 300 kg buah kopi per jam digerakkan
dengan motor bakar bensin 5 PK. Alat ini juga bisa dioperasikan secara
manual (tanpa bantuan.

C. Fermentasi

Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa lendir


yang tersisa dari kulit tanduk. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
keseragaman biji dalam jumlah yang besar dan serentak. Selama
fermentasi terjadi penguraian senyawa lendir buah kopi oleh
mikroorganisme. Fermentasi yang terlalu lama atau tidak tepat
metodenya akan menghasilkan biji kopi dengan cacat cita rasa sour
hingga fermented/stink, Cacat ini sangat berat dan dihindari oleh
sebagian besar pabrikan kopi bubuk

Metode fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah
dan cara kering. Berikut uraiannya:
92
➢ Fermentasi basah

Sebelum melakukan fermentasi basah, sediakan bak atau wadah


yang terbuat dari semen atau stainless dan air, kemudian pasang pipa
aliran air masuk dan pembuangan. Rendam buah kopi dengan air
didalam bak selama 7-12 jam. Selama perendaman terjadi reaksi
fermentasi seperti meningkatnya suhu air, perubahan warna air, dan
adanya gelembung gas. Untuk mempercepat fermentasi lakukan
pengadukan secara manual. Fermentasi yang baik ditandai dengan
mengelupasnya lapisan lendir dari kulit ari. Biji kopi yang difermentasi
harus diaduk sekali-kali agar reaksi lebih merata. Hasil reaksi
fermentasi merupakan campuran senyawa asam dan alkohol dan
dikeluarkan lewat kanal di bagian bawah bak. Kesempurnaan
fermentasi diukur dari sisa lapisan lendir di permukaan kulit tanduk.
Hal itu dapat diukur dengan cara menggosok biji kopi dengan tangan.
Jika permukaan biji kopi masih lengket, 19 maka fermentasi masih
harus dilanjutkan. Fermentasi lanjutan dilakukan dengan mengisi bak
fermentasi dengan air baru (fresh water) sampai lebih kurang 2/3
volume biji kopi yang tertinggal. Fermentasi diteruskan sampai sisa
lapisan lendir terurai seluruhnya.

➢ Fermentasi kering

Jika di suatu daerah pengolahan kesulitan mendapatkan air,


proses fermentasi dapat dilakukan secara kering yang berlokasi
ditempat terbuka. Proses fermentasi kering hampir sama dengan
fermentasi basah. Perbedaannya, biji kopi pada fermentasi kering tidak
direndam dengan air, tetapi ditutupi dengan karung goni atau kain
basah. Waktu yang diperlukan fermentasi kering lebih lama
dibandingkan dengan cara basah. Pembalikan dilakukan secara periodik
agar proses fermentasi berlangsung lebih seragam. Lama fermentasi
bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu dan kelembaban
lingkungan, serta ketebalan tumpukan biji kopi. Tingkat kesempurnaan
93
fermentasi diukur dari kenampakan atau kelengketan lapisan lendir
pada permukaan kulit tanduk. Jika lendir tidak lengket, maka fermentasi
dianggap sudah selesai. Waktu fermentasi biji kopi arabika pada
ketinggian menengah umumnya adalah 36 jam. Biji kopi dicuci setelah
fermentasi. Pencucian diulang beberapa kali sampai biji kopi bersih.
Biji kopi yang sudah bersih sebaiknya segera dikeringkan.

D. Pengeringan

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air


dari dalam biji menjadi 12 %. Pada kadar air ini, biji kopi relatif aman
untuk dikemas dalam karung dan disimpan di dalam gudang pada
kondisi lingkungan tropis. Proses pengeringan pada metode basah sama
dengan proses pengeringan pada pengolahan metode kering.
Berdasarkan mekanisme pemanasannya, pengeringan dibedakan
menjadi dua cara. Yaitu mekanis dan tradisional. Cara mekanis
dilakukan dengan bantuan alat atau mesin pengering. Sementara itu,
cara tradisional dilakukan dengan memanfaatkan energi matahari
(penjemuran).

E. Pengupasan kulit tanduk (hulling)

Setelah dikeringkan, biji kopi didiamkan atau didinginkan


(tempering) selama satu hari. Tujuannya untuk menurunkan suhu biji
dan mengurangi resiko kerusakan pada saat pengupasan kulit tanduk.
Secara teknis, proses pengupasan kulit tanduk menggunakan metode
basah sama dengan pengolahan metode kering yaitu menggunakan
mesin huller. Setelah hulling, lakukan sortasi biji (grading) berdasarkan
kualitasnya.

94
DAFTAR PUSTAKA

Allo. A. M. T. 2020. Pertumbuhan Dan Produktivitas Kopi Arabika


Toraja Pada Berbagai Jenis Naungan Dan Pemeliharaan
Tanaman Kopi. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas
Hasanuddin Makassar.

Anshori. M. F. 2014. Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman


Kopi Arabika Dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri
Dan Penyegar Sukabumi. Skripsi Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.

Ardi. V. 2021. Analisis Mutu Fisik Kopi Arabika (Coffea Arabica L.)
Dengan Lama Pengeringan Yang Berbeda. Skripsi Fakultas
Pertanian Dan Peternakan. Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau Pekanbaru.

Aria. M. 2018. Teknik Pemeliharaan Dan Produksi Tanaman Kopi


Arabika (Coffea Arabica L.) Di Desa Labbo Kecamatan
Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Skripsi Fakultas Pertanian.
Universitas Hasanuddin Makassar.

Asis., Ardiansyah. R., Jaya. R., dan Ishar. 2020. Peningkatan


Produktivitas Kopi Arabika Gayo I dan II Berbasis Aplikasi
Biourine dan Biokompos. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
(JIPI). Vol. 25 (4).

Bakri. Y. 2019. Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Kopi (Coffea


Arabica L) Terhadap Pupuk Organik. Skripi Budidaya
Tanaman Perkebunan. PoliteknikPertanian Negeri Pangkajene
Kepulauan.

Farhan. M 2019. Pengaruh Metode Pengolahan Pasca Panen Dan


Tekhnik Penyeduhan Terhadap Cita Rasa Kopi. Skripsi
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya Malang.

95
Firdaus. M. A. 2018. Mutu Dan Citarasa Kopi Arabika (Coffea Arabica
L.) Terfermentasi Secara Metode Basah Dengan Penambahan
a-Amilase. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Jember.

Hapsari. H., Djuwendah. E., dan Yusup. A. 2014. Pemberdayaan


Kelompok Tani Hutan Melalui Pengembangan Agribisnis
Kopi. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. Vol. 3, No. 2.

Hulipi. R., Nugroho. D., dan Yusianto. 2013. Keragaan Beberapa


Varietas Lokal Kopi Arabika Di Dataran Tinggi Gayo. Pelita
Perkebunan 29 (2).

Ichsan. C. N., Hereri. A. I., Dan Budiarti. L. 2013. Kajian Warna Buah
Dan Ukuran Benih Terhadap Viabilitas Benih Kopi Arabika
(Coffea Arabica L.) Varietas Gayo 1. Fakultas Pertanian.
Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

Idria. M. 2019. Analisis Vegetasi Gulma Pada Pertanaman Kopi


Arabika (Coffea Arabika L.) Di Pt. Sulotco Jaya Abadi
Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan. Tugas Akhir
Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan. Politeknik Pertanian
Negeri Pangkep.

Irma. 2022. Perkecambahan Dan Pertumbuhan Benih Kopi Arabika


(Coffea Arabica L.) Berdasarkan Tingkat Kematangan Buah
Dan Aplikasi Jenis Cendawan Endofit. Skripsi Fakultas
Pertanian. Universitas Muhammadiyah Makassar.

Maharani. I. 2021. Pemberian Kombinasi Ekstrak Alang-Alang


(Imperata Cylindrica) Dan Kirinyuh (Chromolaena Odorata)
Pada Tanaman Gulma (Ageratum Conyzoides) Di Lahan
Tanaman Kopi Desa Ciptawaras Kabupaten Lampung Barat.
Skripsi Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan. Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung.

96
Mitha. R. T., Nurahim. E., dan Anhar. A. 2019. Pengaruh Komposisi
Kompos Limbah Kulit Kopi Terhadap Pertumbuhan Beberapa
Varietas Bibit Kopi Arabika (Coffea Arabica L.). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pertanian. Volume 4, Nomor 2.

Neneng. K. 2021. Pengaruh Pemangkasan Terhadap Perkembangan


Populasi Kutu Hijau (Coccus Viridis Green) Pada Tanaman
Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) Di Desa Betteng Deata,
Kecamatan Gandangbatu Sillanan, Kabupaten Tana Toraja.
Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin Makassar.

NichholIs, Sean and Jessica Mahar. So you'll pass on the coffee?.


Brisbane Times. 12 Maret 2010.

Nisa. C. 2020. Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea Arabica L.)


Bermikoriza Pada Komposisi Media Tanam Yang Berbeda.
Skripsi Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Putra. A. 2021. Manajemen Pemeliharaan Kopi Arabika Di Mitra Tani


Lembah Kayangan Binaan Morys Coffee Kabupaten Kerinci
Provinsi Jambi. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.

Rahmawati, L, D. 2019. Media Tanaman Kopi Untuk Meningkatkan


Motorik Halus Sebagai Kearifan Lokal Di Paud Menoreh
Ceria Di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo.
Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Semarang.

Ridwansyah, 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian.


Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. 2003 Digitized
by USU digital library.

Starfarm. 2010. Pengolahan Pasca Panen Kopi.


(http://www.starfarmagris.co.cc/2009/06/pengolahanpasca-
panen-kopi. htm I)
97
Subandi. M. 2011. Budidaya Tanaman Perkebunan (Bagian Tanaman
Kopi). Buku Budidaya Tanaman Perkebunan. ISBN978-979-
9263-71-1
Wibowo. A. 2021. Karakter Perakaran Sejumlah Varietas Kopi Arabika
Pada Fase Bibit Di Pesemaian. Agrotechnology Research
Journal Volume 5, No. 1.

Hasrida. 2015. Pengaruh Intensitas Pemangkasan Terhadap Produksi


Dan Pendapatan Usahatani Kopi Arabikadi Desa Gura
Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang. Skripsi Fakultas
Pertanian. Universitas Muhammadiyah Makassar.

Muliasari. A. A., Suwarto., Dan Syamsir. N. 2016. Pengendalian Hama


Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus Hampei Ferr.) Pada
Tanaman Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) Di Kebun Rante
Karua, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar
Nasional Lahan Basah. ISBN: 978-602-6483-33-1.

Wicaksono. A. S. 2010. Perlakuan Naungan ( Vegetatif ) Terhadap


Intensitas Radiasi Matahari, Kecepatan Angin Dan
Kelembaban Udara Pada Tanaman Kopi. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Jember.

Rasiska. S., Dan Khairullah. A. 2017. Efek Tiga Jenis Pohon Penaung
Terhadap Keragaman Serangga Pada Pertanaman Kopi Di
Perkebunan Rakyat Manglayang, Kecamatan Cilengkrang,
Kabupaten Bandung. Jurnal Agrikultura. 28. (3).

Suara. K. A., Widia. W., Dan Gunadnya. I. B. P. 2018. Pemahaman


Petani Tentang Budidaya Kopi Arabika Dan Pengaruhnya
Terhadap Produktivitas Hasil Panen. Jurnal Beta (Biosistem
Dan Teknik Pertanian). Volume 6, Nomor 2.

Fajriana. N. H., dan Fajriati. I. 2018. Analisis Kadar Kafein Kopi


Arabika (Coffea Arabica L.) Pada Variasi Temperatur Sangrai
Secara Spektrofotometri Ultra Violet. Analytical And
Environmental Chemistry. Volume 3, No. 02.
98
Mangiwa. S., Futwembun. A.,Dan Awak. P M. 2017. Kadar Asam
Klorogenat (Cga) Dalam Biji Kopi Arabika (Coffea Arabica
L.) Asal Wamena, Papua. Jurnal Ilmiah Pendidikan Kimia
Hydrogen. Vol. 3 No. 2.

Miladi. H. 2015. Menelusuri Jejak Kopi Di Indonesia.

Handayani. R., dan Muchlis. F. 2021. Review: Manfaat Asam


Klorogenat Dari Biji Kopi (Coffea) Sebagai Bahan Baku
Kosmetik. : Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol.11, No.1.

Awar. M. 2015. Analisis Mutu Kopi (Coffea Arabica L) Bubuk Dengan


Tingkat Kematangan Dan Waktu Fermentasi Yang Berbeda.
Skripsi Program Studi Agroindustri D-Iv. Politeknik Pertanian
Negeri Pangkajenne Dan Kepulauan

Reskianto. 2016. Keterampilan Petani Dalam Pasca Panen Kopi


Arabika (Coffea Arabica L.) Di Desa Rampunan Kecamatan
Masalle Kabupaten Enrekang. Skripsi Fakultas Pertanian.
Universitas Muhammadiyah Makasar.

Supriadi. H., Ferry. Y., Dan Ibrahim. M. S. D. 2018. Teknologi


Budidaya Kopi. Buku. ISBN 978-602-344-129-7.

Saragih. J. R. 2018. Aspek Ekologis Dan Determinan Produksi Kopi


Arabika Spesialti Di Wilayah Dataran Tinggi Sumatera Utara.
Jurnal Wilayah Dan Lingkungan. Volume 6 Nomor 2.

Khayati N., Wachjar A., Dan Sudarsono. 2019. Pengelolaan


Pemangkasan Tanaman Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) Di
Kebun Kalisat Jampit, Pt Perkebunan Nusantara Xii (Persero),
Bondowoso, Jawa Timur. Agrohorti. 7. (3).

Sianturi. V. F., Ade Wachjar. A. 2016. Pengelolaan Pemangkasan


Tanaman Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) Di Kebun
Blawan, Bondowoso, Jawa Timur. Agrohorti. 4. (3).

99
Jannah. A. M. 2020. Pertumbuhan Bibit Kopi (Coffea Sp.) Pada
Berbagai Interval Penyiraman Plant Growth Promotion
Rhizobacteria. Skripsi Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan. Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

100
101

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai