Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pemerintah merumuskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
bangsa yang bermatabat, serta bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjdai manusia yang beriman, berahklak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab (UU RI No. 20 Tahun
2003 Sisdiknas).
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
pendidikan di daerah menjadi semakin besar. Undang-Undang tersebut
menjadi landasan untuk meingkatkan kualitas pendidikan merupakan tujuan
yang diharapkan dalam pembangunan pendidikan nasional di Indonesia.
Di era globalisasi sekarang pendidikan dipandang sebagai proses yang
paling bertanggung jawab dalam melahirkan masyarakat yang memiliki
karakter kuat sebagai modal membangun peradaban yang tinggi dan unggul.
Karakter bangsa yang kuat merupakan produk dari pendidikan yang dan
berkarakter (Komarudin, 2010: 49).
Indikator pendidikan berkualitas adalah perolehan hasil belajar yang
maksimal oleh siswa, baik itu hasil belajar dalam bentuk kognitif, afektif
maupun psikomotorik. Akan tetapi, keberhasilan belajar setiap siswa yang
mengalami masalah dan belajar, akibatnya hasil belajar yang dicapai kurang
optimal. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu ditelusuri faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor eksternal yaitu faktor yang timbul dari luar diri siswa

1
2

diantaranya guru, teman, fasilitas belajar, lingkungan sekolah, sumber belajar,


pendapatan orang tua dan lain-lain. Sedangkan faktor internal yaitu faktor
yang timbul dari dalam diri siswa itu sendiri diantaranya keadaan fisik,
intelegensi, bakat, minat, motivasi, kemandirian, dan perhatian (Slameto,
2010: 4-72).
Pendidikan di sekolah menjadi salah satu lembaga yang berperan
terhadap pembentukan karakter siswa. Kenyataan ini menjadi entry point
untuk menyatakan bahwa sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab
dalam melaksanakan pendidikan dan pembentukan karaktek (Suyanto, 2010:
20). Sekolah merupakan salah satu wahana efektif untuk menginternalisasikan
pendidikan karakter terhadap peserta didik. Pendidikan seni sebagai sikap
estetis bertujuan untuk menanamkan dan mengembangkan cita rasa dan
bangga terhadap seni budaya bangsa. Pendidikan seni berfungsi untuk
mengembangkan kepekaan estetis melalui kegiatan berekplorasi serta
pengalaman berkarya kreatif (Depdikbud 1981/1982: 16). Untuk itu
kemampuan dasar (potensi) artistik setiap siswa perlu dirangsang dan
ditumbuhkembangkan melalui pembinaan mata pelajaran seni budaya dengan
harapan siswa dapat menghayati nilai-nilai keindahan serta mengembangkan
kemampuan rasional dan emosional yang ada pada akhirnya akan membentuk
kepribadian siswa.
Pendidikan kesenian di sekolah bertujuan untuk memberikan
pengalaman nilai-nilai keindahan kepada siswa sehingga mereka dapat
dibentuk menjadi manusia yang utuh, memiliki kemampuan berpikir serta
perasaan yang seimbang dan harmonis, semua itu akan mempunyai arti yang
pasif dalam kehidupan. Para siswa di sekolah diharapkan dapat menikmati,
mengagumi dan mencintai atau mempunyai apresiasi atau orientasi tentang
karya-karya seni yang senantiasa harus ditumbuhkan sejak anak-anak sesuai
dengan harkat kemanusiannya yaitu: memiliki rasa cipta dan karsa, landasan
spiritual dan dilapisi oleh rasa seni dalam mencapai kedewasaan. Bagi siswa,
3

semua itu merupakan modal utama untuk membentuk manusia pembangunan.


Selain sebagai media untuk membentuk kepribadian dan budi pekerti yang
luhur, pendidikan kesenian juga akan membangkitkan gairah belajar siswa
dibangku sekolah.
Pendidik adalah bagian komponen pendidikan yang berperan secara
aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, pendidik dituntut
berkompeten dalam segala hal menyangkut profesinya, sehingga dapat
memperoleh hasil belajar siswa sebagimana yang ingin dicapai.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus bisa menerapkan metode-
metode yang sesuai dengan pembelajaran sehingga siswa lebih mudah
menangkap materi yang telah disampaikan oleh guru dan terciptanya sebuah
tujuan pendidikan. Metode pendidikan yang tidak tepat akan menjadi
penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar. Oleh karena itu,
metode yang digunakan oleh pendidik baru dikatakan berhasil apabila dalam
proses pendidikan ia dapat menghantarkan anak didik kea rah tujuan yang
diterapkan.
Penerapan metode mengajar yang bervariasi merupakan upaya untuk
meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar sekaligus salah satu indicator
peningkatan kualitas pendidikan. Metode mengajar yang bervariasi dapat
mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran, meningkatkan
kemampuan siswa untuk berinteraksi sosial dan memperkecil perbedaan yang
ada. Metode mengajar yang baik adalah metode yang mendapatkan hasil
belajar yang tahan lama, dapat digunakan dalam kehidupan siswa dan
merupakan pengetahuan asli atau otentik (Sadirman, 2010: 49-50).
Usaha meningkatkan keaktifan, minat dan hasil belajar siswa dapat
dilakukan dengan mengadakan inovasi dalam proses pembelajaran, salah
satunya yaitu dengan proses belajar gotong royong atau belajar kelompok.
Pembelajaran yang hanya mengutamakan individual tidak akan
menguntungkan murid ataupun masyarakat. Maka pada setiap pengajaran
4

hendaknya guru sanggup menciptakan suasana sosial yang membangkitkan


kerja sama diantara murid-murid dalam menerima pelajaran, agar pelajaran itu
lebih efektif dan efisien.
Metode Cooperative Learning merupakan salah satu metode
pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstruktivistik (Suparno, 2007:
63 ). Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinsikan sebagai
sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Lima unsur pokok yang harus
diterapkan dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,
keahlian bekerja sama, dan proses kelompok (Lie, 2002: 30). Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah
satu teman kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe Jigsaw
merupakan metode pembelajaran koperatif yang formatnya siswa belajar
dalam kelompok kecil yang terdiri dari kurang lebih 5 orang secara heterogen
dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab
atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut atau mempraktekkannya kepada anggota
kelompok lain ( Huda, 2011: 120). Dengan demikian, “siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi” (Lie, 2002: 68).
Kerjasama dibutuhkan dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Pembelajaran dengan kerjasama akan memberikan landasan teoritis
bagaimana siswa dapat sukses belajar bersama orang lain. Kerjasama dalam
kegiatan belajar dapat memberikan berbagai pengalaman. Siswa akan lebih
5

banyak mendapatkan kesempatan berbicara, berinisiatif, menentukan pilihan


dan mengembangkan kebiasaan yang baik (Isjoni, 2007: 24).
Kerjasama dalam pembelajaran menjadi salah satu aspek penting
dalam menentukan keberhasilan siswa. Hal tersebut sesuai dengan data yang
diungkapkan oleh US Department Health and Human Service (dalam
Wibowo, 2012: 20) diketahui bahwa faktor risiko penyebab kegagalan anak di
sekolah, antara lain rendahnya rasa empati, kegagalan bersosialisasi, dan
ketidakmampuan bekerjasama. Kemampuan seseorang untuk berinteraksi
dengan orang lain dan mengontrol perasaanya sangat dipengaruhi oleh
pengalaman yang dimiliki. Sementara kemampuan sosial dan emosi ini sangat
berperan dalam menentukan kesuksesan belajar anak di masa yang akan
datang.
Dalam membentuk karakter kerjasama, kelas harus diwujudkan
sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa yang
demokratis dan diharapkan dapat tercipta susasana yang terbuka dengan
kebiasaan-kebiasaan kerjasama, terutama dalam memecahkan masalah
kesulitan )Hasan dalam Isjoni, 2012: 26). Pendidikan kesenian merupakan
pendidikan ekspretif kreatif yang dapat mengembangkan kepekaan apresiasi
estetik dan membentuk kepribadian manusia sutuhnya, yang seimbang baik
lahir maupun batin, jasmani maupun rohani, berbudi luhur sesuai dengan
lingkungan dan konteks sosial budaya Indonesia (Herawati, 1998: 18).
Teknik-teknik pembelajaran cooperative learning ini jika dilakukan
dengan prosedur pembelajaran yang benar maka akan kemungkinan untuk
dapat meangtifkan siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan
akademik/kognitif siswa. Istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu
domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang berhubungan dengan
pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
kesengajaan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak juga
berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian
6

dengan ranah rasa. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang
terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention),
penerapan (application), analisa (analysis), sintesa (synthesis), evaluasi
(evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Pendidikan SBK penting diberikan bagi siswa karena keunikan
perannya yang tidak mampu diemban oleh mata pelajaran yang lain. Keunikan
tersebut terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan
berekpresi atau berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan “belajar dengan
seni”,”belajar melalui seni”, dan “belajar tentang seni”. SBK merupakan
kelompok mata pelajaran estetika yang bertujuan untuk membentuk karakter
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman
budaya (Sanjaya,2013: 68). Pendidikan SBK memiliki peranan dalam
pembentukan kepribadian siswa yang harmonis dengan memperhatikan
kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan, antara lain
kecerdasan interpersonal, intrapersonal, spiritual, visual, moral, dan emosional
(Sesanto, 2013: 261).
Berdasarkan latar belakang, maka penelitian tertarik untuk mengkaji
pelaksanaan pembelajaran Seni Budaya dengan judul “ Meningkatkan Hasil
Kognitif Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Pada Mata
Pelajaran Seni Budaya Kelas X RPL 2 Di SMK Negeri 1 Palangka Raya”.

B. Identifikasi Masalah
1. Sebagian siswa mengalami masalah dalam belajar, akibatnya hasil belajar
yang dicapai kurang optimal
2. Sebagian siswa ada yang mengerti tentang penyampaian materi oleh guru
dan sebagian siswa juga ada yang tidak mengerti.
7

C. Pembatasan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, penelitian ini lebih
memfokuskan pada “Meningkatkan hasil kognitif siswa menggunakan model
pembelajaran cooperative pada mata pelajaran seni budaya kelas X RPL 2 di
SMK Negeri 1 Palangka Raya”

D. Rumusan Masalah
1. Apakah model pembelajaran cooperative dapat meningkatkan aktivitas
siswa kelas X RPL 2 di SMK Negeri 1 Palangka Raya ?
2. Apakah model pembelajaran cooperative dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa kelas X RPL 2 di SMK Negeri 1 Palangka Raya ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini


adalah untuk :

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif siswa kelas X RPL 2


di SMK Negeri 1 Palangka Raya

F. Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memperluas
teori yang telah ada serta dapat menentukan upaya dan penerapan metode
yang tepat dalam proses pembelajaran. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kegunaan sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
1.1 Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil kognitif siswa
mengenai pelaaksanaan pembelajaran Seni Budaya menggunakan
model pembelajaran cooperative
8

1.2 Dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan dunia


pendidikan dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa.
1.3 Dapat digunakan sebagai bahan acuan dan bahan pertimbangan bagi
penelitian selanjutnya .

2. Manfaat Praktis
2.1 Manfaat Bagi Siswa
2.1.1 Siswa dapat memahami materi secara optimal dalam mata
pelajaran Seni Budaya
2.1.2 Meningkatkan motivasi belajar dalam upaya meningkatkan
hasil belajar

2.2 Manfaat Bagi Guru


Sebagai bahan evaluasi guru untuk dapat meningkatkan metode
maupun model pembelajaran sehingga peserta didik termotivasi dalam
belajar dan mengembangkan kemampuannya.

2.3 Manfaat Bagi Sekolah


Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
Seni Budaya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Bukan
hanya di mata pelajaran Seni Budaya, tetapi juga sebagai bahan
pertimbangan untuk pembenahan sistem pembelajaran dan untuk
meningkatkan kompetensi guru di sekolah.

2.4 Manfaat Bagi Peneliti


2.4.1 Sebagai sarana belajar untuk mengembangkan potensi yang
didapat dari bangku perkuliahan
2.4.2 Untuk mengetahui bahwa model pembelajaran cooperative
dapat meningkatkan hasil kognitif siswa.
9

Anda mungkin juga menyukai