Pembimbing
Dr. Dik Adi Nugraha, Sp.B, M.Kes
Penyusun
Meika Ayu Prihatini
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Usia : 59 Tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Status : Sudah menikah
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SLTA
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Kp. Pereng RT 03/RW 04, Desa
Campakamulya
No. Catatan Medis : 476143
Tanggal pemeriksaan: 8 Juni 2014
ANAMNESIS (AUTOANANAMNESIS)
Keluhan Utama
Nyeri pada tangan kanan setelah terjadi kecelakaan lalu lintas
A : Clear
B : RR: 19x/menit
C : TD: 130/80 N: 85x/menit
D : GCS 15
E : Afebris
SECONDARY SURVEY
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
Tekanan Darah : 130/80 mmHg.
Frekuensi Nadi : 80x per menit.
Frekuensi Napas : 20x per menit.
Suhu (per aksila) : 35,9oC.
Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : tonsil T1T1 tenang, hiperemis faring (-).
Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
Leher : trakea terletak di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening,
tekanan vena jugularis tidak meningkat.
Thorax :
Paru paru
Inspeksi : bentuk normal, sela iga tidak melebar, tidak terjadi retraksi, gerakan dada
simetris, tidak ada bekas luka
Palpasi : gerakan simetris, VBS (+/+)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru, batas paru hati normal, penranjakan hati 2
jari
Auskultasi : rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen regio antebrachii dextra AP-L
Diagnosis Klinis
Fraktur Radius Dextra 1/3 Distal, Tertutup.
Penatalaksanaan
Terapi konservatif
Imobilisasi : Bidai
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Terapi Farmakologis
Analgetik
Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
DEFINISI
2) Derajat II
a) Laserasi lebih dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c) Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai
fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan
cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak
berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada
integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang
yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di
atas dan di bawah lokasi fraktur.
Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur
digerakkan.
1. Anamnesa
- menggali riwayat terjadinya mekanisme cedera
2. Pemeriksan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya : syok pada fraktur multiple,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka
terinfeksi.
3. Pemeriksaan Status Lokalis
Inspeksi / Look
Deformitas
Penonjolan yang abnormal
Angulasi
Rotasi
Pemendekan
Bengkak
Fungsio Laesa
Hilangnya fungsi, misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan dan pada fraktur
antebrachii tidak dapat menggunakan lengan.
Feel
-Terdapat nyeri tekan
-Krepitasi
Move
-Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif
Memeriksa seberapa jauh gangguan gangguan fungsi, gerakan gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan.
Pada look-feel-move ini juga dicari komplikasi lokal dan status neurologis dan
vaskuler di bagian distalnya. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat
fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang
mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur
meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary
refill test) sensasi.
Pemriksaan Penunjang
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test,
dan urinalisa.
Radiologi
- Foto Rontgen
Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan Lateral. Menentukan
lokasi, luasnya fraktur, dan trauma.
- MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak atau misalnya fraktur tulang belakang dengan komplikasi
neurologis.
TATALAKSANA
1. Rekognisi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai neurovascular
ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui kemungkinan fraktur
tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai untuk
melindunginya dari kerusakan yang lebih parah.
2. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur
untuk meluruskan bentuk tulang
3. Reduksi
Dalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
mengembalikan fragment tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur.
b. Reduksi Terbuka / OREF (Open Reduction External Fixation)
biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur
fragmented. Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam
tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian luar.
Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah
fraktur terbuka pada tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings.
4. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode
fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan
teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur.
PENYEMBUHAN LUKA
1. Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Hal ini
mengakibatkan gangguan suplai darah pada tulang yang berdekatan dengan fraktur dan
mematikannya.
2. Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah
periosteum. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus
berkembang ke dalam daerah itu.
3. Pembentukan callus
Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan endosteum menghasilkan callus yang
penuh dengan sel kumparan yang aktif. Dengan pergerakan yang lembut dapat merangsang
pembentukan callus pada fraktur tersebut.
4. Konsolidasi
Selama stadium ini tulang mengalami penyembuhan terus-menerus. Fragmen
yang patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati pada ujung
dari masing-masing fragmen dihilangkan secara perlahan, dan ujungnya
mendapat lebih banyak callus yang akhirnya menjadi tulang padat. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup
kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Remodelling
Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan struktur
normal. Semakin sering pasien menggunakan anggota geraknya, semakin kuat
tulang baru tersebut.
KOMPLIKASI
Malunion
biasanya terjadi pada fraktur yang komminutiva sedang immobilisasinya
longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi. Untuk memperbaiki perlu
dilakukan osteotomi.
Delayed union
terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti dengan infeksi atau pada
fraktur yang communitiva. Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih
dari normal. Hal ini dapat diatasi dengan operasi bonegraft alih tulang
spongiosa.
Non union
Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut pseudoartrosis. Disebut
malunion bila tidak menyambung dalam 20 minggu. Pada fraktur dengan
kehilangan fragmen sehingga ujung-ujung tulang berjauhan, maka dari awal
sudah potensial menjadi nonunion dan boleh diberlakukan sebagai nonunion.
Hal ini dapat diatasi dengan melakukan bone grafting menurut cara
papineau.
- Kekakuan sendi
Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu lama. Pada
persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan gerak, hal ini dapat
diatasi dengan fisiotherapi
DAFTAR PUSTAKA
De Jong, Wim dan R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC.
Ganong, 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XX. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Guyton AC, Hall JE, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi IX. Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Linchan WM. 1994. Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
Karisma
TERIMA KASIH