Anda di halaman 1dari 142

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/357936540

Buku Ajar Membangun Spirit dan Kompetensi


Agrotechnopreneurship

Book · January 2022

CITATION
READS
1
866

1 author:

Syamsul Rahman
Universitas Islam Makassar
25 PUBLICATIONS 72 CITATIONS

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Project for procurement of textbooks on agrotechnopreneurship View project

Doctoral research grant View project

All content following this page was uploaded by Syamsul Rahman on 19 January 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Buku Ajar
Membangun Spirit dan Kompetensi
Agrotechnopreneurship
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian
ilmu pengetahuan;
iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,
kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan
ajar; dan
iv. Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa
izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dr. Syamsul Rahman, S.T.P., M.Si.

Buku Ajar
Membangun Spirit dan Kompetensi
Agrotechnopreneurship
BUKU AJAR MEMBANGUN SPIRIT
DAN KOMPETENSI AGROTECHNOPRENEURSHIP

Syamsul Rahman

Desain Cover :
Dwi Novidiantoko

Sumber :
www.shutterstock.com

Tata Letak :
Amira Dzatin Nabila

Proofreader :
Avinda Yuda Wati

Ukuran :
viii, 129 hlm, Uk: 15.5x23 cm

ISBN :
978-623-02-2679-3

Cetakan Pertama :
April 2021

Hak Cipta 2021, Pada Penulis


Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2021 by Deepublish Publisher
All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: cs@deepublish.co.id
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas ridho dan
iradat-Nya sehingga buku ini berhasil diselesaikan. Buku Membangun
Spirit dan Kompetensi Agrotechnopreneurship ini dipersiapkan dan
disusun sebagai buku ajar yang akan menjadi salah satu acuan bagi seluruh
mahasiswa Pertanian (Agrokompleks), Entrepreneurship, dan petani
milenial, khususnya bagi mahasiswa yang mengambil Program Studi
Agrotechnopreneurship, Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), Agroteknologi,
Teknologi Pascapanen, Teknologi Industri Pertanian, Keteknikan Pertanian,
dan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, serta mahasiswa bidang studi
lain yang mengambil mata kuliah Entrepreneurship, Technopreneurship dan
Agrotechnopreneurship. Selain itu, buku ini juga dipersiapkan untuk
program studi yang membutuhkan kompetensi tentang aspek kompetensi
dalam penguasaan teknologi di bidang agribisnis dan agroindustri,
terutama pelaku usaha yang bergerak di sub sektor pertanian tanaman
pangan dan hortikultura, sub sektor perkebunan, sub sektor perikanan, sub
sektor peternakan, sub sektor kehutanan, dan pelaku usaha di bidang
agrotechnopreneurship, serta lembaga pendidikan dan penelitian terkait.
Dalam buku ini menjelaskan beberapa hal terutama mengenai
kondisi umum perkembangan dan pengembangan agropreneurship dan
agrotechnopreneurship di Indonesia yang dijelaskan di dalam setiap bab
dan sub-sub babnya. Bab satu dimulai dengan penjelasan tentang
pemahaman konsep dan wawasan tentang agrotechnopreneurship. Bab
kedua membahas ciri dan watak bagi seorang agrotechnopreneur. Bab
ketiga membahas tentang kompetensi yang mesti dimiliki bagi seorang
agrotechnopreneur yang terkait dengan penguasaan teknologi. Bab
keempat membahas tentang kompetensi seorang agrotechnopreneur dalam
memahami standar dan jaminan mutu produk pangan. Bab kelima
membahas seputar kompetensi dan pengembangan sumber daya manusia
(SDM) di bidang pertanian. Bab keenam yang merupakan bab terakhir
membahas tentang kompetensi yang harus dimiliki dalam memasarkan dan
menjaga pasar produk pertanian.

v
Buku ini diterbitkan sebagai salah satu bahan buku ajar dalam
proses pembelajaran dan perkuliahan dari mata kuliah
Agrotechnopreneurship karena menjelaskan berbagai hal seputar pertanian
mulai dari aspek hulu sampai aspek hilirnya, terutama menjelaskan tentang
bagaimana bidang perbenihan/pembibitan dan pemanfaatan lahan, bidang
pengembangan SDM pertanian, bidang penanganan pascapanen dan
pengolahan hasil pertanian, bidang pengawasan dan jaminan mutu produk
pangan, serta bidang pemasaran produk dan strategi pemasarannya. Buku
ini juga bisa digunakan sebagai buku referensi yang dapat menuntun para
petani milenial dan para pelaku usaha di bidang agribisnis dan
agroindustri.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, untuk itu
penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya
konstruktif dalam rangka perbaikan dan penyempurnaannya. Semoga buku
ini bermanfaat dan berkontribusi terhadap akselerasi dan percepatan
peningkatan jumlah entrepreneurship, khususnya agrotechnopreneurship
di Indonesia.

Makassar, 5 Maret 2021

Dr. Syamsul Rahman, S.T.P., M.Si.

v
DAFTAR ISI

PRAKATA..................................................................................................v
DAFTAR ISI..............................................................................................vii
BAB 1 PEMAHAMAN KONSEP DAN WAWASAN
AGROTECHNOPRENEURSHIP..............................................1
A. Konsep Agropreneurship dan
Agrotechnopreneurship.........................................................2
B. Aspek Spirit Agrotechnopreneur..........................................4
C. Model Spirit Agrotechnopreneur..........................................6
D. Wawasan Kompetensi Agrotechnopreneur...........................7
Latihan Soal 1............................................................................11
Latihan Soal 2............................................................................14
BAB 2 CIRI DAN KARAKTERISTIK
AGROTECHNOPRENEURSHIP............................................15
A. Percara Diri.........................................................................18
B. Berorientasi Tugas dan Hasil..............................................19
C. Pengambilan Risiko............................................................20
D. Kepemimpinan....................................................................23
E. Keorisinalan........................................................................25
F. Berorientasi ke Masa Depan...............................................26
Latihan Soal 1............................................................................28
Latihan Soal 2............................................................................30
BAB 3 KOMPETENSI PENGUASAAN TEKNOLOGI
BIDANG AGROTECHNOPRENEURSHIP...........................31
A. Teknologi Perbenihan dan Pembibitan................................32
B. Teknologi Pengelolaan dan Pemeliharaan Tanaman...........34
C. Teknologi Pemanfaatan Lahan dan Alat.............................36
D. Teknologi Pascapanen dan Pengolahan Hasil
Pertanian
42
Latihan Soal 1............................................................................49

v
Latihan Soal 2............................................................................51
BAB 4 KOMPETENSI DALAM MEMAHAMI STANDAR
DAN JAMINAN MUTU PRODUK........................................52
A. Standar Mutu Produk..........................................................53
B. Jaminan Mutu Produk.........................................................58
Latihan Soal 1............................................................................67
Latihan Soal 2............................................................................69
BAB 5 KOMPETENSI DALAM PENGEMBANGAN SDM
PERTANIAN............................................................................70
A. Kompetensi SDM................................................................71
B. Peran Sektor Pertanian dan SDM Pertanian........................74
C. Pengembangan SDM Pertanian...........................................77
Latihan Soal 1............................................................................79
Latihan Soal 2............................................................................81
BAB 6 KOMPETENSI DALAM MEMASARKAN DAN
MENJAGA PASAR.................................................................83
A. Konsep Pemasaran Agribisnis.............................................84
B. Strategi Menjaga Pasar.......................................................88
Latihan Soal 1............................................................................92
Latihan Soal 2............................................................................94
DAFTAR PUSTAKA................................................................................95
GLOSARIUM..........................................................................................103
INDEKS...................................................................................................116
KUNCI JAWABAN LATIHAN SOAL..................................................121
RIWAYAT HIDUP PENULIS................................................................129

v
BAB 1
PEMAHAMAN KONSEP DAN WAWASAN
AGROTECHNOPRENEURSHIP

Tujuan Instruksional Umum:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan pengertian, konsep dasar, model

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat:
Menjelaskan pengertian, ruang lingkup, konsep dasar, dan kompetensi serta perbedaan antara agropreneurship dan agrote
Menjelaskan serta memahami apa dan bagaimana aspek spirit
agrotechnopreneurship.
Menjelaskan serta memahami bentuk dan model spirit
agrotechnopreneurship.
Menjelaskan dan memahami tentang kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang agrotechnopreneur.

v
A. Konsep Agropreneurship dan Agrotechnopreneurship
Pemahaman konsep dasar tentang agrotechnopreneurship, terlebih
dahulu kita harus memahami tentang apa itu agropreneurship. Sa‟id
(2010) dalam sebuah bukunya menyebutkan bahwa agropreneurship
adalah berbagai upaya yang dilakukan pihak-pihak, khususnya wirausaha
dalam memanfaatkan industri agribinsis yang biasanya berada dalam ranah
pertanian dan pangan, agrotourism, dan lingkungan. Selanjutnya,
agropreneur adalah seorang wirausaha yang bergerak dalam bidang
agribisnis dan agroindustri. Syarat menjadi seorang agropreneur
dibutuhkan beberapa tahap pembelajaran seperti berfikir kreatif dan
inovatif, mencari jalan dan membuat terobosan dalam mengatasi berbagai
permasalahan pertanian, terutama pemasaran hasil pertanian yang
dihadapinya. Hakekatnya, untuk menjadi agropreneur sejati seseorang
harus menjiwai kompleksitas agribisnis dan agroindustri.
Sa‟id (2010) selanjutnya menguraikan lebih jauh bahwa hal-hal
yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang agropreneur antara lain
melakukan riset dengan cara mengumpulkan berbagai rujukan tentang
cerita keberhasilan dan kiat-kiat para agropreneur terdahulu. Lalu,
berusaha mengikuti seminar, pameran, dan talkshow yang berkaitan
dengan kegiatan agribisnis dan agroindustri. Setelah itu langkah
selanjutnya yang harus dilakukan oleh seorang agropreneur, adalah
melakukan kontak dengan kantor pengembangan bisnis wilayah (lokal),
bank pemberi kredit khusus untuk kegiatan usaha tani, dan atau lembaga-
lembaga yang dapat mendukung kegiatan kewirausahaan setempat.
Selanjutnya agropreneurship merupakan suatu kemampuan untuk
mengelola suatu usaha (wirausaha) di sektor agribisnis dan agroindustri
melalui pemanfaatan teknologi, dan mengedepankan inovasi dalam upaya
pengembangan bisnisnya. Menurut Sa‟id (2010) dalam sebuah penjela-
sannya bahwa agropreneurship terdiri atas tiga komponen yang saling ter-
kait, yaitu kapasitas penelitian dan pengembangan (litbang/R & D), ke-
wirausahaan, dan venture capital (lembaga penyedia modal bagi pebisnis
pemula). Kemudian terdapat dua elemen penting yang merupakan peng-
gerak agropreneurship yaitu manajemen kreatif dan manajemen inovatif.
Kegiatan agribisnis dan agroindustri merupakan sektor usaha yang
harus ditekuni, digalakkan dan bahkan dijadikan sebagai leading sector

2
dalam perekonomian Indonesia. Untuk menuju kesana, kita patut
mencontoh apa yang telah dilakukan negara tetangga kita Thailand dan
Malaysia yang telah berwujud sebagai negara industri baru, yang
menjadikan sektor agribisnis dan agroindustri sebagai tumpuan bagi
pembangunan sektor industri nasionalnya dengan mendirikan kawasan
industri berkelanjutan.
Selanjutnya Sa‟id (2010) mendefinisikan agrotechnopreneurship
sebagai kemampuan dalam mengelola suatu usaha di sektor agribisnis dan
agroindustri melalui pemanfaatan teknologi, serta mengedepankan inovasi
dalam upaya pengembangan bisnisnya. Seperti halnya dengan
agropreneurship, agrotechnopreneurship juga terdiri dari tiga komponen
yang saling terkait yaitu kapasitas litbang, kewirausahaan, dan venture
capital. Kapasitas litbang ditujukan untuk mengedepankan inovasi
terutama dalam proses pengembangan produk. Secara skematis, konsep
dasar agrotechnopreneurship dapat dilihat pada Gambar 1.

Kapasitas Litbang

Intervensi Pengembangan
Peluang Perolehan Bisnis
Pasar Kapital

Kewirausahaan Venture Capital


Risiko Investasi

Gambar 1. Konsep Dasar Agrotechnopreneurship


(Sa‟id, 2010)

Sementara hal yang terkait dengan kewirausahaan tidak lain yang


dimaksud adalah aspek manajemen, yaitu elemen yang terpenting bagi
seorang wirausaha adalah manajemen kreatif dan manajemen inovatif.
Manajemen kreatif dimaksudkan sebagai upaya pengelolaan pengetahuan
untuk membangun ide-ide baru yang diarahkan untuk menciptakan konsep

3
maupun metode rekayasa proses dan produksi. Selanjutnya, manajemen
inovatif adalah kemampuan untuk mengimplementasikan dan
menggerakkan konsep rekayasa baru dalam proses dan produksi guna
menciptakan produk maupun petunjuk untuk membuka bisnis baru. Sa‟id
(2010) menambahkan untuk menjadi seorang agrotechnopreneur, kita bisa
belajar dari pengalaman-pengalaman para agrotechnopreneur yang telah
berhasil dalam mengembangkan usahanya di bidang agribisnis dan
agroindustri. Mereka telah berhasil mengembangkan produknya sehingga
dapat dipasarkan di pasar global.
Di Indonesia, beberapa figur agropreneur yang juga berhasil
menerapkan konsep agrotechnopreneurship, yang sudah dikenal secara
luas di media massa adalah Bob Sadino sebagai pengusaha agribisnis
(supermarket dan restoran), Dr. (HC) Martha Tilaar sebagai pengusaha
jamu dan kosmetik (dari hasil-hasil pertanian atau biofarmaka), Ir.
Mohammad Nadjikh yang dikenal sebagai pengusaha agroindustri
perikanan, Dr. Ishartanto sebagai pengusaha kelapa sawit, Tatang Hadinata
sebagai pengusaha sayuran dan florikultur untuk pasar domestik dan
ekspor (PT. Saung Mirwan), Danny K. Rusli sebagai pengusaha
hidroponik dan aeroponik (Amazing Farm), dan Sudhamek Agung
Waspada yang mendirikan PT. Garuda Food (Sa‟id, 2010).

B. Aspek Spirit Agrotechnopreneur


Agrotechnopreneur terdiri dari dua suku kata yaitu agro yaitu
kegiatan usaha yang berfokus pada sektor agribisnis dan agroindustri,
sedangkan technopreneur menurut Nasution dkk. (2007) adalah pengusaha
yang membangun bisnisnya berdasarkan keahliannya di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan menghasilkan produk inovatif yang
berguna tidak hanya bagi dirinya, tetapi bagi kesejahteraan bangsa dan
negaranya. Untuk itu, Nasution dkk. (2007) menjelaskan bahwa aspek atau
atribut yang signifikan sebagai acuan dalam identifikasi spirit
technopreneur, dan hal ini bisa juga diadaptasi oleh seorang atau para
agrotechnopreneur adalah:
1. Lebih suka risiko yang moderat
Agrotechnopreneur bukan penjudi, tetapi orang yang bersedia
mengambil maupun menciptakan kesempatan yang mengandung

4
risiko moderat. Risiko yang telah diperhitungkan, dianalisis, dan
dipertimbangkan dengan saksama yang dikaitkan dengan
kemampuan dan potensi dirinya. Inovasi yang dilakukan adalah
dalam kerangka memperkecil risiko usaha yang dijalankan.
2. Menyenangi pekerjaan yang berkaitan dengan proses mental
dengan tujuan utama pencapaian prestasi pribadi
Agrotechnopreneur harus selalu berprinsip berbuat lebih baik dan
lebih baik lagi (doing better), selalu ingin maju, dengan kepuasan
yang paling tinggi, yakni pencapaian prestasi. Uang bukanlah
tujuan, kecuali sebagai efek samping atas pencapaian prestasi dan
alat ukur tingkat keberhasilannya.
3. Locus of control internal
Agrotechnopreneur mesti digerakkan oleh motivasi internal, yang
menjadi faktor penggerak utama dalam perjuangan mencapai
keberhasilan dan kemandirian, serta tidak menyerah pada faktor di
luar dirinya, misalnya nasib, takdir, atau keberuntungan.
4. Kemampuan kreasi dalam inovasi
Hal ini berkaitan tugas agrotechnopreneur sebagai sosok
pembaharu, penggerak perekonomian, dan inovator. Untuk maksud
tersebut, dibutuhkan kemampuan kreatif dan kemampuan
menggabungkan beberapa teknik dan konsep sehingga dihasilkan
ide maupun gagasan yang cemerlang. Kreativitas seorang
agrotechnopreneur meliputi kepekaan intuitif maupun rasional
dalam mencari dan menciptakan peluang-peluang yang ada.
Menurut Nasution dkk. (2007) kreativitas lebih mengacu pada idea
origination, sedangkan inovasi lebih kepada idea implementation.
Sebagai inovator, tidak harus menggunakan ide-idenya sendiri.
Namun, dengan kepekaan yang tinggi (intuitif) dan kemampuan
analisis yang baik, dia mampu menggabungkan dan menggunakan
beberapa ide yang telah ada menjadi sesuatu yang bermanfaat.
5. Cenderung berpikir panjang, memiliki potensi untuk melakukan
visi yang jauh ke depan.
Agrotechnopreneur tidak bersifat impulsif (bukan atas dorongan
sesaat dan keberhasilan hanya dalam jangka pendek), tetapi dia
memiliki perencanaan yang saksama serta kendali diri yang fleksibel

5
terhadap perubahan lingkungan. Mereka memiliki sikap yang
tanggap akan perubahan dan membuat antisipasi sehingga mampu
memperoleh keberhasilan di masa depan.
6. Kemandirian
Agrotechnopreneur adalah orang yang merdeka lahir batin, lebih
suka bekerja atas kemampuan sendiri dari pada bekerja untuk orang
lain. Kemandirian itu tetap didukung dengan kepedulian pada orang
lain dan lingkungan, serta menerima kritik dan saran dari orang lain.

C. Model Spirit Agrotechnopreneur


Untuk menjelaskan spirit agrotechnopreneur penulis belum
menemukan referensi yang relevan, sehingga penulis mengadaptasi
pendekatan yang digunakan (Purnomo, Krisna R., 1994; Nasution dkk.,
2007) untuk merumuskan model spirit technopreneur dengan melakukan
analisis faktor terhadap keenam unsur utama spirit technopreneur.
Sehingga dalam menjelaskan model spirit agrotechnopreneur
digunakanlah model spirit technopreneur seperti yang dikemukakan
Nasution dkk. (2007) seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Model Spirit Technopreneur


(Purnomo, Krisna R., 1994; Nasution dkk., 2007).

6
Dalam menjelaskan model spirit technopreneur, Nasution dkk.
(2007) menjelaskan bahwa kemandirian, kreativitas, dan planning
(personal values) merupakan aspek kepribadian dasar dalam spirit
technopreneur maupun agrotechnopreneur. Sehingga dituntut untuk
memiliki kemandirian, kreativitas, dan perencanaan (planning) dalam
pelaksanaan tugas-tugas mereka. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan.
Kreativitas membutuhkan sifat mandiri, dengan kata lain perencanaan
memerlukan kreativitas dan kemandirian.
Sementara dari aspek prestasi dan risiko (faktor orientasi/tujuan)
merupakan orientasi individu yang akan mengarahkan individu tersebut
dalam pemilihan pekerjaan. Faktor itulah yang membedakan
technopreneur dengan yang lainnya. Mereka selalu berkeinginan untuk
maju dan berprestasi dengan lebih baik lagi. Sedangkan locus of control
internal dapat diartikan sebagai inti spirit technopreneur. Individu yang
demikian lebih cocok untuk pekerjaan yang membutuhkan inisiatif dan
kemandirian, selalu menginginkan hasil yang lebih baik, mencari berbagai
informasi, serta gigih dan ulet. Menurut Nasution dkk. (2007) dengan
mengutip pendapat Crider bahwa individu dengan locus of control internal
cenderung suka bekerja, berisiniatif tinggi, dan berusaha mengatasi
masalah yang dihadapi dengan mencari akar penyebabnya secara efektif.

D. Wawasan Kompetensi Agrotechnopreneur


Menurut (Klesser, 2008; Kurniawan dkk., 2017) bahwa kompetensi
adalah karakteristik utama yang dimiliki kebanyakan orang sukses di
organisasi atau bidang profesi yang membantu mereka menjadi sangat
sukses. Selanjutnya Kaur & Bains (2013), kompetensi adalah sejumlah
pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan selama
hidup untuk keefektifan kinerja dalam tugas atau pekerjaan.
Pengertian kompetensi juga disampaikan (Spencer & Spencer, 1993;
Dhamayantie & Fauzan, 2017), bahwa kompetensi sebagai karakteristik
yang mendasar pada setiap individu yang dihubungkan dengan kriteria
yang direpresentasikan pada kinerja yang efektif dan atau unggul dalam
sebuah pekerjaan atau situasi. Sementara (Baum et al., 2001; Dhamayantie
& Fauzan, 2017), menjelaskan kompetensi sebagai karakter individual
seperti pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperlukan untuk

7
melakukan pekerjaan tertentu. Sedangkan kompetensi menurut Fithri &
Sari (2012), adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan individu
yang langsung berpengaruh pada kinerja.
Selanjutnya Nasution dkk. (2007) menjelaskan bahwa kompetensi
adalah sifat dasar seseorang agar bisa sukses di tempat kerja, yang
ditunjukkan oleh bagaimana pola individu berperilaku dan berpikir secara
konsisten dalam berbagai situasi pada periode yang cukup panjang.
Nasution dkk. (2007) menambahkan, ada 5 sumber kompetensi individu.
Pertama, bawaan. Apa yang melekat pada individu merupakan faktor
bawaan yang menjadi penentu suksesnya. Kedua, motivasi. Keberhasilan
individu sangat dipengaruhi oleh hal-hal yang mendorong, mengarahkan
dan menyeleksi perilaku tertentu dalam melakukan tindakan atau mencapai
suatu tujuan. Ketiga, konsep diri. Sukses individu ditentukan oleh sikap,
nilai-nilai, dan citra dirinya. Keempat, pengetahuan. Faktor penentu
keberhasilan adalah karena individu tersebut memiliki dan menguasai
informasi dalam suatu bidang yang spesifik. Kelima, keterampilan.
Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas mental atau fisik yang dapat
membuat sukses individu.
Keterkaitan antara ke lima sumber kompetensi tersebut ibarat
sebuah gunung es, misalnya unsur bawaan, motivasi, dan konsep diri
adalah faktor yang tersembunyi (tidak tampak di permukaan) dan bersifat
lebih stabil, tidak berubah dalam kurun waktu yang singkat. Sedangkan
pengetahuan dan keterampilan adalah unsur yang tampak di permukaan
yang kadang kala bisa berubah dengan cepat dan bisa segera usang.
Definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi
merupakan konsep yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan seseorang untuk mencapai kinerja. Manopo (2011)
menambahkan bahwa kompetensi terbentuk dari lima karakteristik yaitu
watak, motif, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan. Baum et al.
(2001) memfokuskan pada dua kompetensi umum dan dua kompetensi
khusus. Kompetensi umum mencakup keterampilan organisasi dan
keterampilan peluang, sedangkan kompetensi khusus mencakup
keterampilan industri dan keterampilan teknis.
Terkait dengan kompetensi kewirausahaan menurut Man & Lau
(2005), menjelaskan bahwa kompetensi kewirausahaan termasuk

8
agrotechnopreneur memiliki dua sumber. Pertama, komponen yang
berakar dari latar belakang wirausaha seperti sifat, kepribadian, sikap, citra
diri, dan peran sosial. Kedua, komponen yang dapat diperoleh pada
pekerjaan atau melalui teori atau pembelajaran praktis seperti
keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman. Itulah sebabnya Man et al.
(2002) menganggap kompetensi kewirausahaan termasuk sektor
agrotechnopreneur sebagai karakteristik dengan tingkat yang lebih tinggi
yang meliputi ciri-ciri kepribadian, keterampilan dan pengetahuan, dan
karena itu dapat dilihat sebagai total kemampuan wirausaha
(agrotechnopreneur) untuk melakukan peran pekerjaan dengan sukses.
Sedangkan Suryana (2003) menambahkan bahwa kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang pengusaha, dalam hal ini agrotechnopreneur.
Pertama, managerial skill. Agrotechnopreneur harus mampu menjalankan
fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan agar
usaha yang dijalankannya dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Keterampilan ini merupakan syarat mutlak untuk menjadi wirausaha
sukses di bidang agribisnis dan agroindustri. Kedua, conceptual skill.
Kemampuan untuk merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi usaha
merupakan landasan utama menuju wirausaha sukses. Agrotechnopreneur
harus ekstra keras belajar dari berbagai sumber dan belajar dari
pengalaman sendiri, serta pengalaman orang lain dalam berwirausaha.
Ketiga, human skill. Seorang wirausaha harus supel, mudah bergaul,
simpati dan empati kepada orang lain adalah modal keterampilan yang
sangat mendukung kita menuju keberhasilan usaha. Dengan keterampilan
ini, agrotechnopreneur akan memiliki banyak peluang dalam merintis dan
mengembangkan usahanya. Keempat, decesion making skill. Sebagai
seorang wirausaha, seringkali dihadapkan pada kondisi ketidakpastian.
Berbagai permasalahan biasanya bermunculan pada situasi seperti ini,
agrotechnopreneur dituntut untuk mampu menganalisis situasi dan
merumuskan berbagai masalah untuk dicarikan berbagai alternatif
pemecahannya. Kelima, time managerial skill. Ketidakmampuan
mengelola waktu membuat pekerjaan menjadi menumpuk atau tak kunjung
selesai sehingga membuat jiwanya gundah dan tidak tenang. Keterampilan
mengelola waktu dapat memperlancar pelaksanaan pekerjaan dan rencana
yang telah digariskan.

9
Pada dasarnya, untuk membangun keberhasilan seorang
agrotechnopreneur harus memiliki watak dan kompetensi sebagai berikut:
Pertama, mampu memecahkan masalah dengan cepat dan tepat. Kedua,
memiliki kebutuhan yang kecil terhadap status, tidak arogan, tetapi rendah
hati dan harmonis dengan alam sebagai sumber daya agribisnis dan
agroindustri yang sangat penting. Ketiga, memiliki energi tinggi, dalam
arti bersemangat dan tidak mudah menyerah. Keempat, memiliki daya
tanggap yang baik terhadap keadaan mendesak. Kelima, memiliki
kepercayaan diri yang baik. Keenam, mampu bekerja secara terencana atau
terorganisasi dengan baik. Ketujuh, mampu meneropong peluang bisnis
yang besar dan memiliki kemampuan melakukan tinjauan bisnis ke masa
depan (business foresight).
Menjadi seorang agrotechnopreneur profesional yang
berkompetensi, perlu mengetahui beberapa hal penting yang dapat
dikerjakan untuk membangun potensi diri. Pertama, melakukan riset
dengan cara mengumpulkan berbagai rujukan tentang cerita keberhasilan
dan kiat-kiat para agropreneur terdahulu, terutama yang secara pribadi
dikagumi. Kedua, berusaha dan selalu mengikuti seminar, pameran dan
talkshow mengenai agribisnis dan agroindustri nasional. Ketiga,
menghubungi kantor pengembangan bisnis lokal, bank pemberi kredit
pertanian, atau lembaga-lembaga penyokong kewirausahaan. Keempat,
kunjungilah perpustakaan-perpustakaan yang menyediakan rujukan
pertanian secara umum, agribisnis dan agroindustri.
Dalam perspektif manajemen, kompetensi para agrotechnopreneur
akan sangat terbantu kinerjanya dengan menguasai atau minimal
mengetahui beberapa konsep manajemen fungsional, yaitu manajemen
SDM, manajemen produksi dan operasi, akuntansi manajemen, manajemen
pemasaran, manajemen finansial, manajemen teknologi, sistem informasi
manajemen, dan manajemen strategik. Untuk menjadi agrotechnopreneur
sejati, seseorang harus menjiwai kompleksitas agribisnis dan agroindustri.
Objek agribisnis adalah komoditas dan produk yang sangat mudah rusak
karena perubahan unsur-unsur alami (iklim dan lingkungan). Selain itu,
adanya perubahan mikrobial dan enzimatik, sehingga wajib ditangani
dengan baik. Tantangan berikutnya bagi yang ingin menjadi
agrotechnopreneur adalah pendekatannya pada sektor pertanian.

10
Para calon agrotechnopreneur harus memiliki cara berfikir dan
bertindak sebagai wirausahawan. Pemikiran wirausaha akan membantu
mereka mengembangkan kesadaran terhadap berbagai peluang bisnis yang
terbuka luas, dan keyakinan diri untuk membangun keberhasilan untuk
mencapainya. Terkait dengan pengembangan agrotechnopreneurship,
Sa‟id (2013) dalam salah satu bukunya mengemukakan berbagai terobosan
bisnis yang sesungguhnya didasarkan pada berbagai pengalaman empirik.
Pertama, agroindustri selalu berkaitan dengan orientasi kehidupan
modern, yang dicirikan oleh keinginan pemuasan atas mutu, harga, waktu
pendistribusian dan fleksibilitas, versus kecenderungan pada permintaan
produk organik dan alami, serta aman bagi lingkungan.
Kedua, agroindustri sangat erat kaitannya dengan proses biologi dan
kimia, dan selalu melibatkan bahan atau senyawa organik (memiliki
elemen-elemen C, H, O, N, S dan P). Ketiga, agroindustri selalu berkaitan
dengan hasil alam dan pertanian. Keempat, sumber bahan baku untuk
proses biologi dan kimia identik dengan hasil-hasil pertanian. Kelima,
bisnis di lingkup pertanian seyogianya melibatkan integrasi kegiatan
agribisnis, agroindustri dan agroturisme yang berkelanjutan. Keenam,
diperlukan semakin banyak pengusaha yang mampu mengubah komoditas
menjadi beragam produk bernilai tambah tinggi dengan cerdas seperti
agrotechnopreneur.
Selanjutnya Sa‟id (2013) menjelaskan bahwa dalam pengembangan
inovasi teknologi baru, termasuk untuk agroindustri sekurang-kurangnya
terdapat 11 elemen yang biasanya terlibat dalam misi pengembangan
agrotechnopreneurship yaitu; teknologi, manufacturing, karyawan,
penelitian, pengembangan, pembelian, lini produk, pasar target,
pembiayaan, pemasaran, penjualan dan distribusi.

Latihan Soal 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Syarat menjadi seorang agropreneur dibutuhkan beberapa tahap
pembelajaran, kecuali....
A. Berfikir kreatif
B. Mencari jalan dan membuat terobosan
C. Melakukan berbagai cara

1
D. Berfikir inovatif
2. Untuk menjadi seorang agrotechnopreneur yang sukses harus
banyak mengikuti kegiatan:
A. Seminar, pameran, dan talkshow
B. Penanganan pascapanen
C. Pengolahan hasil pertanian
D. Pengemasan dan penyimpanan
3. Menurut Said (2000) bahwa agrotechnopreneur terdiri atas......
komponen yang saling terkait.
A. Dua
B. Empat
C. Lima
D. Tiga
4. Beberapa figur agropreneur yang juga telah berhasil menerapkan
konsep agrotechnopreneurship di Indonesia, kecuali.
A. Abu Rizal Bakri
B. Bob Sadino
C. Muhammad Nadjikh
D. Hadinata.
5. Nasution dkk. (2007) menjelaskan beberapa aspek atau atribut yang
signifikan sebagai acuan dalam mengidentifikasi spirit
technopreneur maupun agrotechnopreneur, yaitu:
A. 7 aspek
B. 6 aspek
C. 8 aspek
D. 5 aspek
6. Selanjutnya Nasution dkk. (2007) menjelaskan bahwa individu
dengan locus of control internal cenderung........kecuali.
A. Suka bekerja
B. Berinisiatif tinggi
C. Berusaha mengatasi masalah
D. Berkeinginan
7. Dhamayantie dan Fauzan (2017) menjelaskan bahwa kompetensi itu
merupakan suatu karakter individual seperti, kecuali.
A. Keterampilan

12
B. Kemampuan
C. Kewibawaan
D. Pengetahuan
8. Man & Lau (2005) menjelaskan bahwa kompetensi kewirausahaan
termasuk para agrotechnopreneur memiliki.
A. 2 unsur
B. 4 unsur
C. 3 unsur
D. 5 unsur
9. Menjadi seorang agrotechnopreneur yang berkompetensi, perlu
mengetahui beberapa hal penting yang dapat dikerjakan untuk
membangun potensi diri, yaitu:
A. 5
B. 4
C. 6
D. 3
10. Dalam pengembangan inovasi teknologi baru khususnya bidang
agribisnis dan agroindustri, ada beberapa elemen yang biasa terlibat
dalam misi pengembangan agrotechnopreneurship, yaitu.
A. 12 elemen
B. 9 elemen
C. 11 elemen
D. 10 elemen

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan Jumlah soal × 100%

Nilai Tingkat Penguasaan 90-100% = Baik sekali


80-89% = Baik
70-79% = Cukup
60-69% = Kurang
≤ 59% = Sangat kurang

1
Latihan Soal 2
ESSAY
1. Jelaskan pengertian agropreneur, agrotechnopreneur, dan
agrotechnopreneurship!
2. Sebutkan 3 komponen yang saling terkait dalam kegiatan
agropreneurship!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan manajemen kreatif dan
manajemen inovatif!
4. Jelaskan model spirit yang diperlukan oleh technopreneur maupun
agrotechnopreneur!
5. Sebutkan 11 elemen yang terkait dengan misi pengembangan
agrotechnopreneurship!

Rubrik Penilaian

Aspek Bobot (% )
1. Pengertian agrotechnopreneur 15
2. Komponen yang saling terkait agropreneurship 20
3. Manajemen kreatif dan inovatif 20
4. Model spirit yang diperlukan.... 25
5. Elemen yang terkait pengembangan....... 20

14
BAB 2
CIRI DAN KARAKTERISTIK
AGROTECHNOPRENEURSHIP

Tujuan Instruksional Umum:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan pengertian ciri dan karakteristik

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu dan dapat:
Menjelaskan dan memahami ciri dan karakteristik seorang agrotechnoprenuer yang berkaitan dengan sikap percaya diri,
Menjelaskan dan memahami ciri dan karakteristik seorang agrotechnopreneur yang berkaitan dengan pengambilan risiko
Menjelaskan dan memahami ciri dan karakteristik seorang agrotechnopreneur yang berkaitan dengan keorisinilan dan be

1
Baharudin (2009) mengemukakan bahwa karakter adalah suatu
keadaan jiwa yang tampak dalam tingkah laku dan perbuatan sebagai
akibat pengaruh pembawaan dan lingkungan. Sehingga karakter wirausaha
(agrotechnopreneur) adalah ciri-ciri atau sifat yang sepatutnya dimiliki
oleh seorang agrotechnopreneurship. Oleh karena itu, perlu adanya
penanaman karakter agrotechnopreneur untuk menumbuhkan minat
wirausaha khususnya agrotechnopreneurship bagi generasi muda
(milenial) mengingat pentingnya wirausaha bagi kemajuan ekonomi suatu
bangsa dan negara.
Seorang wirausaha atau agrotechnopreneur haruslah seorang yang
mampu melihat ke depan. Melihat ke depan berarti berpikir dengan penuh
perhitungan, mencari pilihan dari berbagai alternatif masalah dan
pemecahannya. Untuk menjadi agrotechnopreneur tersebut seseorang
harus memiliki pemecahannya. Para ahli mengemukakan karakteristik
kewirausahaan dengan konsep yang berbeda-beda.
Widia dkk. (2011) mengemukakan bahwa profil agrotechnopreneur
dicirikan oleh pribadi yang memiliki delapan karakter. Pertama, menyukai
tanggung jawab. Seorang agrotechnopreneur merasa bertanggung jawab
secara pribadi atas hasil usaha tempat mereka terlibat. Kedua, lebih
menyukai risiko menengah. Agrotechnopreneur bukanlah seorang
pengambil risiko yang liar melainkan mengambil risiko yang
diperhitungkan. Ketiga, keyakinan atas kemampuan mereka untuk
berhasil. Agrotechnopreneur umumnya memiliki banyak keyakinan atas
kemampuan untuk berhasil. Keempat, hasrat untuk mendapatkan umpan
balik langsung.
Kelima, tingkat energi yang tinggi. Agrotechnopreneur lebih
energetik dibandingkan orang kebanyakan. Kerja keras dalam waktu yang
lama merupakan sesuatu yang biasa. Keenam, orientasi ke depan.
Agrotechnopreneur memiliki indera yang kuat dalam mencari peluang.
Mereka melihat ke depan dan tidak begitu mempersoalkan apa yang telah
dikerjakan kemarin, melainkan lebih mempersoalkan apa yang akan
dikerjakan besok. Ketujuh, keterampilan mengorganisasi. Membangun
sebuah usaha “dari nol” dapat dibayangkan seperti menggabungkan
potongan-potongan sebuah gambar besar. Para agrotechnopreneur
mengetahui cara mengumpulkan orang-orang yang tepat untuk

16
menyelesaikan pekerjaan, menggabungkan orang dan pekerjaan secara
efektif untuk mengubah orientasi ke depan menjadi kenyataan. Kedelapan,
menilai prestasi lebih tinggi dari uang. Agrotechnopreneur adalah seorang
yang menikmati permainan bisnisnya dan tak pernah menyerah serta tak
peduli seberapa berat keadaan.
Pendapat yang hampir sama disampaikan Scarborough dan
Zimmerer (1993), yang menyatakan bahwa terdapat delapan karakteristik
kewirausahaan dan atau agrotechnopreneur. Pertama, desire for
responsibility. Memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang
dilakukannya. Kedua, preference for moderate risk . Lebih memilih risiko
moderat, artinya selalu menghindari risiko, baik yang terlalu rendah
maupun terlalu tinggi.
Ketiga, confidence in their ability to success. Memiliki kepercayaan
diri untuk memperoleh kesuksesan. Keempat, desire for immediate
feedback . Selalu menghendaki umpan balik dengan segera. Kelima, high
level of energy. Memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan
keinginannya demi masa depan yang lebih baik. Keenam, future orientation.
Berorientasi serta memiliki perspektif dan wawasan jauh ke depan.
Ketujuh, skill at organizing. Memiliki keterampilan dalam
mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah.
Kedelapan, value of achievement over money. Lebih menghargai prestasi
dari pada uang.
Selanjutnya Meredith (2005) mengemukakan ciri-ciri dan
karakteristik seorang wirausahawan (agrotechnopreneur) seperti pada
tabel berikut.

Tabel 1. Ciri-Ciri dan Karakteristik Agrotechnopreneur

Ciri-Ciri Karakter
Kepercayaan (keteguhan)
Percaya diri Ketidaktergantungan
Optimisme
Kebutuhan atau haus akan prestasi berorientasi laba atau hasil
Berorientasi
tekun dan tabah, tekad, kerja keras, motivasi, energik, penuh
tugas dan hasil
inisiatif
Pengambilan Mampu mengambil risiko
risiko Suka pada tantangan
- Mampu memimpin
Kepemimpinan
- Dapat bergaul dengan orang lain

1
Ciri-Ciri Karakter
- Menghadapi saran dan kritik
Inovatif (pembaharu)
Kreatif
Keorisinalan Fleksibel
Banyak sumber
Serba bisa
Berorientasi ke Pandangan ke depan
masa depan Perspektif
Sumber: Meredith (2005)

A. Percaya Diri
Suryana dkk. (2011) menjelaskan bahwa percaya diri merupakan
suatu perpaduan antara sikap dan kepercayaan seseorang dalam
menghadapi tugas pekerjaan atau tanggung jawab. Dalam praktiknya sikap
dan kepercayaan merupakan keyakinan untuk memulai, melakukan dan
menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawab yang
dihadapi. Selanjutnya Suryana menyatakan bahwa seseorang yang
memiliki percaya diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuan
bahwa dirinya dapat mencapai keberhasilan yang diinginkan.
Sementara Meredith (2002) menyatakan bahwa karakter percaya diri
dan optimis mencerminkan individu yang memiliki kepercayaan diri yang
kuat, ketidaktergantungan terhadap orang lain, dan individualistik dalam
artian memiliki sikap atau watak yang mandiri dan memiliki keyakinan
yang tinggi bahwa ia mampu mencapai tujuan yang diinginkan. Manusia
wirausaha memiliki keyakinan yang kuat atas kekuatan yang ada pada
dirinya. Manusia lahir dan dianugrahi kekuatan oleh sang Pencipta agar
manusia dapat hidup dan mengelola alam ini secara bijaksana.
Walaupun seorang agrotechnopreneur sering dihadapkan pada
sejumlah rintangan yang sangat sulit, namun keyakinan akan kemampuan
yang ada pada dirinya tidak pernah memudar dan itu pula yang sering
mendorong dia untuk melakukan upaya-upaya kreativitasnya. Artinya,
para agrotechnopreneur percaya kepada dirinya ketika mereka
mengendalikan apa yang mereka sedang kerjakan dan ketika mereka
bekerja sendirian. Mereka mengatasi masalah secara cepat dengan penuh
percaya diri dan mereka juga sangat kukuh (teguh pendirian) dalam
mengejar tujuannya.

18
Pada umumnya mereka menampilkan kemampuan terbaiknya ketika
berhadapan dengan kesengsaraan karena mereka berusaha atas
kepercayaan pada dirinya. Pernyataan di atas berarti bahwa para
agrotechnopreneur akan percaya diri ketika mereka sedang mengendalikan
apa yang mereka sedang kerjakan dan di kala mereka sedang bekerja
sendirian. Mereka menangani setiap masalah secara cepat disertai percaya
diri serta gigih dalam upayanya untuk mencapai sasaran. Mereka
menangani dengan seluruh kemampuan terbaiknya ketika mereka
dihadapkan pada kesengsaraan karena mereka berusaha atas rasa percaya
diri yang dimilikinya. Dalam hal ini perlu digaris bawahi bahwa percaya
pada diri sendiri tidak berarti tidak mengakui keunggulan orang lain.
Demikian juga sebaliknya percaya pada diri sendiri tidak berarti
tidak menyadari kekurangan atau kelemahan diri sendiri. Dalam hal ini
percaya pada diri sendiri lebih bermakna bahwa seseorang yakin akan
dapat mengatasi kelemahan pribadinya, mencari solusi dari setiap kesulitan
yang dihadapinya serta ada kesediaan untuk terus-menerus meningkatkan
kemampuannya.

B. Berorientasi Tugas dan Hasil


Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil adalah orang
yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif prestasi, berorientasi pada
laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan
kuat, energik, dan berinisiatif. Berinisiatif artinya selalu ingin mencari dan
memulai sesuatu. Untuk memulai diperlukan adanya niat dan tekad yang
kuat serta karsa yang besar. Sekali sukses atau berprestasi maka sukses
berikutnya akan menyusul, sehingga usahanya semakin maju dan
berkembang. Dalam berwirausaha khususnya di bidang agrotechnopre-
neurship, peluang hanya diperoleh apabila terdapat inisiatif. Perilaku
inisiatif ini biasanya diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman mereka
selama bertahun-tahun, dan pengembangannya diperoleh dengan cara
disiplin diri, berpikir kritis, tanggap, dan semangat berprestasi. Berbagai
motivasi akan muncul dalam bisnis jika kita berusaha menyingkirkan
prestise. Kita akan mampu bekerja keras, energik, tanpa malu dilihat
teman, asal yang kita kerjakan adalah halal.

1
Meredith (2002) mengemukakan ciri-ciri dan watak seorang
wirausahawan atau agrotechnopreneurship yaitu berorientasi pada tugas
dan hasil yaitu; (1) memenuhi kebutuhan akan prestasi, (2) orientasi
pekerjaan berupa laba, tekun dan tabah, tekad kerja keras. (3) berinisiatif.
Selanjutnya Meredith menambahkan bahwa yang dimaksud dengan
berorientasi pada tugas dan hasil yaitu memosisikan bahwa prestasi adalah
suatu kebutuhan, disiplin diri yang tinggi, energik, berpikir kritis, kerja
keras, tekun dan tabah, serta inisiatif. Karena dalam berwirausaha atau ber-
agrotechnopreneurship peluang didapat apabila ada inisiatif.
Sementara Suryana (2006) menjelaskan bahwa ciri dari seorang
wirausahawan (agrotechnopreneurship) tidak mudah menyerah terhadap
kegagalan dan tidak gampang puas akan keberhasilan yang diraihnya saat
ini. Selanjutnya Suryana menyatakan bahwa seseorang yang
mengutamakan tugas dan hasil akan selalu mengutamakan nilai-nilai motif
berprestasi, tekun, kerja keras, tabah dan berorientasi kepada prestasi, akan
mempunyai dorongan kuat untuk selalu semangat (energik) dan inisiatif.

C. Pengambilan Risiko
Berani mengambil risiko tidak sama dengan spekulasi. Artinya
risiko yang ditanggung oleh seorang wirausahawan (agrotechnopre-
neurship) adalah risiko yang sudah diperhitungkan secara matang. Richard
Cantillon adalah orang yang pertama menggunakan istilah entrepreneur
dan mengatakan bahwa entrepreneur adalah seseorang yang berani
menanggung risiko. Keberanian menanggung risiko yang disertai
perhitungan yang mapan merupakan karakteristik agrotechnopreneur yang
unggul. Keberanian untuk menanggung risiko juga merupakan peubah
pertama yang mendorong timbulnya inisiatif dan mendorong sifat untuk
menyukai usaha-usaha yang lebih menantang. Namun, risiko yang menjadi
nilai dalam kewirausahaan adalah risiko yang sudah diperhitungkan dan
penuh realistis.
Pilihan terhadap alternatif risiko yang diambil tergantung pada
beberapa faktor, yaitu: (1) daya tarik setiap alternatif. (2) kesediaan untuk
menanggung kerugian. (3) perhitungan terhadap peluang sukses atau
gagal. Selain itu, kemampuan untuk melalukan pilihan terhadap alternatif
risiko yang diambil tergantung dari beberapa faktor, yaitu: (1) keyakinan

20
pada diri sendiri. (2) kesediaan untuk menggunakan kemampuan dalam
mencari peluang dan kemungkinan mendapatkan keuntungan. (3)
kemampuan untuk menilai situasi risiko secara realistis. Keberanian dalam
mengambil risiko terkait langsung dengan kepercayaan pada diri sendiri.
Dengan demikian, semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan
sendiri, maka semakin besar pula keberaniannya dalam mengambil risiko
yang diperhitungkannya sebagai tindakan yang kreatif dan inovatif. Oleh
sebab itu, orang yang berani mengambil risiko diketemukan pada orang-
orang yang kreatif dan inovatif dan merupakan bagian terpenting dari
perilaku kewirausahaan (Suryana, 2003).
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil suatu risiko merupakan
salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Dalam situasi risiko dan
ketidakpastian inilah wirausaha (agrotechnopreneur) mengambil
keputusan yang mengandung potensi kegagalan atau keberhasilan. Pilihan
terhadap risiko ini sangat bergantung pada daya tarik setiap alternatif: (1)
siap untuk mengalami kerugian, (2) kemungkinan relatif untuk gagal atau
sukses, (3) kemampuan untuk mengambil risiko ditentukan oleh keyakinan
pada diri sendiri, (4) kesediaan menggunakan kemampuan dalam mencari
peluang, (5) dan kemungkinan untuk memperoleh keuntungan.
Kemampuan menilai situasi risiko secara realistis, serta (6) wirausaha
penuh risiko dan tantangan, seperti persaingan, harga turun naik, barang
tidak laku dan sebagainya.
Namun semua tantangan ini harus dihadapi dengan penuh
perhitungan. Oleh sebab itu, pengambil risiko ditemukan pada orang-orang
yang inovatif dan kreatif yang merupakan bagian terpenting dari perilaku
kewirausahaan. Suryana (2001) mengemukakan ciri-ciri dan watak
wirausahawan (agrotechnopreneurship) yaitu berani mengambil risiko
yaitu berani dan mampu mengambil risiko kerja dan menyukai pekerjaan
yang menantang. Seorang agrotechnopreneur yang berhasil dalam
usahanya bukanlah seorang penjudi yang sukses karena unsur
keberuntungan. Ketika seorang wirausaha memutuskan untuk terjun dalam
suatu usaha, mereka menangani usaha pada pekerjaannya tersebut dengan
penuh perhitungan dan hati-hati. Ia pun menyadari betul bahwa setiap
usaha yang dimulai tidak selalu berhasil dengan baik dalam keberhasilan,
akan tetapi ada kemungkinan berakhir dengan kegagalan. Setiap aspek

2
bisnis selalu berhadapan dengan risiko kegagalan, namun ia harus berani
memulai, dengan perhitungan yang cermat karena kesuksesan tidak akan
pernah tercipta jika usaha tidak pernah dimulai.
Dengan demikian, perilaku pengambilan risiko sebagai suatu ciri
wirausaha (agrotechnopreneur) merupakan perilaku yang berkaitan
dengan perilaku atau karakteristik lainnya. Selain dengan keyakinan pada
dirinya, pengambilan risiko berkaitan juga dengan kreativitas dan inovasi.
Semakin besar keyakinan wirausaha pada dirinya sendiri, semakin besar
kemampuan dirinya untuk mempengaruhi hasil dari keputusan-
keputusannya dan semakin besar kesediaan dia untuk mencoba, berkreasi
dan berinovasi yang dalam pandangan orang lain sebagai berisiko.
Meredith (1996) mengungkapkan bahwa para wirausaha merupakan
pengambil risiko yang sudah diperhitungkan. Mereka bergairah
menghadapi tantangan. Wirausaha menghindari situasi berisiko rendah
karena tidak ada tantangannya dan menjauhi situasi risiko tinggi karena
mereka ingin berhasil. Para wirausaha berperan sebagai pengambil risiko
yang realistik, yaitu suatu situasi yang berisiko dan menantang, tetapi
dapat dicapai. Mereka mendapatkan kepuasan besar dalam melaksanakan
tugas-tugas yang sukar dengan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
mereka.
Dalam peran selaku penanggung risiko juga mengandung pengertian
bahwa seorang wirausaha (agrotechnopreneur) waktu mengambil
keputusan, harus siap menanggung risiko jika dampak dari keputusan yang
diambilnya itu tidak sesuai dengan harapan. Para wirausaha
(agrotechnopreneur), yang berada pada manajemen tingkat puncak dalam
struktur organisasi, mereka bersedia menerima perubahan, mencoba
berbagai alternatif dan mengembangkan inovasi, mengembangkan produk
yang sudah ada, menciptakan produk-produk baru, mengembangkan
teknik-teknik produksi yang inovatif dalam mengejar keuntungan usaha.
Para wirausaha (agrotechnopreneur) yang berani mengambil risiko dan
inovatif ini biasanya menjadi tokoh dalam bisnis. Mereka mempunyai
gagasan-gagasan dan berupaya mengombinasikan sumber-sumber
ekonomi yang ada untuk merealisasikan gagasan mereka.

22
D. Kepemimpinan
Suharyono (2017) menjelaskan bahwa jiwa kepemimpinan,
keteladanan dan kepeloporan selalu dimiliki oleh seorang wirausaha
(agrotechnopreneur) yang sukses. Seorang yang memiliki jiwa
kepemimpinan pada umumnya ingin tampil berbeda, lebih dahulu (lebih
cepat) dan lebih menonjol. Hal inilah yang melandasi mengapa seorang
wirausaha yang memiliki jiwa kepemimpinan akan menggunakan
kemampuan kreativitas dan inovasinya untuk menghasilkan barang dan
jasa dengan lebih cepat dipasarkan dan berbeda dari pesaingnya.
Wirausaha (agrotechnopreneur) seperti inilah yang menganggap
perbedaan sebagai suatu peluang untuk menambah nilai barang dan jasa
yang dihasilkan, sehingga ia akan menjadi leader, baik dalam bidang
produksi maupun pemasaran.
Seorang wirausaha (agrotechnopreneur) yang memiliki jiwa
kepemimpinan selalu ingin mencari peluang, terbuka menerima kritik dan
menjadikan saran sebagai pertimbangan dalam melakukan perbaikan.
Seorang wirausaha yang memiliki leadership ability akan mampu
menggunakan pengaruh tanpa kekuatan (power) dan mengutamakan
strategi mediator dan negosiator dibandingkan cara-cara diktator.
Berdasarkan semangat, perilaku dan kemampuannya dalam kepemimpinan
(leadership ability) maka Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 1995 mengelompokkan kemampuan wirausaha dalam 3 (tiga)
tingkatan, yaitu wirausaha andal, wirausaha tangguh dan wirausaha
unggul.
Suryana (2003) membedakan wirausaha dalam 2 (dua) kelompok,
yaitu administrative entrepreneur dan innovative entrepreneur. Dalam hal
ini administrative entrepreneur adalah wirausaha (agrotechnopreneur)
yang perilaku dan kemampuannya lebih menonjol dalam memobilisasi
sumber daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi output dan
memasarkannya secara efisien, sedangkan innovative entrepreneur adalah
wirausaha (agrotechnopreneur) yang perilaku dan kemampuannya lebih
menonjol dalam bidang kreativitas, inovasi serta menonjol dalam
mengantisipasi dan menghadapi risiko.
Kepemimpinan adalah kemampuan seorang untuk memobilisasi,
menyelaraskan, memimpin kelompok, kemampuan menjelaskan gagasan
sehingga dapat diterima orang lain. Pemimpin penting dalam

2
mempengaruhi

24
perubahan. Pemimpin bertanggung jawab untuk menggerakkan setiap usaha
dan hambatan untuk menjamin kejelasan visi. Pemimpin harus dapat
menciptakan iklim organisasi di mana karyawan merasa bebas tapi penuh
tanggung jawab. Suryana (2006) mengatakan bahwa seorang entrepreneur
(agrotechnopreneur) yang berhasil selalu memiliki kepemimpinan. Ia akan
selalu berusaha untuk memberikan sesuatu yang berbeda dari yang lain,
memiliki jiwa kepeloporan dan keteladanan dengan kemampuan kreatif
dan inovatif. Ia akan selalu memanfaatkan perbedaan dari produk baik
barang ataupun jasa yang dihasilkannya sebagai sesuatu penambah nilai
untuk menjadi unggul dari yang lain. Sehingga seorang entrepreneur atau
agrotechnopreneur yang memiliki karakter kepemimpinan akan memiliki
sifat kepeloporan, keteladanan, dan mampu berpikir menciptakan suatu
perbedaan yang dimiliki dari orang lain.
Meredith et al., (1996) mengungkapkan prestasi total sebuah bisnis
terutama ditentukan oleh sikap dan tindakan sang wirausaha
(agrotechnopreneur). Efektivitas seseorang sebagai pemimpin ditentukan
oleh hasil-hasil yang dicapai wirausaha (agrotechnoprenerur) yang
berhasil merupakan pemimpin yang berhasil, baik yang memimpin sedikit
ataupun banyak karyawan. Dilihat dari hakikat pekerjaannya seorang
wirausaha (agrotechnopreneur) adalah seorang manajer dan sekaligus
pemimpin. Mereka harus mencari peluang-peluang, memulai proyek-
proyek, mengumpulkan dan mengelola sumber-sumber daya yang
dibutuhkan termasuk sumber daya manusia (SDM), menentukan tujuan-
tujuan untuk organisasi, membimbing, dan memimpin mereka untuk
mencapai sasaran organisasi.
Bagi seorang wirausaha (agrotechnopreneur) kemampuan
manajerial dan kepemimpinan diperoleh tidak hanya terbatas dari lembaga
pendidikan formal dan non formal, tetapi diperoleh secara belajar sendiri
dari berbagai sumber dan terutama melalui pengalaman langsung. Dalam
memahami dan menerapkan manajemen dan kepemimpinan, seorang
wirausaha (agrotechnopreneur) tidak hanya cukup mempelajarinya
sebagai suatu ilmu, tetapi dia menerapkannya dengan kiat (seni)-nya
sendiri. Oleh karena itu, penerapan seni atau gaya manajemen dan
kepemimpinan oleh setiap wirausaha (agrotechnopreneur) jelas berbeda
tergantung pada wirausahawan yang melaksanakannya.

2
Salah satu peran penting dari seorang wirausaha (agrotechnopre-
neur) adalah berperan selaku pimpinan. Menurut (Swidggett dalam
Kouzes & Posner, 1987), wirausahawan yang sukses membawa Kollorgen
Corporation di Amerika, salah satu tugas utama wiraswasta
(agrotechnopreneur) dalam perannya sebagai pemimpin adalah to create a
vision. Selaku pemimpin dia akan mengerahkan seluruh sumber daya yang
ada termasuk orang-orang yang bekerja untuk organisasinya ke arah
tertentu. Dalam situasi persaingan yang semakin tajam dan adanya
gelombang perubahan yang semakin unpredictable keharusan memiliki
suatu visi yang jelas merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar.
Melihat kecenderungan sekarang, keharusan memiliki visi dan misi ini
tidak hanya dirasakan oleh lembaga-lembaga bisnis yang profit oriented,
tetapi juga dirasakan oleh organisasi-organisasi pemerintah, rumah sakit,
yayasan dan lembaga pelayanan sosial lainnya serta lembaga pendidikan.

E. Keorisinalan
Meredith (2002) menjelaskan bahwa maksud dari keorisinalan di
sini adalah kreatif dan inovatif. Artinya seorang entrepreneur
(agrotechnopreneur) harus memiliki perspektif atau pandangan ke masa
depan, mampu menciptakan sebuah produk yang baru yang berbeda dari
yang ada saat ini. Selain itu memiliki kecakapan dalam memunculkan ide-
ide baru dalam mendirikan atau menjalankan kegiatan usahanya. Suryana
(2011) lebih menitikberatkan penjelasan keorisinalan pada persoalan
kreatif dan inovatif. Kreatif adalah kemampuan berfikir seseorang untuk
menciptakan suatu hal baru yang berbeda dari yang lainnya, sedangkan
inovatif adalah kemampuan seseorang dalam bertindak menghasilkan
sesuatu yang baru dan berbeda dari yang lain. Artinya seorang
entrepreneur (agrotechnopreneur) yang kreativitasnya tinggi maka ia akan
mampu menciptakan inovasi-inovasi baru dalam upaya merebut
kesempatan atau peluang dari yang lain.
Nilai inovatif, kreatif dan fleksibilitas merupakan unsur-unsur
keorisinalan seseorang wirausaha yang inovatif adalah orang yang kreatif
dan yakin dengan adanya cara-cara baru yang lebih baik. Wirasasmita
(2003) menjelaskan ciri-cirinya sebagai berikut: (1) tidak pernah puas
dengan cara yang di lakukan saat ini, meskipun cara tersebut cukup baik;

26
(2) selalu menuangkan imajinasi dalam pekerjaannya; (3) selalu ingin
tampil berbeda atau memanfaatkan perbedaan. Maksud dari teori di atas
adalah tidak hanya mengikuti orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri
dan terdapat kemampuan untuk melaksanakan sesuatu.

F. Berorientasi ke Masa Depan


Orientasi ke masa depan tentu terkait dengan visi dan misi yang
memiliki pandangan ke masa depan. Artinya seorang entrepreneur
(agrotechnopreneur) harus mempunyai strategi atau langkah-langkah
tertentu untuk rencana kemajuan usahanya dimasa yang akan datang.
Harus dapat menganalisis dan melihat dari berbagai sudut pandang
terhadap usaha yang akan atau sedang dijalaninya, agar dapat mempunyai
gambaran prospek atau kemajuan usahanya di masa depan. Orang yang
berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki perspektif dan
pandangan ke masa depan. Karena memiliki pandangan yang jauh ke masa
depan, maka ia selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya.
Kuncinya adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda dengan yang sudah ada saat ini. Meskipun terdapat risiko
yang mungkin terjadi, ia tetap tabah untuk mencari peluang dan tantangan
demi pembaruan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan membuat
entrepreneur (agrotechnopreneur) tidak cepat puas dengan karsa dan
karya yang sudah ada saat ini. Oleh sebab itu ia selalu mempersiapkannya
dengan mencari peluang. Untuk menghadapi pandangan jauh ke depan,
seorang entrepreneur (agrotechnopreneur) akan menyusun perencanaan
dan strategi yang matang, agar jelas langkah-langkah yang akan
dilaksanakan. Investasi yang dilakukan oleh seorang entrepreneur
(agrotechnopreneur) dapat dipandang sebagai suatu pengorbanan, yaitu
mengorbankan sejumlah konsumsi pada saat ini untuk memperoleh jumlah
konsumsi yang lebih banyak pada waktu yang akan datang.
Dengan demikian, sangatlah masuk akal jika seorang entrepreneur
(agrotechnopreneur) memiliki sikap hidup yang berorientasi pada keadaan
jangka panjang yang lebih baik, tidak untuk mengejar kesenangan jangka
pendek. Dengan wawasan yang berorientasi jauh ke masa depan, seorang
entrepreneur (agrotechnopreneur) mampu menentukan tujuan dan rencana
untuk jangka waktu tertentu, satu, 3, atau 5 tahun ke depan. Dengan

2
kemampuan yang dimilikinya, seorang entrepreneur (agrotechnopreneur)
berupaya mempersiapkan langkah usaha mandirinya secara hati-hati dan
penuh perhitungan, menganalisis prospek usahanya pada masa yang akan
datang, menganalisis keadaan pada masa depan termasuk perubahan-
perubahan yang mungkin terjadi, dan akhirnya menentukan strategi usaha.
Keberhasilan para entrepreneur (agrotechnopreneur) sangat banyak
tergantung pada kemampuannya mengantisipasi apa yang akan terjadi di
masa depan dan mengembangkan pokok-pokok strategi yang akan
ditempuh oleh perusahaannya sesuai dengan antisipasi keadaan masa
depan tersebut. Perubahan struktur pasar, perilaku konsumen,
kebijaksanaan pemerintah, keadaan ekonomi, dan kondisi persaingan
merupakan contoh dari sekian banyak faktor yang harus dipahami dan
dianalisis sedini mungkin jika seorang entrepreneur (agrotechnopreneur)
ingin tetap menjaga kesinambungan usahanya. Menurut (Bygrave, 1994;
Polindi, 2019) bahwa karakter entrepreneur (agrotechnopreneur) yang
berhasil memiliki sifat- sifat sebagai berikut: Pertama, dreams (impian).
Seorang entrepreneur (agrotechnopreneur) harus mempunyai impian dan
visi tentang bagaimana keinginannya terhadap kemajuan usahanya dapat
terwujud.
Kedua, decivenees (ketegasan). Seorang entrepreneur
(agrotechnopreneur) adalah orang yang mampu mengambil keputusan
cepat dengan penuh perhitungan dan pertimbangan yang matang, karena
ini merupakan kunci dari kesuksesan usahanya. Sehingga seorang
entrepreneur (agrotechnopreneur) adalah orang yang tidak menyukai
bekerja lambat. Ketiga, doer (bertindak). Seorang entrepreneur
(agrotechnopreneur) begitu mengambil sebuah keputusan, langsung
ditindaklanjuti, dan tidak mau menunda-nunda kesempatan yang dapat
dimanfaatkan. Keempat, determination (kemantapan hati untuk maju).
Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, dan tidak mudah menyerah
dalam menghadapi masalah sesulit apapun. Kelima, dedication (dedikasi).
Memiliki dedikasi yang tinggi terhadap usaha yang dijalaninya, sehingga
tidak jarang seorang entrepreneur kadang lebih mementingkan usahanya
dibandingkan keluarganya.
Keenam, devotion (kesetiaan). Sangat senang dan mencintai segala
hal yang terdapat dalam usaha (bisnis) yang dijalaninya. Ketujuh, details
(teliti). Sangat memperhatikan faktor kritis yang terperinci dan tidak

28
mengabaikan hal-hal kecil yang dapat menghambat keberlangsungan
usahanya. Kedelapan, destiny (takdir). Bertanggung jawab terhadap tujuan
yang hendak di capai, serta tidak bergantung kepada orang lain dan memiliki
kebebasan. Kesembilan, dollars. Artinya uang bukanlah motivasinya, tetapi
uang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan kinerjanya dalam
menjalankan usahanya. Kesepuluh, distribute (pembagian). Seorang
entrepreneur (agrotechnopreneur) akan bersedia membagikan kepemilikan
usahanya terhadap orang lain yang dipercaya dan mau diajak kerja sama
untuk meraih kesuksesan dalam menjalankan usahanya.

Latihan Soal 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Widia dkk. (2011) mengemukakan bahwa profil agrotechnopreneur
dicirikan oleh pribadi yang memiliki
A. 10 karakter
B. 8 karakter
C. 9 karakter
D. 11 karakter
2. Menurut Meredith (2005) ciri-ciri dan karakteristik seorang
wirausahawan atau agrotechnopreneur, kecuali
A. Percaya diri, berorientasi tugas dan hasil
B. Pengambilan risiko dan kepemimpinan
C. Menggunakan segala cara untuk meraup keuntungan
D. Keorisinalan dan berorientasi ke masa depan
3. Percaya diri merupakan salah satu ciri yang harus dimiliki oleh
seorang agrotechnopreneur dengan karakter, kecuali
A. Kepercayaan (keteguhan)
B. Optimisme
C. Ketidaktergantungan
D. Pasrah
4. Seorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil adalah orang
yang selalu mengutamakan nilai-nilai, kecuali
A. Motif berprestasi, berorientasi pada laba
B. Ketekunan, ketabahan, dan tekad kerja keras
C. Mempunyai dorongan kuat, energik dan berinisiatif

2
D. Bersabar dan tawakal
5. Pilihan terhadap alternatif risiko yang diambil tergantung pada
A. 5 faktor
B. 3 faktor
C. 4 faktor
D. 6 faktor
6. Selain itu, kemampuan untuk melakukan pilihan terhadap risiko
yang diambil tergantung pada, kecuali.......
A. Keyakinan pada diri sendiri
B. Kesediaan untuk mencari peluang dan keuntungan
C. Kemampuan untuk menilai situasi risiko
D. Situasi dan kondisi risiko
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995
mengelompokkan wirausaha dalam
A. 3 tingkatan
B. 6 tingkatan
C. 5 tingkatan
D. 4 tingkatan
8. Menurut Polindi (2019) bahwa karakter entrepreneur
(agrotechnopreneur) yang berhasil memiliki
A. 11 sifat
B. 9 sifat
C. 10 sifat
D. 8 sifat
9. Kepemimpinan merupakan salah satu ciri yang harus dimiliki oleh
seorang agrotechnopreneur dengan karakter, kecuali......
A. Menanggapi saran dan kritik
B. Mengenyampingkan saran dan kritik
C. Dapat bergaul dengan orang lain
D. Mampu memimpin
10. Nilai inovatif, kreatif, dan fleksibilitas merupakan unsur-unsur
keorisinalan seseorang agrotechnopreneur dengan ciri-ciri,
kecuali.......
A. Merasa puas dengan apa yang sudah diraih
B. Selalu menuangkan imajinasi

30
C. Selalu ingin tampil beda
D. Tidak pernah puas

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan Jumlah soal × 100%

Nilai Tingkat Penguasaan 90-100% = Baik sekali


80-89% = Baik
70-79% = Cukup
60-69% = Kurang
≤ 59% = Sangat kurang

Latihan Soal 2
ESSAY
1. Jelaskan pengertian karakter menurut pendapat Baharuddin (2009)!
2. Sebutkan 5 ciri seorang wirausaha atau agrotechnopreneur menurut
Meredith (2005)!
3. Jelaskan pemahaman Anda terkait konsep bahwa seorang wirausaha
(agrotechnopreneur) harus percaya diri, berorientasi tugas dan
hasil!
4. Jelaskan kenapa seorang wirausaha (agrotechnopreneur) harus
memiliki jiwa kepemimpinan dan keorisinalan!
5. Jelaskan apa yang dimaksud bahwa seorang wirausaha
(agrotechnopreneur) harus berorientasi ke masa depan!

Rubrik Penilaian

Aspek Bobot (% )
1. Pengertian karakter 20
2. Lima ciri seorang agrotechnopreneur 20
3. Percaya diri, berorientasi tugas dan hasil 20
4. Jiwa kepemimpinan dan keorisinalan 20
5. Berorientasi ke masa depan 20

3
BAB 3
KOMPETENSI PENGUASAAN TEKNOLOGI BIDANG
AGROTECHNOPRENEURSHIP

Tujuan Instruksional Umum:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu menguasai dan menerapkan teknologi di bidang perbenihan d

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu dan dapat:
Menjelaskan dan merumuskan penerapan teknologi di bidang perbenihan dan pembibitan, pengelolaan serta pemeliharaan
Menjelaskan dan merumuskan penerapan teknologi pemanfaatan lahan, penanganan pasca panen, dan pengolahan hasil p

32
Untuk menjadi seorang agrotechnopreneur andal harus memiliki
beberapa kompetensi dalam bidang teknologi agribisnis dan agroindustri,
mulai dari hulu sampai ke hilir yang meliputi; (1) teknologi perbenihan
dan pembibitan, (2) teknologi pengelolaan dan pemeliharaan tanaman, (3)
teknologi pemanfaatan lahan dan alat, serta (4) teknologi pascapanen dan
pengolahan hasil pertanian.

A. Teknologi Perbenihan dan Pembibitan


Budiastutik dkk. (2010) menjelaskan bahwa potensi dalam negeri
untuk industri perbenihan dan pembibitan cukup besar, mengingat banyak
penangkar andalan yang mampu berkembang menjadi industri perbenihan/
pembibitan swasta nasional yang utuh. Salah satu contoh adalah pada
tahun 1984 Indonesia bisa swasembada beras, karena pada saat itu
perkembangan teknologi perbenihan kita yang berkembang dan bisa
bersaing. Setidaknya saat itu bidang peternakan, pengembangan ikan
mujair dan domba Garut juga menjadi contoh bahwa Indonesia pernah
berhasil unggul di bidang pembibitan.
1. Perbenihan/Pembibitan Konvensional
Mengingat begitu pentingnya masalah perbenihan dan atau
pembibitan, maka pemerintah turut campur tangan dalam bidang
perbenihan sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman,
yang di dalamnya ada pengaturan masalah benih, maka peranan benih/bibit
tanaman memperoleh perhatian lebih besar. Seperti diketahui bahwa benih
adalah cikal bakal dari suatu kehidupan tanaman, sehingga merupakan
penentu keberhasilan suatu usaha pertanaman (Sudjindro, 2009).
Mugnisjah (2016) menjelaskan bahwa benih merupakan salah satu
masukan penting dalam kegiatan budidaya tanaman. Pentingnya program
perbenihan dikembangkan di Indonesia mengingat perannya yang penting
dalam program pengembangan pertanian pada umumnya. Selanjutnya
Mugnisjah (2016) mengungkapkan bahwa penggunaan benih yang
bermutu merupakan salah satu upaya dalam produksi tanaman.
Penggunaan benih unggul dalam konsep Panca Usahatani dan penggunaan
benih unggul bermutu dalam konsep Sapta Usaha Pertanian menunjukkan
peran benih tidak dapat diabaikan dalam peningkatan produksi pertanian.

3
Benih bermutu tinggi dihasilkan melalui proses budidaya
„pertanaman benih‟ (seed crop), pengolahan benih, penyimpanan benih,
dan distribusinya yang memperhatikan masalah mutu tersebut. Dengan
mengingat bahwa kualifikasi mutu benih hanya dapat diketahui setelah
benih tersebut diuji oleh Bidang Teknologi Benih (Seed Technology)
menjadi sangat berperan dalam proses produksi benih yang bermutu tinggi.
Untuk mencapai hal tersebut, dukungan dari Ilmu Benih (Seed Science),
sangat penting agar teknologi produksi benih bermutu dapat terus
berkembang. Sehingga walaupun orientasi teknologi benih adalah petani,
namun kepentingan para produsen, pedagang, dan distributor tidak bisa
dikesampingkan (Mugnisjah, 2016).

2. Sistem Kultur Jaringan


Basri (2016) menambahkan salah satu teknologi perbanyakan bibit
tanaman dengan penerapan bioteknologi tanaman adalah budidaya jaringan
tanaman secara in vitro yang memiliki kesejajaran dengan budidaya
tanaman secara konvensional. Kultur jaringan tanaman diusahakan untuk
menanam eksplan berupa bagian tanaman, jaringan sel, sub seluler secara
in vitro untuk tujuan tertentu. Teknik kultur jaringan adalah suatu teknik
untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan
dan organ yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-
bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman yang utuh lagi.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan ialah perbanyakan tanaman
menggunakan bagian vegetatif tanaman pada media buatan yang dilakukan
pada tempat steril. Metode kultur jaringan dapat menghasilkan bibit dalam
jumlah yang banyak tanpa memerlukan jumlah induk yang banyak dan
waktu yang relatif singkat. Aplikasi teknik kultur jaringan bertujuan untuk
eliminasi suatu penyakit atau produksi bibit bebas penyakit, kelestarian
plasma nutfah, memperoleh varietas unggul dan produksi senyawa
metabolit sekunder. Oleh karena itu, teknik kultur jaringan sangat penting
di terapkan dalam perbanyakan tanaman baik untuk tanaman pertanian
maupun tanaman perkebunan. Namun kultur jaringan dalam
pelaksanaannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat keberhasilannya. Faktor-faktor tersebut berperan penting dalam

34
mendukung pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Sedangkan faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik kultur in vitro, antara lain;
sumber bahan tanam yang digunakan sebagai eksplan, genotipe tanaman,
lingkungan tumbuh eksplan, unsur-unsur hara yang diperlukan bagi
pertumbuhan eksplan, dan pelaksanaan kerja.
Menurut Nofrianinda dkk. (2017) salah satu faktor penentu
keberhasilan pelaksanaan kerja kultur jaringan adalah pemberian nutrisi
dalam jumlah dan perbandingan yang benar pada medium kultur. Medium
yang dipergunakan pada kultur in vitro tumbuhan ada bermacam-macam.
Pemilihan medium tergantung pada jenis tanaman yang digunakan, selera,
tujuan serta pertimbangan masing-masing peneliti dan atau wirausahanya.
Sedangkan Sudjindro (2009) mengungkapkan bahwa produksi dan
distribusi benih merupakan hal utama dalam konsep sistem perbenihan.
Sebab teknologi perbenihan dan pembibitan merupakan komponen dari
suatu sistem perbenihan dan pembibitan. Sistem perbenihan maupun
pembi- bitan memiliki subsistem mikro dan subsistem makro. Subsistem
mikro lebih bersifat teknis di lapangan produksi, sedangkan subsistem
makro lebih berwawasan pada kebijakan dan hubungannya dengan di luar
industri perbe- nihan. Selanjutnya Sudjindro (2009) menjelaskan wawasan
subsistem makro meliputi subsistem sektoral, infrastruktural, komoditas,
dan keplasmanut- faan. Sementara subsistem mikro meliputi subsistem
produksi di lapangan, pengolahan, penyimpanan, analisis mutu,
penanganan, dan pemasarannya.

B. Teknologi Pengelolaan dan Pemeliharaan Tanaman


Berdasarkan hasil penelitian mega proyek Reversing Trend of
Declining Productivity sejak 1995 yang dilakukan IRRI dan beberapa
penelitian lainnya, sejak awal tahun 2000 Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi (BB Padi) mulai mengubah strategi penelitian melalui pendekatan
holistik dengan fokus sumber daya (Maintang, 2012). Tujuannya adalah
mendorong produktivitas tanpa merusak potensi produksi dalam jangka
panjang. Strategi tersebut dijabarkan dalam Pengelolaan Tanaman (dan
Sumber Daya) Terpadu atau PTT. Menurut Maintang (2012) pendekatan
PTT bersifat partisipatif, spesifik lokasi, terpadu, sinergis, dan dinamis.
Efek sinergis di antara komponen teknologi dalam PTT mampu
memberikan hasil yang tinggi.

3
Menurut Idham dkk. (2019) pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
adalah pendekatan dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme
pengganggu tanaman (OPT) dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan
dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan kelestarian
lingkungan. PTT dirancang berdasarkan pengalaman implementasi
berbagai sistem intensifikasi pertanian yang pernah dikembangkan di
Indonesia. Selanjutnya Idham dkk. (2019) menjelaskan bahwa prinsip PTT
mencakup empat unsur yaitu integrasi, interaksi, dinamis dan partisipatif.
Pertama, integrasi. Dalam implementasinya adalah mengintegrasikan
sumber daya lahan, air, tanaman, OPT dan iklim untuk mampu
meningkatkan produktivitas.
Kedua, interaksi berlandaskan pada hubungan sinergis interaksi
antara dua atau lebih komponen teknologi produksi. Ketiga, bersifat
dinamis karena selalu mengikuti perkembangan teknologi dan
penerapannya disesuaikan dengan keinginan dan pilihan petani. Keempat,
partisipatif dengan membuka ruang bagi petani untuk memilih,
mempraktikkan dan bahkan memberikan saran kepada penyuluh untuk
menyempurnakan PTT serta menyampaikan pengetahuan yang dimiliki
kepada petani lainnya. Hasil penelitian dan pengkajian oleh delapan BPTP
(2001–2002) menunjukkan produktivitas padi pada areal sawah di mana
model PTT diterapkan berkisar 5,1–8,5 ton/ha, lebih tinggi dibanding hasil
intensifikasi yang dilakukan petani pada umumnya, yang berkisar antara
3,7–8,1 ton/ha. Sedangkan input yang diberikan pada pertanaman PTT
lebih rendah dari input yang diberikan petani non-PTT dengan R/C ratio
berkisar antara 1,4–2,9 (Maintang, 2012).
Selanjutnya Maintang (2012) menjelaskan bahwa penerapan PTT
didasarkan pada lima prinsip utama. Pertama, PTT merupakan pendekatan
pengelolaan sumber daya tanaman, lahan, dan air secara terpadu. Kedua,
PTT bersifat spesifik lokasi sehingga penerapan komponen teknologi tidak
berlaku secara umum. Ketiga, berlandaskan hubungan sinergis antara dua
atau lebih teknologi produksi. Keempat, PTT bersifat dinamis sehingga
terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Kelima, PTT bersifat
partisipatif dengan membuka ruang lebar bagi petani untuk memilih,
mempraktikkan, memberikan saran, dan menyampaikan pengetahuan yang
dimilikinya kepada petani lain.

36
Menurut sifatnya, Maintang (2012) mengungkapkan komponen
teknologi PTT dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu; (a) komponen
teknologi dasar (compulsory), yaitu komponen teknologi yang relatif dapat
berlaku umum untuk wilayah yang luas, dan (b) komponen teknologi
pilihan yaitu teknologi yang bersifat lebih spesifik lokasi. Maintang (2012)
mencontohkan strategi penerapan PTT pada budidaya padi dengan
memberikan kiat-kiat sebagai berikut: Pertama, komponen teknologi
(pengelolaan sumber daya tanaman, lahan, dan air) dirakit dalam satu
paket sehingga efek secara kumulatif lebih besar dari efek secara
individual. Kedua, agar tercapai sinergisme yang besar antarkomponen
dan antarpaket teknologi harus ada interaksi positif dengan lingkungan
tumbuh padi. Ketiga, keberlanjutan adopsi teknologi dalam rangka
meningkatkan produktivitas dan pendapatan, rekomendasi teknologi dan
pengembangannya harus memperhatikan modal usaha tani, potensi sumber
daya dan akses ke pasar, dan Keempat, keberhasilan pengembangan PTT
pada tingkat regional harus memperhatikan potensi sumber daya alam dan
kesesuaiannya, infrastruktur, dan kondisi sosial-ekonomi petani.
Sedangkan Sudaryanto (2007) mencontohkan penerapan PTT pada
budidaya kedelai, dinyatakan bahwa secara teknis, filosofis, dan praktis,
inovasi rekayasa teknologi PTT kedelai mengandung empat pengertian
yaitu; Pertama, perbaikan. Kedua, pembaharuan (Innovation), Ketiga,
kreasi rancangan teknologi (creation of technological design), dan
Keempat, pengaturan kombinasi komponen teknologi untuk budidaya
tanaman kedelai agar lebih efektif dan efisien.

C. Teknologi Pemanfaatan Lahan dan Alat


Pembangunan pemukiman yang begitu pesat menyebabkan
berkurangnya areal lahan untuk pertanian. Di samping itu beberapa sektor
agribisnis juga tampak mulai terpinggirkan. Sementara itu kebutuhan
pangan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Maka
dengan lahan terbatas sekalipun produktivitas hasil pertanian harus tetap
ditingkatkan secara signifikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi memungkinkan dilakukannya budidaya tanaman terbatas
(Hendra, 2015).

3
Menurut Tando (2019) semakin langkanya sumber daya lahan,
terutama akibat perkembangan sektor industri dan jasa, sehingga kegiatan
usaha pertanian konvensional semakin tidak kompetitif karena tingginya
harga lahan. Sementara Suharto dkk. (2018) menyatakan bahwa
peningkatan produktivitas dengan budidaya konvensional semakin sulit
dilakukan karena luas lahan di dataran tinggi yang semakin terbatas,
kondisi kesuburan tanah yang menurun, dan rentan terhadap erosi tanah.
Di samping itu saat ini marak adanya alih fungsi lahan dari lahan pertanian
produktif menjadi lahan terbangun. Alih fungsi lahan menjadi lahan
terbangun menyebabkan berkurangnya lahan pertanian produktif (Waluyo
dkk., 2021).
Roidah (2014) menjelaskan jangankan di kota-kota besar, dilingkup
sentra pertanian saja alih fungsi lahan menjadi pemukiman sudah tidak
dapat terelakkan lagi. Sehingga sistem hidroponik dan akuaponik menjadi
alternatif yang paling tepat untuk model yang dapat digunakan para
agrotechnopreneur sebagai solusi yang patut dipertimbangkan untuk
mengatasi masalah kebutuhan pangan di Indonesia.
1. Teknologi Greenhouse
Baik sistem hidroponik maupun akuaponik sebaiknya
dikembangkan dengan mengaplikasikan teknologi greenhouse (rumah
kaca) untuk menjaga supaya pertumbuhan tanaman secara optimal dan
benar-benar terlindung dari pengaruh unsur luar seperti hujan, hama
penyakit, iklim dan lain-lain. Greenhouse atau dikenal dengan rumah kaca,
dimanfaatkan dalam budidaya tanaman hortikultura seperti sayuran dan
tanaman hias.
Teknologi greenhouse dikembangkan pertama kali dan umum
digunakan di kawasan yang beriklim subtropik. Penggunaan teknologi
greenhouse terutama ditujukan untuk melindungi tanaman dari suhu udara
yang terlalu rendah pada musim dingin. Menurut Tando (2019)
greenhouse merupakan sebuah bangunan konstruksi dengan atap tembus
cahaya yang berfungsi memanipulasi kondisi lingkungan agar tanaman di
dalamnya dapat berkembang optimal. Manipulasi lingkungan ini dilakukan
dalam dua hal, yaitu menghindari kondisi lingkungan yang tidak
dikehendaki dan memunculkan kondisi lingkungan yang dikehendaki.

38
Greenhouse untuk daerah tropis sangat memungkinkan dan
mempunyai banyak keuntungan dalam produksi dan budidaya tanaman.
Produksi dapat dilaksanakan sepanjang tahun, di mana produksi dalam
lahan terbuka tidak memungkinkan karena adanya hujan yang sering dan
angin yang kencang. Struktur greenhouse di daerah tropis sering
menggunakan sisinya untuk melindungi dan mengontrol suhu dengan
menggunakan ventilasi alamiah maupun terkontrol dengan dilapisi jala
(screens) yang mampu mengurangi serangan serangga dan hama.
Selanjutnya Budiyanto dkk. (2019) mengungkapkan bahwa rumah
plastik greenhouse diperlukan untuk budidaya tanaman hidroponik
maupun akuaponik . Fungsi rumah plastik adalah sebagai pengatur radiasi
matahari yang memasuki greenhouse, selain itu juga berfungsi sebagai
pengaman tanaman dari serangan serangga dan burung. Demikian juga
disampaikan Fitriawan dkk. (2018) bahwa greenhouse merupakan tempat
dengan struktur dinding dan atap terbuat dari bahan transparan, seperti
plastik atau kaca, dengan iklim yang dapat dikendalikan untuk tanaman
tumbuh dan berkembang.
Tando (2019) menambahkan beberapa kelebihan pemanfaatan
greenhouse dalam budidaya tanaman yaitu: Pertama, hasil produksi
meningkat. Seiring dengan berjalannya pengawasan (kontrol) tanaman
yang dibudidayakan dalam greenhouse, misalnya saat kekurangan unsur
hara, dapat segera dilakukan penambahan unsur hara dan mampu
meningkatkan produksi. Kedua, kualitas produksi jauh lebih baik . Karena
pemberian nutrisi maupun perawatan tanaman secara berkala dan kontinu
akan menghindarkan tanaman dari sinar ultraviolet, kelebihan suhu, atau
polutan. Sehingga akan memberikan dampak positif pada peningkatan
kualitas produksi tanaman.
Ketiga, mengurangi penggunaan pestisida. Karena terpasangnya
insec-screens pada dinding greenhouse sehingga mampu menghalangi
masuknya beberapa hama penting tanaman, seperti kutu loncat ataupun
kutu daun. Keempat, sebagai sarana agrowisata. Karena pada beberapa
jenis greenhouse dapat dimanfaatkan sebagai lahan bisnis agrowisata
melalui budidaya berbagai tanaman langka, seperti tanaman anggrek, buah
dan beberapa tanaman lainnya. Sedangkan Sebayang (2014) menjelaskan
keuntungan yang dapat diperoleh dari teknik budidaya sayuran di dalam

3
greenhouse antara lain adalah pertumbuhan tanaman terkontrol, produksi
tidak tergantung musim, serta harga jual komoditi lebih tinggi
dibandingkan dengan harga jual komoditi yang dibudidayakan secara
tradisional di lahan terbuka.

2. Sistem Hidroponik
Teknologi budidaya pertanian dengan sistem hidroponik diharapkan
menjadi salah satu alternatif masyarakat yang mempunyai lahan terbatas
atau pekarangan, sehingga dapat dijadikan sebagai sesuatu yang berguna
(Roidah, 2014). Hydroponic secara harfiah berarti hydro = air, dan phonic
= pengerjaan. Sehingga secara umum berarti sistem budidaya pertanian
tanpa menggunakan tanah, tetapi menggunakan air yang berisi larutan
nutrien.
Menurut Suharto dkk. (2016) sistem hidroponik yang dirancang
merupakan kombinasi dari tiga sistem dasar hidroponik , yaitu sistem
irigasi tetes (drip imigation system), sistem sumbu (wick ), dan sistem NFT
(nutrient film technique). Sistem hidroponik terdiri dari beberapa
komponen, yaitu tangki nutrisi, pompa celup, pipa penyalur nutrisi, bedeng
tanaman, dan ember penampung nutrisi. Dalam satu sistem terdapat empat
bedeng tanaman. Pada setiap bedeng tanaman terdapat sepuluh lubang
tanam dengan jarak 30 x 80 cm. Media tanam menggunakan rocwool dan
diberi sumbu untuk membantu penyerapan nutrisi.
Roidah (2014) menjelaskan bahwa sistem dari tanaman hidroponik
ini adalah sebagai berikut: Pertama, memberikan bahan makanan dalam
larutan mineral atau nutrisi yang diperlukan tanaman dengan cara siram
atau diteteskan. Kedua, melalui teknik ini dapat dipelihara lebih banyak
tanaman dalam satuan ruang yang lebih sempit. Bahkan, tanpa media tanah
dapat dipelihara sejumlah tanaman lebih produktif. Ketiga, sistem dari
tanaman hidroponik ini harus bebas pestisida sehinga tidak ada serangga
hama dan penyakit. Keempat, aeroponik adalah modifikasi hidroponik
terbaru, yaitu tanaman diletakkan di atas styrofoam hingga akarnya
menggantung.
Selanjutnya Tando (2019) memaparkan beberapa keunggulan dari
budidaya dengan menggunakan sistem hidroponik , antara lain: Pertama,
kepadatan tanaman per satuan luas dapat dilipat gandakan sehingga

40
menghemat penggunaan lahan. Kedua, mutu produk seperti bentuk,
ukuran, rasa, warna, dan kebersihan dapat dijamin karena kebutuhan
nutrien tanaman dipasok secara terkendali di dalam rumah kaca. Ketiga,
tidak tergantung musim (waktu) tanam dan panen, sehingga dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan pasar.
Sedangkan keuntungan sistem hidroponik adalah; (1) keberhasilan
tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin, (2) perawatan lebih
praktis dan gangguan hama lebih terkontrol, (3) pemakaian pupuk lebih
hemat (efisien), (4) tanaman yang mati lebih mudah diganti dengan
tanaman baru, (5) tidak membutuhkan banyak tenaga kasar karena metode
kerja lebih hemat dan memiliki standarisasi, (6) tanaman dapat tumbuh
lebih pesat dan dengan keadaan yang tidak kotor dan rusak, (7) hasil
produksi lebih kontinu dan lebih tinggi dibanding dengan penanaman di
tanah, (8) harga jual hidroponik lebih tinggi dari produk non-hidroponik ,
(9) beberapa jenis tanaman dapat dibudidayakan di luar musim, (10) tidak
ada risiko kebanjiran, erosi, kekeringan, atau ketergantungan dengan
kondisi alam, dan (11) tanaman hidroponik dapat dilakukan pada lahan
atau ruang yang terbatas, misalnya di atap, dapur, atau garasi.

3. Sistem Akuaponik
Salah satu cara yang bisa digunakan dalam pemanfaatan lahan
(pekarangan) adalah teknologi budidaya tanaman dengan sistem akuaponik
(Yudasmara dkk., 2020). Teknologi akuaponik selama ini dikenal sebagai
alternatif teknologi budidaya tanaman di lahan sempit. Akuaponik
merupakan kombinasi sistem akuakultur dan budidaya tanaman tanpa
harus menggunakan tanah sebagai media tanam tanaman. Teknologi
akuaponik merupakan perpaduan usaha antara budidaya ikan dan bertanam
sayuran. Hanya saja perolehan nutrisi sayuran lebih ditekankan pada
pemanfaatan sumber air dari budidaya ikan, karena pada air sisa kotoran
dan pakan ikan dapat menjadi bahan nutrisi bagi sayuran. Sehingga dengan
sistem ini dapat menghemat tempat, air, bahkan biaya dan tentunya lebih
sehat dengan memaksimalkan produk organik (Sulistyo dkk., 2016).
Mutiara dkk. (2018) menyatakan bahwa adanya teknologi akuaponik
ini para petani ataupun warga masyarakat dapat memanen hasilnya
sekaligus dengan memanfaatkan ruang dan fasilitas-fasilitas yang disajikan

4
dalam teknologi ini, terutama dalam penggunaan air bersih, yang mana
dalam satu kali pengairan air ke objek tanaman dan ikan tersebut
berlangsung secara bersama-sama, sehingga dapat menghemat waktu,
tenaga dan biaya. Menurut Mutiara dkk. (2018) pada sistem akuaponik ini
tanaman memanfaatkan unsur hara yang berasal dari kotoran ikan yang
apabila dibiarkan di dalam kolam akan menjadi racun bagi ikan. Lalu
tanaman akan berfungsi sebagai filter biologis yang akan mengurai zat
racun tersebut menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan dan suplai
oksigen pada air yang digunakan untuk memelihara ikan.
Menurut Nugroho dkk. (2012) teknologi akuaponik telah dilakukan
di negara-negara maju, khususnya yang memiliki keterbatasan lahan untuk
mengoptimalkan produktivitas biota perairan. Prinsip dasar yang
bermanfaat bagi budidaya perairan adalah sisa pakan dan kotoran ikan
yang berpotensi memperburuk kualitas air, akan dimanfaatkan sebagai
pupuk bagi tanaman air. Pemanfaatan tersebut melalui sistem resirkulasi
air kolam yang disalurkan ke media tanaman, yang secara mutualistis juga
menyaring air tersebut sehingga saat kembali ke kolam menjadi „bersih‟
dari unsur ammonia dan mempunyai kondisi yang lebih layak untuk
budidaya ikan.
Yudasmara dkk. (2020) menjelaskan secara sederhana bahwa
akuaponik dapat digambarkan sebagai penggabungan antara sistem
budidaya akuakultur (budidaya ikan) dengan hidroponik (budidaya
tanaman sayuran tanpa media tanah). Sistem ini mengadopsi sistem
ekologi pada lingkungan alamiah, di mana terdapat hubungan simbiosis
mutualisme antara ikan dan tanaman. Jenis ikan yang akan dibudidayakan
tergantung pada iklim lokal dan jenis yang tersedia di pasaran, tetapi yang
paling sering digunakan yaitu ikan lele, nila, patin, dan lain-lain.
Jika dibandingkan dengan budidaya pertanian secara konvensional,
sistem akuaponik memiliki beberapa kelebihan, di antaranya; dapat
diterapkan di pekarangan sempit, tidak memerlukan media tanam, pupuk,
penyiraman, hemat air, sehat, memiliki nilai estetika tinggi, dan bebas
kontaminan. Jadi, akuaponik sangat prospektif untuk dikembangkan di
tempat di mana air dan tanahnya langka serta mahal, seperti di wilayah
perkotaan, di daerah kering, padang pasir, serta di pulau-pulau kecil
(BPTP, 2016).

42
D. Teknologi Pascapanen dan Pengolahan Hasil Pertanian
Pertanian modern yang berwawasan agribisnis dikembangkan dan
dibangun dari pertanian tradisional melalui proses modernisasi. Pada
prinsipnya, modernisasi menuntut terjadinya perubahan dan pembaharuan
sistem nilai dan budaya. Modernisasi berarti melakukan reformasi terhadap
norma dan budaya yang tidak sesuai lagi dengan perubahan zaman, kurang
produktif, kurang efisien dan tidak memiliki daya saing. Perubahan
tersebut perlu waktu, harus terjadi dalam lingkup integral dan tidak hanya
mencakup aspek-aspek teknis, ekonomi, politik, melainkan juga aspek
sosio-kultural (Handaka, 2002).
Dari telaah tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan
terdesentralisasi adalah merupakan sektor pertanian modern yang dibangun
dari modernisasi usaha tani tradisional. Oleh karena itu, produktivitas,
efisien, mutu, nilai tambah, ramah lingkungan, dengan aspek-aspek
keseimbangan dalam pembangunan wilayah, serta pemanfaatan
keunggulan sumber daya lokal, dan inovasi teknologi yang terus menerus
adalah merupakan keharusan. Dan dua hal mendasar yang menjadi pokok
perhatian dalam pengembangan industri pertanian modern adalah
penerapan teknologi pascapanen dan teknologi pengolahan hasil pertanian,
baik industri kecil, menengah, dan besar.
1. Penerapan Teknologi Pascapanen
Dalam bidang pertanian istilah pascapanen diartikan sebagai
berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian
setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah
tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut pasca produksi (post-
production) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu
pascapanen (post-harvest) dan pengolahan (processing). Penanganan
pascapanen (post-harvest) sering juga disebut sebagai pengolahan primer
(primary processing) yang merupakan istilah yang digunakan untuk semua
perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi „segar‟
atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut
tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, di dalamnya
termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi (Mutiarawati,
2007).

4
Sedangkan pengolahan sekunder (secondary processing) merupakan
tindakan yang mengubah hasil pertanian ke kondisi lain atau bentuk lain
dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan
yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain. Termasuk pengolahan
hasil pertanian (agroindustri) dan industri pengolahan lainnya. Sementara
tujuan dari penanganan pascapanen adalah agar hasil pertanian tersebut
dalam kondisi baik dan sesuai untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk
bahan baku pengolahan lebih lanjut.
Mutiarawati (2007) menguraikan bahwa perlakuan (prosedur) dari
penanganan pascapanen berbeda untuk berbagai bidang kajian, antara lain:
Pertama, penanganan pascapanen pada komoditas perkebunan yang di
tanam dalam skala luas seperti kopi, kelapa sawit, kakao, teh, tembakau
dsb, sering disebut pengolahan primer. Bertujuan menyiapkan hasil
pertanian untuk industri pengolahan, dan perlakuannya bisa berupa
pelayuan, penjemuran, pengupasan, pencucian, fermentasi dsb. Kedua,
penanganan pascapanen pada produksi benih. Bertujuan untuk
mendapatkan benih yang baik dan mempertahankan daya kecambah benih
serta vigor-nya sampai waktu penanaman. Teknologi benih meliputi
pemilihan buah, pengambilan biji, pembersihan, penjemuran, sortasi,
pengemasan, penyimpanan dsb.
Ketiga, penanganan pascapanen pada komoditas tanaman pangan,
yang berupa biji-bijian (cereal or grains), ubi-ubian dan kacang-kacangan
yang umumnya dapat tahan agak lama disimpan. Bertujuan untuk
mempertahankan komoditas yang telah dipanen dalam kondisi baik serta
layak dan tetap enak di konsumsi. Penanganannya dapat berupa pemipilan,
perontokan, pengupasan, pembersihan, pengeringan (curing or drying),
pengemasan, penyimpanan, pencegahan serangan hama dan penyakit, dsb.
Keempat, penanganan pascapanen hasil hortikultura, yang umumnya
di konsumsi segar dan mudah rusak (perishable). Bertujuan untuk
mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan
yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas,
pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi
berwarna hijau (greening), terlalu matang, dsb. Perlakuannya dapat berupa
pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading,
pengemasan,

44
penyimpanan dingin, pelilinan, dsb. Adapun hubungan antara berbagai
bidang kajian dalam pascapanen terlihat pada Gambar 3.

Teknologi Pascapanen

Primary Processing Secondary Processing

Penanganan Pasca Panen Pengolahan Pengolahan


Pangan Industri

Pengolahan
Primer Hasil Teknologi
Segar Kering Perkebunan Benih

Buah- buahanan, Sayuran,


Sereal &Tan. Hias & Rempah, Tan. Obat, Ubi
Kacang-
kacangan Kopi, Kelapa Sawit,
SemuaTeh, Kakao, Penghasil
Tanaman
Lada Benih

Gambar 3. Hubungan Berbagai Bidang Kajian dalam Pascapanen Hasil Pertanian


(Bautista, 1990; Mutiarawati, 2007).

Selanjutnya, penanganan pascapanen yang baik akan menekan


kehilangan hasil (losses), baik dalam kualitas maupun kuantitas, yaitu
mulai dari penurunan kualitas sampai komoditas tersebut tidak layak di
jual di pasar (not marketable) atau tidak layak di konsumsi. Untuk
menekan tingkat kehilangan hasil tersebut perlu diketahui; (1) sifat biologi
hasil pertanian yang di tangani, seperti struktur dan komposisi hasil
pertanian tersebut. (2) dasar-dasar fisiologi pascapanen, seperti respirasi,
transpirasi, dan produksi etilen, dan (3) teknologi penanganan yang sesuai.

4
Mutiarawati (2007) menambahkan bahwa beberapa keuntungan
yang dapat diperoleh dari melakukan penanganan pascapanen dengan baik,
yaitu: Pertama, dibanding dengan melakukan usaha peningkatan produksi,
melakukan penanganan pascapanen yang baik mempunyai beberapa
keuntungan; (a) jumlah pangan yang di konsumsi lebih banyak, (b) lebih
murah melakukan penanganan pascapanen (dengan penanganan hati-hati,
pengemasan) dibanding peningkatan produksi yang membutuhkan input
tambahan (pestisida, pupuk, dsb), (c) risiko kegagalan lebih kecil. Input
yang diberikan pada peningkatan produksi bila gagal bisa berarti gagal
panen, sedangkan penanganan pascapanen bila gagal umumnya tidak
menambah “kehilangan”, (d) menghemat energi. Energi yang digunakan
untuk memproduksi hasil yang kemudian “hilang” dapat di hemat, (e)
waktu yang diperlukan lebih singkat. Artinya waktu yang diperlukan untuk
perlakuan peningkatan produksi baru terlihat antara 1–3 bulan sampai
panennya, sedangkan penanganan pascapanen sudah dapat terlihat antara
1–7 hari setelah perlakuan.
Kedua, meningkatkan nilai nutrisi. Dengan melakukan penanganan
pascapanen yang baik dapat mencegah kehilangan nutrisi, berarti perbaikan
nutrisi bagi masyarakat. Ketiga, mengurangi sampah. Terutama di kota-
kota besar dan ikut mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Untuk itu,
keberhasilan penanganan pascapanen sangat ditentukan dari tindakan
awalnya, yaitu panen dan penanganan pascapanen yang baik harus di mulai
sedini mungkin, yaitu segera setelah hasil pertanian tersebut dipanen.

2. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian


Salah satu subsektor yang sangat penting dikembangkan untuk
mendukung pembangunan pertanian adalah industri pengolahan hasil
pertanian (pangan). Pengembangan industri pangan diharapkan akan
mampu menyerap hasil pertanian yang diusahakan petani, memberikan
nilai tambah terhadap produk pertanian, membuka kesempatan kerja,
sumber devisa sekaligus menyediakan produk pangan yang semakin
beragam. Tujuan pengolahan bahan pangan agar lebih bergizi dan awet,
memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka pemerintah
hendaknya selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup,
aman dan bergizi (Kustiari dkk., 2011).

46
Berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat
memberikan nilai tambah produsen dan merupakan perlindungan terhadap
bahan pangan yang akan di konsumsi. Sebab, bahan pangan secara umum
mudah rusak (perishable), karena air yang terkandung di dalamnya sebagai
faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar
air suatu bahan pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya
baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak.
Menurut Purwanto (2009) teknologi pengolahan hasil pertanian
artinya memanfaatkan teknologi untuk mempermudah dan meningkatkan
kualitas serta kuantitas pengolahan hasil pertanian. Fungsi pengolahan harus
pula dipahami sebagai kegiatan strategis yang menambah nilai dalam mata
rantai produksi dan menciptakan keunggulan kompetitif. Dengan kata lain,
pengolahan adalah suatu operasi atau rentetan operasi terhadap suatu bahan
mentah untuk diubah bentuknya dan/atau komposisinya. Pengolahan hasil
pertanian dapat berupa pengolahan sederhana seperti pembersihan,
pemilihan (grading), pengepakan atau dapat pula berupa pengolahan yang
lebih canggih, seperti penggilingan (milling), penepungan (powdering),
ekstraksi dan penyulingan (extraction), penggorengan (roasting),
pemintalan (spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi
lainnya. Adapun aktivitas pengolahan, bentuk produk, dan tingkatan proses
perubahan bentuk dalam kegiatan agroindustri hasil pertanian dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Aktivitas Pengolahan, Bentuk Produk, dan Tingkatan Proses Perubahan


Bentuk dalam Kegiatan Agroindustri Hasil Pertanian

LEVEL DARI PROSES PERUBAHAN BENTUK


I II III IV
Aktivitas pengolahan
Cooking
Ginning Pasteurization
Chemical
Cleaning Milling Canning
Altertion
Grading Cutting Dehydration
Texturization
Mixing Weaving
Ectraction assembly
Aktivitas pengolahan
Frest fruits Cereal Dairy product Instant foots Textured
Frest grains Fruits & vegetable veg

4
LEVEL DARI PROSES PERUBAHAN BENTUK
I II III IV
vegetables Meats Meats Products
Eggs Animal Sauces Tires
feeds Taxtiles & garments
Jute oils
Cotton Furniture
Lumber Sugar
Rubber Beverages
Sumber: Austin, 1981 dalam Purwanto, 2009

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan pengolahan hasil


pertanian: (1) dapat meningkatkan nilai tambah, (2) menghasilkan produk
yang dapat dipasarkan atau di konsumsi, (3) meningkatkan daya saing, dan
(4) menambah pendapatan dan keuntungan petani atau wirausahanya.
Selanjutnya, alternatif teknologi yang tersedia untuk pengolahan hasil-
hasil pertanian bervariasi mulai dari teknologi tradisional yang digunakan
oleh industri kecil sampai kepada teknologi canggih yang biasanya
digunakan oleh industri besar. Dengan demikian alternatif teknologi
tersebut bervariasi, yaitu dari teknologi yang padat karya sampai ke
teknologi yang padat modal (Purwanto, 2009).
Menurut (Suprapto, 1999; Purwanto, 2009) kriteria utama yang
harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi pengolahan hasil pertanian,
adalah: Pertama, kebutuhan kualitas (quality requirement). Teknologi
pengolahan yang di pilih harus sesuai yang dibutuhkan oleh pasar terutama
yang menyangkut kualitas. Karena preferensi konsumen sangat beragam,
maka teknologi yang dipilih pun harus mampu memenuhi kebutuhan
tersebut. Kedua, kebutuhan pengolahan (process requirement). Tentunya
setiap jenis alat pengolahan memiliki kemampuan spesifik untuk mengolah
suatu bahan baku menjadi berbagai bentuk produk. Semakin tinggi
kemampuan suatu alat untuk menghasilkan berbagai jenis produk, maka
semakin kompleks jenis teknologinya dan semakin mahal investasinya.
Oleh karena itu, teknologi harus memadukan pertimbangan antara
kompleksitas teknologi dan biaya yang dibutuhkan.
Ketiga, penggunaan kapasitas (capacity utilization). Pemilihan
teknologi harus disesuaikan dengan kapasitas yang digunakan, sedangkan
kapasitas yang akan digunakan sangat tergantung dari ketersediaan dan

48
kontinuitas bahan baku (raw material). Keempat, kapasitas kemampuan
manajemen (management capability). Biasanya suatu pengelolaan akan
berjalan baik pada tahap awal karena besarnya kegiatan masih berada
dalam cakupan pengelolaan yang optimal (optimum management size).
Setelah besar, masalah biasanya mulai muncul dan hal itu menandakan
bahwa skala usaha sudah melebihi kapasitas pengelolaan.
Kelima, teknologi yang baik untuk suatu daerah tidak dengan
sendirinya baik untuk daerah lain. Maka pertanian tidak semata-mata
dimajukan sebagai alih teknologi, melainkan dengan mencipta, merancang
atau merakit teknologi sendiri. Keenam, pemilihan teknologi yang tepat
mempunyai ciri dapat meningkatkan nilai tambah, menghasilkan produk
yang dapat dipasarkan atau digunakan atau di makan, meningkatkan daya
saing, dan menambah pendapatan dan keuntungan pelaku usaha pertanian.
Selanjutnya, teknologi pengolahan hasil pertanian membutuhkan
pasokan bahan baku yang kontinyu dengan kualitas sesuai bentuk olahan
yang akan dihasilkan. Berbagai sumber pangan lokal sebagai bahan baku
industri pengolahan sebenarnya cukup tersedia di setiap daerah. Namun
karena kurangnya pengetahuan, ketersediaan dan akses terhadap inovasi
teknologi pengolahan pangan menyebabkan banyak sumber pangan
tersebut tidak termanfaatkan secara baik. Banyak faktor yang
mempengaruhi kondisi tersebut antara lain tingkat pengetahuan tentang
pengolahan, kemampuan peralatan pengolahan, pasar, permodalan, dan
pergeseran pola konsumsi pangan ke arah yang lebih instan.
Untuk itu, sebagai salah satu subsektor yang sangat strategis untuk
dikembangkan, maka teknologi pengolahan hasil pertanian harus di dorong
secara sistematis dan signifikan. Meningkatnya adopsi teknologi tersebut
akan tercermin dari meningkatnya akselerasi sistem inovasi teknologi
pengolahan hasil. Hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhi sistem inovasi, baik yang positif maupun yang negatif.
Permasalahan utama dalam inovasi teknologi pengolahan hasil pertanian
adalah adanya teknologi yang relatif mahal, alat dan mesin yang tidak
sesuai dengan kondisi lokasi, dan tingkat keuntungan yang rendah
sehingga tingkat adopsi teknologi menjadi rendah.

4
Latihan Soal 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Menjadi seorang agrotechnopreneur yang andal harus memiliki
kompetensi di bidang teknologi agribisnis dan agroindustri
setidaknya terdiri dari....
A. 5 bidang
B. 4 bidang
C. 3 bidang
D. 6 bidang
2. Benih bermutu tinggi dihasilkan melalui proses budidaya
pertanaman benih (seed crop) dengan penanganan, kecuali...
A. Pengelolaan benih
B. Distribusi benih
C. Penyimpanan benih
D. Pemeliharaan benih
3. Indonesia pernah swasembada beras, karena pada saat itu
perkembangan teknologi perbenihan kita yang berkembang dan bisa
bersaing. Di tahun berapa swasembada beras itu terjadi....
A. 1985
B. 1984
C. 1994
D. 1974
4. Aplikasi teknik kultur jaringan bertujuan untuk, kecuali......
A. Produksi bibit bebas penyakit
B. Produksi senyawa metabolit sekunder
C. Memperoleh varietas unggul
D. Produksi senyawa metabolit primer
5. Prinsip pengelolaan tanaman terpadu (PTT) mencakup empat unsur,
kecuali....
A. Adaptasi
B. Interaksi
C. Partisipatif
D. Integrasi
6. Penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) didasarkan pada
A. 4 prinsip utama

50
B. 3 prinsip utama
C. 5 prinsip utama
D. 6 prinsip utama
7. Beberapa kelebihan pemanfaatan greenhouse dalam budidaya
tanaman baik sistem hidroponik maupun akuaponik , yaitu ada
A. 6
B. 4
C. 5
D. 3
8. Beberapa keunggulan dari budidaya dengan menggunakan sistem
hidroponik terdiri dari............
A. Empat
B. Lima
C. Enam
D. Tiga
9. Salah satu tujuan teknologi penanganan pascapanen adalah menekan
tingkat kehilangan hasil dapat di ketahui melalui, kecuali....
A. Sifat biologi hasil pertanian
B. Dasar-dasar fisiologi pascapanen
C. Teknologi penanganan yang sesuai
D. Menekan produksi etilen
10. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan teknologi pengolahan
hasil pertanian, kecuali......
A. Meningkatkan devisa negara
B. Menambah pendapatan dan keuntungan
C. Meningkatkan daya saing
D. Meningkatkan nilai tambah

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan Jumlah soal × 100%

Nilai Tingkat Penguasaan 90-100% = Baik sekali


80-89% = Baik
70-79% = Cukup
60-69% = Kurang
≤ 59% = Sangat kurang

5
Latihan Soal 2
ESSAY
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kultur jaringan!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengelolaan tanaman terpadu
(PTT)!
3. Jelaskan 3 keunggulan dari budidaya dengan menggunakan sistem
hidroponik !
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan primary processing dan
secondary processing yang merupakan istilah dari teknologi
pascapanen!
5. Sebutkan 6 kriteria utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan
teknologi pengolahan hasil pertanian!

Rubrik Penilaian

Aspek Bobot (% )
1. Pengertian kultur jaringan 15
2. Pengertian pengelolaan tanaman terpadu 15
3. Keunggulan sistem hidroponik 25
4. Primary processing dan secondary processing 30
5. Kriteria utama pemilihan teknologi 15

52
BAB 4
KOMPETENSI DALAM MEMAHAMI STANDAR DAN
JAMINAN MUTU PRODUK

Tujuan Instruksional Umum:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan pengertian da

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
Menjelaskan dan menerapkan standar mutu dalam memproduksi produk berbasis agribisnis dan agroin
Menjelaskan dan melakukan perancangan sistem pengendalian jaminan mutu produk agribisnis dan ag

5
Standar mutu hasil adalah suatu keharusan bagi produk agribisnis
modern yang dihasilkan oleh pelaku usaha di bidang agrotechnopre-
neurship, baik untuk memenuhi tuntutan pasar domestik maupun luar
negeri. Produk, terutama produk hasil pertanian harus memenuhi standar,
misalnya standar sanitasi, kadar air, keseragaman bentuk dan ukuran,
keseragaman jenis, rasa, estetika, pengemasan, pencantuman masa
penggunaan, desain dan lain sebagainya.
Menurut Widia dkk. (2011) produk agribisnis yang berkualitas
hanya mungkin dihasilkan melalui pemberian proses yang berkualitas dan
dikerjakan oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sebuah
sistem agribisnis modern yang dilakukan oleh para agrotechnopreneur
akan menjadi barang mati jika tidak dioperasikan oleh SDM.
Sederhananya, sistem agribisnis modern bisa diandalkan sebagai sebuah
senjata yang canggih, sedangkan SDM adalah tentara yang terampil dalam
menggunakan senjata tersebut. Jadi, sistem itu tidak akan dapat berjalan
mencapai standar mutu produk tertentu bila tidak didukung oleh sistem
penjaminan mutu.

A. Standar Mutu Produk


Para ahli sepakat bahwa mutu produk akan dapat diukur dan dikenda-
likan jika tersedia suatu standar yang dapat dijadikan sebagai acuan. Me-
nurut International Organization for Standardization (ISO) dalam Muhandri
dan Kadarisman (2012) bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau doku-
men setara yang tersedia untuk masyarakat, dihasilkan dari konsensus atau
persetujuan umum yang didasarkan kepada ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) atau pengalaman, agar dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang baik
tingkat nasional, regional, atau internasional. Sedangkan mutu menurut
Witono dan Mahendradatta (2020) adalah sebagai gabungan karakteristik
produk atau jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan
yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan
konsumen.
Mengacu ke definisi tersebut di atas, maka standar bersifat dinamis,
meningkat seiring dengan peningkatan teknologi dan tuntutan konsumen.
Muhandri dan Kadarisman (2012) menjelaskan beberapa keuntungan yang
dapat diperoleh dengan adanya standar, di antaranya: (1) adanya perbaikan

54
produk menyesuaikan dengan standar, (2) mencegah dan menghilangkan
hambatan perdagangan, (3) meningkatkan wilayah (daerah) penjualan
produk, dan (4) memudahkan terjadinya kerja sama IPTEK.
Selanjutnya, industri pangan dan pertanian dapat mengikuti standar
yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga yang diakui, tetapi dapat
pula membuat dan menetapkan sendiri standar yang akan digunakan
berdasarkan kesesuaian dengan permintaan konsumen.
1. Tujuan Penetapan Standar
Pembuatan dan penetapan standar mempunyai tujuan utama
supaya produk atau jasa yang dilempar ke konsumen sudah layak untuk
digunakan (fitness for use). Selain itu, menurut Muhandri dan
Kadarisman (2012) penetapan standar mempunyai tujuan lain yaitu:
Pertama, pengendalian keragaman (mengurangi variasi). Dengan standar
yang ada, pembatas toleransi produk yang dilempar ke konsumen men-
jadi jelas. Produk yang berada di luas batas toleransi tidak akan diterima
konsumen (menjadi waste). Kedua, untuk “compatibility” (kecocokan).
Standar dibuat dengan berbagai pertimbangan, mulai dari segi konsumen,
kemampuan produsen, IPTEK, lingkungan, dan sebagainya. Dengan
standar tersebut maka diharapkan produk atau jasa akan sesuai (cocok)
dengan konsumen yang akan menggunakannya.
Ketiga, kemampuan penjualan. Dengan mengikuti standar yang ada,
atau bahkan lebih tinggi dari standar, maka produk akan diakui oleh
konsumen, sehingga produk atau jasa akan diterima oleh konsumen.
Keempat, meningkatkan kesehatan dan keamanan produk. Upaya untuk
melindungi konsumen dari bahaya yang disebabkan oleh produk, saat ini
merupakan salah satu isu yang paling gencar dari tujuan pembuatan standar
oleh pemerintah (lembaga yang ditunjuk). Produsen yang menghasilkan
produk di luar standar tidak hanya mengalami risiko tidak laku, tetapi akan
mendapat sanksi hukum. Kelima, meningkatkan kelestarian lingkungan.
Keterbatasan daya dukung lingkungan terhadap berbagai pencemaran yang
mungkin timbul dari adanya aktivitas industri mendorong dibuatnya standar
untuk tujuan perlindungan lingkungan. Bahkan untuk negara-negara
tertentu, kepedulian terhadap lingkungan sudah menjadi syarat wajib yang
harus dipenuhi jika ingin mengirimkan produknya. Sertifikat “Eco labelling”
atau “ISO–14000” merupakan contoh bukti kepedulian tersebut.

5
2. Jenis-Jenis Standar
Menurut Muhandri dan Kadarisman (2012) secara teoritis
pembagian jenis standar dilakukan dengan cara yang beragam, sesuai
dengan dasar yang dipakai. Pertama, berdasarkan lingkungan penerapan;
(1) standar internasional yaitu standar yang berlaku dan harus diikuti oleh
semua perusahaan di seluruh dunia, (2) standar regional yaitu standar yang
berlaku dan harus diikuti oleh semua perusahaan di regional tertentu, (3)
standar nasional yaitu standar yang berlaku dan harus diikuti oleh semua
perusahaan di negara tertentu, dan (4) standar perusahaan yaitu standar
yang berlaku di perusahaan tertentu.
Kedua, berdasarkan cara penerapannya terbagi atas dua yaitu; (1)
standar wajib (mandatory standars). Standar ini dibuat oleh pemerintah
atau organisasi yang ditunjuk. Biasanya berkaitan dengan kesehatan dan
keselamatan konsumen serta lingkungan. Selain itu standar ini bertujuan
untuk melancarkan perdagangan antarnegara dan mencegah praktik-
praktik tidak jujur. Contoh standar wajib; (i) tidak boleh ada residu
pestisida pada buah-buahan dan sayuran, (ii) tidak ada Salmonella dalam
udang beku, (iii) wajib mencantumkan label yang benar, dan sebagainya.
(2) standar sukarela (voluntary standard). Merupakan standar yang disusun
oleh perusahaan yang memproduksi atau menjual produk tertentu. Standar
ini tidak berkaitan dengan keamanan konsumen dan kelestarian
lingkungan. Standar ini disusun oleh perusahaan untuk menjadi acuan
dalam berproduksi dan menjadi pedoman bagi konsumen untuk melakukan
transaksi. Contoh standar sukarela yaitu; (i) produsen semangka
mengembangkan standar semangka tanpa biji, dan (ii) produsen beras
menetapkan standar persentase beras patah, dan sebagainya.
Ketiga, berdasarkan aspek standarisasinya terdiri atas tiga yaitu: (1)
standar terminologi adalah mencakup penggunaan terminologi untuk
standar-standar yang digunakan, (2) standar sampling adalah standar
proses pengambilan contoh atau sample yang dianggap mewakili produk
secara keseluruhan, dan (3) standar uji adalah standar proses pengujian
untuk mendapatkan kesimpulan yang meyakinkan mengenai status produk
yang diuji.
Keempat, berdasarkan kategori subjek yang terdiri atas lima, yaitu:
(1) standar produk adalah batas toleransi yang harus dipenuhi oleh produk

56
sebelum di lempar ke pasar, (2) standar bahan mentah adalah batas
toleransi yang harus dipenuhi oleh bahan mentah untuk diterima oleh
perusahaan sebelum bahan tersebut diolah menjadi produk, (3) standar
proses adalah urutan, tahap-tahap, termasuk kondisi tiap tahap yang harus
dilalui oleh bahan sebelum menjadi produk dan di kirim ke konsumen, (4)
standar kemasan adalah kesesuaian kemasan yang digunakan dengan
produk, termasuk dengan teknik pengiriman dan penyajian produk yang
digunakan, dan (5) standar label adalah informasi dalam kemasan yang
berisi data-data yang harus dicantumkan sesuai dengan produk yang
dikemas.

3. Spesifikasi Standar
Istilah standar mengacu (identik) pada ketetapan yang dikeluarkan
oleh pemerintah (lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah) dan biasanya
merupakan batas minimum yang harus dipenuhi oleh konsumen. Standar
wajib diikuti oleh semua produsen yang masuk dalam cakupan wilayah
penetapan standar. Sedangkan istilah spesifikasi memiliki arti batas-batas
terukur yang ditetapkan oleh perusahaan yang dijadikan acuan oleh semua
komponen dalam perusahaan untuk dipenuhi. Dalam ISO-8402 (1986)
spesifikasi didefinisikan sebagai dokumen yang menguraikan persyaratan
produk atau jasa yang harus dipenuhi.
Muhandri dan Kadarisman (2012) menjelaskan spesifikasi harusnya
meliputi gambar, pola, atau dokumen terkait lainnya yang menunjukkan
kriteria dan cara memeriksa kesesuaian kriteria tersebut. Spesifikasi dapat
disusun setara dengan standar atau lebih tinggi. Biasanya perusahaan
mengembangkan atribut tambahan di luar standar yang sudah ditetapkan
dan menyusun spesifikasi untuk memenuhi harapan dan keinginan
konsumen dan selanjutnya merupakan senjata untuk memasarkan produk
yang dihasilkan.
Spesifikasi produk merupakan gambaran utuh mengenai produk
tersebut. Gambaran ini tidak dapat ditentukan sepenuhnya oleh industri
(produsen), tetapi sudah seharusnya melibatkan konsumen. Karena produk
akan dipakai oleh konsumen, maka konsumenlah yang mengerti betul apa
yang diinginkannya, tetapi biasanya konsumen sulit untuk
menggambarkan. Riset konsumen dilakukan untuk mengetahui gambaran

5
produk yang diinginkannya. Misalnya produk kerupuk, dengan riset
konsumen akan diketahui warna, kecerahan, tingkat kerenyahan, rasa, dan
bau yang diinginkan konsumen. Selanjutnya produsen harus menyusun
spesifikasi untuk memenuhi gambaran produk yang diinginkan konsumen.
Adapun kaitan antara spesifikasi konsumen dengan spesifikasi industri
dapat dilihat pada Gambar 4.

Spesifikasi Industri: Bahan mentah, proses dan produk

Industri Perbaikan produk Spesifikasi


Produk
produk

Riset
Pasar

Spesifikasi
Konsumen konsumen

Umpan Balik

Gambar 4. Hubungan antara Spesifikasi Konsumen dan Spesifikasi Industri


(Muhandri & Kadarisman, 2012).

Industri (produsen) harus menyusun spesifikasi supaya tujuan untuk


memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan konsumen dapat dicapai.
Tanpa adanya spesifikasi yang jelas, kegiatan pengendalian mutu tidak
dapat dilakukan dengan baik. Spesifikasi industri diibaratkan sebuah peta
yang dapat menjelaskan kepada industri apa yang ingin dicapai, seperti
tujuan dan persyaratan hasil, dan bagaimana cara atau jalan terbaik untuk
mencapai tujuan. Selanjutnya spesifikasi industri merupakan acuan yang
harus diikuti dan mencakup tercapainya tujuan yang dimaksud seperti
spesifikasi alat, gedung, tenaga kerja, dan sebagainya.

58
B. Jaminan Mutu Produk
Jaminan mutu (quality assurance) adalah istilah modern untuk
menggambarkan pengawasan, evaluasi dan audit sistem pengolahan
pangan. Fungsi utamanya adalah untuk memberikan kepercayaan bagi
manajemen, pelanggan dan konsumen. Suatu perusahaan mengharapkan
keuntungan dengan menjual produknya kepada konsumen. Namun perlu
diperhatikan bahwa konsumen akan loyal terhadap produk yang dibelinya
apabila mutu yang diharapkan dapat dipenuhi. Dengan demikian,
perusahaan harus memiliki sistem untuk dapat menjamin konsistensi mutu
produk yang dapat memenuhi keinginan konsumen secara terus menerus.
Jaminan mutu merupakan inti dari penerapan pengendalian mutu terpadu
yang bertujuan agar mutu produk yang dipersyaratkan dapat terpenuhi
secara terus menerus (Witono dan Mahendradatta, 2020).
Muhandri dan Kadarisman (2012) menambahkan bahwa jaminan
mutu memiliki arti jaminan dari suatu produk sehingga produk tersebut
dibeli oleh konsumen dengan penuh keyakinan dan kepercayaan,
kemudian dapat digunakan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang
lama dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Produk yang baru beberapa kali
dibeli konsumen belum dapat dikatakan mendapat kepercayaan konsumen,
karena kepercayaan terbentuk jika konsumen telah membeli dalam jangka
waktu yang lama dan selalu merasa puas.
Hakikatnya jaminan mutu bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
persyaratan mutu produk seperti keamanan, keterandalan, sifat-sifat
fungsional, dan sebagainya. Contoh negara yang berhasil dengan
manajemen mutu produk-produknya adalah Jepang. Produk-produk seperti
mobil, televisi, kamera, sepeda motor, elektronik rumah tangga, dan lain-
lain mampu menggeser produk-produk buatan negara Eropa dan Amerika
Serikat terutama untuk pasar Asia. Jepang bahkan sudah menembus pasar
negara-negara yang lebih dulu menghasilkan produk. Sementara pasar
dalam negeri Jepang tidak dapat dimasuki oleh produk negara lain karena
tidak mampu untuk bersaing dalam masalah mutu maupun harga.
Menurut Muhandri dan Kadarisman (2012) ada tiga hal penting
yang harus dipertimbangkan apabila ingin menerapkan jaminan mutu,
yaitu: Pertama, suatu perusahaan harus mampu menjamin bahwa mutu
produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang diminta konsumen

5
(karakteristik mutu yang sebenarnya). Kedua, jika produk akan di ekspor,
semua persyaratan produk yang dikirimkan ke luar negeri harus memenuhi
persyaratan mutu yang diinginkan oleh konsumen luar negeri (termasuk
persyaratan pemerintahnya). Ketiga, pimpinan perusahaan harus
menyadari pentingnya jaminan mutu dan memastikan bahwa semua jajaran
di dalam perusahaan akan sepenuhnya berusaha mencapai tujuan mutu
secara bersama-sama.
Selanjutnya ISO 9000 versi 2000 menyebutkan bahwa jaminan mutu
adalah bagian dari manajemen mutu yang difokuskan terhadap pemberian
keyakinan bahwa persyaratan mutu akan terpenuhi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 5.

Manajemen Mutu

Perencanaan Pengendalian Perbaikan Jaminan


Mutu Mutu Mutu Mutu

Gambar 5. Bagian-Bagian dari Manajemen Mutu


(Muhandri & Kadarisman, 2012)

Sementara Widia dkk. (2011) menjelaskan bahwa sistem


penjaminan mutu adalah instrumen manajemen yang di desain untuk
memastikan bahwa seluruh prosedur operasi pada setiap mata rantai proses
terstandardisasi, atau dikenal dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Dalam sistem agribisnis modern, paling tidak ada beberapa instrumen
penjaminan mutu yang harus diimplementasikan oleh para pelaku
agrotechnopreneurship, di antaranya adalah; Good Agricultural Practices
(GAP), Good Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices
(GMP), dan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP).
1. Good Agriculture Practices (GAP)
Wulandari dkk. (2012) mengungkapkan bahwa era globalisasi
menuntut produsen khususnya para pelaku agrotechnopreneur untuk
menghasilkan produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

60
Dengan semakin meningkatnya pengetahuan konsumen terhadap
keamanan produk maka akan meningkatkan pula kesadaran konsumen
untuk mengkonsumsi produk-produk yang aman dan sehat. Hal ini
menuntut para produsen khususnya agrotechnopreneur untuk dapat
menghasilkan produk-produk pertanian yang sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan konsumen sehingga persaingan antar produsen tidak lagi hanya
dalam hal kuantitas tetapi juga harus memperhatikan kualitas produk yang
dihasilkan.
Demikian pula Sudiarto (2015) mengemukakan bahwa dalam era
globalisasi, perdagangan komoditas pertanian akan menghadapi persaingan
yang semakin ketat. Penerapan praktik pertanian yang baik merupakan
suatu alternatif untuk memproduksi komoditas pertanian yang bermutu
tinggi, terjamin, aman, efisien, berwawasan lingkungan, dan dapat dirunut
kembali (traceable) asal-usul dan proses yang dilalui sebelum
diperdagangkan dan digunakan. Produk praktik pertanian yang baik atau
Good Agricultural Practices (GAP) dapat menjawab tantangan isu
internasional perdagangan komoditas, termasuk White Paper on Food
Safety and Bioterrorism Act. Cina yang telah memahami dan menyadari
esensi GAP dengan gencar meng-GAP-kan tanaman obatnya untuk
meningkatkan daya saing bahan baku obat tradisionalnya guna
mengantisipasi pasar global.
Menurut Hidayat dkk. (2019) GAP adalah panduan umum dalam
melaksanakan budidaya yang benar untuk menjamin kualitas produk dan
keamanan petani maupun konsumen serta ramah lingkungan. Tujuan
diterapkannya GAP adalah untuk meningkatkan daya saing produk
pertanian Indonesia di pasar domestik dan internasional yang ditunjukkan
oleh peningkatan pangsa ekspor dan kebutuhan pasar nasional, tentunya
dengan meningkatkan mutu produk pertanian kita. Selanjutnya Shofi dkk.
(2019) menjelaskan bahwa penerapan GAP dari segi produsen merupakan
suatu konsep menjamin kesejahteraan petani, keluarga dan pekerjanya,
sedangkan dari segi konsumen mendapatkan produk yang berkualitas,
bergizi, serta aman. Konsep GAP juga menjamin kelestarian lingkungan
hidup, sehingga penerapan GAP dapat memulihkan keadaan tanah
pertanian yang semakin rusak akibat penggunaan input kimia.

6
Pendekatan pengelolaan GAP ini penting untuk perbaikan dan
keberlanjutan produksi pertanian dalam jangka panjang. Fitur kuncinya
adalah penggunaan yang hati-hati terhadap produk agrokimia termasuk
insektisida, fungisida, herbisida, dan zat pengatur tumbuh. Karena itu,
GAP memanfaatkan pengendalian hama, penyakit dan gulma sampai taraf
aman yang dikehendaki, yaitu pada batas biaya yang ekonomis bagi petani
dengan bahaya minimal bagi operator, orang lain di sekitarnya, dan
lingkungan hidup. Penggunaan pestisida dan herbisida hasil industri kimia
sedapat mungkin dihindari. Selain itu, kehati-hatian juga pada penggunaan
pupuk kimia dan air irigasi agar optimal untuk pertumbuhan tanaman,
minimal terhadap degradasi tanah dan lingkungan dan mengonservasikan
sumber daya air (Sudiarto, 2015).
Namun penerapan GAP oleh produsen di Indonesia sebagian besar
masih sulit untuk dilakukan karena usaha pertanian yang masih berskala
kecil dan pengelolaannya yang belum memenuhi standar (Wulandari dkk.,
2012). Hal ini disebabkan oleh, (1) pasar dalam negeri masih belum
memberikan tuntutan yang sama seperti pasar luar negeri sehingga para
produsen memiliki alternatif pasar yang lebih lunak persyaratannya, (2)
sebagian besar para produsen belum di dukung oleh permodalan yang kuat
dalam menerapkan GAP, (3) pengetahuan petani yang kurang terhadap
program GAP maupun manfaatnya. Oleh karena itu pemahaman terhadap
konsep maupun pengetahuan tentang GAP perlu intensif dilakukan
sehingga terjadi pengertian dan pemahaman yang sama tentang GAP
maupun ruang lingkup kegiatannya.

2. Good Handling Practices (GHP)


Dalam era globalisasi perdagangan dunia, baik di pasar internasional
maupun pasar domestik persaingan perdagangan produk hasil pertanian
semakin ketat. Produk hasil pertanian yang dapat diterima pasar, yaitu
produk hasil pertanian yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan
pangan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, salah satu program yang
dapat dilakukan yang terkait dengan penerapan sistem manajemen mutu
adalah melalui penanganan pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang
baik (Good Handling Practices/GHP). Sebab GHP sangat berperan dalam
mengamankan hasil dari sisi kehilangan hasil baik dari aspek jumlah

62
maupun dari aspek mutu sehingga hasil yang diperoleh memenuhi SNI
atau persyaratan teknis minimal (PTM). Departemen Pertanian (2009)
menyatakan bahwa penerapan Good Handling Practices (GHP)
dimaksudkan sebagai panduan bagi pemangku kepentingan dan pelaku
usaha (agrotechnopreneur) dalam penanganan pascapanen hasil pertanian
asal tanaman yang baik, sedangkan tujuan penerapan GHP adalah untuk
menekan tingkat kehilangan, kerusakan hasil, memperpanjang daya
simpan, mempertahankan kesegaran, meningkatkan daya guna,
meningkatkan nilai tambah, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber
daya dan sarana, meningkatkan daya saing, memberikan keuntungan yang
optimum, dan mengembangkan usaha pascapanen hasil pertanian asal
tanaman yang berkelanjutan.
Sementara ruang lingkup pedoman GHP terutama pada kegiatan
yang meliputi panen, penanganan pascapanen, standardisasi mutu, lokasi,
bangunan, peralatan dan mesin, bahan perlakuan, wadah dan pembungkus,
tenaga kerja, aspek K3, pengelolaan lingkungan, pencatatan, pengawasan
dan penelusuran balik, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan
(Departemen Pertanian RI, 2009).

3. Good Manufacturing Practices (GMP)


Dalam rangka mengantisipasi persaingan perdagangan global yang
semakin ketat, maka perlu upaya peningkatan daya saing produk industri,
termasuk produk industri pengolahan pangan. Peningkatan daya saing
tersebut antara lain akan dicapai apabila industri pengolahan pangan
mampu memproduksi pangan olahan yang bermutu dan aman untuk
dikonsumsi.
Salah satu upaya untuk mendorong dan mengembangkan industri-
industri pengolahan skala kecil agar dapat memiliki mutu yang baik, aman
dikonsumsi, tersedia secara berkesinambungan, dan berdaya saing tinggi
secara ekonomis, serta sesuai dengan selera masyarakat adalah dengan
mengendalikan proses pengolahan melalui sistem manajemen keamanan
pangan berupa program kelayakan dasar berdasarkan konsep program
manajemen mutu terpadu yaitu penerapan cara produksi pangan olahan
yang baik (CPPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) (Wardanu
dan Anhar, 2016). Tujuan penerapan GMP pada industri pengolahan

6
pangan adalah untuk; (1) menghasilkan pangan olahan yang bermutu,
aman untuk dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, (2)
mendorong industri pengolahan pangan agar bertanggung jawab terhadap
mutu dan keamanan pangan produk yang dihasilkan, (3) meningkatkan
daya saing industri pengolahan pangan, dan (4) meningkatkan
produktivitas dan efisiensi industri pengolahan pangan (Departemen
Perindustrian RI, 2010).
Menurut Edwin dkk. (2020) GMP merupakan praktik untuk
mengendalikan mutu dan higienitas produk melalui pengendalian faktor
lingkungan kerja serta proses produksi mencakup desain dan tata letak
pabrik, pemeliharaan dan sanitasi, pengendalian proses produksi, sanitasi
perorangan, training dan lain-lain. Pada GMP, terdapat beberapa persyaratan
minimum yang harus dipenuhi oleh industri, yakni keamanan pangan,
kualitas dan persyaratan hukum. Penerapan yang efektif dari konsep higiene
dan sanitasi pada sistem GMP, yang akan memberikan keyakinan dan
manfaat dalam suatu usaha industri pangan dan industri kemasan terkait.
Selanjutnya Bimantara dan Triastuti (2018) menyatakan bahwa
penerapan GMP dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap beberapa
aspek meliputi lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan
pengolahan, bahan produksi, personal hygiene, pengendalian proses
pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan,
pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium,
kemasan dan transportasi. Hasil penilaian yang telah memenuhi
persyaratan akan mendapatkan sertifikat berlaku untuk jangka waktu 3
(tiga) tahun sepanjang sarana produksi yang bersangkutan masih
berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Hasil penelitian Sari dkk. (2020) menemukan bahwa fungsi adanya
SOP yang berlandaskan GMP di dalam suatu perusahaan khususnya
perusahaan susu bubuk, yaitu mampu mengoptimalkan kualitas dan mutu
produk di dalam suatu pabrik, karena dengan adanya SOP pabrik makanan
yang selalu ditinjau dan diperiksa produknya sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan, sehingga menghasilkan kualitas produk yang terjamin,
dan output dari penerapan GMP yang dilakukan dengan baik dan benar
dapat menghasilkan susu bubuk yang berkualitas baik.

64
4. Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP)
Menurut Perdana (2018) bahwa keamanan pangan, masalah dan
dampak penyimpangan mutu, serta kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen.
Keamanan pangan terkait dengan masalah penanganan keberadaan unsur
bahaya yang terkandung dalam bahan pangan. Unsur-unsur bahaya ini
mencakup racun biologis, hasil reaksi kimia serta kontaminasi terhadap
fisik pangan, dan hal ini dapat diidentifikasi melalui komponen analisis
bahaya dengan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP).
HACCP atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah
sistem yang mengendalikan keamanan pangan mulai dari lahan pertanian
sampai menjadi bahan siap santap di meja makan. Sistem ini menekankan
pentingnya pemilihan teknologi yang tepat dan bagaimana cara melakukan
validasi terhadap teknologi tersebut (Perdana, 2018). Nandari dkk. (2019)
mengungkapkan bahwa HACCP adalah salah satu sistem kontrol dalam
upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi
titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP
merupakan salah satu bentuk manajemen risiko yang dikembangkan untuk
menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive)
yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan bahan
pangan yang aman bagi konsumen. Sedangkan Muhandri dan Kadarisman
(2012) menyatakan bahwa salah satu alasan mengenai pentingnya
penerapan sistem HACCP pada industri pangan adalah karena bahan-
bahan yang digunakan (baik bahan baku maupun penolong) serta selama
proses produksi memiliki peluang terjadinya pencemaran yang dapat
membahayakan konsumen, baik berupa pencemaran fisik, kimia maupun
mikrobiologis.
Menurut (Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, 1996; Perdana,
2018) bahwa tujuan umum penerapan HACCP adalah meningkatkan
kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus
keracunan dan penyakit melalui pangan, sedangkan tujuan khusus adalah;
(1) mengevaluasi cara memproduksi pangan untuk mengetahui bahaya
yang mungkin timbul dari makanan, (2) memperbaiki cara memproduksi
pangan dengan memberi perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses

6
yang dianggap kritis, (3) memantau dan mengevaluasi cara-cara
penanganan dan pengolahan pangan serta penerapan sanitasi dalam
memproduksi pangan, dan (4) meningkatkan inspeksi mandiri terhadap
karyawan. Di samping itu, HACCP sangat berguna bagi industri pangan
yaitu dalam hal; mencegah penarikan produk, mencegah penutupan
produk, meningkatkan jaminan keamanan produk pangan, pembenahan
dan pembersihan pabrik, mencegah kehilangan pembeli atau pasar,
meningkatkan kepercayaan konsumen dan mencegah pemborosan biaya
atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah keamanan produk
pangan.
Penerapan sistem HACCP sebagai bagian dari sistem manajemen
mutu menyeluruh (total quality management) bila diimplementasikan
secara tepat dapat memberi keuntungan sebagai berikut; perbaikan dalam
efisiensi operasional, mengurangi biaya transaksi dan menciptakan
keuntungan yang lebih kompetitif. Selain itu, dapat mengurangi risiko
terhadap morbiditas dan mortalitas yang dikaitkan dengan konsumsi
pangan yang tidak aman (Perdana, 2018).
Terkait dengan penerapan sistem HACCP pada berbagai kegiatan di
bidang pertanian. Thaheer (2005) menjelaskan beberapa contoh
penerapannya: Pertama, penerapan HACCP pada pembibitan. Pada proses
pembibitan berbagai kemungkinan kontaminasi yang berpeluang
menyebabkan bahaya keamanan pangan dapat terjadi sehingga penerapan
HACCP setidaknya harus mulai pada tahap ini. Kontroversi pengaruh
rekayasa genetika hingga saat ini masih belum dapat mengarah kepada
kesimpulan risiko pangan, namun paling tidak hal tersebut menjadi isyarat
kebutuhan sistem HACCP pada pembibitan.
Kedua, penerapan HACCP pada budidaya. Interaksi yang kuat
antara usaha budidaya pertanian, lingkungan, dan penggunaan bahan kimia
sintetis menjadi titik pusat perhatian pada penerapan HACCP. Peningkatan
resistensi organisme pengganggu tanaman atau ternak memaksa manusia
terus-menerus menciptakan bahan kimia pembasmi dengan potensi lebih
kuat sehingga pada saat bersamaan menimbulkan tekanan yang kuat pula
terhadap ketahanan tubuh manusia. Ketiga, penerapan HACCP pada
pascapanen. Kegiatan pascapanen acap kali menjadi kunci pada penerapan
sistem HACCP. Kegiatan pelelangan ikan, penanganan biji kakao,

66
penggilingan padi atau jagung adalah kegiatan pascapanen yang berpotensi
mengalami kontaminasi pangan. Pada beberapa kasus pencemaran, kegiatan
pascapanen diidentifikasi sangat bertanggung jawab atas keracunan
makanan. Penanganan panen dan pascapanen harus efektif untuk mencegah
produk dari kontaminan fisik, kimia, dan mikrobiologi sekaligus juga
mampu mengontrol perubahan pascapanen yang sangat cepat.
Keempat, penerapan HACCP pada industri pengolahan. Kegiatan
industri dapat mengubah nilai tambah komoditas pertanian dengan cepat
melalui rekayasa proses. Sejalan dengan kegiatan tersebut, masuk pula ke
dalam jalur proses sejumlah sumber daya produksi, di antaranya bahan
pembantu, peralatan, dan tenaga kerja. Kompleksitas permasalahan di
industri pengolahan justru terjadi karena frekuensi perubahan yang sangat
cepat terhadap bahan baku. Kelima, penerapan HACCP pada pengeceran
produk . Usaha pengecer atau retailer tidak dapat diabaikan begitu saja
pada penerapan sistem HACCP. Metode penyimpanan atau penataan
barang pada ruang display yang tidak tepat berpeluang untuk
menyebabkan reaksi kimia tertentu penyebab keracunan makanan.
Penyimpanan minyak goreng dalam kemasan plastic PVC melebihi 106
hari berpeluang untuk menimbulkan pencemaran monomer venil klorida
melebihi nilai ambang batas. Kegagalan pengendalian suhu freezer
misalnya menyebabkan produk masuk pada danger zone, di mana
mikroorganisme patogen berpeluang hidup subur. Demikian juga pengecer
produk segar, seperti buah dan sayur-sayuran misalnya, acap kali
menggunakan bahan kimia untuk mempertahankan kesegarannya.
Keenam, penerapan HACCP pada penggunaan produk .
Perancangan penerapan HACCP pada penggunaan produk umumnya
disusun oleh manufacturer, sebagaimana diuraikan di dalam GMP.
Konsumen sebagai rantai terakhir di dalam penerapan sistem harus
memperoleh informasi yang tepat mengenai preparasi bahan yang akan
dikonsumsinya. Persyaratan pelabelan yang membuat informasi
kandungan bahan, cara perlindungan, cara penggunaan, kontraindikasi, dan
kedaluwarsa sangat memegang peranan penting bagi penerapan HACCP
guna mengamankan produk hingga ke rantai akhir konsumen. Persyaratan
produk tersebut harus dirancang mudah untuk diterapkan pada skala
konsumen.

6
Latihan Soal 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya standar
mutu di antaranya, kecuali...
A. Adanya perbaikan produk menyesuaikan dengan standar
B. Mencegah dan menghilangkan hambatan perdagangan
C. Meningkatkan pendapatan
D. Meningkatkan wilayah penjualan produk
2. Pembuatan dan penetapan standar mutu mempunyai beberapa tujuan
utama...
A. 5 tujuan
B. 3 tujuan
C. 4 tujuan
D. 6 tujuan
3. Ada beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan apabila ingin
menerapkan jaminan mutu....
A. 4
B. 6
C. 5
D. 3
4. Dalam sistem agribisnis modern, paling tidak ada beberapa
instrumen penjaminan mutu yang harus diimplementasikan oleh
para pelaku agrotechnopreneurship di antaranya, kecuali....
A. GAP
B. GHP
C. GMP
D. CGI
5. Penerapan GAP oleh produsen di Indonesia sebagian besar masih
sulit dilakukan karena tiga hal, kecuali....
A. Pasar dalam negeri masih belum memberikan tuntutan
B. Produk sudah terkontaminasi
C. Tidak di dukung permodalan yang kuat
D. Pengetahuan petani yang kurang
6. Ada beberapa tujuan penerapan GHP, kecuali.............
A. Menekan kerusakan hasil

68
B. Mempermudah pengangkutan
C. Memperpanjang daya simpan
D. Menekan tingkat kehilangan hasil
7. Tujuan penerapan GMP pada industri pengolahan pangan, kecuali...
A. Mendorong investasi industri pengolahan pangan
B. Mendorong industri pengolahan pangan agar bertanggung jawab
C. Meningkatkan daya saing industri pengolahan pangan
D. Menghasilkan pangan olahan yang bermutu
8. GMP merupakan praktik untuk mengendalikan mutu dan higienitas
produk melalui pengendalian faktor lingkungan kerja serta proses
produksi mencakup, kecuali....
A. Desain dan tata letak pabrik
B. Pemeliharaan dan sanitasi
C. Sanitasi pimpinan manajemen puncak
D. Pengendalian proses produksi.
9. Unsur-unsur bahaya yang bisa mengontaminasi olahan pangan
mencakup, kecuali....
A. Kontaminasi terhadap fisik pangan
B. Hasil reaksi kimia
C. Limbah industri pabrik
D. Racun biologis
10. Tujuan khusus penerapan HACCP pada proses pengolahan pangan
adalah......
A. Mengevaluasi cara memproduksi pangan
B. Memperbaiki cara memproduksi pangan
C. Memantau dan mengevaluasi pengolahan pangan
D. Semuanya benar

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan Jumlah soal × 100%

Nilai Tingkat Penguasaan 90-100% = Baik sekali


80-89% = Baik
70-79% = Cukup
60-69% = Kurang
≤ 59% = Sangat kurang

6
Latihan Soal 2
ESSAY
1. Jelaskan kenapa begitu pentingnya standar mutu hasil pertanian!
2. Sebutkan lima tujuan penetapan standar!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan mandatory standars dan
voluntary standars!
4. Jelaskan tujuan penerapan GAP!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan HACCP!

Rubrik Penilaian

Aspek Bobot (% )
1. Pentingnya standar mutu hasil pertanian 25
2. Lima tujuan penetapan standar 15
3. Mandatory standars dan voluntary standars 25
4. Tujuan penerapan GAP 20
5. Apa yang dimaksud dengan HACCP 15

70
BAB 5
KOMPETENSI DALAM PENGEMBANGAN SDM
PERTANIAN

Tujuan Instruksional Umum:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan pengertian ko

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu dan dapat:
Menjelaskan dan menganalisis kompetensi SDM pertanian yang dibutuhkan oleh kegiatan wirausaha d
Menjelaskan, menganalisis dan merumuskan pola pengembangan SDM pertanian dalam menunjang p

7
Tidak ada bisnis apapun dapat berjalan tanpa manusia, karena setiap
bisnis pada hakikatnya oleh dan untuk manusia. Dengan demikian faktor
manusia yang terampil, menguasai pengetahuan, berjiwa entrepreneur dan
bertanggung jawab sangat dibutuhkan. Faktor manusia yang berkualitas
bidang pertanian di mulai dari petani, pengusaha tani, pemilik tanah,
pemilik modal, bankir, dan termasuk faktor manusia yang berada di
pemerintahan harus memiliki visi yang sama memakmurkan masyarakat
pedesaan melalui pengelolaan sektor agribisnis modern. Masing-masing
pelaku memainkan perannya dan menerima imbalan secara proporsional
dan memiliki kemauan sungguh-sungguh konsisten terhadap
perkembangan agribisnis modern (Widia dkk., 2011).

A. Kompetensi SDM
Kemampuan tenaga kerja di sektor pertanian (agribisnis dan
agroindustri) harus disesuaikan dengan kebutuhan kompetensi yang
diperlukan oleh para agrotechnopreneurship. Beberapa pakar dan praktisi
telah merumuskan beberapa pengertian kompetensi dalam rangka untuk
menetapkan pendekatan kompetensi dalam aktivitas pekerjaan. Banyak
konsep kompetensi yang sudah dihasilkan oleh para pakar berdasarkan
penafsirannya sendiri-sendiri. Menurut (Strebler, et al, 1997; Hidayat dkk,
2017) bahwa ada dua pengertian kompetensi yang saling berbeda yaitu
pertama, expressed as behaviours that an individual need to demonstrate
dan kedua, expressed as minimum standars of performance . Pengertian
pertama dapat diartikan bahwa kompetensi merupakan perilaku seorang
yang perlu ditunjukkan, sedangkan pengertian kedua kompetensi sebagai
standar minimum untuk mengukur kinerja seorang karyawan. Pengertian
competency biasa digunakan untuk menjelaskan perilaku, sementara itu
competences lazim dipergunakan untuk menjelaskan standar-standar.
Organisasi sektor swasta cenderung menggunakan model competency,
sedangkan organisasi publik banyak menggunakan model competences.
Sebuah tinjauan literatur menunjukkan ada tiga definisi utama
kompetensi (Hidayat dkk, 2012). Pertama, kinerja yang dapat diukur
(observable performance). Berdasarkan kinerja yang diamati selama ini
atau hasil dari proses pembelajaran. Definisi ini memfokuskan pada
kompetensi yang digambarkan dalam standar yang tertulis. Definisi

72
kompetensi ini menitikberatkan output dan job deskripsi yang jelas.
Organisasi memberikan pelatihan dan pengakuan kepada karyawan akan
pekerjaannya sehingga perusahaan dapat memberikan penilaian terhadap
karyawannya berdasarkan penetapan kinerja yang terukur.
Kedua, standar atau kualitas hasil kerja karyawan. Pengertian ini
biasa digunakan dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi di tempat kerja. Ketiga, karakteristik seseorang. Hal ini berkaitan
dengan karakteristik karyawan seperti pengetahuan, skill, dan kemampuan.
Perumusan definisi ini didasarkan pada kebutuhan dasar karyawan
sehingga karyawan dapat memiliki kompetensi.
Sedangkan (Spencer and Spenser, 1993; Susilo & Wijanarko, 2016)
membedakan kompetensi menjadi dua yaitu: Pertama, threshold
competencies. Merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki
seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya. Karakteristik utama
tersebut adalah pengetahuan atau keahlian dasar yang terkait dengan
bidang kompetensinya. Kedua, differentiation competencies; adalah faktor-
faktor yang dapat digunakan untuk membedakan antara individu yang
berkinerja tinggi dengan yang berkinerja rendah.
Damingun (2017) menjelaskan bahwa berbicara mengenai
kompetensi SDM tidak terlepas dari persyaratan pekerjaan yang ada.
Artinya perusahaan haruslah mengetahui terlebih dahulu bagaimana
pekerjaan itu harus dilaksanakan dan membutuhkan kompetensi apa dari
para pelaksana pekerjaan. Kompetensi ini bisa meliputi aspek
pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas,
kompetensi ini akan terkait dengan strategi organisasi dan pengertian
kompetensi ini dapat dipadukan dengan soft skill, hard skill, social skill,
dan mental skill. Hard skill mencerminkan pengetahuan dan keterampilan
fisik SDM, soft skill menunjukkan intuisi dan kepekaan SDM, social skill
menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial SDM dan mental skill
menunjukkan ketahanan mental SDM.
Muncul pertanyaan mengapa organisasi harus peduli dengan
kompetensi SDM-nya? Sebab, organisasi hidup di dalam lingkungan yang
secara terus-menerus mempengaruhi keberadaan dan keberlangsungan
hidupnya. Untuk hal ini, organisasi haruslah senantiasa melakukan upaya-
upaya yang dapat memperkokoh eksistensinya. Upaya yang dapat

7
dilakukan salah satunya adalah dengan selalu memberikan nilai tambah
bagi lingkungannya melalui penyampaian berbagai macam output yang
dihasilkannya. Realitanya, kompetensi SDM yang ada di dalam organisasi
tidaklah selalu sesuai dengan apa yang dituntut untuk keberhasilan sebuah
pekerjaan. Memang tidak dapat dipungkiri, ada juga organisasi yang cukup
beruntung karena secara tidak sengaja memiliki SDM yang kompeten,
yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap mental dan sosial yang
sangat mendukung pencapaian visi dan misi organisasi.
Selanjutnya (Haryono, 2018; Susilo, 2019) menyatakan bahwa
dalam menghadapi revolusi industri 4.0, setidaknya ada tiga hal yang
berkaitan dengan SDM yang perlu diperhatikan semua pihak, yaitu:
Pertama, kualitas; yaitu upaya menghasilkan SDM yang berkualitas agar
sesuai dengan kebutuhan pasar kerja berbasis teknologi digital. Kedua,
kuantitas; yaitu menghasilkan sejumlah SDM yang kompeten dan sesuai
kebutuhan industri. Ketiga, adalah masalah distribusi SDM berkualitas
yang masih belum merata.
Tentunya kualifikasi kompetensi SDM yang diperlukan menurut
Susilo (2019) sangat terkait dengan seberapa jauh sebuah perusahaan atau
organisasi mengimplementasikan fitur-fitur industri 4.0 tersebut dalam
operasinya. Seperti yang dinyatakan (Maresova et al., 2018; Susilo, 2019),
apakah dan sejauh mana beberapa kualifikasi akan menjadi lebih atau
kurang bernilai di masa depan, dan jenis kualifikasi baru apa yang akan
muncul, hal ini tergantung pada seberapa cepat dan sejauh mana masing-
masing perusahaan akan menerapkan otomatisasi dan interkoneksi
prosedur dan proses industri 4.0 mereka dalam produksi, layanan, dan
penjualan produknya.
Sedangkan (Aoun, 2017; Susilo, 2019) menjelaskan bahwa untuk
mendapatkan SDM yang kompetitif dalam era revolusi industri 4.0,
kurikulum pendidikan harus dirancang agar output-nya mampu menguasai:
Pertama, literasi data; yaitu kemampuan membaca, menganalisis dan
memanfaatkan informasi big data dalam dunia digital. Kedua, literasi
teknologi; yaitu memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding,
artificial intelligence dan engineering principles), dan Ketiga, literasi
manusia, humanities, komunikasi dan desain. Tujuannya adalah agar
manusia dapat berfungsi dengan baik di lingkungan manusia yang semakin

74
dinamis. Susilo (2019) menambahkan bahwa ada 3 elemen kompetensi
yang tren di masa industri 4.0, yaitu ability, basic skill, dan cross
functional skill yang sangat berperan bagi SDM untuk dapat bersaing atau
menjadi spesifikasi yang dibutuhkan dalam pekerjaan di era revolusi
industri 4.0. Terkait dengan hal itu, World Economic Forum melaporkan
bahwa di tahun 2020-an akan ada 10 keterampilan yang utama yang
dibutuhkan di era industri 4.0 yaitu; complex problem solving, critical
thinking, creativity, people management, coordinating with others,
emotional intelligence, judgment and decision making, service orientation,
negotiation, and cognitive flexibility.

B. Peran Sektor Pertanian dan SDM Pertanian


Pertanian adalah salah satu sektor vital dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Pertanian juga memiliki peran strategis bagi kehidupan bangsa.
Kondisi yang vital dan strategis ini secara keseluruhan tidak dapat
digantikan oleh sektor lainnya. Selain itu, pertanian adalah penyedia
pangan bagi penduduk Indonesia. Sektor pertanian merupakan pabrik
alami yang menghasilkan produk-produk pangan yang amat dibutuhkan
oleh seluruh bangsa Indonesia. Sebagai penyedia pangan, maka pertanian
memiliki peran yang tak tergantikan oleh sektor lainnya (Bustang, 2014).
Pertanian juga merupakan penyedia mayoritas dari bahan baku
industri kecil dan menengah. Sekitar 87 persen bahan baku dari industri
kecil dan menengah adalah berbasis dari proses pertanian. Dengan
demikian, pertanian memberikan potensi bagi dinamika perekonomian
bangsa. Kementerian Pertanian (2014) merilis bahwa pertanian
memberikan sumbangan sekitar 14,72 persen terhadap PDB. Proses dan
dinamika pertanian juga mampu menghasilkan US $ 43,37 miliar sebagai
sumber devisa negara. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa sektor
pertanian memiliki peran signifikan dalam perekonomian nasional.
Apabila dilihat dari perspektif kepentingannya pada jumlah tenaga kerja,
maka pertanian menyerap sekitar 33,32 persen total tenaga kerja. Kondisi
lainnya adalah bahwa pada rumah tangga pedesaan bergantung sekitar 70
persen dari sektor pertanian sebagai sumber utama pendapatan.
Hasil kajian (Wiganda, 2003; Hidayat dkk., 2012) menyatakan bahwa
sektor pertanian khususnya agribisnis komoditas unggulan diprediksikan

7
akan sangat berperan dalam pembangunan sistem ekonomi kerakyatan di
semua provinsi di masa yang akan datang. Prediksi ini dibuat dengan dasar
pertimbangan sebagai berikut: Pertama, sektor pertanian masih
menampung sebagian besar tenaga kerja (75 persen) dan mempunyai basis
yang kuat di tingkat masyarakat bawah. Sektor ini terbukti cukup mapan
dalam menghadapi terpaan krisis ekonomi yang sudah berlangsung beberapa
tahun. Kedua, sektor industri yang akan dikembangkan di daerah adalah
industri yang mendapat pasokan bahan baku mantap, karena adanya
tuntutan efisiensi dalam mekanisme pasar regional maupun internasional.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka industri lebih cepat untuk berkembang
adalah industri pengolahan hasil pertanian, di mana sektor ini dipandang
cukup mantap pertumbuhannya dan melibatkan sejumlah besar tenaga kerja.
Ketiga, jika faktor keunggulan bersaing (competitive advantage) dalam
mekanisme pasar dikembangkan, maka komoditas yang dipandang masih
dapat bersaing untuk menjadi komoditas unggulan adalah komoditas
pertanian, dibandingkan komoditas non-pertanian. Keempat, jika sasaran
pembangunan adalah terciptanya ekonomi kerakyatan yang mandiri, dengan
peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, maka pada tempatnya
jika sektor pertanian pedesaan yang menampung bagian terbesar penduduk
mendapat perhatian lebih, dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi
yang berciri industri kecil dan menengah yang kuat dan maju.
Bustang (2014) menambahkan bahwa salah satu faktor penting bagi
upaya melakukan proses produksi pertanian yang tepat, adalah dengan
menyiapkan SDM yang memenuhi standar kebutuhan sektor pertanian.
SDM yang tepat dibutuhkan adalah sesuai dengan kebutuhan dalam rangka
memenuhi upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam memenuhi ekspektasi
daya saing yang tepat. Dalam konteks ini para pelaku agrotechnopreneur
atau SDM yang tepat sangat diharapkan dapat melaksanakan kegiatan
pertanian yang sesuai.
Dengan SDM pertanian yang tangguh, akan memberikan peran yang
sesuai dengan kondisi persaingan saat ini. SDM yang memiliki kompetensi
tentu memberikan kontribusi pada kemajuan agrotechnopreneurship.
Kesiapan, kualifikasi dan kompetensi yang memadai sebagai SDM pelaku
agrotechnopreneurship akan berkontribusi dalam produktivitas, daya
adaptasi dan keberlanjutan usaha yang digeluti. Apabila kondisi atau

76
situasi peran SDM pertanian dapat diselenggarakan dengan baik, maka
akan berdampak signifikan dalam memfasilitasi upaya mewujudkan
kedaulatan pangan. Berdasarkan hal tersebut, maka kita menilai kembali
bagaimana SDM pertanian dan peran yang dapat dimainkan adalah upaya
vital yang sangat potensial dan aktual, akan memberikan jawaban terhadap
persoalan-persoalan pertanian, produksi, maupun daya saing serta
kedaulatan pangan. Sebab kedaulatan pangan telah menjadi suatu tahapan
sangat vital dalam keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rahma dkk. (2014) mengungkapkan bahwa dalam menghadapi
persaingan globalisasi saat ini, faktor SDM merupakan faktor dominan
yang menentukan daya saing. Faktor lain yang berpengaruh adalah pasar,
finansial, teknologi, pemasok, infrastruktur dan lingkungan serta kebijakan
yang kondusif. Untuk ekonomi yang berbasis kepada pertanian, faktor
SDM merupakan faktor yang cukup dominan. Pencarian SDM di bidang
pertanian merupakan hal yang tidak terlalu sulit, tetapi pencarian SDM
yang kompeten di bidang pertanian merupakan hal yang sulit secara nyata.
Selanjutnya Hidayat dkk. (2012) menyatakan bahwa penyiapan
SDM pertanian (baik kegiatan agribisnis maupun agroindustri) tentunya
harus diketahui bidang-bidang yang akan dibuka secara bertahap. Misalnya
usaha agroindustri yang dianggap fast tracks mempunyai kaitan yang erat
dengan timbulnya movement di tingkat regional bahkan internasional.
Presence of natural persons akan merambah ke semua jenis pekerjaan
dalam berbagai tingkatan. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia tidak hanya
bersaing dengan sesama bangsanya sendiri, tetapi sudah meningkat pada
taraf regional dan internasional.
Mobilisasi SDM pertanian akan menjadi lebih bebas, tanpa
hambatan dan diskriminasi. Hal ini menuntut adanya standarisasi dan
sertifikasi kompetensi SDM (tenaga kerja) sehingga akan tercipta
keseragaman mutu pelayanan di kawasan yang telah melakukan
kesepakatan-kesepakatan tersebut seperti (MEA, AFTA, APEC, GATT)
yang meliputi pekerjaan proses produksi dan profesi sektor agribisnis dan
agroindustri. Guna mengantisipasi kebutuhan SDM yang sesuai dengan
kebutuhan industri sebagai users, maka pola link and match perlu
diterapkan untuk mengetahui kebutuhan industri.

7
Menurut Juarini (2015) keberlanjutan pertanian dalam menyediakan
pangan sangat tergantung pada SDM pertanian. Namun mayoritas
pendidikan SDM pertanian Indonesia masih rendah, banyak pelaku usaha
pertanian yang sudah berusia lanjut dan rendahnya kapasitas aspek
kewirausahaan (agrotechnopreneurship) yang mereka miliki. Untuk itu,
salah satu kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi pertanian adalah
pengembangan SDM. Pengembangan SDM penting karena SDM tidak
hanya sekadar faktor produksi melainkan pelaku langsung pembangunan
pertanian.

C. Pengembangan SDM Pertanian


Menurut Susilo (2019) keberadaan SDM pertanian tetap akan
menjadi sangat penting dalam era revolusi industri 4.0 saat ini.
Keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) dasar SDM pertanian
tentang proses produksi dalam berbagai fitur-fitur transformasi di dalam
revolusi industri 4.0 menjadi hal yang sangat wajib untuk dikuasai
kemudian di tambah dengan perilaku-perilaku (attitude) andal termasuk
keterampilan sosial (social skill) akan menjadi syarat kualifikasi
kompetensi yang wajib dimiliki setiap SDM pertanian agar mampu
bersaing dan mengambil bagian dalam era ini. Untuk itu, potensi SDM
bidang pertanian dapat diketahui dengan melakukan pengembangan SDM.
Pengembangan SDM adalah suatu proses bagaimana membuat
seorang individu atau kelompok menjadi berkembang atau memiliki
kekuatan, kemampuan dan memiliki kemandirian dalam mengelola suatu
kebutuhan atau menghadapi permasalahan tertentu. Pada dasarnya
pengembangan sumber daya manusia menurut pendapat Handoko (2012)
memiliki dua tujuan utama yaitu; Pertama, untuk menutup “gap” antara
kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan; Kedua,
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai
sasaran-sasaran kerja yang ditetapkan.
Menurut (Amstrong & Taylor, 2013; Buntuang & Adda, 2018)
menjelaskan bahwa ada beberapa komponen pengembangan SDM yaitu:
Pertama, learning. Proses di mana seseorang memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, perilaku dan
sikap. Ini melibatkan modifikasi perilaku melalui pengalaman serta metode

78
yang lebih formal untuk membantu orang belajar di dalam atau di luar
tempat kerja. Kedua, development. Pertumbuhan atau perwujudan
kemampuan dan potensi seseorang melalui penyediaan pengalaman belajar
dan pendidikan. Ketiga, training. Aplikasi sistematis dari proses formal
untuk menanamkan pengetahuan dan membantu orang untuk memperoleh
keterampilan yang diperlukan bagi mereka untuk melakukan pekerjaan
mereka secara memuaskan, dan Keempat, education. Pengembangan
pengetahuan, nilai-nilai dan pemahaman yang diperlukan dalam semua
aspek kehidupan dari pada pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan
dengan bidang-bidang kegiatan tertentu.
Dari kedua pendapat ahli tersebut, pada dasarnya prinsip
pengembangan SDM tidak jauh berbeda dengan harapan atas atribut-
atribut sebagai berikut: (1) memiliki keterampilan dan keahlian teoritis
ilmiah tertentu sesuai dengan bidang pekerjaan yang akan digelutinya, (2)
harus mampu menyumbangkan ilmu dan tenaga secara optimal untuk
kelancaran usaha tempat kerjanya, (3) harus dapat mendorong peningkatan
produktivitas yang berkelanjutan, (4) memilki sikap untuk terus menerus
memperbaiki dan meningkatkan keahlian dan keterampilannya, dan (5)
disiplin dan patuh pada aturan main profesi dan tempat kerjanya
Untuk menjawab permasalahan di atas hanya satu kata kuncinya,
yaitu SDM yang unggul khususnya di bidang pertanian. Karena kehidupan
akan terus berlanjut dan bencana alam serta krisis yang terjadi dapat dipan-
dang sebagai suatu peristiwa seleksi alam, di mana bangsa-bangsa yang
tidak memiliki SDM yang unggul, akan terpuruk dalam ketidakberdayaan.
Sementara itu, bangsa yang didukung oleh manusia-manusia yang ber-SDM
unggul, punya visi, dinamis, serta memiliki integritas dan komitmen terha-
dap kemajuan akan terus hidup dan menjadi bangsa yang disegani.
Dengan bertolak dari dasar pemikiran tersebut maka jelas peran
pemerintah dan seluruh lembaga yang ada di masyarakat harus ditujukan
pada upaya untuk menciptakan benih manusia-manusia Indonesia yang
unggul, yaitu sosok manusia Indonesia yang memiliki mental dan
semangat wiraswasta atau yang sekarang lebih populer dengan sebutan
wirausaha. Sejarah membuktikan, keberhasilan pembangunan yang diraih
oleh negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika karena negara
tersebut didukung oleh sejumlah entrepreneur yang tangguh.

7
Amerika telah menempatkan entrepreneur sebagai cornerstone
dalam pelaksanaan pembangunan ekonominya. Tokoh, seperti Ezra
Cornell pendiri Comell University yang sangat populer, Nolan Bushnell
pencipta Nintendo dalam industri videogame, Bill Gates yang sukses
melalui kreativitasnya dalam industri Microsoft Software, mereka adalah
sebagian contoh wirausahawan yang telah ikut membangun pilar ekonomi
Amerika Serikat.
Patut disyukuri bahwa di negara kita, telah lahir pula sejumlah
wirausahawan di berbagai sektor ekonomi, seperti Willy Sidharta sebagai
komandan minuman Aqua (agrotechnopreneurship), Budi Yuwono yang
berhasil menjual “misteri” minuman Cap Kaki Tiga (agrotechnopre-
neurship), Ir. H. Aburizal Bakrie (Ical) yang sukses dalam mengelola grup
perusahaan Bakrie & Brothers bersama dua saudaranya Nirwan Dermawan
Bakrie, MBA (Iwan), dan Indra Usmansyah Bakrie, BBA (Indra), dan
masih banyak lagi. Walaupun, pada umumnya para wirausahawan tersebut
masih dominan bermain di pasar lokal, tetapi kehadiran mereka telah ikut
mewarnai dunia usaha kita dan patut dijadikan teladan dalam
pengembangan kewirausahaan nasional.

Latihan Soal 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Faktor manusia yang berkualitas di bidang pertanian harus di mulai
dari.....kecuali.
A. Buruh tani
B. Petani dan pemilik tanah
C. Pengusaha tani
D. Pemilik modal dan bankir
2. Dalam menghadapi revolusi industri 4.0 setidaknya ada tiga hal
yang berkaitan dengan SDM pertanian yang perlu diperhatikan
semua pihak, kecuali.
A. Distribusi SDM
B. Kompetensi SDM
C. Kuantitas SDM
D. Kualitas SDM

80
3. Untuk mendapatkan SDM pertanian yang kompetitif dalam era
revolusi industri 4.0, kurikulum pendidikan harus dirancang agar
output-nya mampu menguasai..., kecuali.
A. Literasi manusia, humanities, komunikasi dan desain
B. Literasi data
C. Literasi sosial
D. Literasi teknologi
4. Susilo (2019) menjelaskan bahwa ada 3 elemen kompetensi yang
tren di masa Industri 4.0, kecuali.
A. Basic skill
B. Social skill
C. Cross functional skill
D. Ability
5. Sektor pertanian khususnya agribisnis komoditas unggulan
diprediksi akan sangat berperan dalam sistem ekonomi kerakyatan,
dengan beberapa dasar pertimbangan.
A. 3 pertimbangan
B. 5 pertimbangan
C. 2 pertimbangan
D. 4 pertimbangan
6. Handoko (2012) menyatakan bahwa secara umum tujuan utama
pengembangan SDM memiliki...
A. 3 tujuan
B. 2 tujuan
C. 4 tujuan
D. 5 tujuan
7. Komponen pengembangan SDM terdiri dari......, kecuali.
A. Development
B. Training
C. Advocasi
D. Learning
8. Prinsip dasar pengembangan SDM tidak jauh berbeda dengan
harapan atas atribut-atribut sebagai berikut, kecuali...
A. Harus mampu menyumbangkan ilmu dan tenaga
B. Mengejar karier setinggi-tingginya

8
C. Mendorong peningkatan produktivitas secara berkelanjutan
D. Memiliki keterampilan dan keahlian
9. Amerika Serikat (USA) telah menempatkan entrepreneur sebagai
cornerstone dalam pelaksanaan pembangunan ekonominya,
sehingga melahirkan entrepreneur yang andal, kecuali.
A. Bill Gates
B. Nolan Coenell
C. Ezra Cornell
D. Philips Kotler
10. Patut di syukuri bahwa Indonesia juga telah melahirkan sejumlah
entrepreneurs dan agrotechnopreneur yang andal......., kecuali.
A. Aburizal Bakrie
B. Budi Yuwono
C. Agus Harimukti Yudhoyono
D. Willy Sidharta.

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan Jumlah soal × 100%

Nilai Tingkat Penguasaan 90-100% = Baik sekali


80-89% = Baik
70-79% = Cukup
60-69% = Kurang
≤ 59% = Sangat kurang

Latihan Soal 2
ESSAY
1. Jelaskan perbedaan pengertian antara competency dengan
competences!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan threshold competencies dan
differentiation competencies!
3. Jelaskan istilah-istilah berikut yang terkait dengan kompetensi
SDM, sebagai berikut:
a. Soft skill
b. Hard skill

82
c. Social skill
d. Mental skill
4. Dalam menghadapi revolusi industri 4.0 setidaknya ada 3 hal yang
berkaitan dengan pengembangan SDM yang perlu diperhatikan.
Jelaskan ke 3 hal tersebut yang di maksud!
5. Jelaskan tujuan utama dari pengembangan SDM!

Rubrik Penilaian

Aspek Bobot (% )
1. Perbedaan competency dan competences 10
2. Pengertian threshold competencies dan differentiation
20
competencies
3. Penjelasan istilah-istilah 25
4. Tiga hal berkaitan dengan pengembangan SDM 25
5. Tujuan utama pengembangan SDM 20

8
BAB 6
KOMPETENSI DALAM MEMASARKAN
DAN MENJAGA PASAR

Tujuan Instruksional Umum:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan pengertian dan konsep dasar pem

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
Menjelaskan dan memahami pengertian pemasaran dan konsep dasar pemasaran produk agribisnis dan agroindustri untuk
Menjelaskan dan memahami konsep strategi pemasaran dengan pendekatan marketing mix (bauran pemasaran), dan segm

84
Mendengarkan suara pelanggan adalah sebuah keniscayaan dalam
sistem agribisnis modern, dan wirausaha bidang agribisnis
(agrotechnopreneurship). Kepuasan pelanggan harus menjadi tujuan
perusahaan agribisnis dan agroindustri, karena dengan kepuasan tersebut
akan terjadi pembelian secara berulang sampai menjadi pelanggan tetap.
Setiap bisnis yang telah mampu menciptakan pelanggan dapat dipastikan
dapat hidup terus (survival), tumbuh dan berkembang. Namun, kepuasan,
selera konsumen, pesaing, perkembangan teknologi, dan perubahannya
tidak dapat dikendalikan, maka perlu melakukan penelitian pasar dan
pemasaran secara kontinu. Jika analisis pasar dan pemasaran dapat
dilakukan dengan metode yang tepat, maka strategi bauran pemasaran
(produk, harga, promosi dan sistem penyerahan) dari kegiatan agribisnis
modern dapat mencapai target pasar yang diharapkan, bahkan tidak
menutup kemungkinan bisa menjadi “pelopor” dan “penguasa” pasar baik
pada tingkat domestik maupun global.

A. Konsep Pemasaran Agribisnis


Aktivitas pemasaran merupakan hal yang paling penting dalam
sistem agribisnis mulai dari penyediaan sarana produksi pertanian
(subsistem input), usaha tani (on farm), pemasaran dan pengolahan hasil
pertanian, serta penunjang (penelitian, penyuluhan, pembiayaan/kredit,
intelijen pemasaran atau informasi pemasaran, dan kebijakan pemasaran).
Asmarantaka dkk. (2017) menjelaskan bahwa tujuan dari pemasaran yaitu
menjembatani apa yang diinginkan produsen dan konsumen dalam
melengkapi proses produksi. Hampir semua aktivitas pemasaran
membantu produsen dalam memahami keinginan konsumen. Jadi,
pemasaran membantu menemukan berbagai jawaban dari lima pertanyaan
kunci dalam setiap sistem ekonomi, antara lain: (1) apa yang seharusnya
diproduksi, (2) berapa banyak produk yang seharusnya diproduksi, (3)
kapan seharusnya produk diproduksi, (4) siapa yang memproduksi, dan (5)
siapa yang membuat pasar untuk produk tersebut. Jawabannya adalah
ketika pemasaran dilakukan secara efisien dan adil, pemasaran secara
keseluruhan dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, peningkatan
keuntungan produsen dan peningkatan kepuasan konsumen.

8
Menurut (Kotler, 1980; Priangani, 2013) pemasaran adalah
keinginan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan melalui proses pertukaran. Selain itu, pemasaran juga sebagai
suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok
memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan
pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Demikian juga
Asmarantaka dkk. (2017) menjelaskan bahwa pemasaran dapat didekati
melalui dua pendekatan yaitu pendekatan ekonomi dan manajerial.
Pendekatan ekonomi merupakan pendekatan keseluruhan pemasaran
(pendekatan makro) dari petani sampai komoditas (produk) tersebut
diterima atau dikonsumsi oleh konsumen akhir.
Menurut Asmarantaka dkk. (2017) bahwa pendekatan yang dapat
dilakukan pada analisis pemasaran perspektif makro antara lain; pendekatan
fungsi, kelembagaan, sistem, dan struktur-perilaku-kinerja pasar (structure,
conduct, performance market/SCP). Pertama, pendekatan fungsi.
Merupakan pendekatan studi pemasaran dari aktivitas-aktivitas bisnis yang
terjadi atau perlakuan yang ada pada proses dalam sistem pemasaran yang
akan meningkatkan dan menciptakan nilai guna (tambah) untuk memenuhi
kebutuhan konsumen. Kedua, pendekatan kelembagaan. Merupakan
berbagai organisasi bisnis, kelompok bisnis yang melaksanakan atau
mengembangkan aktivitas bisnis (fungsi-fungsi pemasaran).
Ketiga, pendekatan sistem. Menekankan pada keseluruhan sistem
yang kontinyu dan efisien dari seluruh sub-subsistem yang ada di dalam
aliran produk (jasa) mulai dari petani produsen primer sampai ke
konsumen akhir. Keempat, struktur-perilaku-kinerja pasar (SCP, sebagai
pendekatan industri). Merupakan kajian yang menganalisis keseluruhan
sistem dari aspek makro mulai dari pendekatan fungsi, kelembagaan,
pengolah (pabrikan), dan organisasi fasilitas yang terlibat dari sistem
pemasaran.
Sedangkan hal yang terkait dengan konsepsi inti pemasaran, kita
dapat berpedoman pada konsep pemasaran research in motion (RIM) yang
dilakukan oleh produsen dari handset Blacck Berry (Priangani, 2013).
Pertama, kebutuhan, keinginan dan permintaan. Ada perbedaan antara
kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kebutuhan manusia adalah keadaan
di mana manusia merasa tidak memiliki kepuasan dasar. Kebutuhan tidak

86
diciptakan oleh masyarakat atau pemasar, namun sudah ada dan terukir
dalam hayati kondisi manusia. Keinginan adalah hasrat akan pemuas
tertentu dari kebutuhan. Keinginan manusia dibentuk oleh kekuatan dan
institusi sosial. Sedangkan permintaan adalah keinginan akan sesuatu yang
didukung dengan kemampuan dan kesediaan membelinya. Keinginan
menjadi permintaan bila didukung dengan daya beli. Perbedaan ini bisa
menjelaskan bahwa pemasar tidak menciptakan kebutuhan, karena
kebutuhan sudah ada sebelumnya. Pemasar mempengaruhi keinginan dan
permintaan dengan membuat suatu produk yang cocok, menarik,
terjangkau dan mudah didapatkan oleh pelanggan yang dituju.
Kedua, produk. Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk
memenuhi kebutuhan atau keinginan pelanggan. Pentingnya suatu produk
fisik bukan terletak pada kepemilikannya tetapi pada jasa yang dapat
diberikannya. Oleh karena itu, dalam membuat produk harus
memperhatikan produk fisik dan jasa yang diberikan produk tersebut.
Ketiga, nilai, biaya dan kepuasan. Nilai adalah perkiraan pelanggan
tentang kemampuan total suatu produk untuk memenuhi kebutuhannya.
Setiap produk memiliki kemampuan berbeda untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, tetapi pelanggan akan memilih produk mana yang akan memberi
kepuasan total yang paling tinggi. Nilai setiap produk sebenarnya
tergantung dari seberapa jauh produk tersebut dapat mendekati produk
ideal, dalam hal ini termasuk harga.
Keempat, pertukaran. Transaksi dan hubungan kebutuhan dan
keinginan manusia serta nilai suatu produk bagi manusia tidak cukup
untuk menjelaskan pemasaran. Pemasaran timbul saat orang memutuskan
untuk memenuhi kebutuhan serta keinginannya dengan pertukaran.
Pertukaran adalah salah satu cara mendapatkan suatu produk yang
diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya.
Pertukaran merupakan proses dan bukan kejadian sesaat. Masing-masing
pihak disebut berada dalam suatu pertukaran bila mereka berunding dan
mengarah pada suatu persetujuan.
Kelima, pasar. Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang
memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu serta mau dan mampu turut
dalam pertukaran untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan itu. Istilah
pasar untuk menunjukkan pada sejumlah pembeli dan penjual melakukan

8
transaksi pada suatu produk. Keenam, pemasaran dan pemasar.
Pemasaran adalah keinginan manusia dalam hubungannya dengan pasar,
sedangkan pemasar adalah orang yang mencari sumber daya dari orang
lain dan mau menawarkan sesuatu yang bernilai untuk itu. Kalau satu
pihak lebih aktif mencari pertukaran daripada pihak lain, maka pihak
pertama adalah pemasar dan pihak kedua adalah calon pembeli.
Priangani dkk. (2013) menambahkan bahwa bila ditinjau dari
konsep inti pemasaran maka ada lima konsep pemasaran yang mendasari
cara organisasi melakukan kegiatan pemasarannya. Pertama, konsep
pemasaran berwawasan produksi. Konsep ini adalah salah satu konsep
tertua, yaitu akan memilih produk yang mudah didapat dan murah
harganya. Dalam hal ini memusatkan perhatiannya untuk mencapai
efisiensi produk yang tinggi serta cakupan distribusi yang luas. Konsep ini
dapat dijalankan apabila permintaan produk melebihi penawarannya dan di
mana biaya produk tersebut sangat tinggi.
Kedua, konsep pemasaran berwawasan produk . Konsep ini
berpendapat bahwa pelanggan akan memilih produk yang menawarkan
mutu, kinerja terbaik dan inovatif dalam hal ini memuaskan perhatian
untuk membuat produk yang lebih baik dan terus menyempurnakannya.
Industri yang berwawasan ini cenderung tidak memperhatikan keinginan
dan kebutuhan dari pelanggan, sehingga divisi pemasaran akan mengalami
kesulitan dalam pemasaran. Ketiga, konsep pemasaran berwawasan
menjual. Konsep ini berpendapat bahwa kalau pelanggan dibiarkan saja,
maka pelanggan tidak akan membeli produk industri dalam jumlah cukup
sehingga harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif.
Konsep ini beranggapan bahwa pelanggan enggan membeli dan harus
didorong supaya membeli. Konsep ini sering digunakan pada “produk
yang tidak dicari” atau tidak terpikir untuk dibeli serta pada industri yang
mengalami kelebihan kapasitas produksi.
Keempat, konsep pemasaran berwawasan pemasaran . Konsep ini
berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan industri terdiri dari
penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan
kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien daripada
saingannya. Kelima, konsep pemasaran berwawasan bermasyarakat.
Konsep ini beranggapan bahwa tugas industri ialah menentukan

88
kebutuhan, keinginan serta kepentingan pasar sasaran dan memenuhinya
dengan lebih efektif serta efisien daripada saingannya dengan cara
mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan pelanggan dan
masyarakat. Konsep pemasaran bermasyarakat meminta pemasar untuk
menyeimbangkan tiga faktor dalam menentukan kebijakan pemasaran,
yaitu; (1) keuntungan industri jangka pendek, (2) kepuasan pelanggan
jangka panjang, dan (3) kepentingan umum dalam pengambilan keputusan.

B. Strategi Menjaga Pasar


Pada intinya, pemasaran berorientasi untuk mewujudkan kepuasan
pelanggan sepenuhnya (total costumer satisfaction). Kepuasan adalah
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang
dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan adalah
fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Di
dalam strategi pemasaran industri erat kaitannya dengan tiga kekuatan
utama yang meliputi; pelanggan (costumer), perusahaan atau industri
(corporation), dan persaingan (competition) atau sering disebut sebagai 3C
(Priangani, 2013).
Konsep pemasaran yang strategis selalu memfokuskan diri pada
cara- cara ikut terjun dalam persaingan di mana industri dapat secara
efektif menempatkan diri terhadap pesaingnya. Dalam hal ini, kemampuan
memberikan nilai lebih pada pelanggan adalah kata kunci yang perlu
dikembangkan dengan lebih optimal. Setiap orang di industri atau
perusahaan mempunyai pelanggan yang harus dipuaskannya. Ini yang
pertama-tama harus disadari setiap karyawan. Kepuasan pelanggan relevan
untuk kita semua, apapun pekerjaan kita, jadi kepuasan pelanggan bukan
semata-mata urusan dan tanggung jawab divisi pemasaran dan pelayanan
purna jual. Langkah pertama dalam usaha memuaskan pelanggan adalah
menentukan dan mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
Pelanggan yang berbeda dapat pula berlainan kebutuhannya dan juga
berbeda prioritasnya, tetapi pada dasarnya kebutuhan-kebutuhan umum
hampir sama.
1. Strategi Marketing Mix
Menurut Priangani (2013) optimalisasi strategi pemasaran juga
dipengaruhi oleh bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran
adalah suatu strategi marketing yang menekankan bagaimana cara produk

8
seefektif mungkin. Dengan perkataan lain marketing mix adalah merupakan
variabel-variabel yang dipergunakan oleh setiap industri, sebagai sarana
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan para pelanggan. Priangani (2013)
menambahkan bahwa konsep marketing mix adalah suatu istilah yang
menggambarkan seluruh unsur pemasaran dan faktor produksi yang
dikerahkan guna mencapai tujuan perusahaan. Misalnya laba, penghasilan,
harta yang ditanam, omzet penjualan, dan bagian pasar yang ingin direbut.
Konsepsi marketing mix yang akan dijelaskan dalam tulisan ini
adalah dengan mencontohkan strategi aplikasi yang dilakukan oleh
McDonald, yaitu; Pertama, product. McDonald merupakan perusahaan
yang bergerak pada industri fast food restoran. Produk yang ditawarkan
berupa makanan dan minuman siap saji. Kedua, price. Penentuan harga
ditetapkan dengan market price yang ditentukan oleh head office sesuai
dengan daya beli konsumen. Tier adalah penentuan harga sesuai dengan
kemampuan daya beli konsumen di lingkungan tersebut, yang
penetapannya ditentukan oleh lingkungan di mana restoran McDonald
tersebut berada. Ketiga, place. Berhubungan dengan lokasi untuk
mendistribusikan produk kepada pelanggan, di mana tempat tersebut harus
strategis bagi target pasar yang dituju yaitu segmen kawula muda dan
keluarga.
Keempat, promotion. Secara umum, program promosi dari market
wide adalah promosi advertising melalui above the line, yaitu melalui iklan
di TV. Strategi promosi yang dilakukan meliputi; (1) promosi public
relation, yaitu melalui hospitality dengan memberikan pelayanan yang
lebih kepada pelanggan melalui magic moment, (2) advertising, yaitu
melalui abone the line adalah kerja sama dengan stasiun radio lokal untuk
menginformasikan event-event yang diadakan oleh McDonald. Sedangkan
melalui below the line, yaitu pembuatan spanduk, poster, brosur, standing
banner, hanging mobile, translate, back drop, (3) show case, yaitu berupa
merchandise McDonald, dan (4) event yang dilaksanakan di McDonald
yang dapat dijadikan sebagai sarana promosi yang merupakan kerja sama
dengan perusahaan-perusahaan lain.
Selanjutnya kita dapat belajar lima prinsip strategi pemasaran yang
dilakukan McDonald (Priangani, 2013) yaitu; Pertama, sebelum
melakukan langkah-langkah marketing kreatif, maka yang dilakukan
McDonald adalah menetapkan tujuan dan target-target yang mendunia.

90
Salah satu visi dan misi yang diusung oleh pihak McDonald adalah
menjadi yang terbaik di tingkat dunia sebagai salah satu perusahaan bisnis
makanan terbesar di dunia. Dengan target ini maka upaya pemasaran akan
mengikuti pada target yang telah ditetapkan.
Kedua, beberapa upaya promosi kreatif yang dilakukan oleh pihak
McDonald sebagai bentuk strategi pemasaran McDonald di antaranya
adalah iklan televisi, public relation yang andal, promosi di radio-radio
lokal, dan lain sebagainya. Ketiga, sistem dan strategi pemasaran
McDonald yang kreatif dilakukan dengan cara delivery order yang cukup
mudah, praktis dan memanjakan para pelanggan membuat para pelanggan
McDonald merasa betah dan nyaman mengonsumsi makanan dan
minuman produk McDonald. Keempat, bentuk lain strategi pemasaran
McDonald adalah dengan melakukan pelayanan penjualan secara online,
kapan pun dan di mana pun kita bisa menikmati produk-produk McDolald
yang siap diantar ke rumah, dan Kelima, upaya peningkatan kualitas
produk merupakan strategi pemasaran McDonald yang berkelanjutan.

2. Strategi Segmenting, Targeting & Positioning


Salah satu strategi pemasaran yang tidak kalah pentingnya setelah
strategi marketing mix adalah segmenting, targeting, dan positioning
(STP). Starbucks merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di
bidang penjualan biji kopi, kedai kopi dan musik yang berbasis di Jepang
yang memiliki beberapa cabang di Indonesia, merupakan salah satu
perusahaaan yang menerapkan strategi pemasarannya dengan pendekatan
STP (Priangani, 2013). Pertama, strategy segmenting. Strategi pemasaran
Starbucks berbasis segmenting merupakan strategi yang didasarkan pada
analisis yang kuat terhadap kondisi segmentasi target konsumen yang
ditetapkan. Melalui berbagai pertimbangan dan penilaian yang kuat maka
dilakukan upaya-upaya kreatif marketing yang didasarkan pada kondisi
segmentasi konsumen.
Proses strategi segmenting berupaya untuk mengelompokkan
segmentasi konsumen kepada kelompok-kelompok yang lebih homogen.
Strategi pemasaran Starbucks yang didasarkan pada strategi segmenting
menganalisis beberapa hal terkait segmentasi yang akan dipilih, beberapa
di antaranya adalah; (1) apakah segmen yang dipilih tersebut sudah cukup

9
besar, (2) apakah ada daya beli yang kuat terhadap segmentasi yang
dipilih, (3) apakah segmentasi yang dipilih bisa dibedakan dengan
segmentasi lainnya, (4) apakah sudah ada pesaing lain yang telah
menguasai segmen yang dipilih tersebut, (5) apakah segmentasi pasar yang
dipilih tersebut bisa dijangkau, dan (6) apakah kita memiliki sumber daya
yang cukup untuk menguasai segmen yang dipilih terebut.
Kedua, strategy targeting. Strategi targeting yang dilakukan di
dalam strategi pemasaran Starbucks selanjutnya merupakan hasil dari
strategi segmenting yang telah dilakukan. Dalam menetapkan target pasar
yang ingin dicapai maka perlu memperhatikan beberapa hal di antaranya
adalah sebagai berikut: (1) bagaimana kondisi pasar yang kita targetkan
tersebut, apakah sudah berubah saat sekarang ini, (2) apakah kita tidak
membidik pasar yang sebenarnya sudah ditinggalkan oleh para konsumen
yang kita harapkan, (3) apa yang sudah menjadi landasan dan alasan kita
memilih target pasar tersebut, mengapa tidak segmen yang lain, (4)
mampukah kita membuktikan bahwa segmen ini terbukti cukup potensial
dan menguntungkan untuk dipilih, (5) strategi apa yang akan kita lakukan
apabila pasar yang kita pilih tersebut ternyata tidak merespons, apa
penyebab mereka biasanya tidak merespons, (6) adakah segmen pasar lain
yang lebih menguntungkan, dan (7) berapa kriteria sebuah pasar yang
ditarget akan optimal di antaranya adalah; responsif, penjualan yang besar
dan luas, pertumbuhan cukup memadai sesuai dengan yang diinginkan,
jangkauan dan jaringan media yang ada.
Ketiga, strategy positioning. Strategi pemasaran Starbuck
selanjutnya adalah strategi positioning, yakni bagaimana upaya yang akan
dilakukan konsumen untuk mencari informasi mengenai produk kita,
bagaimana konsumen mampu mengingat dan menyimpan produk kita di
dalam memori mereka. Ada beberapa informasi yang bisa diingat
konsumen dalam memori yakni; nama atau merek yang unik, karakteristik
merek tertentu, iklan dari merek tertentu dan sebagainya. Beberapa hal
yang bisa dilakukan pada strategi positioning adalah sebagai berikut; (1)
strategi komunikasi, (2) event marketing, (3) atribut produk, (4) klaim
yang unik mengenai produk dan dibuktikan dengan fakta yang ada.
Untuk kepentingan saat sekarang maupun yang akan datang, strategi
pemasaran yang diterapkan oleh suatu perusahaan harus disesuaikan tidak

92
hanya pada sasaran konsumen atau pelanggan semata, tetapi juga kepada
para pesaing yang mengincar pasar sasaran konsumen yang sama. Oleh
karena itu, sebelum perusahaan menetapkan dan menjalankan strateginya
hendaknya terlebih dahulu melakukan analisis SWOT (strength, weakness,
opportunity and treath) yaitu melihat dan menganalisis kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimilikinya sendiri dan juga yang
dimiliki oleh para pesaingnya.

Latihan Soal 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
1. Setiap bisnis yang telah mampu menciptakan pelanggan dapat
dipastikan survival. Untuk itu diperlukan penelitian pasar dan
pemasaran secara kontinu dengan memperhatikan hal-hal berikut,
kecuali...
A. Selera konsumen
B. Pesaing
C. Perilaku konsumen
D. Kepuasan pelanggan
2. Aktivitas pemasaran merupakan hal yang paling penting dalam
sistem agribisnis yang meliputi antara lain, kecuali......
A. Pemasaran dan pengolahan hasil pertanian
B. Penyediaan sarana produksi pertanian
C. Usaha tani
D. Pascapanen
3. Pemasaran membantu menemukan berbagai jawaban kunci dalam
setiap sistem ekonomi. Jawaban kunci yang dimaksud terdiri dari:
A. 4
B. 5
C. 2
D. 3
4. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam menganalisis sistem
pemasaran perspektif makro terdiri dari......
A. 5 pendekatan
B. 4 pendekatan
C. 3 pendekatan

9
D. 2 pendekatan
5. Ditinjau dari konsep inti pemasaran maka terdiri... konsep
pemasaran yang mendasari organisasi melakukan kegiatan
pemasarannya.
A. 3
B. 2
C. 5
D. 4
6. Dalam strategi pemasaran industri erat kaitannya dengan tiga
kekuatan utama, kecuali....
A. Costumer
B. Consumtive
C. Competition
D. Corporation
7. Konsep marketing mix yang dilakukan oleh perusahaan McDonald
adalah....
A. 4P
B. 3P
C. 5P
D. 6P
8. Prinsip strategi pemasaran yang dilakukan McDonald terdiri dari....
A. 2
B. 3
C. 4
D. 5
9. Starbucks merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di
bidang penjualan biji kopi, kedai kopi dan musik ini berbasis di...
A. Italia
B. Amerika Serikat
C. Perancis
D. Jepang
10. Beberapa hal yang bisa dilakukan pada strategi pemasaran dengan
pendekatan positioning antara lain, kecuali....
A. Atribut produk
B. Strategi bersaing

94
C. Event marketing
D. Strategi komunikasi

Jumlah jawaban yang benar


Tingkat penguasaan Jumlah soal × 100%

Nilai Tingkat Penguasaan 90-100% = Baik sekali


80-89% = Baik
70-79% = Cukup
60-69% = Kurang
≤ 59% = Sangat kurang

Latihan Soal 2
ESSAY
1. Jelaskan pengertian pemasaran!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan struktur–perilaku–kinerja pasar
(SCP)!
3. Jelaskan apa yang di maksud dengan kebutuhan, keinginan, dan
permintaan menurut konsep pemasaran research in motion (RIM)!
4. Jelaskan apa yang di maksud dengan strategi segmenting dan
strategi positioning!
5. Jelaskan beberapa informasi yang selalu di ingat atau tersimpan di
memori konsumen terkait produk yang dipasarkan!

Rubrik Penilaian

Aspek Bobot (% )
1. Pengertian pemasaran 10
2. Penjelasan struktur-perilaku-kinerja pasar (SCP) 20
3. Penjelasan kebutuhan, keinginan dan permintaan 25
4. Penjelasan tentang segmenting dan positioning 25
5. Informasi yang selalu diingat atau tersimpan dalam memori 20
konsumen

9
DAFTAR PUSTAKA

Asmarantaka, Winandi R., Atmakusuma, Juniar., Muflikh, N. Yanti.,


Rosiana, Nia. 2017. Konsep Pemasaran Agribisnis: Pendekatan
Ekonomi & Manajemen. Jurnal Agribisnis Indonesia, 5(2), 143–
164.
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian. 2016. Teknologi Akuaponik dalam
Mendukung Pengembangan Urban Farming. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Baharuddin, 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:
Ar-Ruzz. Media.
Basri H. H, Arie. 2016. Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan dalam
Perbanyakan Tanaman Bebeas Virus.
Baum, J. R., Locke, E. A., and Smith, K. G. 2001. Multidimensional
Model of Venture Growth. Academy of Management Journal, 44
(2), 292–303.
Bimantara, P. Agil. & Triastuti, Juni Rr. 2018. Penerapan Good
Manufacturing Practices (GMP) pada Pabrik Pembekuan Cumi-
Cumi (Loligo vulgaris) di PT. Starfood Lamongan Jawa Timur.
Journal of Marine and Coastal Science, 7(3). 111–119.
Budiastutik, Sri MTH., Triharyanto, Eddy., & Susilaningsih. 2010.
Pengembangan Sistem Insentif Teknologi Industri Produksi Benih
dan Bibit. Jurnal Kewirausahaan & Bisnis, 6(4), 50–53.
Budiyanto, Hery., Setiawan, B. Aries., Sonalitha, Elta., Iqbal, Muhammad.
2019. Inovasi Teknologi Greenhouse Bambu untuk Tanaman
Hidroganik dengan Tenaga Listrik Mandiri Fotovoltaik. Seminar
Nasional Sistem Informasi Fakultas Teknlogi Informasi –Unmer
Malang, 19 Agusuts 2019. ISSN 2589-0076. pp, 1–6.
Buntuang, Dewi P. C., & Adda, Wahyuni H. 2018. Potensi Pengembangan
Sumber Daya Manusia Penyuluh Pertanian di Kabupaten Sigi.
Jurnal Agroland, 25(1), 46–57.
Bustang, A. M. 2014. Urgensi Regenerasi SDM Pertanian dalam Upaya
Mencapai Kedaulatan Pangan. [serial online]. http://www.pustaka.

96
bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/1396-Konsep-Urgensi%20
Regenerasi%20SDM%20Pertanian.pdf [diakses 27 Januari 2021].
pp. 25–31.
Damingun. 2017. Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis
Kompetensi. [serial online]. http://www.media.neliti.com/media/
publications/284843-pengembangan-sumber-daya-manusia-
berbasis-2b801289.pdf. [diakses 24 Desember 2020].
Dhamayantir, Endang and Fauzan, Rizky. 2017. Penguatan Karakteristik
dan Kompetensi Kewirausahaan untuk Meningkatkan Kinerja
UMKM. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan,
11 (1), 80–91.
Edwin, Tivany., Patrisina, Reinny., Adi, Bronto A. H., Fitri, Prima., &
Hidayah, Nindy. 2020. Pelatihan Good Manufacturing Practices
(GMP) pada Usaha Pangan Binaan Universitas Andalas. Warta
Pengabdian Andalas, 27(1). 1–5.
Fithri, Prima and Sari, F. Amanda. 2012. Analisis Kompetensi
Kewirausaaan Industri Kecil Suku Cadang di Kota Padang. Jurnal
Optimasi Sistem Industri, 11 (2), 279–289.
Fitriawan, Helmy., Dwipakresna, M. Ida Bagus., Sulistyanti, R. Sri.,
Trisanto, Agus. 2018. Pemantauan dan Pengendalian Kondisi
Lingkungan Grenhouse Tanaman Pabrika dengan Teknologi
ZigBee. Seminar Nasional Teknik Elektro 2018, Batu Malang 11–
13 Oktober 2018. ISBN 978-602-8692-34-2. pp, 185–188.
Gumbira-Sa‟id E. 2010. Wawasan, Tantangan dan Peluang
Agrotechnopreneur Indonesia. Bogor: IPB–Press.
______. 2013. Strategi Penelitian dan Pengembangan dalam Menghasilkan
Inovasi Unggulan. Makalah Konferensi Nasional, “Inovasi dan
Technopreneurship”. IPB International Convention Center, Bogor
18–19 Februari 2013.
Handaka. 2002. Kontribusi Mekanisasi Pertanian dan Teknologi
Pascapanen pada Sistem dan Usaha Agribisnis. Makalah pada
Expose dan Seminar Mekanisasi Pertanian dan Teknologi Pasca
Panen, Malang 30-31 Juli 2002. pp. 1-21.
Handoko, T Hani. 2012. Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia. Edisi Kedua. BPFE, Yogyakarta.

9
Hidayat, Rahmat A., Dwirayani, Dina., & Saleh, Ismail. 2019. Kajian
Penerapan Teknologi terhadap Pendapatan Usahatani Mangga
Gedong Gincu (Mangifera indica L.) (Studi Kasus di Wilayah
Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Cirebon. Jurnal Ekonomi
Pertanian dan Agribisnis (JEPA), 3(1), 152–161.
Hidayat., Wibowo, Mardi N., Riswati, Fatimah., Humaidi, Faisol. 2012.
Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja Sektor Agroindustri di
Indonesia melalui Sertifikasi. Jurnal Aplikasi Manajemen, 10(2),
359–370.
Idham., Made, Usman., & Pagiu, Salapu. 2019. Pengelolaan Tanaman
Terpadu untuk Mewujudkan Kemandirian dan Kedaulatan Pangan
Masyarakat di Kecamatan Dolo. Jurnal Pengabdian pada
Masyarakat, 7(1), 1–9.
Juarini. 2015. Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pertanian untuk
Menunjang Kedaulatan Pangan. Prosiding Seminar Nasional
Universitas PGRI Yogyakarta. ISBN 978-602-73690-3-0. pp,344–
348.
Kaur, H., and Bains, A. 2013. Understanding The Concept of Entrepreneur
Competency. Jurnal of Business Management & Social Sciences
Research, 2 (11), 31–33.
Kouzes, James & Posner, Barry, Z. 1987. The Leadership Challenge.
California: Jossey-Bass, Inc., Publishers.
Kurniawan, Asep., Irawan, Andri and Yun, Yun. 2017. Model Kompetensi
Pelaku Usaha Kecil Bidang Kuliner Kota Cimahi dan Kota
Bandung. Jurnal Portofolio, 14 (1), 45–67.
Kustiari, Reni., Sayaka, Bambang., & Pasaribu Sahat. 2011. Teknologi
Pengolahan Hasil untuk Mengatasi Masalah Ketahaan Pangan.
Prosiding Seminar Nasional Era Baru Pembangunan Pertanian
Strategi Mengatasi Pangan, Energi dan Perubahan Iklim. Pusat
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian.
pp. 111–128.
Maintang. 2012. Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Teknologi Pilihan
Petani: Kasus Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Selatan. Iptek Tanaman Pangan, 7(2), 88–97.

98
Man, T.W.Y., and Lau T. 2005. The Context of Entrepreneurship in
Hongkong: An Investigation Through the Patterns of
Entrepreneurial Competencies in Contrasting Industrial
Environments. Juornal Small Business and Entreprise
Development, 12 (4), 464–481.
Man, T.W.Y., Lau, T., and Chan, K.F. 2002. The Competitiveness of
Small and Medium Enterprises: A Conceptualisation With Focus
on Entrepreneurial Competencies. Journal of Business
Venturing,17 (2), 123–142.
Manopo, C. 2011. Competency Based Talent and Performance
Management System. Jakarta: Salemba Empat.
Menteri Perindustrian RI. 2010. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan
yang Baik (Good Manufacturing Practices). Peraturan Menteri
Perindustrian No. 75/M-IND/PER/7/2020.
Menteri Pertanian RI. 2009. Pedoman Penanganan Pascapanen Hasil
Pertanian Asal Tanaman yang Baik (Good Handling Practices).
Peraturan Menteri Pertanian No. 44/Permentan/OT.140/10/2009.
Meredith Geoffrey, G. 2005. The Practice Of Entrepreneur. International
Labor Organization, Genewa.
Meredith, Geoffrey G. 2002. Kewirausaan; Teori dan Praktik. Terjemahan
oleh Andre Asparsayogi. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Meredith, Geoffrey G., Nelson, R. E., & Neck, P. A. 1996.
Kewirausahaan, Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Pustaka Binaman
Presindo.
Mugnisjah, Wahtu Qomara. 2016. Materi Pokok Teknologi Benih. Cet 3,
Ed 2. hhtp://repository.ut.ac.id/4535/1/LUHT4431-M1.pdf.
Muhandri, Tjahja., & Kadarisman, Darwin. 2012. Sistem Jaminan Mutu
Industri Pangan. Bogor: IPB Press.
Mutiara., Syamsuddin, Rajuddin., Ala, Ambo. 2018. Pertumbuhan dan
Produksi Sawi (Brassica juncea) dan Selada (Lactuca sativa L)
serta Ikan Mas (Cyprinus carpio linn) pada Sistem Akuaponik.
Jurnal Sains & Teknologi, 18(3), 274–281.
Mutiarawati, Tino. 2007. Penanganan Pascapanen Hasil Pertanian.
Makalah Workshop Pemandu Lapangan 1 (PL-1) Sekolah Lapang

9
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP).
Departemen Pertanian. pp. 1–17.
Nandari, DellaX‟Ma., Singapurna, Suardani N. M. A., Semariyani, Made
A. A., Candra, I Putu., & Rudianta, I Nyoman. 2019. Penerapan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) Menu Chiken
Butter untuk Maskapai Penerbangan JQ di PT. AF. Gema Agro,
24(2), 134–140.
Nasution, H. Arman., Noer A. Bustanul & Suef Mokh. 2007.
Entrepreneurship, Membangun Spirit Teknopreneurship.
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Nofrianinda, Vida., Yulianti, Farida., & Agustina, Eva. 2017. Pertumbuhan
Planlet Stroberi (Fragaria ananassa D) Var. Dorit pada Beberapa
Variasi Media Modifikasi In Vitro di Balai Penelitian Jeruk dan
Buah Subtropika (Balitjestro). Biotropic the Journal of Tropical
Biology, 1(1), 43–50.
Nugroho A. Riistiawan., Pambudi T. Lilik., Chilmiawati, Diana.,
Haditomo, H. C. Alfabetian. 2012. Aplikasi Teknologi Aquaponic
pada Budidaya Ikan Air Tawar untuk Optimalisasi Kapasitas
Produksi. Jurnal Saintek Perikanan, 8(1), 46–51.
Perdana, Wibawa W. 2018. Penerapan GMP dan Perencanaan Pelaksanaan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) Produk Olahan
Pangan Tradisional (Mochi). Agroscience, 8(2), 231–267.
Polindi, Miko. 2019. Pengaruh Karakter Entrepreneur terhadap Minat
Berwirausaha. Al-Intaj, 5(1). 63–82.
Priangani, Ade. 2013. Memperkuat Manajemen Pemasaran dalam Konteks
Persaingan Global. Jurnal Kebangsaan, 2(4), 1–9.
Purwanto, Helmy. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian.
Mediaagro, 5(1), 15–19.
Rahma, Yunita R., Syamsum M., & Sukmawati, Angraini. 2014.
Kompetensi Petani Unggul dalam Membentuk Capacity Building
Pertanian Sayuran Dataran Tinggi di Sumatera. Manajemen IKM,
9(1), 1–12.
Roidah, I. S. 2014. Pemanfaatan Lahan dengan Menggunakan Sistem
Hidroponik. Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo, 1(2). 43 -
50.

10
Sari, Novita A., Pramono, Budi Y., & Dwiloka, Bambang. 2020.
Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) dengan Metode
Skoring pada Analisis Kadar Air, Total Mikroba dan Bakteri
Patogen Susu Bubuk Kambing PE di CV. Halt Manufaktur Tegal.
Jurnal Teknologi Pangan, 4(1), 4–12.
Scarborough, Norman M., & Zimmerer, Thomas W. 1993. Effective Small
Business Management, 4th ed. New York: Mac Millan Publ.
Company.
Shofi, S. Afdila., Agustina, Titin., & Subekti, Sri. 2019. Penerapan Good
Agricultural Practices (GAP) pada Usahatani Padi Merah
Organik. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian (JSEP), 12(1), 56–69.
Sudaryono. 2007. Inovasi Rekayasa Teknologi Pengelolaan Tanaman
Tanaman Terpadu Kedelai. Buletin Palawija, 13. pp. 16–28.
Sudiarto. 2015. Praktik Pertanian yang Baik untuk Antisipasi Pasar Global.
[serial online]. http://www.litbang.pertanian.go.id/artikel/78/pdf/
%20pertanian%20yang%20baik%20untuk%20antisipasi%20pasar
%20global.pdf. [diakses 3 Desember 2020].
Sudjindro. 2009. Permasalahan dalam Implementasi Perbenihan. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Buletin Tanaman
Tembakau, Serat & Minyak Industri, 1(2), 92–100.
Suharto, B. Yohanes., Suhardiyanto, Herry., Susila, D. Anas. 2016.
Pengembangan Sistem Hidroponik untuk Budidaya Tanaman
Kentang (Solanum tuberosum L.). JTEP Jurnal Keteknikan
Pertanian, 4(2), 211–218.
Suharyono. 2017. Sikap dan Perilaku Kewirausahaan. Jurnal Ilmu &
Budaya, 40(56). 6551–6586.
Sulistyo, A. B. Mikael., Taufikkurrahman., Noeriati, Djohar. 2016.
Teknologi Akuaponik untuk Memperkuat Ekonomi Warga RW 10
Kelurahan Bandungrejosari Kota Malang. Seminar Nasional &
Gelar Produk SENASPRO 2016, 17–18 Oktober 2016. pp, 99–
109.
Suryana. 2003. Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat.
______. 2006. Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat & Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat.

1
Suryana., Yuyus., & Bayu, Kartib. 2011. Kewirausahaan: Pendekatan
Karakteristik Kewirausahaan Sukses. Jakarta: Salemba Empat.
Susilo, Adhi. 2019. Kompetensi di Era Revolusi Industri 4.0 Bidang
Pertanian. Orasi Ilmiah Disampaikan pada Wisuda Universitas
Terbuka Periode I Wilayah II, 19 Nopember 2019.
Susilo, Adhi., & Wijanarko. 2016. Kompetensi Penyuluh Pertanian dalam
Menumbuhkan Potensi Agribisnis di Perkotaan. [serial-online].
http://www.repository.ut.ac.id/7093/1/UTFMIPA2016-09-
adhi.pdf. (diakses 5 Januari 2021). pp. 223–242.
Tando, Edi. 2019. Review: Pemanfaatan Teknologi Greenhouse dan
Hidroponik sebagai Solusi Menghadapi Perubahan Iklim dalam
Budidaya Tanaman Hortikultura. Buana Sains, 19(1), 91–102.
Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Points). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Waluyo, R. Muhammad., Nurfajriah., Mariati, R. I. Fajar., Rohman, A. H.
Qisthi. 2021. Pemanfaatan Hidroponik sebagai Sarana
Pemanfaatan Lahan Terbatas bagi Karang Taruna Desa Limo.
Iraith-Abdimas, 4(1), 61–64.
Wardanu, Panca A., & Anhar M. 2016. Penerapan Good Manufacturing
Practice (GMP) pada Kelompok Usaha Bersama (KUB) Wida
Mantolo Kecamatan Benua Kayong. Jurnal Teknologi Pangan,
7(1), 8–16.
Widia, Wayan., Putra K. Nengah., Antara S. Nyoman. 2011. Model Bisnis
dalam Sistem Agribisnis Modern. Modul Pelatihan Bagi Calon
Agrotechnoprenur. Team UNUD–TPC Project.
Wirasasmita, Yuyun. 2003. Komunikasi Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Wulandari, E., Perdana, T., Ma‟mun, D., & Carsono, N. 2012. Peningkatan
Kapasitas Manajerial Kelompok Tani Melalui Pelatihan dan
Pendampingan Pencatatan Good Manufacturing Practices (GMP)
di Desa Tambakan dan Jalan Cagak Kecamatan Jalan Cagak
Kabupaten Subang. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk
Masyarakat, 1(2), 100–108.

10
Yudasmara, A. Gede., Martini, D. Ni Nyoman., Amelia, M. Jasmine.,
Suryatini, Lah. 2020. Teknologi Akuaponik bagi Masyarakat
Perkotaan di Kelurahan Paket Agung. Proceeding Senadimas
Undiksha. ISBN 978-623-7482-47-3. pp, 505–510.

1
GLOSARIUM

A
Ability–kemampuan.
Above the line –aktivitas marketing atau promosi yang biasanya
dilakukan oleh manajemen pusat.
Administrative entrepreneur–wirausahawan andal.
Advertising–sebuah iklan yang dibuat oleh perusahaan untuk menarik
pelanggan.
Advokasi–merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif untuk
mempengaruhi seseorang.
Aeroponik–merupakan salah satu cara bercocok tanam sayuran di udara
tampak penggunaan tanah, nutrisi disemprotkan pada akar tanaman.
AFTA–Asean Free Trade Area, sebuah kesepakatan bersama 6 negara
Asean untuk menciptakan zona perdagangan bebas di kawasan negara-
negara tersebut.
Agrotechnopreneurship–kemampuan mengelola usaha bidang pertanian
dengan baik melalui pemanfaatan teknologi serta mengutamakan
inovasi dalam pengembangan bisnis.
Agroturisme –suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha
pertanian sebagai objek wisata.
Agropreneur–sebagai suatu aktivitas usaha/bisnis yang komoditas
utamanya berbasis pertanian.
Agropreneurship–berbagai upaya yang dilakukan pihak-pihak tertentu,
khususnya wirausahawan dalam memanfaatkan peluang industri
agribisnis dan agrindustri.
Akuakultur–budidaya perairan, yang merupakan pemeliharaan dan
penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan perairan.
Akuaponik–merupakan sebuah alternatif menanam tanaman dan
memelihara ikan dalam satu wadah.
APEC–Asia Pasific Economic Corporation, sebuah forum kerjasama
ekonomi antara 21 negara di lingkar Samudera Pasifik.

10
Artificial intelligence –salah satu bagian dari ilmu komputer yang
mempelajari bagaimana membuat mesin.
Attitude–sikap dan perilaku yang anda tunjukkan sehari-hari.

B
Backdrop–latar belakang atau background yang ada di dalam sebuah
studio foto untuk mempermanis orang yang di potret.
Basic skill–keterampilan dasar yang harus dikuasai supaya bisa hidup
mandiri.
Below the line –segala aktivitas marketing atau promosi yang dilakukan di
tingkat retail/konsumen dengan salah satu tujuannya merangkul
konsumen supaya aware dengan produk kita.
Big data–data tentang banyak hal yang terkumpul dalam volume besar dan
kecepatan yang cepat.
Business foresight–pandangan pengembangan bisnis ke depan.

C
Canning–pengalengan.
Capasity utilization–menghitung tingkat penggunaan modal negara yang
di pakai dalam proses produksi.
Cereal–makanan untuk sarapan yang di buat dari biji-bijian.
CGI–Computer Generated Imagery, sebuah teknologi dalam pembuatan
film.
Coding–salah satu tindakan dari langkah-langkah pemrograman dengan
menuliskan kode atau skrip dalam Bahasa pemrograman.
Compatibility–kesesuaian.
Competences –kemampuan dan kecakapan berupa pengetahuan dan
keterampilan.
Competency–jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan untuk
mengelola pekerjaan.
Competition–merupakan suatu proses sosial ketika ada dua pihak atau
lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu.
Competitive advantage –atau keunggulan kompetitif adalah faktor penting
dalam kesuksesan bisnis jangka panjang.

1
Complex problem solving-metode untuk memperjelas suatu masalah
yang sangat kompleks dalam kehidupan nyata.
Compulsory–komponen teknologi dasar.
Conceptual skill–kemampuan untuk memahami persoalan lebih
menyeluruh.
Confidence in their ability to success –memiliki kepercayaan diri untuk
memperoleh kesuksesan.
Consumtive–pola hidup yang menghamburkan penghasilannya untuk
kebutuhan konsumsi.
Coordinating with others –bagian dari manajemen orang.
Cornerstone –landasan.
Corporation–perusahaan.
Costumer–pelanggan yang membeli suatu produk.
CPPOB–Cara Pengolahan Pangan Olahan yang Baik.
Creativity–kreativitas.
Creation of technological design–penciptaan desain teknologi.
Critical thinking–berfikir kritis.
Cross functional skill–keterampilan lintas fungsional.
C3–costumer (pelanggan), corporation (perusahaan), competition
(persaingan).
Curing–cara pengawetan makanan dengan melakukan pemberian
kombinasi bahan-bahan preservative seperti garam, nitrit, nitrat, dan
gula dengan tujuan mengeluarkan cairan dari makanan tersebut dalam
proses osmosis.

D
Danger zone –rentang suhu yang memungkinkan bakteri berkembang biak.
Decision making skill-kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan
sendiri.
Decisiveness –ketegasan.
Dedication–dedikasi.
Details–sesuatu yang menjelaskan suatu topik secara mendalam yang
disusun secara rinci, logis, dan padat materinya.
Desire for immediate feedback–memiliki semangat dan kerja keras untuk
mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.

10
Desire of responsibility–memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha
yang dilakukannya.
Delivery order–surat perintah mengenai pengiriman barang yang di pesan
konsumen.
Destiny–takdir.
Determination–penentuan.
Development–pengembangan. Devotion–
kesetiaan.
Differentiation competencies –merupakan faktor-faktor yang
membedakan seseorang yang berkinerja tinggi dengan yang rendah.
Display–penataan produk barang yang diterapkan perusahaan tertentu
dengan tujuan menarik minat konsumen.
Distribute –mendistribusikan.
Doer–pelaku.
Doing better–melakukan lebih baik.
Dollars–mata uang salah satu negara contohnya Amerika.
Drip imigation system–merupakan suatu sistem irigasi yang tengah
popular pada masa ini.
Drying–pengeringan.

E
Eco labelling-adalah salah satu bentuk standar yang diciptakan untuk
memberikan keseimbangan antara kepentingan perdagangan dan upaya
pelestarian lingkungan.
Education–pendidikan.
Eksplan-merupakan potongan tanaman yang diisolasi untuk inisiasi kultur
jaringan.
Emotional intelligence -merupakan kemampuan seseorang untuk
mengelola dan mengontrol emosi sendiri dan juga orang lain.
Engineering principles –prinsip keteknikan.
Entrepreneur-seorang pengusaha atau orang yang melakukan kegiatan
wirausaha.
Event–kegiatan, agenda atau pertunjukan.
Event marketing- pemasaran acara.

1
Expressed as behaviours that an indivial neet to demonstrate -cara
pemasaran yang paling efektif untuk mendekatkan produk kepada
pasar.
Expressed as minimum standars of performance –di nyatakan sebagai
standar kinerja minimum.
Extraction–ekstraksi.

F
Fast food–makanan cepat saji.
Fast tracks -program yang dirancang untuk memungkinkan mahasiswa
menyelesaikan studi S1 dan S2 sekaligus dalam waktu 5 tahun.
Fitness for use -merupakan seberapa baik produk atau jasa tersebut
melaksanakan peran/fungsi utamanya.
Freezer-merupakan alat pendingin bersuhu di bawah 0°C yang dapat
membekukan makanan atau minuman yang disimpan di dalamnya.
Future orientation–orientasi masa depan.

G
GAP–Good Agricultural Practices.
GATT–General Agreement of Tariffs Trade.
Genotip-istilah yang dipakai untuk menyatakan keadaan genetik dari suatu
individu atau sekumpulan individu populasi.
GHP–Good Handling Practices.
GMP–Good Manufacturing Practices.
Grading-merupakan pemisahan bahan pangan kedalam beberapa katagori
berdasarkan mutunya.
Grains–biji-bijian.
Greenhouse -atau Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat
tanaman ditanam.
Greening–penghijauan.

H
HACCP–Hazard Analysis Critical Control Point.
Hanging mobile -media promosi yang dibuat dari kertas dengan bentuk 2D
atau 3D, digunakan untuk kegiatan promosi yang efektif.

10
Hard skill-suatu kemampuan yang bisa dipelajari serta ditingkatkan
melalui latihan, pengulangan, dan pendidikan.
Head office –kantor pusat.
Hidroponik-metode penanaman tanaman tanpa menggunakan media
tumbuh dari tanah.
High level of energy-memiliki semangat dan kerja keras untuk
mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.
Hospitality-segala macam industri yang memiliki kegiatan yang
berhubungan dengan keramahtamahan, pelayanan, dan hiburan bagi
para tamu.
Humanities–sastra.
Human skill-kemampuan untuk memahami, berkomunikasi, memotivasi,
dan mendukung orang lain, baik secara individu maupun kelompok.

I
Idea implementation–implementasi ide
Idea origination–asal mula ide
Impulsif–kecenderungan melakukan sesuatu tindakan tanpa memikirkan
konsekuensinya.
Innovation–inovasi atau membuat sesuatu hal yang baru.
Innovative entrepreneur-wirausaha inovatif yang terus berpikir kreatif
dalam melihat peluang dan meningkatkannya.
Inovator-seseorang yang memperkenalkan gagasan, ide, metode atau
aspirasinya yang masih terkenal baru dan belum pernah dimiliki atau
disampaikan oleh orang lain sebelumnya.
Insec-screens -sejenis jejaring penangkal serangga yang dapat
diaplikasikan pada ventilasi hunian tanpa mengganggu sirkulasi udara.
Intuitif–kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional
dan intelektualitas.
In vitro-jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam tabung reaksi, piring
kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup.
ISO–Organisasi Standar Internasional (International Organization of
Standardization).

1
ISO 8402–totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan
tahu ditetapkan.
ISO 9000–kumpulan standar untuk sistem manajemen mutu, merupakan
seri standar manajemen mutu yang paling banyak digunakan di dunia.
ISO 14000–standar internasional tentang sistem manajemen lingkungan.

J
Job deskripsi-merupakan uraian atau catatan yang menjelaskan
gambaran tugas secara tertulis.
Judgment and decision making–penilaian dan pengambilan keputusan.

K
Knowledge –pengetahuan atau kemampuan memberikan pelanggan
informasi yang dibutuhkan, sedetail apa pun itu.
Kollorgen Corporation–perusahaan Kollorgen berkedudukan di
Amerika Serikat.
K3–keselamatan dan kesehatan kerja.

L
Leadership ability-kemampuan seseorang untuk menginspirasi orang lain
agar mau bertindak sesuai rencana demi mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Leading sector–sektor potensial yang dapat berperan sebagai penggerak
sektor-sektor lainnya.
Learning–belajar.
Link and match–sinergi antara dunia pendidikan dengan dunia industri
(perusahaan) guna meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Literasi data-kemampuan membaca, menganalisis dan membuat konklusi
berpikir berdasarkan data dan informasi (big data) yang diperoleh.
Literasi manusia-kemampuan seseorang dalam lingkup humanities, dan
komunikasi
Literasi social-kemampuan seseorang yang melibatkan keterampilan
intelektual, keterampilan sosial, keterampilan kerja sama serta sikap
dan nilai untuk bergaul dan berkontribusi di lingkungan sosialnya.

11
Literasi teknologi-terkait dengan kemampuan memahami cara kerja
mesin.
Locus of control internal-berarti keyakinan seorang individu bahwa yang
mengendalikan nasib adalah dirinya sendiri.
Losses –tingkat kerugian atau kehilangan hasil.

M
Magic moment–momen ajaib
Mandatory standars –standar wajib.
Management capability–kemampuan manajemen.
Managerial skill–keterampilan manajerial
Manejerial-sebuah ilmu dalam mengatur segala sesuatunya dengan benar.
Manufacturing-sebuah badan usaha yang mengoperasikan mesin,
peralatan dan tenaga kerja dalam suatu medium proses untuk mengubah
bahan-bahan mentah menjadi barang jadi yang memiliki nilai jual.
Market price -harga yang terbentuk berdasarkan penawaran dan
permintaan
Market wide –pasar modal.
Marketing–pemasaran.
Marketing kreatif-merupakan langkah untuk mempromosikan produk
kepada konsumen dengan langkah yang berbasis digital dan tersebar di
internet.
Marketing mix–bauran pemasaran.
McDonald–perusahaan berbasis kuliner menyediakan makanan cepat saji
yang berbasis di Amerika Serikat.
MEA–Masyarakat Ekonomi Asean, bentuk integrasi ekonomi regional
yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015.
Mediator-orang perorangan yang karena kompetensi dan integritasnya
dipilih oleh para pihak untuk membantu dalam perundingan guna
mencari solusi.
Mental skill-kesiapan pikiran seseorang untuk memenuhi tuntutan
psikologis dalam suatu olahraga.
Merchandise -sebuah bentuk media promosi yang menampilkan sebuah
logo atau merek dari sebuah perusahaan yang digunakan sebagai media

1
promosi pada umumnya pernak-pernik yang sering kita jumpai dan
dipakai oleh banyak orang di berbagai kesempatan
Metabolisme -proses kecepatan tubuh dalam mencerna, menyerap, dan
mengasimilasi makanan untuk diubah menjadi energi.
Microsoft software -pendominasi pasar sistem operasi PC dan pasar
perangkat lunak perkantoran (bersama Microsoft Office).
Milenial-sebutan lain dari generasi Y, ini khusus untuk menggambarkan
orang-orang yang lahir antara tahun 1980 dan 2000.
Milling–penggilingan.
Movement–gerakan.

N
Negotiation–perundingan.
Negosiator–orang yang melakukan negosiasi.
Not marketable –tidak layak di jual di pasar.
Nutrient film technique -merupakan sistem hidroponik dengan pengerjaan
atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tanam dan juga
sebagai tempat akar tanaman menyerap unsur hara yang diperlukan.

O
Observable performance –kinerja yang dapat diamati.
On farm–subsistem produksi primer atau usaha tani.
Optimum management size –ukuran manajemen yang optimal.

P
PDB–produk domestik bruto.
Perishable–barang-barang yang tidak tahan lama atau mudah menjadi
busuk.
Personal hygiene -suatu tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Personal values -merupakan suatu keyakinan berfungsi sebagai standar
yang mengarahkan perbuatan dan cara pengambilan keputusan.
Place –tempat. Planning–
perencanaan.

11
Plasma nutfah-substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa
organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta jasad renik.
People management-sebuah proses mengoptimalkan produktivitas
karyawan dengan memberikan motivasi dan pelatihan.
Preference for moderate risk-lebih risiko yang moderat, artinya selalu
menghindari risiko, baik yang terlalu rendah maupun yang terlalu
tinggi.
Positioning-tindakan perusahaan untuk merancang produk dan bauran
pemasaran agar dapat tercipta kesan tertentu diingatan konsumen.
Post-harvest–penanganan pascapanen.
Post-production-merupakan tahap akhir, di mana pada tahap ini semua
hasil dari Produksi akan dikumpulkan lalu diolah sedemikian rupa.
Powdering–penepungan.
Power–kekuasaan.
Presence of natural persons –jasa di suplai atau diberikan oleh suatu
negara kepada salah seorang anggotanya untuk di wilayah lainnya.
Preventive –tindakan pencegahan.
Primary processing–pengolahan tahap pertama.
Processing–pengolahan.
Process -urutan pelaksanaan atau kejadian yang saling terkait yang
bersama-sama mengubah masukan menjadi keluaran.
Process requirement–persyaratan proses.
Product-segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen.
Profit oriented-keadaan yang berorientasi profit. Sehingga perusahaan
berlabel profit oriented disebut perusahaan yang berorientasi kepada
keuntungan
Promotion-upaya pemasaran untuk meningkatkan kesadaran publik,
merangsang orang untuk membeli dan meningkatkan penjualan.
Protoplasma-bagian hidup dari sebuah sel yang dikelilingi oleh membran
plasma.
PTM–persyaratan teknis minimal.
Public relation-strategi perusahaan untuk membangun relasi baik dengan
publik supaya dapat mendapatkan opini yang positif dari kalangan
masyarakat.

1
Q
Qualitiy assurance –jaminan mutu, suatu profesi yang berperan
memastikan kualitas suatu produk sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Quality requirement–persyaratan kualitas.

R
Raw material-bahan dasar yang dibeli sebuah perusahaan dari supplier
untuk membuat produk yang akan dijual kepada klien.
Retaile -suatu penjualan barang atau jasa terhadap suatu bisnis kepada
konsumen untuk bisa digunakan atau dikonsumsi sendiri.
Reversing trend of declining productivity-tren membalikkan
produktivitas yang menurun
RIM–research in motion.
Roasting-proses pemanggangan biji kopi mentah
Rocwool-salah satu media tanam yang banyak digunakan oleh para petani
hidroponik.

S
Sample -sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.
Sampling-teknik yang dilakukan untuk menentukan sampel.
Screens –layar.
SCP–structure, conduct, performance market.
SDM–sumber daya manusia.
Secondary processing–pengolahan sekunder.
Seed crop–pertanaman benih.
Seed science –ilmu benih.
Seed technology–teknologi benih.
Segmenting–merupakan tindakan mengklasifikasikan pasar ke dalam
kelompok-kelompok dengan berbagai kategori.
Service orientation–orientasi pelayanan pelanggan.
Shill at organizing–ahli dalam mengatur.
Show case –kasus pertunjukkan.
Skill–keterampilan.

11
SNI–Standar Nasional Indonesia.
Social skill–keterampilan sosial.
Soft skill-kemampuan beradaptasi dengan baik di dalam kehidupan
maupun dunia kerja
SOP–standar operasional prosedur.
Spinning–pemintalan.
Standing banner–merupakan media promosi yang menggunakan banner
dengan tiang penyanggah di bagian belakang.
Starbucks –perusahaan multinasional yang bergerak di bidang penjualan
biji kopi dan kedai kopi berbasis di Jepang.
STP-segmenting, targeting and positioning.
Styrofoam-salah satu jenis dari zat polystyrene (PS) yang menimbulkan
bahaya dan telah digunakan lebih dari tujuh dekade untuk berbagai
keperluan.
Survival–bertahan hidup.
SWOT–Strength, Weakness, Opportunities, and Threats, suatu alat yang
sangat sederhana, namun sangat membantu Anda
untukmengembangkan strategi bisnis.

T
Talkshow–suatu jenis acara televisi atau radio yang berupa perbincangan
atau diskusi seorang atau sekelompok orang (tamu) tentang suatu topik
tertentu.
Targeting-merupakan tindakan menilai ketertarikan dan minat dari
beragam segmen pasar, kemudian menentukan segmen pasar mana
yang akan Anda jadikan sebagai target pasar.
Technopreneur-entrepreneur dalam bidang teknologi di mana keahlian
yang dibutuhkan tak lagi hanya wirausaha, tetapi juga pengetahuan
akan teknologi mutakhir.
Threshold competencies -karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau
keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki
oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya.
Time managerial skill-kemampuan untuk merencanakan dan mengontrol
cara seseorang mengelola jam-jam hidupnya setiap hari secara efektif
untuk mencapai tujuan mereka.

1
To create a vision–untuk menciptakan visi.
Total costumer satisfaction-tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan
dengan harapannya.
Total quality management-disingkat dengan TQM adalah sebuah
manajemen kualitas yang lebih berfokus pada pelanggan dengan cara
melibatkan seluruh level tingkatan karyawan dalam mengerjakan
peningkatan ataupun perbaikan secara kontinu.
Traceable –dapat dilacak.
Training-proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru
dan lama untuk melakukan pekerjaannya.
Translate–menerjemahkan.

U
Unpredictable –tidak dapat diprediksi.
Users –pengguna.

V
Venture capital–jenis pembiayaan yang disediakan oleh para investor
untuk perusahaan startup pemula.
Vigor-kemampuan benih untuk berkecambah secara normal meskipun
berada pada keadaan lingkungan yang beragam,
Voluntary standars –standar sukarela.

W
Wick-sistem yang paling sederhana dari ke 6 dasar sistem hidroponik.
World Economic Forum-Forum ekonomi dunia.

11
INDEKS

A B
Ability 23, 74, 80, 103, 105, 109 Back drop 89
Above the line 89, 103 Basic skill 74, 80, 104
Administrative entrepreneur 23, Below the line 89, 104
103 Big data 73, 104, 109
Advertising 89, 103 Business foresight 10, 104
Advocasi 80
Aeroponik 4, 39, 103 C
AFTA 76, 103 C3 105
Agropreneur 2, 4, 10, 11, 12, 14, Canning 46, 104
103 Capasity utilization 104
Agropreneurship v, vii, 2, 3, 14, Cereal 43, 46, 104
103 CGI 67, 104
Agrotechnopreneur v, vii, 4, 5, 6, Coding 73, 104
7, Cognitive flexibility 74
9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, Compatibility 54, 104, 125
19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, Competences 71, 81, 82, 104, 126
28, 29, 30, 32, 37, 49, 53, 59, 62, Competency 71, 81, 82, 97, 98,
75, 81, 96, 121, 122, 123 104, 126
Agrotechnopreneurship i, iii, iv, v, Competition 88, 93, 104, 105
vi, vii, 1, 2, 3, 4, 11, 12, 13, 14, Competitive advantage 75, 104
15, 16, 19, 20, 21, 31, 53, 59, 67, Complex problem solving 74, 105
71, 75, 77, 79, 84, 103, 121, 129 Compulsory 36, 105
Agroturisme 11, 103 Conceptual skill 9, 105
Akuakultur 40, 41, 103 Confidence in their ability to
Akuaponik 37, 38, 40, 41, 50, 95, success 17, 105
98, 100, 102, 103 Consumtive 93, 105
APEC 76, 103 Coordinating with others 74, 105
Artificial intelligence 73, 104 Cornerstone 79, 81, 105
Attitude 77, 104

1
Corporation 25, 88, 93, 103, 105, E
109
Costumer 88, 93, 105, 115 Eco labelling 54, 106
Edication 106
CPPOB 62, 105
Creation of technological design Eksplan 33, 34, 106
36, 105 Emotional intelligence 74, 106
Engineering principles 73, 106
Creativity 74, 105
Critical thinking 74, 105 Entrepreneur 20, 23, 24, 25, 26, 27,
28, 29, 71, 78, 79, 81, 97, 98, 99,
Cross functional skill 74, 80, 105
Curing 43, 105 103, 106, 108, 114
Event 89, 91, 94, 106
D Event marketing 91, 94,
106 Expressed as behaviours that
Danger zone 66, 105
an
Decision making skill 105
indivial neet to demonstrate 107
Dedication 27, 105
Expressed as minimum standars of
Delivery order 90, 106
performance 71, 107
Desire for immediate feedback 17,
Extraction 46, 107
105
Desire of responsibility 106 F
Details 27, 105
Determination 27, 106 Fast food 89, 107
Development 78, 80, 98, 106 Fast tracks 76, 107
Devotion 27, 106 Fitness for use 54, 107, 125
Differentiation competencies 72, Freezer 66, 107
81, 82, 106, 126 Future orientation 17, 107
Display 66, 106
G
Distribute 28, 106
Doer 27, 106 GAP 59, 60, 61, 67, 69, 77, 100,
Doing better 5, 106 107, 125, 127
Dollars 28, 106 GATT 76, 107
Dreams 27 Genotip 107
Drip imigation system 39, 106 GHP 59, 61, 62, 67, 107
Drying 43, 106 GMP 59, 62, 63, 66, 67, 68, 95, 96,
99, 100, 101, 107
Grading 43, 46, 107
Grains 43, 46, 107

11
Greenhouse 37, 38, 50, 95, 101, K
107, 124
Greening 43, 107 K3 62, 109
Knowledge 77, 109
H Kollorgen Corporation 25, 109

HACCP 59, 64, 65, 66, 68, 69, 99, L


101, 107, 126
Leadership ability 23, 109
Hanging mobile 89, 107
Hard skill 72, 81, 108, 126 Leading sector 2, 109
Head office 89, 108 Learning 77, 80, 109
Hidroponik 4, 37, 38, 39, 40, 41, Link and match 76, 109
50, 51, 99, 100, 101, 108, 111, Literasi data 73, 80, 109
Literasi manusia 73, 80, 109
113, 115, 124
High level of energy 17, 108 Literasi social 109
Literasi teknologi 73, 80, 110
Hospitality 89, 108
Human skill 9, 108 Locus of control internal 5, 7, 12,
Humanities 73, 80, 108, 109 110
Losses 44, 110
I
M
Idea implementation 5, 108
Magic moment 89, 110
Idea origination 5, 108
Impulsif 5, 108 Management capability 48, 110,
In vitro 33, 34, 99, 108 124
Managerial skill 9, 110, 114
Innovation 36, 108
Innovative entrepreneur 23, 108 Mandatory standars 55, 69, 110,
Inovator 5, 108 125
Manejerial 110
Insec-screens 38, 108
Intuitif 5, 108 Manufacturing 11, 59, 62, 95, 96,
ISO 53, 54, 56, 59, 108, 109 98, 100, 101, 107, 110, 122
ISO-8402 56 Market price 89, 110
Market wide 89, 110
J Marketing 88, 89, 90, 93, 94, 103,
104, 106, 110
Judgment and decision making 74,
Marketing kreatif 89, 110
109
Marketing mix 88, 89, 90, 93, 110

1
McDonald 89, 90, 93, 110 Post-production 42, 112
MEA 76, 110 Powdering 46, 112
Mediator 23, 110, 123 Power 23, 112
Mental skill 72, 82, 110, 127 Preference for moderate risk 17,
Merchandise 89, 110 112
Metabolisme 46, 111 Presence of natural persons 76, 112
Microsoft software 79, 111 Preventive 64, 112
Milenial v, vi, 16, 111 Primary processing 42, 51, 112,
Milling 46, 111 124
Movement 76, 111 Process 47, 112, 124
Process requirement 47, 112, 124
N Processing 42, 51, 112, 113, 124
Product 46, 89, 112
Negosiator 23, 111, 123
Profit oriented 25, 112
Negotiation 74, 111
Promotion 89, 112
Not marketable 44, 111
Nutrient film technique 39, 111 Protoplasma 33, 112, 123
PTM 62, 112
O Public relation 89, 90, 112

Observable performance 71, 111


Q
On farm 84, 111
Optimum management size 48, 111 Qualitiy assurance 113
Quality requirement 47, 113, 124
P
R
PDB 74, 111
Raw material 48, 113
People management 74, 112
Retailer 66
Perishable 43, 46, 111
Reversing trend of declining
Personal hygiene 63, 111
productivity 113
Personal values 7, 111
RIM 85, 94, 113, 128
Place 89, 111
Roasting 46, 113
Planning 7, 111, 122
Rocwool 39, 113
Plasma nutfah 33, 112
Positioning 90, 91, 93, 94,
112, S
114, 128 Sample 55, 113
Post-harvest 42,
112

12
Sampling 55, 113 T
SCP 85, 94, 113, 128
Screens 38, 108, 113 Talkshow 2, 10, 12, 114
Targeting 90, 91, 114
SDM v, vi, viii, 10, 24, 53, 70, 71,
72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, Technopreneur 4, 6, 7, 12, 14, 114
81, 82, 95, 113, 126, 127 Threshold competencies 72, 81, 82,
114, 126
Secondary processing 43, 51, 113,
124 Time managerial skill 9, 114
To create a vision 25, 115
Seed crop 33, 49, 113 Total costumer satisfaction 88, 115
Seed science 33, 113 Total quality management 65, 115
Seed technology 33, 113
Traceable 60, 115
Segmenting 90, 91, 94, 113, 114, Training 63, 78, 80, 115
128
Translate 89, 115
Service orientation 74, 113
Shill at organizing 113 U
Show case 89, 113
Skill 9, 17, 72, 77, 80, 81, 82, 104, Unpredictable 25, 115
105, 108, 110, 113, 114, 126, Users 76, 115
127
SNI 62, V
114
Social skill 72, 77, 80, 82, 114, 127 Venture capital 2, 3, 115, 121
Soft skill 72, 81, 114, 126 Vigor 43, 115
SOP 59, 63, 114 Voluntary standars 69, 115, 125
Spinning 46, 114
Standing banner 89, 114 W
Starbucks 90, 91, 93, 114 Wick 39, 115
STP 90, 114 World Economic Forum 74, 115
Styrofoam 39, 114
Survival 84, 92, 114
SWOT 92, 114

1
KUNCI JAWABAN LATIHAN SOAL

BAB 1
Jawaban Latihan Soal 1
1. C
2. A
3. D
4. A
5. B
6. D
7. C
8. A
9. B
10. C

Jawaban Latihan Soal 2


1. (a) Agopreneur adalah seorang wirausaha yang bergerak dalam
bidang agribisnis dan agroindustri. (b) Agrotechnopreneur adalah
seorang wirausaha yang bergerak dalam bidang agribisnis dan
agroindustri melalui pemanfaatan teknologi dan senantiasa
melakukan inovasi dalam mengembangkan bisnisnya. (c)
Agrotechnopreneurship adalah kemampuan dalam mengelola suatu
usaha di sektor agribisnis dan agroindustri melalui pemanfaatan
teknologi, yang mengedepankan inovasi dalam pengembangan
bisnisnya.
2. Ketiga komponen tersebut yaitu; (a) penelitian dan pengembangan
(R&D), (b) kewirausahaan, dan (c) lembaga penyedia modal bagi
pebisnis pemula (venture capital).
3. (a) Manajemen kreatif adalah upaya pengelolaan pengetahuan untuk
membangun ide-ide baru yang diarahkan untuk menciptakan konsep
maupun metode rekayasa proses dan produksi. (b) Manajemen
inovatif adalah kemampuan untuk mengimplementasikan dan
menggerakkan konsep rekayasa baru dalam proses dan produksi

12
guna menciptakan produk maupun petunjuk untuk membuka bisnis
baru.
4. Model spirit yang dibutuhkan oleh seorang agrotechnopreneur
adalah kemandirian, kreativitas, dan perencanaan (planning). Ketiga
unsur tersebut saling berkaitan, kreativitas membutuhkan sikap
mandiri, di sisi lain perencanaan memerlukan kreativitas dan
kemandirian.
5. Elemen-elemen yang dimaksud yaitu; teknologi, manufacturing,
karyawan, penelitian, pengembangan, pembelian, lini produk, pasar
target, pembiayaan, pemasaran, penjualan, dan distribusi.

BAB 2
Jawaban Latihan Soal 1
1. B
2. C
3. D
4. D
5. B
6. D
7. A
8. C
9. B
10. A

Jawaban Latihan Soal 2


1. Karakter adalah suatu keadaan jiwa yang tampak dalam tingkah laku
dan perbuatan sebagai akibat pengaruh pembawaan dan lingkungan.
2. Kelima ciri tersebut yaitu; percaya diri, berorientasi tugas dan hasil,
pengambilan risiko, kepemimpinan, keorisinalan, dan berorientasi
ke masa depan.
3. (a) Percaya diri ketika sedang mengendalikan apa yang sedang
dikerjakan dan di kala sedang bekerja sendirian. Menangani setiap
masalah secara cepat disertai percaya diri serta gigih dalam
upayanya untuk mencapai sasaran. (b) Seorang yang selalu
mengutamakan tugas dan hasil adalah orang yang selalu

1
mengutamakan nilai-nilai motif prestasi, berorientasi pada laba,
ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan
kuat, energik, dan berinisiatif.
4. (a) Seorang agrotechnopreneur yang memiliki jiwa kepemimpinan
selalu ingin mencari peluang, terbuka menerima kritik dan
menjadikan saran sebagai pertimbangan dalam melakukan
perbaikan. Seorang agrotechnopreneur yang memiliki
kepemimpinan akan mampu menggunakan pengaruh tanpa kekuatan
dan mengutamakan strategi mediator dan negosiator dibandingkan
cara-cara diktator. (b) Maksud dari keorisinalan adalah kreatif dan
inovatif. Artinya seorang agrotechnopreneur harus memiliki
perspektif atau pandangan ke masa depan, mampu menciptakan
sebuah produk yang baru yang berbeda dari yang ada saat ini.
5. Orientasi ke masa depan terkait dengan visi dan misi yang memiliki
pandangan ke masa depan. Artinya seorang agrotechnopreneur
harus mempunyai strategi atau langkah-langkah tertentu untuk
rencana kemajuan usahanya di masa yang akan datang.

BAB 3
Jawaban Latihan Soal 1
1. B
2. D
3. B
4. D
5. A
6. C
7. B
8. D
9. D
10. A

Jawaban Latihan Soal 2


1. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, jaringan dan organ yang ditumbuhkan
dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat

12
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang utuh
lagi.
2. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) adalah pendekatan dalam
pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman
(OPT), dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya
peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan kelestarian
lingkungan.
3. Keunggulan dari budidaya dengan sistem hidroponik yaitu; (a)
kepadatan tanaman per satuan luas dapat dilipat gandakan sehingga
menghemat penggunaan lahan; (b) mutu produk seperti bentuk,
ukuran, rasa, warna, dan kebersihan dapat dijamin karena kebutuhan
nutrien tanaman di pasok secara terkendali di dalam rumah kaca
(greenhouse); dan (c) tidak tergantung musim (waktu) tanam dan
panen, sehingga dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pasar.
4. (a) Primary processing merupakan istilah yang digunakan untuk
semua perlakuan mulai dari panen sampai komoditas dapat di
konsumsi segar, atau untuk persiapan pengolahan berikutnya; dan
(b) secondary processing merupakan tindakan yang mengubah hasil
pertanian ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan
lebih lama (pengawetan), dan mencegah perubahan yang tidak
dikehendaki atau untuk penggunaan lain.
5. Keenam kriteria pemilihan teknologi pengolahan hasil pertanian,
antara lain; (a) kebutuhan kualitas (quality requirement); (b)
kebutuhan pengolahan (process requirement); (c) penggunaan
kapasitas (capacity utilization); (d) kapasitas dan kemampuan
manajemen (management capability); (e) teknologi yang baik untuk
suatu daerah tidak dengan sendirinya baik untuk daerah lain; dan (f)
pemilihan teknologi yang tepat mempunyai ciri dapat meningkatkan
nilai tambah, menghasilkan produk yang dapat dipasarkan,
meningkatkan daya saing, menambah pendapatan dan keuntungan
pelaku usaha agribisnis dan agroindustri.

1
BAB 4
Jawaban Latihan Soal 1
1. C
2. A
3. D
4. D
5. B
6. B
7. A
8. C
9. C
10. D

Jawaban Latihan Soal 2


1. Mutu produk akan dapat diukur dan dikendalikan jika tersedia suatu
standar yang dapat dijadikan sebagai acuan. Penetapan standar juga
mempunyai tujuan utama supaya produk atau jasa yang dilempar ke
konsumen sudah layak untuk digunakan (fitness for use).
2. Kelima tujuan utama penetapan standar antara lain; (a) pengendalian
keragaman (mengurangi variasi); (b) untuk kecocokan
(compatibility); (c) kemampuan penjualan; (d) meningkatkan
kesehatan dan keamanan produk; serta (e) meningkatkan kelestarian
lingkungan.
3. Mandatory standars (standar wajib) yaitu standar yang di buat oleh
pemerintah atau organisasi yang ditunjuk berkaitan dengan
kesehatan, keselamatan konsumen dan lingkungan. Sedangkan
voluntary standars (standar sukarela) merupakan standar yang
disusun oleh perusahaan yang memproduksi atau menjual produk
tertentu.
4. Tujuan ditetapkannya good agriculture practices (GAP) adalah
untuk meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar
domestik dan internasional yang ditunjukkan oleh peningkatan
pangsa pasar ekspor dan kebutuhan nasional, tentunya dengan
meningkatkan mutu produk pertanian kita.

12
5. Hazard analysis critical control point (HAACCP) adalah sistem
yang mengendalikan keamanan pangan mulai dari lahan pertanian
sampai menjadi bahan siap santap di meja makan. Sistem HACCP
merupakan kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah
yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap
penanganan dan proses produksi.

BAB 5
Jawaban Latihan Soal 1
1. A
2. B
3. C
4. B
5. D
6. B
7. C
8. B
9. D
10. C

Jawaban Latihan Soal 2


1. Perbedaan pengertian competency dan competences yaitu;
competency biasa digunakan untuk menjelaskan perilaku seseorang,
sedangkan competences lazim dipergunakan untuk menjelaskan
standar-standar yang telah ditentukan.
2. Threshold competencies merupakan karakteristik utama yang harus
dimiliki seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya, seperti
pengetahuan atau keahlian dasar yang terkait dengan bidang
kompetensinya. Sedangkan differentiation competencies adalah
faktor-faktor yang dapat digunakan untuk membedakan antara
individu yang kinerjanya tinggi dengan yang berkinerja rendah
3. Istilah-istilah yang terkait dengan kompetensi SDM, sebagai berikut:
a. Soft skill menunjukkan intuisi dan kepekaan SDM
b. Hard skill mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik
SDM

1
c. Social skill menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial
SDM
d. Mental skill menunjukkan ketahanan mental SDM
4. Ketiga hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan
pengembangan SDM di era revolusi industri 4.0 adalah; (a) kualitas,
yaitu upaya menghasilkan SDM yang berkualitas agar sesuai dengan
kebutuhan pasar kerja berbasis teknologi digital; (b) kuantitas, yaitu
menghasilkan sejumlah SDM yang kompeten dan sesuai dengan
kebutuhan industri; dan (c) terkait dengan masalah distribusi SDM
berkualitas yang masih belum merata.
5. Tujuan utama pengembangan SDM yaitu; (a) untuk menutup gap
antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan
jabatan; dan (b) meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja
karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang ditetapkan.

BAB 6
Jawaban Latihan Soal 1
1. C
2. D
3. B
4. B
5. C
6. B
7. A
8. D
9. D
10. B

Jawaban Latihan Soal 2


1. Pemasaran adalah keinginan manusia yang diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
Pemasaran juga diartikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial
yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran
timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.

12
2. Struktur–perilaku–kinerja pasar (structure–conduct–performance
market/SCP), merupakan pendekatan studi pemasaran dari aktivitas-
aktivitas bisnis yang terjadi atau perlakuan yang ada pada proses
dalam sistem pemasaran yang akan meningkatkan dan menciptakan
nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
3. Berdasarkan konsep pemasaran research in motion (RIM)
menjelaskan antara lain; (a) kebutuhan adalah keadaan di mana
manusia merasa tidak memiliki kepuasan dasar, sehingga setiap saat
selalu membutuhkannya; (b) keinginan adalah hasrat akan pemuas
tertentu dari kebutuhan; dan (c) permintaan adalah keinginan akan
sesuatu yang didukung dengan kemampuan dan kesediaan untuk
membelinya.
4. Strategi pemasaran dengan pendekatan strategi segmenting adalah
merupakan strategi yang didasarkan pada analisis yang kuat
terhadap kondisi segmentasi target konsumen yang telah ditetapkan.
Sedangkan strategi pemasaran dengan pendekatan strategi
positioning yaitu upaya yang dilakukan konsumen untuk mencari
informasi mengenai produk kita, bagaimana konsumen mampu
mengingat dan menyimpan produk kita di dalam memori mereka.
5. Informasi yang selalu di ingat atau tersimpan dalam memori
konsumen terkait dengan produk kita pasarkan yaitu; nama atau
merek yang unik, karakteristik merek tertentu, iklan dari merek
tertentu dan sebagainya.

1
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Dr. Syamsul Rahman, S.TP., M.Si lahir di Talondo–


Mamuju, 31 Desember 1968. Menyelesaikan studi
jenjang S-1 pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Universitas
Pancasakti (Unpacti) Tahun 1994, selanjutnya Tahun
1995 di angkat sebagai dosen pada Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian Fateta–Unpacti. Memperoleh gelar
Magister Sains (S2) dari Program Studi Agribisnis Sekolah Pascasarjana
Universitas Hasanuddin (UNHAS) Tahun 2001. Tahun 2002 pindah
kampus dan mengajar di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Islam Makassar (UIM). Kemudian pada Tahun 2017
memperoleh gelar Doktor (S3) di bidang Ilmu dan Teknologi Pangan
Sekolah Pascasarjana UNHAS. Setelah itu, kembali aktif mengajar,
meneliti, mengabdi, dan membimbing mahasiswa S1 dan S2 di UIM,
dengan mata kuliah Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian ,
Pangan dan Gizi, Alat dan Mesin Pertanian, Manajemen Agribisnis,
Agribisnis dan Ekonomi Kreatif , serta Kewirausahaan dan
Agrotechnopreneurship. Hingga saat ini telah menghasilkan sekitar 15
publikasi baik di jurnal nasional terakreditasi SINTA maupun jurnal
internasional bereputasi (Scopus), telah menulis 3 buah buku yang
diterbitkan oleh Deepublish dengan judul, Membangun Pertanian dan
Pangan untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan (2018), Teknologi
Pengolahan Tepung dan Pati Berbasis Tanaman Kayu (2018), dan
Pengembangan Industri Kuliner Berbasis Makanan Tradisional Khas
Sulawesi (2020), serta beberapa artikel dalam bentuk book chapter. Selain
itu telah menghasilkan sekitar 73 artikel berupa opini yang di-publish di
berbagai media cetak dan online. Penulis juga aktif di berbagai organisasi
profesi di antaranya Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia
(PATPI), Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI) dan Indonesian Food
Teknologist (IFT) sampai sekarang.

13
1
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai