Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang memiliki peran penting dalam kehidupan

manusia, karena melalui pendidikan akan terbentuk sumber daya manusia yang

berkualitas. Selain itu Pendidikan juga dipandang sebagai salah satu aspek yang

memiliki peranan pokok dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi

muda yang tangguh, mandiri, berkarakter dan berdaya saing dimasa yang akan

datang.

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,

dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan, yang

berlangsung di sekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan

peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup

secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2013).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sitem

Pendidikan Nasional pasal 1 pengertian Pendidikan adalah sebagai berikut:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

1
Berdasarkan Permendikbud No 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses

Pendidikan Dasar dan Menengah. Proses pembelajaran pada satuan Pendidikan

diselenggarakan secara interaktif, Inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang

cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan

perkembangan fidik serta psikologis siswa untuk itu setiap satuan Pendidikan

melakukan perencanaan pembelajaran penilaian proses pembelajaran untuk

menigkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian lulusan.

Guru sebagai tenaga pendidik profesional harus memiliki kemampuan

tertentu untuk membantu siswa dalam belajar. Keberhasilan siswa dalam proses

pembelajaran akan banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru profesional. Guru

yang profesional ada guru yang mampu mengaplikasikan berbagai teori belajar

dalam kegiatan pembelajaran dan mampu menerapkan strategi, model serta metode

yang efektik. Oleh karena itu, tugas profesional seorang guru adalah menyajikan

kegiatan pembelajaran yang membuat siswa tertarik untuk mengikutinya dan dirasa

sulit menjadi mudah yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna. Selain itu guru

harus senantiasa menyajikan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa

dengan kebutuhannya, agar siswa berkembang menjadi pribadi yang mandiri,

kreatif, dan inovatif. Guru harus menjadi fasilitator inovatif. Guru harus menjadi

fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri

sendiri. Proses pembelajaran yang tidak luput dan peristiwa-peristiwa yang terjadi

di lingkunga sekitarnya.

2
Selain itu, pada saat proses pembelajaran berlangsung guru hendaknya

menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat dan menarik supaya

proses pembelajaran itu menjadi berkualitas. Pemilihan model atau metode dan

media pembelajaran yang beragam tentu harus dipertimbangkan terlebih dahulu

sebelum menggunakannya, pemilihan model dan media yang harus diperhatikan

ada beberapa aspek seperti materi yang akan disampaikan, tujuan dari

pembelajaran, waktu yang sudah direncanakan dan karakteristik peserta didik tentu

menjadi pertimbangan pada saat menentukan model atau media pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang pada umumnya digunakan untuk

menyampaikan materi pembelajaran yaitu cooperative learning. Menurut Isjoni

(2016:15) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem

belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang

secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Sedangkan menurut Heriawan, dkk (2012:109) cooperative learning adalah

metode pembelajaran yang menekankan kepada proses kerja sama dalam suatu

kelompok yang biasa terdiri atas 3 sampai 5 orang siswa untuk mempelajari suatu

materi akademik yang spesifik sampai tuntas. Model cooperative learning ini

menurut Julianti (2000) yang dikutip oleh Isjoni (2016:12) tepat digunakan pada

pembelajaran IPS.

Model cooperative learning dapat digunakan untuk mata pelajaran IPS dan

dapat juga digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sejalan yang

dikemukakan Suprijono (2009:61) bahwa model pembelajaran kooperatif

3
dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi,

menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Model cooperative

learning terdapat banyak tipe, diantaranya jigsaw, STAD, make a match, dan masih

banyak yang lainnya.

Pendidikan ilmu pengetahuan sosial hubungannya dengan kearifan lokal

merupakan kolaborasi dan perpaduan yang seharusnya tidak dipisahkan, dimana

hakikat dari pembelajaran IPS adalah mengintegrasikan nilai-nilai kearifan local

tersebut dalam aktivitas pembelajaran. Menurut Sapriya (2012:79) ruang lingkup

mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial meliputi beberapa aspek, yakni: “pertama,

manusia, tempat, dan lingkungan; kedua, waktu, keberlanjutan, dan perubahan;

ketiga, sistem sosial dan budaya; keempat, perilaku ekonomi dan kesejahteraan”.

Dari pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa aktivitas pembelajaran IPS

pada hakikatnya harus bersumber pada kehidupan masyarakat. Namun, pada

kenyataannya mata pelajaran IPS masih banyak disampaikan secara teoretis dan

jarang menjadikan lingkungan sosial sebagai sumber pembelajaran. Padahal, nilai-

nilai kearifan lokal di masyarakat merupakan bagian dari kehidupan siswa. Pada

saat peserta didik di sekolah, sering dihadapkan pada berbagai fakta mengenai

beragam permasalahan sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi

diantara permasalahan tersebut mayoritas siswa kurang begitu memahami apa

penyebab dan bagaimana menyikapi atas permasalahan terjadi.

Permasalahan yang terjadi terkait tantangan di era Revolusi Industri 4.0,

saat ini terdapat kecenderungan bahwa mata pelajaran ilmu pengetahuan social

4
kurang menarik bagi para siswa. Ini terjadi karena pembelajaran IPS yang

berlangsung hanya disampaikan dengan ceramah dengan mengedepankan

kemampuan menghafal dan tidak didukung dengan penggunaan lingkungan

sebagai sumber belajar yang lebih menarik. Pembelajaran yang disampaikan tidak

dihubungkan dengan pengalaman yang dimiliki sehingga tidak memberikan

kesempatan kepada para siswa untuk berpikir menemukan solusi dari masalah

sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya.

Kesadaran memahami lingkungan perlu dikembangkan dengan

pendidikanberbasis lingkungan. Kesadaran harus dimplimentasikan dalam

kehidupan sehari-hari melalui tindakan nyata yang ramah lingkungan (Kans, 2010).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam penerapan belajar dengan tematik seyogyanya

dihubungkan dengan kehidupan atau lingkungan siswa yang mengarah kepada

tercapainya knowledge maupun pengenalan lingkungan sekitar peserta didik.

Salah satu inovasi yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPS ialah

pembelajaran berbasis kearifan lokal. Pendidikan berbasis kearifan lokal

merupakan solusi untuk meningkatkan kompetensi peserta didik untuk selalu dekat

dengan situasi kongkrit yang mereka hadapi sehari-hari. Model pembelajaran yang

berorientasi pada budaya (kearifan lokal) adalah suatu contoh pembelajaran yang

memiliki korelasi yang erat terhadap pengembangan skill (kecakapan hidup)

dengan berpijak pada pengembangan keterampilan potensi lokal pada setiap

masing-masing daerah.

5
Kearifan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan

yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi,

ekologi, dan lain-lain. Menurut Dedi dwitagama (2007) kearifan lokal adalah hasil

bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya

manusia atau lainnya yang menjadi kearifan suatu daerah. Dari dua pengertian

tersebut dapa disimpulkan bahwa kearifan lokal adala suatu proses dan realisasi

peningakatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau

karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.

Kearifan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah

adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. sebagai contoh

daerah Taniwel yang memiliki potensi adat istiadat dan budaya serta sumber daya

alam yang melimpah yang harus dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah

secara baik dan tepat. Upaya pengembangan sejak dini lebih baiknya diterapkan

pada siswa Sekolah Dasar agar potensi-potensi yang ada tetap terjaga dan

berkembang. Untuk itu Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal di SD harus

diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai

sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi

daerah lainnya yang bermanfaat dalam proses pengembangan kompetensi sesuai

dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik.

Dengan demikian, dalam model pembelajaran cooperative learning siswa

akan lebih bersemangat untuk mengikuti semua pembelajaran yang berbasis

kearifaan lokal. Melalui model cooperative learning siswa dapat mengembangkan

6
potensi, bakat dan minat yang dimiliki dengan baik dan tepat. Sebagai tindak

lanjut, penulis terdorong untuk membantu mengembangkan potensi, bakat dan

minat peserta didik melalui pendidikan berbasis kearifan lokal dengan melakukan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada siswa kelas V di SD Negeri Patahuwe.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimanakah “implementasi model cooperative

learning dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal pada siswa kelas V SD

Negeri Patahuwe tahun pelajaran 2023/2024?”.

C. Tujuan Masalah

Tujuan pelaksanaan tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui bagaimana

implementasi model pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran IPS

berbasis kearifan lokal pada siswa kelas V SD Negeri Patahuwe tahun pelajaran

2023/2024.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang metode

pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan

lokal, sehingga siswa akan mampu mengembangkan potensi, bakat, dan minat serta

bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan.

7
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

1) Memberikan pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan untuk

mengembangkan potensi, bakat, dan minat dengan menggunakan model

cooperative learning dalam pembelajaran IPS berbasis kearifan lokal dengan

memanfaatkan potensi-potensi daerah.

2) Melatih konsentrasi, keterampilan dan pemahaman terhadap keunggulan lokal.

3) Siswa mampu mengembangkan potensi, bakat, dan minat melalui penerapan model

cooperative learning dalam pembelajaran di kelas.

4) Memberikan pengalaman belajar yang menarik bagi siswa, serta sebagai motivasi

belajar sehingga berdampak positif bagi siswa dan untuk mengembangkan potensi,

bakat, dan minat dari siswa.

b. Bagi Guru

Menambah wawasan tentang metode pembelajaran, sehingga dapat memilih

metode yang tepat sesuai dengan materi dan keadaan siswa.

c. Bagi Kepala Sekolah

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk

menentukan RPP dalam pembelajaran berbabsis kearifan lokal.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan

rekomendasi dalam pengembangan model dalam proses pembelajaran berbasis

kearifan lokal.

8
E. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah tafsir tentang makna istilah yang digunakan

dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan makna dari beberapa definisi

operasional sebagai berikut:

1. Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

Pendidikan berbasis kearifan lokal yang dimaksud dalam penelitian ini

ada potensi, bakat dan minat siswa dapat dikembangkan melalui mata

pelajaran IPS materi keragaman budaya suku dan bangsa di Indonesia dengan

memanfaatkan potensi-potensi daerah yang dimiliki.

2. Model Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan

keterlibatan semua peserta didik melalui kegiatan diskusi kelompok kecil.

Kelompok kecil tersebut terdiri dari beberapa peserta didik yang kemampuan

berbeda.

Anda mungkin juga menyukai