Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK V

WA ODE HARDIANTI
ZILVIAR RADJASA
ERIKA NURFITRI
PENDAHULUAN

Kortikosteroid adalah obat yang memiliki efek sangat luas


sehingga banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit.
Meskipun kortikosteroid mempunyai efek terapi yang luas, tetapi
penggunaannya dalam jangka panjang menimbulkan berbagai
efek samping yang dapat merugikan pasien. Efek samping yang
muncul akibat penggunaan kortikosteroid diantaranya gangguan
keseimbangan cairan elektrolit, ulkus pepticum, infeksi /
penurunan sistem imun, miopati, osteoporosis, osteonekrosis,
gangguan pertumbuhan (Azis, 2011).
TUJUAN

Mengetahui pengertian kortikosteroid

Mengetahui mekanisme kerja kortikosteroid


Mengetahui dosis dan mekanisme pemberian
Mengetahui klasifikasi kortikosteroid
Mengetahui penggunaan klinik kortikosteroid
Mengetahui efek samping kortikosteroid
Mengetahui Penanganan efek samping kortikosteroid
PENGERTIAN

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon


steroid yang dihasilkan di bagian korteks
kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas
hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang
dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini
berperan pada banyak sistem fisiologis pada
tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres,
tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan
pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat,
pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta
tingkah laku.
MEKANISME KERJA

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami. Kortisol


(juga disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi
metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis
dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif
terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi dan
glukokortikoid eksogen (sintetis). Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah
atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia,
mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik obat ini menghambat fenomena
inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke
tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat
manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast,
pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks
Kortikosteroid secara sistemik dapat
Ada beberapa cara pemakaian dari diberikan secara intralesi, oral,
kortikosteroid topikal, yakni : intramuskular, intravena. Pemilihan
preparat yang digunakan tergantung dengan
1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten
keparahan penyakit. Pada suatu penyakit
tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
dimana kortikosteroid digunakan karena
2. Pemakaian kortikosteroid poten orang efek samping seperti pada alopesia areata,
dewasa hanya 40 gram per minggu, kortikosteroid yang diberikan adalah
sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. kortikosteroid dengan masa kerja yang
Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu panjang. Kortikosteroid biasanya digunakan
dari golongan sedang dan bila perlu setiap hari atau selang sehari. Initial
diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%. dose yang dIgunakan untu mengontrol
3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga
topikal adalah obat mujarab (panacea) untuk beberapa ratus mg setiap hari. Dosis yang
semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu paling kecil dengan masa kerja yang pendek
dermatosis tidak jelas, jangan pakai dapat diberikan setiap pagi untuk
kortikosteroid poten karena hal ini dapat meminimal efek samping karena kortisol
mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi
Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan terjadi umpan balik yang maksimal dari
dan scabies dengan gambaran klinik tidak seekresi ACTH.
khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.
KLASIFIKASI

Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai


macam aktivitas biologik, umumnya potensi sediaan
alamiah maupun yang sintetik ditentukan oleh
besarnya efek retensi natrium dan penyimpanan
glikogen di hepar atau besarnya khasiat anti-
inflamasinya. Sediaan kortikosteroid sistemik dapat
dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa
kerjanya, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen dan
potensi mineralokortikoid.
Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen
beberapa sediaan kortikosteroid

Potensi
Dosis
Kortikosteroid Lama kerja
Mineralkortikoid Glukokortikoid ekuivalen (mg)

Glukokortikoid
Kortisol (hidrokortison) 1 1 S 20

Kortison 0,8 0,8 S 25


6-α-metilprednisolon 0,5 5 I 4
Prednisone 0,8 4 I 5
Prednisolon 0,8 4 I 5
Triamsinolon 0 5 I 4
Parametason 0 10 L 2
Betametason 0 25 L 0,75
Deksametason 0 25 L 0,75
Mineralokortikoid
Aldosteron 300 0.3 S -
Fluorokortison 150 15.0 I 2.0
Desoksikortikosteron 20 0.0 - -
asetat
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam)
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-
36 jam)
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)

Pada tabel diatas terlihat bahwa triamsinolon, parametason, betametason, dan


deksametason tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua golongan
kortikosteroid mempunyai efek glukokortikoid. Pada tabel ini obat disusun
menurut kekuatan (potensi) dari yang paling lemah sampai yang paling kuat.
Parametason, betametason, dan deksametason mempunyai potensi paling kuat
dengan waktu paruh 36-72 jam. Sedangkan kortison dan hidrokortison mempunyai
waktu paruh paling singkat yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat semakin kuat
potensinya semakin besar efek samping yang terjadi. Efektifitas kortiksteroid
berhubungan dengan 4 hal yaitu vasokonstriksi, antiproliferatif, immunosupresif
dan antiinflamasi.
Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah di bagian superfisial dermis, yang
akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk
menyebabkan vasokontriksi ini biasanya
berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan
biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu
tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu
agen. Kombinasi ini digunakan untuk membagi
kortikosteroid topikal mejadi 7 golongan besar,
diantaranya Golongan I yang paling kuat daya anti-
inflamasi dan antimitotiknya (super poten).
Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi
lemah).
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat
pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa
kortikosteroid topikal bersifat paliatifdan supresif terhadap penyakit kulit
dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan akut
dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada anak-anak
dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan
kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik, dermatitis
seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis dan tebal
dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis
atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular. Pada dermatitis
atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan
harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan adalah
kadar kandungan steroidnya.
PENGGUNAAN KLINIK

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat


pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa
kortikosteroid topikal bersifat paliatifdan supresif terhadap penyakit
kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan
akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada anak-
anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan
kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik,
dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis
dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis,
dermatitis atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis
numular. Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum
diketahui, kortikosteroid dipakai dengan harapan agar remisi lebih
cepat terjadi. Yang harus diperhatikan adalah kadar kandungan
steroidnya.
Pada pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak
digunakan adalah prednison karena telah lama digunakan dan
harganya murah. Bila ada gangguan hepar digunakan
prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar
menjadi prednisolon. Kortikosteroid yang memberi banyak
efek mineralkortikoid jangan dipakai pada pemberian long
term (lebih daripada sebulan). Pada penyakit berat dan sukar
menelan, misalnyatoksik epidermal nekrolisis dan
sindrom Stevens-Jhonson harus diberikan kortikosteroid
dengan dosis tinggi biasa secara intravena. Jika masa kritis
telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti
dengan tablet prednison.
EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID

Manfaat yang diperoleh dari penggunaan glukokortikoid sangat bervariasi. Harus


dipertimbangkan dengan hati-hati pada setiap penderita terhadap banyaknya efek pada
setiap bagian organism ini. Efek utama yang tidak diinginkan dari glukokortikoidnya
dan menimbulkan gambaran klinik sindrom cushing iatrogenik. Jika diberikan dalam
jumlah lebih besar dari jumlah fisiologi, steroid seperti kortison dan hidrokortison yang
mempunyai efek mineralokortikoid selain efek glukokortikoid, dapat menyebabkan
retensi natrium dan cairan serta hilangnya kalium. Pada penderita dengan fungsi
kardiovaskular dan ginjal normal, hal ini dapat menimbulkan alkalosis hipokloremik
hipokalemik, dan akhirnya peningkatan tekanan darah. Pada penderita hiponatremia,
penyakit ginjal, atau penyakit hati, dapat terjadi edema. Pada penderita penyakit
jantung, tingkat retensi natrium yang sedikit saja dapat menyebabkan gagal jantung
kongestif.
PENANGANAN EFEK SAMPING
KORTIKOSTEROID

Penanganan yang disarankan untuk saat ini pada penderita yang


mendapatkan efek samping kortikosteroid adalah dengan
melakukan penurunan konsumsi dosis kortikosteroid secara
perlahan-lahan (tapering off). Jika timbul diabetes, diobati dengan
diet dan insulin. Sering penderita yang resisten dengan insulin,
namun jarang berkembang menjadi ketoasidosis. Pada umumnya
penderita yang diobati dengan kortikosteroid seharusnya diberi
diet protein tinggi, dan peningkatan pemberian kalium serta
rendah natrium seharusnya digunakan apabila diperlukan.
• TERIMA KASIH !!!

Anda mungkin juga menyukai