Anda di halaman 1dari 12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Bells palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron
yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem saraf pusat, tanpa
adanya penyakit neurologik lainnya. BP adalah kelumpuhan atau paralisis wajah
unilateral karena gangguan nervus fasialis perifer yang bersifat akut dengan
penyebab yang tidak teridentifikasi, seperti proses non-supuratif, non neo-
plasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak
pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal
dari foramen tersebut yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
Manifestasi klinisnya terkadang dianggap sebagai suatu serangan stroke atau
gambaran tumor yang menyebabkan separuh tubuh lumpuh atau tampilan distorsi
wajah yang akan bersifat permanen. Oleh karena itu, perlu diketahui mengenai Bells
palsy oleh dokter pelayanan primer agar tata laksana yang tepat dapat diberikan
tanpa melupakan diagnosis banding yang mungkin didapatkan.
3.2. Struktur Anatomi
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator
palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah
b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual
dan lakrimalis.
c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua
pertiga bagian depan lidah.
d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus.

Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot mimik
wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang

17
mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anterior lidah dan sensasi kulit dari dinding
anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama
melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda
timpani dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus fasialis ke nukleus traktus
solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar lakrimal melalui nervus
petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda
timpani.
Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens, dan
serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian ventrolateral
nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Karena
posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka nervus VI dan VII
dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk
ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok tajam ke
depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini
(genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat dekat dengan
genu.

Gambar 1. Persyarafan pada wajah


Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum
untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus
superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius
yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui
18
foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima
cabang yang melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus
venter posterior.
3.3. Epidemiologi
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di
dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah
ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun
sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy
rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29%
lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih
rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada
kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya
Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat .
3.4. Etiologi
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih
diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau
menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells
palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena
telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi.
Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan
endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan
menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara
axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi
reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan local pada myelin.(2)

3.5. Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy
hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori
menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada
saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui

19
kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar
sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,
demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik
yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,
nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik
primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan
daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca
jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena
itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN biasa terletak di pons, di sudut
serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada
cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus
abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut
akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi.
Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes
(HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus
herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes
zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN.(1)

20
Gambar 2. Lesi pada persyarafan wajah
Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah
seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan
pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut
tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena
lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-
gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis
yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda
timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.
3.6. Gejala Klinis
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa
dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi
akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah
sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.
Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi

21
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur
masih baik.
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis
fasialis).
Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan
gangguan salivasi.
c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis.
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan
gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).
e. Lesi di porus akustikus internus.
Gangguan: seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen
stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering
pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media perforata dan
mastoiditis.
3.7 Diagnosa Banding
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagimenurut lokasi lesi sentral dan
perifer.
Lesi Sentral
Stroke: Kelaninan sentral yang disertai dengan kelemahan anggota gerak sisi
yang sama dan ditemukan proses patologis di hemisfer serebri kontra lateral.
Tumor: Dapat disertai perubahan mental sstatus atau riwayat kanker dibagian
tubuh lainnya
Sklerosis multiple: Disertai kelainan neurologisseperti hemiparesis atau neuritis
optika
Trauma fraktur os temporalis pars petrosus

Lesi Perifer
Otitis media supuratif dan mastoiditis: Terdapat reaksi radang dalam kavum
timpani dan foto mastoid menunjukkan suatu gambaran infeksi
Herpes Zoster Otikus: Ditemukan adanya tuli perseptif, terdapat vesikel yang
terasa amat nyeri di pinna dan/atau pemeriksaan darah menunjukkan kenaikan titer
antibody virus varicella- zoster
Guillain-Barre Syndrome: Ditemukan adanya paresis bilateral dan akut

22
Kelainan myasthenia gravis: Terdapat tanda patognominik berupa gangguan
gerak mata kompleks dan kelemahan M. Orbikularis okuli bilateral
Tumor serebello-pontin
Disertai kelainan nervus kranialis V dan VIII
Tumor kelenjar parotis: Ditemukan massa di wajah (angulus mandibular)
Sarcoidosis: Ditemukan tanda-tanda febris, pembesaran kelenjar limfe hilus,
uveitis, parotitis, eritema nodosa dan hiperkalsemia
3.8 Diagnosis
3.8.1 Anamnesis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa pemeriksaanfisik
dan pemeriksaan lainnya. Hal-hal yang didapatkan dari anamnesis:
Rasa nyeri
Gangguan atau kehilangan pengecapan.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari
di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi
saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
3.8.2 Pemeriksaan Fisik
Fungsi motorik
Dalam memeriksa fungsi motorik, perhatikan muka penderita, apakah simetris atau
tidak.Perhatikan kerutan pada dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut
mulut.Bila asimetri muka jelas, maka hal ini disebabkan oleh kelumpuhan jenis
perifer. Dalam ini kerutan dahi menghilang, mata kurang dipejamkan, plika
nasolabialis mendatar dan sudut mulut menjadi lebih rendah. Pada kelumpuhan
jenis sentral, muka dapat simetris waktu istirahat, kelumpuhan baru nyata bila
penderita disuruh melakukan gerakan, misalnya menyeringai.
a. Mengangkat alis dan mengerutkan dahi
Minta pasien untuk mengangkat kedua alis kemudian nilai apakah simetris atau
tidak. Kemudian minta pasien untuk mengerutkan dahi, nilai apakah
musculus oksipitofrontalis, musculus corrgurator supercilli, musculus
procerus simetris atau tidak. Pada kelumpuhan jenis supranuklear sesisi,
penderita dapat mengangkat alis dan mengerutkan dahinya, sebab musculus
oksipitofrontalis, musculus corrgurator supercilli, musculus procerus

23
mendapat persarafan bilateral. Pada kelumpuhan jenis perifer terlihat adanya
asimetri.
b. Memejamkan mata
Minta pasien untuk memejamkan mata, bila lumpuhnya berat paasien tidak
dapat memejamkan mata; bila lumpuhnya ringan, maka tenaga pejaman mata
kurang kuat.Hal ini dapat dinilai dengan jalan mengangkat kelopak mata dengan
tangan pemeriksa, sedangkan pasien disuruh tetap memejamkan mata.Suruh
pula pasien memejamkan matanya satu per satu.Hal ini merupakan
pemeriksaan yang baik bagi parese ringan.Bila terdapat parese, pasien
tidak dapat memejamkan matanya pada sisi yang lumpuh. Disini dinilai
apakah musculus orbicularis okuli dapat berkontraksi dengan baik atau tidak,
simetris atau tidak.
c. Menyeringai (menunjukan gigi geligi)
Minta pasien untuk menyeringai, menunjukkan gigi geligi.Perhatikan apakah
hal ini dapat dilakukan dan apakah simetris, perhatikan sudut mulutnya.Jika
pasien tidak dapat melakukannya maka terdapat gannguan persarafan
pada musculus zigomatikus mayor.Pada penderita yang tidak kooperatif
atau yang menurun kesadarannya, dan tidak dapat disuruh menyeringai,
dapat dibuat menyeringai bila diberikan ransangan nyeri, yaitu dengan
menekan pada sudut rahangnya (musculus masseter).
d. Mencucurkan bibir
Minta pasien untuk mencucurkan bibir. Perhatikan apakah dapat dilakukan dan
apakah simetris. Jika pasien tidak dapat melakukan dengan baik dan asimetris
maka dicurigai ada gangguan pada persarafan musculus orbicularis oris.
e. Menggembungkan pipi
Minta pasien untuk menggembungkan pipi.Perhatikan apakah hal ini dapat
dilakukan dan apakah simetris.Apabila pasien tidak dapat melakukan dengan
baik maka dapat dikatakan terjadi gangguan pada persarafan musculus
bucinator.
f. Mengembang kempiskan cuping hidung
Minta pasien untuk mengembang kempiskan cuping hidung, nilai apakah
simetris atau tidak.Jika tidak, maka terdapat gangguan persarafan pada
musculus nasalis.
Fungsi Pengecapan
24
Kerusakan N. VII, sebelum percabangan khorda timpani dapat menyebabkan
ageusi (hilangnya pengecapan) pada 2/3 lidah bagian depan. Untuk memeriksanya
pasien disuruh menjulurkan lidah, kemudian kita berikan pada lidahnya bubuk gula,
kina, asam sitrat atau garam (hal ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat).
Bila bubuk ditaruh, pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bila
lidah ditarik ke dalam mulut bubuk akan tersebar melalui ludah ke bagian lainnya,
yaitu sisi lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus
oleh saraf lain. Pasien diminta untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya
degan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan
4 untuk rasa asam. Kerusakan pada atau diatas nervus petrosus mayor dapat menyebabkan
kurangnya produksi air mata, dan lesi khorda timpani dapat menyebabkan kurangnya produksi
saliva.
3.9 Pemeriksaan Penunjang
Bells palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu
dilakukan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis. Pemeriksaan
radiologi dengan CT-scan atau radiografi polos dapat dilakukan untuk menyingkirkan fraktur,
metastasis tulang, dan keterlibatan sistem saraf pusat (SSP).Pemeriksaan MRI dilakukan pada
pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak, glandula parotis, atau untuk
mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu MRI dapat memvisualisasi perjalanan dan
penyengatan kontras saraf fasialis.
3.10 Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien bells palsy yaitu pemberian obat
cortikosteroid dan anti-viral.
a. Kortikosteroid
Dasar untuk pemberian obat kortikosteroid pada bells palsy karena
inflamasi dan edema pada nervus fasialis merupakan salah satu penyebab dari
Bells palsy dan kortikosteroid berpotensi sebagai anti inflamasi dimana
dapat meminimalisasi kerusakan pada saraf dan sehingga hasil meningkat.
Pada percobaan yang dilakukan secara random ditemukan bahwa terapi bells
palsy dengan menggunakan prednisolon mempercepat proses penyembuhan.
Prednisolon dapat digunakan pada semua pasien dengan lumpuh pada otot
wajah dengan pemakaian 72 jam dimulai dari onset dimana tidak dapat
kontraindikasi pada terapi steroid. Dosis prednisolon yaitu 60 mg dalam 5
hari,kemudian dikurangi menjadi 10 mg perhari (dari 10 hari total perawatan )
dan 50 mg per hari dalam 10 hari. Terapi dengan prednisolon lebih hemat
25
biaya.Efek toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan steroid
jangka panjang (lebih dari 2 minggu) berupa retensi cairan, hipertensi,
diabetes, ulkus peptikum, osteoporosis, supresi kekebalan tubuh (rentan
terhadap infeksi), dan Cushing syndrome.
b. Anti-viral
Ditemukannya genom virus di sekitar saraf ketujuh menyebabkan preparat
antivirus digunakan dalam penanganan Bellspalsy. Namun, beberapa
percobaan kecil menunjukkan bahwa penggunaan asiklovir tunggal tidak lebih
efektif dibandingkan kortikosteroid. Data-data ini mendukung kombinasi terapi
antiviral dan steroid pada 48- 72 jam pertama setelah onset. Studi lebih
lanjut diperlukan untuk menentukan keuntungan penggunaan terapi
kombinasi. Dosis pemberian asiklovir untuk usia>2 tahun adalah 80 mg per
kg per hari melalui oral dibagi dalam empat kalipemberian selama 10 hari.
Sementara untuk dewasa diberikandengan dosis oral 2000-4000 mg per hari
yang dibagi dalamlima kali pemberian selama 7-10 hari.Sedangkan dosis
pemberian valasiklovir (kadar dalamdarah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa
adalah 1000-3000 mg per hari secara oral dibagi 2-3 kali selama lima hari.Efek
samping jarang ditemukan pada penggunaan preparatantivirus, namun kadang
dapat ditemukan keluhan berupaadalah mual, diare, dan sakit kepala.
3.11 Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan
guna mengurangi dampak cacat handikap serta meningkatkan kemampuan penyandang
cacat mengenai integritas sosial.Tujuan rehabilitasi medik pada pasien Bells palsy adalah
memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fascialis dan
mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fascialis sehingga
pasien dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan
masyarakat.
a. Program fisioterapi
1. Pemanasan
- Pemanasan superfisial dengan infra red
- Pemanasan profunda berupa Shortwave Diathermy
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah atau memperlambat terjasi atrofi sambil menunggu proses
26
regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya, dengan
faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot redukasi dari aksi
otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah atau
merenggangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.
3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
Latihan gerak volunter diberikan setelah fase akut, latihan berupa
mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata, dan
mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul atau meniup (dilakukan
di depan kaca dengan konsentrasi penuh).
Massage adalah manipulasi sistemik dan ilmiah dari jaringan tubuh
dengan maksud untuk perbaikan atau pemulihan. Pada fase akut bells palsy
diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Hal ini memberikan
efekmengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan
tonus otot.Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneuding Massage sebelum
latihan gerakan volunter wajah.Deep Kneuding Massage memberikan efek
mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan
pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema,
meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan
intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah
dibagi 4 daerah yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan
diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.
b. Program Terapi Okupasi
Pada dasarnya terapi didini memberikan latihan gerakan pada otot
wajah.Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk
permainan.Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi
penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan
menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan
mengerutkan dahi di depan cermin.
c. Program Sosial Medik
Penderita bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja
dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan
menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu bekerja pada bagian
yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu
27
dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui
keluarga.selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita
dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.
d. Program Psikologi
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol,
rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita
atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di
depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.
e. Program Ortotik Prostetik
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut
yang sakit tidak jatuh.Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam.Perlu
diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi.Pemasangan Y
plester dilakukan juka dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan
zigomatikus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.
f. Home Program
- Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit.
- Massage wajah yang sakit kearah atas dengan menggunakan tangan dari
sisi sehat
- Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang
sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet.
- Perawatan mata :
1. Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3 kali sehari.
2. Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari.
3. Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur.
3.12 Prognosis
Sembuh spontan pada 75-90% dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-
kira 10-15% sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen.

28

Anda mungkin juga menyukai