Anda di halaman 1dari 17

Insomnia Vincensia Priska Priscylla Babay 10.2008.213 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.

Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat


priska.babay@yahoo.com

1)

Pendahuluan Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam memperthankan tidur,

atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan satu gejala tidak khas, dan bukan satu gangguan spesifik. Walaupun merupakan gejala dan keluhan yang umum dikemukakan pada dokter, insomnia tidak mendapat perhatian yang cukup. Secara tipik, keluhan itu segera diobati dengan hipnotika sebelum evaluasi yang cukup dilakukan. Insomnia dapat merupakan satu gejala dari berbagai gangguan psikiatrik, termasuk gangguan depresi, mania, cemas, psikosis, penyalahgunaan zat, dan insomnia primer. Pada lansia, keluhan insomnia dapat merupakan gejala sekunder dari perubahan pola tidur yang normal yang terkait dengan usia lanjut. Pendekatan pertama adalah untuk menggambarkan perjalanan dan beratnya insomnia itu dan hubungannya dengan faktor lain.1 Suatu keluhan insomnia tidak penting secara klinis kecuali terkait dengan gangguan fungsi (seperti kantuk di siang hari). Orang mempunyai beda pribadi dalam jumlah tidur yang dibutuhkan, beberapa orang memang membutuhkan tidur yang pendek, oleh sebab itu untuk menyatakan bahwa suatu episode tidak dapat tidur adalah insomnia perlu diperhatikan bila ada gangguan fungsi sehari harinya. Lebih lanjut, banyak pasien yang mengeluh insomnia, bila dipantau dalam laboratorium tidur, ternyata tertidur dengan cepat.1,2
1

2)

Pembahasan 1. Anamnesis Tegakkan diagnosis gangguan dalam mengawali dan mempertahankan tidur (disorder of initiating and maintaining sleep, DIMS) Catat riwayat penggunaan obat pasien, termasuk alcohol, kafein, dan stimulant lain,

hipnotik sedative, dan zat adiktif, hampir semua soal diatas dapat menyebabkan insomnia. Berapa lama gejala itu sudah dialaminya? Apa akibat dari gangguan yang dialaminya itu? Adakah suatu perubahan di lingkungannya? Hanya terjadi di rumah sendiri atau hanya pada hari kerja? Wawancarai pasangan tidurnya (jika ada) tentang saat masuk tidur pasien? Tanyakan juga gejala penyerta, seperti mengorok, GERD, kaki goyang (restless

legs), dan kejutan mioklonik Apa pasien jadi nokturia sebagai akibat sekunder dari minum terlalu banyak

semalam sebelumnya atau patologi saluran kemih? Bagaimana hygiene tidur? Apakah kamar tidur cukup menyenangkan dan tenang?

Tempat tidurnya bersih? Apakah pasien berbuat sesuatu yang mengarahkan perhatian ke tempat lain seperti

menonton televisi, makan, membaca? Adakah keadaan yang secara psikologik merangsang saat mau tidur? Makan

banyak, latihan fisik yang melelahkan, dan minuman alcohol lebih dari satu macam harus dihindarkan sebelum tidur.
2

Apakah pasien tidur larut malam pada akhir minggu, sehingga tidak bisa tidur

malam pada hari minggunya? Bila demikian, hal tersebut menyatakan adanya suatu tidur yang tertunda.2

2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan penyakit tertentu seperti hipertensi, RA, gangguan hormonal dll. Sedangkan pemeriksaan psikologik misalnya depresi, ansietas, gangguan kepribadian dll. Apabila terdapat gangguan fisik, maka gangguan tersebut harus ditangani terlebih dahulu, baru kemudian terapi farmakologi dengan memberikan obat yang aman & tidak menimbulkan ketergantungan untuk mengatasi insomnia dapat diberikan. Selain terapi farmakologi, terapi non farmakologi seperti misalnya terapi tingkah laku (Cognitive Behavioral Therapy) dapat pula diberikan untuk dapat merubah prilaku & kognisi seseorang terkait dengan masalah tidur.2 3. Pemeriksaan penunjang PSG (polysomnogram)

PSG biasanya dilakukan saat anda menginap di pusat tidur. Sebuah PSG akan mencatat aktivitas otak, gerakan mata, denyut jantung, dan tekanan darah. PSG juga mencatat jumlah oksigen dalam darah anda, berapa banyak udara bergerak melalui hidung anda saat bernafas, mendengkur, dan gerakan dada. Gerakan dada menunjukkan apakah anda sedang membuat upaya untuk bernapas.2 Hasil PSG digunakan untuk membantu diagnosis : Tidur terkait gangguan pernapasan (sleep apnea) Narcolepsy Tidur terkait gangguan kejang2

4. Diagnosa banding
3

a. Anxietas Gangguan cemas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai beragai gejala somatik, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi social atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien.2 Gejala utamanya adalah kecemasan, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan kognitif. Ketegangan motorik sering dimanisfestasikan dengan gemetar, gelisa, dan nyeri kepala. Hiperaktivitas dimanisfestasikan oleh sesak nafas, keringat berlebihan, palpitasi, dan gejala gastrointestinal. Gejala lain adalah mudah tersinggung dan dikejutkan. Pasien seringkali datang ke dokter umum atau pengakit dalam dengan keluhan somatik yang spesifik.4,5 b. Pemakaiaan obat-obatan Konsep pamakain obat meliputi ketergantungan perilaku dan ketergantungan fisik. Ketergantungan perilaku menekankan pada aktivitas mencaricari zat sedangkan ketergantungan fisik menekankan efek fisiologis dari penggunaan zat berulang.4 Ketergantungan zat ditandai oleh sekurangnya satu gejala spesifik yang menyatakan bahwa penggunaan zat telah mempengaruhi kehidupan seseorang. Obat-obatan dan alkohol berpotensi memicu insomnia. Penyalahgunaan obat juga bisa menyebabkan gangguan tidur. Namun, tidak hanya obat-obatan terlarang yang menyebabkan masalah tidur, obat yang diresepkan, dapat menyebabkan tidur terganggu.4,5
c. Distress

Stress adalah proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Stres adalah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya (Looker & Gregson, 2005). Jadi stres adalah keadaan dimana individu merasa terancam oleh lingkungannya, dan individu tersebut berusaha untuk menyeimbangkan antara psikis dan fisik terhadap lingkungan tersebut.1

Sumber stres disebut stresor (stressor), stressor menyangkut faktor-faktor psikologis. Stres berbeda dengan distres, distress mengacu pada penderitaan fisik atau mental, Dalam batasan tertentu stres sehat untuk diri kita, stres membantu kita untuk tetap aktif dan waspada. Akan tetapi, stres yang sangat kuat atau berlansung lama dapat melebihi kemampuan kita untuk mengatasi dan menyebabkan distres emosional seperti depresi atau kecemasan, atau keluhan fisik seperti kelelahan dan sakit kepala.1 Stres ada yang bersifat negatif (distress) dan positif (eustress). Distress, misalnya putus cinta, kehilangan salah satu anggota keluarga, dll. Sedangkan eustress contohnya merencanakan pesta pernikahan, menanti kelahiran anak pertama, dll. Distress mengakibatkan kinerja yang buruk, menurunnya produktivitas, dan gangguan kesehatan. Bentuk dari gangguan kesehatan tersebut antara lain sakit kepala, gangguan pencernaan, sering masuk angin, nyeri punggung dan leher, dan hubungan-hubungan yang tidak bahagia. Distress juga dapat menjadi akut, ini adalah bentuk yang lebih ekstrim dari stres yang buruk, yang menyebabkan ganguan fisik atau bahkan kematian sebagai akibat serangan jantung, kanker, kecemasan, depresi, dan gangguan saraf. Di lain pihak stress merupakan pengalaman yang menyenangkan, menggairahkan, merangsang, dan menggetarkan. Menyelesaikan tugas-tugas yang menarik dan merangsang dan menjadi kreatif dan produktif, mencapai tujuan-tujuan dan hasrat-hasrat dan berpartisipasi dalam pertandingan olahraga dapat menjadi kesenangan-kesenangan dalam stress, ini disebut dengan eustress. Stres berimplikasi secara luas pada masalah-masalah fisik maupun psikologi.1 Ada beberapa sumber stress, antara lain: Tekanan Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar, ataupun keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak diluar diri.1 Konflik

Konflik terjadi ketika kita berada dibawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan yang berlawanan. Konflik ada tiga macam: Konflik menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya seorang pelajar yang malas belajar tapi tidak mau mendapat nilai jelek. Konflik mendekat-mendekat: individu terjerat dalam dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk diikuti tetapi pada saat yang sama juga ada film yang menarik untuk ditonton.

Konflik mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat dalam

situasi dimana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Misalnya Vina inginmembeli komputer baru karena komputer miliknya sudah lama, sementara tuntutan tugas kuliahnya semakin sulit dan membutuhkan program yang lebih canggih tetapi vina tidak memiliki cukup biaya untuk membeli computer yang baru karena masih ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi.1 Frustasi Frustasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya. Bila kita sudah berjuang keras kemudian gagal, kita mengalami Bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian frustasi. terhambat untuk melakukan sesuatu (misalnya jalan macet) kita juga dapat merasa frustasi.

Bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya lapar dan butuh

makanan), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustasi.1 Krisis Adalah suatu keadaan dimana seseorang berada dalam suatu keadaan mendekati nilai ambang frustasi (kekuatan maksimal jiwa
6

seseorang untuk menahan beberapa beban jiwa sekaligus), dan bila melaluinya dengan baik akan menjadi lebih matang tetapi bila tidak akan memperburuk keadaan jiwanya.1 5. Diagnosa kerja a. Insomnia Secara umum kebutuhan tidur normal antara 6-9 jam sehari. Tetapi dalam kenyataan ada orang dengan kebutuhan tidur singkat misalnya 4-5 jam perhari,dan sebaliknya ada orang dengan kebutuhan tidur lama yaitu lebih dari 9 jam. Kita bisa menilai kecukupan masa tidur dari kebugaran pada waktu bangun pagi, segar secara fisik. Bila benar-benar kurang tidur maka pada siang hari akan kelihatan mengantuk,lelah,gangguan konsentrasi,mudah tersinggung.1 Diagnosis insomnia adalah ketika terjadi masalah / gangguan tidur yang terjadi sekurang kurangnya dalam 1 bulan, sehingga menyebabkan stress yang signifikan atau penurunan nilai. Gangguan meliputi tidur yang tidak restorative atau terdapat ketidakmampuan untuk memulai atau mengatur tidur, sering mengeluh sulit tidur dan sering pula terbangun pada malam hari. Pasien juga sering mencoba berbagai cara untuk mendapatkan waktu yang cukup untuk tidur, namun kenyataannya tidak demikian. Hal inilah yang memicu timbulnya frustrasi dan ketidakmampuan untuk memulai tidur. Gairah psikologis menurun pada malam hari dan pengkondisian negatif untuk tidur sering terlihat. Gangguan tidur tidak disebabkan oleh pengaruh zat atau kondisi medis umum atau terjadi secara eksklusif selama episode gangguan kejiwaan. Narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan, gangguan tidur terkait irama sirkadian, atau parasomnia (misalnya, sleepwalking, sleep terrors) harus lebih dulu dikesampingkan, sehingga membuat diagnosis gangguan insomnia primer sebagai salah satu pengecualian.1,3 6. Etiologi Insomnia diklasifikasikan sebagai insomnia sementara (tidak lebih dari beberapa malam), akut (kurang dari 3-4 minggu), dan kronis (lebih dari 3-4 minggu). Insomnia sementara atau akut biasanya terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat gangguan tidur dan sering berhubungan dengan penyebab yang dapat diidentifikasi. Pencetus insomnia akut
7

termasuk penyakit medis akut, perumahsakitan, perubahan pada lingkungan tidur, obat obatan, jet lag, dan stresor psikososial akut atau berulang. Insomnia kronis atau jangka panjang dapat dikaitkan dengan berbagai dasar kondisi medis, perilaku, dan lingkungan dan berbagai obat-obatan, namun sering idiopatik.3 Tidak semua insomnia didasari oleh adanya suatu kondisi psikopatologik. Insomnia dapat pula disebabkan karena kondisi atau penyakit fisik dan karena faktor ekstrinsik seperti suara atau bunyi, suhu udara, tinggi suatu daerah, penggunaan bahan-bahan yang mengandung stimulansia susunan saraf pusat.3 1. Suara atau bunyi: biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Yang penting bukan intensitasnya tetapi makna dan suara itu. Misalnya seorang yang takut diserang atau dirampok, pada malam hari ia terbangun berkali-kali hanya karena suara yang halus sekalipun. Bila intensitas rangsang cukup tinggi maka Arousal Promoting System akan membangunkan kita. 2. Suhu udara : kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah ia memakai selimut, bila suhu tinggi ia memakai pakaian tipis. Insomnia sering dijumpai di daerah tropik. 3. Tinggi suatu daerah: Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada mountain sickness, terjadi pada pendaki gunung yang lebih dan 3500 meter di atas permukaan laut. Hipoksia hipobanik dapat mempengaruhi Sleep Promoting System secara langsung. Demikian juga nafas yang lebih cepat merupakan tambahan rangsang terhadap Arousal Promoting System. 4. Penggunaan bahan-bahan yang mengandung stimulansia susunan saraf pusat : Insomnia dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-obat pengurus badan yang mengandung amfetamin atau yang sejenis. 5. Penyakit jasmani tertentu: misalnya arteriosklerosis, tumor otak, demensia presenil, tirotoksikosis, Sindrom Cushing, demam, kehamilan normal trimester ketiga, rasa nyeri, diabetes melitus, ulkus duodeni, artritis reumatika, cacing keremi pada anak, tuberkulosis paru yang berat, penyakit jantung koroner tertentu.

6. Penyakit psikiatrik : beberapa penyakit psikiatrik ditandai antara lain dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotik, beberapa gangguan kepribadian, gangguan stres pasca-trauma dan lain-lain.3,4 7. Epidemiologi Gangguan tidur ini sering terjadi di masyarakat umum dan pada pasien gangguan mental. Hingga 30% populasi menderita insomnia dan mencari pengobatan untuk itu. Keadaan lain termasuk mengantuk berlebih di siang hari, sulit tidur di waktu untuk tidur, dan kejadian luar biasa nocturnal seperti mimpi buruk atau sleepwalking (tidur jalan). Insomnia mempengaruhi semua kelompok umur. Di antara orang dewasa, insomnia mempengaruhi perempuan lebih sering daripada pria. Insiden cenderung meningkat dengan usia (90% individu >60 tahun mengeluh tidur tak memuaskan). Hal ini biasanya lebih umum pada orang di kelompok sosial ekonomi rendah (pendapatan), alkoholik kronis, dan pasien gangguan mental. Stres adalah hal yang paling sering memicu insomnia jangka pendek atau akut.1 Beberapa survei menunjukkan bahwa 30% sampai 35% orang Amerika melaporkan kesulitan untuk jatuh tertidur selama tahun sebelumnya dan sekitar 10% melaporkan masalah dengan insomnia yang sudah lama dialaminya. Ada juga tampaknya hubungan antara depresi, gelisah, dan insomnia. Meskipun sifat dasar ini tidak diketahui, orang dengan depresi atau kecemasan secara bermakna lebih cenderung mengalami insomnia. Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita insomnia diperkirakan mencapai 10 %, yang artinya dari total 238 juta penduduk Indonesia, sekitar 23 juta jiwa diantaranya menderita insomnia, baik untuk jenis insomnia transien (kesulitan tidur < seminggu), jenis insomnia jangka pendek (berlangsung 1-4 minggu) ataupun jenis insomnia kronik (berlangsung > 4 minggu). Tetapi karena kurang dianggap penting, maka banyak juga orang yang tidak menyadari dirinya mengalami kesulitan tidur sehingga kurang mencari pertolongan untuk mengatasi masalah tersebut.1 8. Psikopatologi a) Depresi Berat (Psikosa Depresi): Seringkali ditandai dengan adanya insomnia walau ada pula kasus depresi berat yang ditandai dengan hipersomnia, di samping gejala-gejala lain seperti afek yang disforik, hilangnya minat atau rasa senang,
9

perasaan sedih, murung, putus asa, rasa rendah diri, anoreksia, berat badan turun, gerakan serba lambat, kurang bisa konsentrasi, pikiran tentang mati atau bunuh diri. b) Episode Manik (Psikosa Manik): Ditandai antara lain dengan adanya afek yang meningkat, peningkatan aktivitas dalam pekerjaan, hubungan sosial maupun seksual, banyak bicara, pikiran terbang (flight of ideas), grandiositas dan insomnia karena kebutuhan tidurnya berkurang. c) Gangguan Skizofrenik (Skizofrenia): Tidak semua penderita gangguan skizofrenik mengalami insomnia. Pada tipe furor katatonik, gangguan skizofreniform (episode skizofrenik akut) atau pada skizofrenika tipe paranoid dengan waham kejar dan halusinasi berupa kejaran dapat terjadi insomnia. d) Gangguan Cemas Menyeluruh (Neurosa Ansietas): Ditandai dengan ketegangan motorik sehingga tampak gemetar, nyeri otot, lelah, tak dapat santai, hiperaktivitas saraf otonom berupa banyak berkeringat, berdebar-debar, rasa dingin. tangan yang lembab, mulut kering, pusing, rasa kuatir berlebihan, sukar konsentrasi dan insomnia. e) Gangguan Distimik (Neurosa Depresi): Sering ditandai dengan adanya insomnia atau sebaliknya yaitu hipersomnia, di samping gejala depresi lainnya walaupun tidak seberat pada Depresi Berat. Tidak ada ciri-ciri psikotik. f) Gangguan Kepribadian Sikiotimik (Afektif): Baik pada periode depresif maupun periode hipomanik dapat dijumpai adanya insomnia, walaupun pada periode depresif dapat pula terjadi hipersomnia. g) Gangguan Stres Pasca-trauma: Sesudah mengalami suatu trauma psikologik yang pada umumnya berada di luar batasbatas pengalaman manusia yang lazim terjadi, seringkali di jumpai penumpulan reaksi terhadap dunia luar, pengurangan hubungan dengan dunia luar, disertai gambaran penyerta berupa depresi dengan insomnia, kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, emosi labil dan nyeri kepala. h) Gangguan Penyesuaian: Sering diwarnai afek depresi atau afek cemas misalnya pada culture shock. i) Delirium: Pada delirium kadang-kadang dijumpai gangguan siklus tidur-bangun, berfluktuasi dan biasanya berlangsung untuk waktu yang singkat saja, dapat berupa insomnia atau hipersomnia atau berfluktuasi di antara keduanya.
10

j) Sindroma Putus Zat: Insomnia sering kali merupakan gejala yang cukup menonjol pada sindroma putus zat misalnya pada sindroma putus opioida, sindroma putus alkohol. dan sindroma putus sedativa-hipnotika. k) Intoksikasi Zat: Pada penyalahgunaan zat sering tenjadi keadaan intoksikasi yang ditandai antara lain dengan insomnia, misalnya pada intoksikasi kokain, amfetamin, dan PCP. l) Sindroma Postkontusio : Sesudah mengalami kontusio. orang sering mengalami insomnia di samping nyeri kepala. pusing dan perasaan lelah. m) Faktor psikik yang mempengaruhi kondisi fisik : Misalnya nyeri psikogenik, poliuria psikogen, pruritus psikogenik. n) Mimpi buruk. o) Mendengkur.6,7 9. Manifestasi klinis

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari Sering terbangun pada malam hari Bangun tidur terlalu awal Kelelahan atau mengantuk pada siang hari Iritabilitas, depresi atau kecemasan Konsentrasi dan perhatian berkurang Peningkatan kesalahan dan kecelakaan Ketegangan dan sakit kepala Gejala gastrointestinal Medikamentosa Pada umumnya, bila insomnia singkat (kurang dari 3 minggu), coba dengan hipnotik sedatif mungkin dapat menolong. Bila insomnia kronik jangan gunakan hipnotika, pastikan dulu diagnosisnya. Kontraindikasi penggunaan hipnotika termasuk juga mengorok yang berat, tanda lain adanya apnea tidur, dan kemungkinan ketergantungan,toleransi,atau penyalahgunaan hipnotik-sedatif. Bila terdapat psikosis, rencanakan penggunaan antipsikotik. Bila tidak, benzodiazepine biasanya
11

10. Penatalaksanaan

merupakan pilihan, sebab benzodiazepine mempunyai indeks terapi yg merentang lebar, kurang induksi enzimnya, dan kurang adiktif dibandingkan barbiturate.8 Pilihan benzodiazepine bergantung pada jalur metabolisme dan waktu eliminasi tengahnya. Obati insomnia fase awal tanpa cemas di siang hari dengan benzodiazepine yang berdaya-kerja pendek, contoh traizolam (Halcion) 0,125mg, temazepam (Restoril) 15mg, dan estazolam (Prosom, Esilgan) 1mg. Insomnia fase tengah, atau fase akhir (dini hari) mungkin akan membutuhkan benzodiazepine yang berdaya-kerja panjang, seperti yang digunakan untuk mengobati insomnia dengan ansietas pada siang hari, contoh diazepam (Valium) 5mg, flurazepam (Damane, Dalmadorm) 15mg, dan quazepam (Doral) 7,5mg.8 Mulai dengan dosis yang terendah dan naikkan sampai ada efeknya. Kebanyakan pasien memberi respon terhadap benzodiazepine bila dosis dinaikkan sampai cukup. Bila dosis efektif telah tercapai, jangan dinaikkan lagi. Bila tidak mempan pada dosis itu menunjukkan adanya toleransi dan membutuhkan pengurasan obat dari tubuh. Beritahu pasien bahwa setelah menghentikan obat mereka akan mendapat insomnia efek balik (rebound insomnia), yang tidak merupakan indikasi untuk memberikan terapi terus.8 Frekuensi penggunaan hipnotika tidak boleh melebihi 3 dari empat malam yang dilalui, dan penggunaannya tidak boleh melampaui beberapa bulan.8 Nonmedika mentosa Insomnia primer bisa sangat sulit untuk diobati. Ketika pasien telah mengalami pengkondisian-negatif untuk tidur, pengkondisian ulang diperlukan. Prosedur ini termasuk memerintahkan mereka untuk menggunakan tempat tidur mereka hanya untuk tidur. Jika mereka tidak bisa tertidur setelah 5 menit, mereka harus bangun dan melakukan sesuatu yang lain di ruangan lain. Pelatihan relaksasi seperti meditasi dan biofeedback dapat membantu. Farmakoterapi dapat bermanfaat dalam jangka pendek dan termasuk penggunaan benzodiazepine, zolpidem, atau zaleplon. Obat ini tidak boleh digunakan berturut-turut selama lebih dari 2 minggu karena toleransi dan withdrawal dapat terjadi. Teknik sleep hygiene juga dapat membantu. Jelaskan pada
12

pasien bahwa kesehatan mereka tidak akan terancam jika mereka mendapatkan kurang dari 6 jam tidur per malam untuk waktu yang singkat, dapat mengurangi frustrasi dan kecemasan tentang tidur mereka, yang sering memperberat insomnia mereka.1,3 Sleep hygiene 1. makan dengan jadwal yang teratur sepanjang hari dan juga tidak boleh terlambat makan menjelang malam hari 2. mendekati waktu tidur, upayakan berendam dengan air panas dalam waktu cukup lama 3. minumlah segelas susu hangat menjelang tidur 4. hindari tidur berlebih pada siang atau sore hari 5. bangun pagi pada jam yang sama setiap hari 6. tidur pada jam yang sama setiap malam 7. jangan mengkonsumsi zat / bahan yang dapat mengganggu tidur anda, seperti kafein, alcohol, nikotin, bahkan stimulant 8. mulailah punya jadwal untuk berolahraga secara teratur 9. hindari aktivitas yang dapat menstimulus, seperti mendengarkan radio atau bahkan membaca buku.4 Terapi perilaku Bertujuan mengubah kebiasaan tidur maladaptif, mengurangi gairah ototnom, dan mengubah keyakinan disfungsional dan sikap yang bisa melanggengkan insomnia. Intervensi perilaku termasuk terapi relaksasi, pembatasan tidur, kendali rangsangan, dan terapi kognitif. Relaksasi otot progresif bertujuan untuk mengurangi gairah somatic, sedangkan teknik focus-perhatian (pelatihan citra, mediasi) dimaksudkan untuk menurunkan gairah kognitif pra-tidur. Prosedur relaksasi sangat cocok untuk individu dengan ketegangan dan kecemasan. Terapi pembatasan tidur digunakan ketika waktu yang berlebihan dihabiskan di tempat tidur. Terapi membutuhkan 4 sampai 6 minggu untuk menimbulkan kehilangan tidur ringan yang meningkatkan kemampuan untuk jatuh tertidur dan tetap tidur.4
13

Terapi kendali rangsangan terdiri dari membatasi penggunaan kamar tidur untuk tidur dan aktivitas seksual sehingga waktu tidur yang akan dianggap sebagai waktu untuk tidur. Tehnik ini diindikasikan untuk pasien yang jadwal tidur-bangun tidak teratur atau yang terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan tidur. Tujuan terapi kognitif adalah untuk memberikan jaminan kepada pasien yang tidur kurang dari 8 jam semalam tidak perlu tak-sehat dan tidak selalu menyebabkan konsekuensi dramatis keesokan harinya. Pasien harus memahami bahwa jika mereka tidak bisa tidur, bolehlah bangun, mandi, atau membaca dan kemudian kembali ke tempat tidur untuk upaya lain untuk tidur.4 Morin dkk, melakukan uji coba klinis secara acak, placebo-control dikendalikan atas 78 orang dewasa (rata-rata 65 tahun) dengan insomnia kronis dan primer. Terapi kognitif-perilaku dibandingkan dengan temazepam dan placebo. Penurunan waktu bangun setelah awitan tidur adalah lebih besar dalam terapi kognitif-perilaku (55%) dibandingkan dengan temazepam (46,5%). Tindak lanjut menunjukkan bahwa perbaikan tidur adalah berkelanjutan dari waktu ke waktu lebih baik dengan terapi kognitif-perilaku. Suatu meta-analisis perbandingan dari terapi farmakologis dan terapi perilaku menunjukkan hasil yang sama pengobatan jangka pendek insomnia primer.4 Hal ini sekarang sudah mapan bahwa irama sirkadian seseorang sangat dipengaruhi oleh paparan cahaya. Terapi cahaya-terang adalah cara yang efektif untuk membuat suatu siklus tidur-bangun sehat. Pewaktuan terapi cahaya tergantung pada pola gangguan siklus tidur-bangun.4 11. Komplikasi Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah. Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan. Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi Kelebihan berat badan atau kegemukan Daya tahan tubuh yang rendah Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan
14

darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes. 12. Pencegahan a. Miliki jadwal tidur yang rutin b. Hindari aktivitas berlebihan menjelang tidur c. Hindari makanan dan minuman yang membangunkan (kafein dan rokok) menjelang tidur d. Hindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan masalah pencernaan (pedas, asam, berkarbonat) menjelang tidur e. Hindari makan berat 2 jam sebelum tidur f. Atur kamar tidur dengan suasana yang nyaman sesuai sleep hygene (perabotan tanpa televisi, telepon, meja kerja, computer; warna lembut; pencahayaan yang redup) g. Tidak ada suara dari luar yang mengganggu; suhu udara yang nyaman, miliki jiwa yang sehat (mampu menangani stressor dengan mekanisme yang baik) dan tubuh sehat h. Bagi yang berisiko insomnia: sebelum waktu tidur jangan minum kopi, manfaatkan sinar matahari pagi karena itu mempengaruhi vaskuler atau pembuluh darah sehingga membuat kadar oksigen cukup. juga tidak boleh tidur siang hari agar tidur malam lebih mudah, lebih baik menyibukkan diri pada siang hari dengan aktivitas yang bermanfaat i. Jangan mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang tidak jelas atau dari pengalaman teman. misalnya coba obat A lama-lama ketergantungan obat itu, akhirnya semakin tidak bisa tidur, ini artinya kita harus mengatasi ketergantungan dua kali dan terapinya akan lebih lama j. Jauhi alkohol. memang alkohol bisa menginduksi tidur tetapi tidak bisa mempertahankannya, cepat tidur cepat juga bangunnya. k. Kunci hidup teratur bagaimana menikmati hidup dalam segala hal, makanan dijaga supaya tetap sehat, olahraga teratur setiap hari, kehidupan psikologik harus baik, dan bagaimana kita bisa beradaptasi dengan masalah l. Belajar antipasi, jangan begadang, bangun teratur setiap hari. jangan membawa masalah pekerjaan atau lainnya ke tempat tidur, jangan bertengkar di tempat tidur,
15

tidak bekerja di tempat tidur, hal-hal seperti itu harus diperhatikan sehingga tidak memicu insomnia.4,6 13. Prognosis Untuk insomnia sementara (tidak lebih dari beberapa malam) dan akut (kurang dari 1 bulan) prognosisnya masih sangat baik. Hipnotik sedative akan sangat membantu. Untuk insomnia kronis (lebih dari 1 bulan) perlu identifikasi factor penyebab yang mendasari. Pasien juga perlu didukung dengan hipnotik sedative dan terapi perilaku. Untuk insomnia yang resisten, sulit ditangani, bisa secara bertahap diatasi dengan ketekunan dan kesabaran. Terapi perilaku membantu untuk mengubah dan memperkuat pola tidur. Pada umumnya prognosis baik bila cepat teratasi.5 3) Penutup

Terdapatnya diagnosis gangguan depresi, mania, ansietas, dan psikotik pada pemeriksaan psikiatrik. Bila secara pasti terdapat hal itu, mengarahkan pada terapi yang khas; insomnia yang terkait dengan skizofrenia, biasanya diobati dengan antipsikotik, dan mania diobati dengan litium atau antipsikotik. Selain itu penyakit organik dapat menjadi factor yang menyebabkan insomnia.5

4)

Daftar pustaka 1. Aru WS Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007. Hal 2105-08 2. Kaplan, Harold. Insomnia. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. 2001. Jakarta: Widya Medika. Hal 98-101 3. Kaplan, Harold. Gangguan tidur. Buku Saku Psikiatri Klinik. 2005. Jakarta: Binarupa Aksara 4. Sadock, Benjamin. Normal sleep and sleep disorder. Synopsis of Psychiatry. Ed.10. 2007. New York. Hal 402-14 5. Mansjoer A, Triayanti K, Savitri K, Wardhani WI,Setiowulan W, editors. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI 2001. Hal 210-35 6. Goldman, Harold. Sleep disorder. Review of General Psychiatry. Ed.3. New York: Prentice-Hall International Inc. Hal 689-703
16

7. Kaplan, Harold. Clinical approach. Comprehensive Textbook of Psychiatry. Vol 2 Ed 4. 2008. USA. Hal 324-59 8. Syarif, Aamir. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008. Hal 523-32

17

Anda mungkin juga menyukai