Anda di halaman 1dari 52

Bell's Palsy

Febryana Ramadhani Machyar, S.Ked 04054821619030


Denara Eka Safitri, S.Ked 04054821619031
Fahmi Nur Suwandi, S.Ked 04054821619032

Pembimbing:
dr. Ernie, Sp.KFR
Outline :
BAB I Pendahuluan

BAB II Status Pasien

BAB III Tinjauan Pustaka

BAB IV Analisis Kasus


BAB I PENDAHULUAN
Bells palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang
paling sering mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini
berupa paresis atau paralisis fasial perifer yang terjadi tiba-
tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas.
Insiden Bells palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang
keturunan Jepang, dan tidak ada perbedaan distribusi jenis
kelamin pada pasien-pasien dengan Bells palsy.
Insiden paling tinggi pada orang dengan usia antara 15-50
tahun.
BAB II STATUS PASIEN
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Nervus Fasialis
N. Fasialis berawal dariserabut motorik namun dlm perjalanannya
berubah menjadi serabut sekretomotorik dan serabut sensorik
N. Fasialis keluar di antara pons dan medulla oblongata masuk
ke MAI menuju Os petrosus /Akuaduktus Fallopi /Kanalis
fasialis masuk ke kavum timpani nervus melebar dan mebentuk
ganglion genuculatum cabang pertamanya adalah N. Stapedius
cabang keduanya adalah Korda timpani yang akan menjuju
kedepan dan masuk ke fossa infratemporalis bergabung dengan N.
lingualis dan akan mempersarafi 2/3 anterior lidah.
Serabut-serabut N. fasialis masuk ke os mastoideum keluar dari
cranium melewati foramen stylomastoideum untuk mempersarafi
otot-otot wajah.
Sebelum ke gland. Parotis N. Fasialis akan masuk ke otot-
otot telinga, otot stylohiodeus dan venter posterior
digastricus
Sesampainya di gland. Parotis memberikan cabang-cabang
penyarafan pada seluruh otot wajah
Definsi
Bells Palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral
karena gangguan nervus fasialis perifer yang bersifat
akut dengan penyebab yang tidak teridentifikasi, seperti
proses non-supuratif, non neo-plasmatik, non-degeneratif
primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada
bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau
sedikit proksimal dari foramen tersebut yang mulainya
akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23
kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan.
Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi
Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi.
Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering
terjadi pada umur 15-50 tahun
Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca
persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi
daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali
lipat
Etiologi
Penyebab Bells palsy diketahui masih belum jelas dan belum
dapat didefinisikan, namun terdapat 5 teori yang menyebkan
Bells Palsy
Iskemik vaskular
Virus
Bakteri
Herediter
Imunologi
Diagnosa Banding
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagimenurut lokasi
lesi sentral dan perifer.
Lesi Sentral
Stroke:
Tumor:
Sklerosis multiple
Trauma fraktur os temporalis pars petrosus
Lesi Perifer
Otitis media supuratif dan mastoiditis:
Herpes Zoster Otikus
Guillain-Barre Syndrome
Kelainan myasthenia gravis:
Tumor serebello-pontin
Disertai kelainan nervus kranialis V dan VIII
Tumor kelenjar parotis
Sarcoidosis
Penegakkan diagnosa
Anamnesis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa
pemeriksaanfisik dan pemeriksaan lainnya. Hal-hal yang didapatkan
dari anamnesis:
Rasa nyeri
Gangguan atau kehilangan pengecapan.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada
malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti
infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain
Pemeriksaan fisik
Fungsi motorik
Perhatikan wajah simetris/asimetris, kerutan pada dahi, pejaman
mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
Kelumpuhan jenis perifer Kelumpuhan jenis sentral
Asimetri muka jelas Muka dapat simetris waktu
Kerutan dahi menghilang istirahat
Mata kurang dipejamkan Kelumpuhan terlihat bila
Plika nasolabialias datar
penderita disuruh
melakukan gerakan
Sudut mulut menjadi
misalnya menyeringai
rendah
Contd pemeriksaan fisik
Fungsi sensoris
Sensasi pengecapan: rasa manis, rasa asin, rasa asam, rasa pahit.
Pengecapan 2/3 depan lidah

Pemeriksaan penunjang
Dilakukan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis
saraf kranialis
CT-Scan
MRI
Serial ENMG Blink refleks
Tatalaksana
Terapi medikamentosa
o Kortikosteroid (Methyl prednisolon )
o Anti-viral (asiklovir)
o Vitamin B kompleks
Rehabilitasi Medik
Fisioterapi
Terapi panas
Infra red
SWD
Stimulasi listrik
Faradiasi
Masasse wajah
OkupasiTerapi
latihan berkumur
latihan minum dengan menggunakan sedotan
latihan meniup lilin
latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin
TEKNIK MASSASE WAJAH
Sosial medik
membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk
sementara waktu bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan
umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di
tempat kerja atau melalui keluarga. selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.
Psikologi
rasa cemas terutama pada penderita muda wanita atau penderita yang
mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum,
bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.
Ortotik prostetik
Y plester, diganti tiap 8 jam, namun dilakukan juka dalam waktu 3 bulan belum
ada perubahan zigomatikus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.
Edukasi
Home Program
Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20
menit.
Massage wajah yang sakit kearah atas dengan menggunakan
tangan dari sisi sehat
Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah
disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah
permen karet.
Perawatan mata :
1. Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3 kali sehari.
2. Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari.
3. Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur.
Bab IV Analisis kasus
Ny. SA, 28 tahun, perempuan, mengeluh mulutnya mencong ke
kanan.Dari anamnesis didapatkan keluhan mulut mencong ke kanan
sejak dua hari yang lalu. Awalnya OS merasa lidahnya menebal saat
makan siang. Keesokan harinya, OS merasa mulutnya seperti tertarik
ke sebelah kanan, lalu OS bercermin dan melihat mulutnya
miring/tertarik ke kanan dan saat mencoba mengerutkan dahi, dahi
sebelah kiri terlihat datar. Saat OS mencoba menutup mata, mata OS
sebelah kiri, tidak dapat tertutup sempurna sehingga OS mengeluh
pedih saat terkena air atau angina. Jika OS makan, makanan akan
berkumpul pada sisi kiri mulut. Ketika OS minum/berkumur, air
menetes di sudut mulut kiri. OS mengaku setiap malam tidur
menghadap langsung kipas angin. Nyeri tidak ditemukan,
pendengaran dan pengecapan normal. Sebelumnya belum pernah
diperiksa ke dokter.
Pada hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada
status generalis, namun pemeriksaan neurologis terutama
nervus cranialis didapatkan parese tipe perifer pada nervus
VII. Nervus fasialis, yang mempersarafi otot-otot wajah yaitu
M.Orbicularis, M. Buccalis, M. Zygomaticus, M. Temporalis
dan M. Servikalis, mengalami kelumpuhan sehingga pasien
tidak bisa menggerakkan otot-otot wajah dengan sempurna
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan tersebut, diagnosis Bells Palsy dapat ditegakkan.
. Berbeda dengan stroke, kelainan bells palsy hanya terdapat
di syaraf saja, sedangkan pada stroke terdapat kelemahan
anggota gerak.Untuk lokasi nervus fascialis yang terkena di
bagian mana, berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan
kemungkinan yang terlibat adalah ramus ramus buccalis
sinistra, zygomaticus sinistra, dan ramus temporalis sinistra
karena pada pemeriksaan didapatkan mulut mencong ke
kanan, dahi sebelah kiri datar, lagophtalmus pada mata
sebelah kiri, makanan yang berkumpul di sebelah kiri saat
kiri, dan air menetes di mulut sebelah kiri saat
berkumur/minum.
Etiologi pada pasien ini disebabkan karena kompresi nervus
fascialis akibat teori dingin. Udara dingin dapat mengiritasi
Nervus fasialis, dimana nervus ini terdapat di dalam kanal-
kanal fasialis. Udara dingin dapat menyebabkan edema nervus
fasialis, sehingga nervus ini tertekan oleh kanal-kanal yang
sempit pada tulang tengkorak
Terapi medikamentosa yang diberikan untuk mengurangi
keluhan yang dirasakan pada pasien adalah
vitamin B kompleks 2 x 1 tab sehari
methyl prednisolon 1mg/kg bb/perhari 3 x 1 tab
program rehabilitasi medik dilakukan
masasse
untuk memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot
dan mempertahankan tonus otot.
Terapi okupasi
untuk melatih gerakan pada otot wajah
Pada pasien ini diberikan motivasi bahwa penyakit ini bisa
sembuh jika diberi latihan dan masasse terus-menerus. Pasien
diedukasi untuk sementara waktu dapat bekerja padabagian
yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Tidak boleh
tidur dilantai dengan menyalakan kipas angin. Proteksi mata
dianjurkan saat pasien mengalami lagophtalmus untuk
menghindari iritasi pada kornea. Pemberian obat tetes mata
untuk menjaga kelembaban mata, juga salep mata saat pasien
tidur.
Diagnosis topis ditegakkan dari gambaran klinis dimana pada
pasien ini didapatkan gangguan pada otot ekspresi wajah,
namun tidak didapatkan gangguan perasa, hiperakusis, dan
gangguan pendengaran. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan dapat diperkirakan lesi terletak setinggi foramen
stylomastoideus.
THANK YOU
1. Patofisiologi dari keluhan?
2. Kenapa harus ada riwayat otitis media dll apakah itu merupaka
faktor resiko?
3. Gejala-gejala tiap etiologi sama atau tidak?
4. Sampaikan terapi tsb?
5. Tujuan terapi irr dan swd apa?
6. Tujuan diberi kortikosteroid?
7. Tujuan terapi vitamin b komplek dan mekanisme kerja?
8. Y plaster tujuan? Sampai kapan? Dan mekanisme membatunya?

Anda mungkin juga menyukai