Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2018


UNIVERITAS PATTIMURA

ASMA BRONKIAL: PATOFISOLOGI DAN TATALAKSANA

Disusun oleh:

Nerissa Alviana Sutantie

2017-84-040

Pembimbing:

Dr. Denny Jolanda, SP.PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA 1
Pendahuluan
• Asma bronkial (AB)  penyakit inflamasi
saluran napas kronik , dapat terjadi pada
berbagai usia (laki-laki maupun perempuan)
• Dekade terakhir, prevalensi AB cenderung
meningkat
• Masalah tatalaksana krusial!
• Konsep baru patogenesis AB mempengaruhi
pola tatalaksana

1.Meiyanti, Mulia JI. Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronkial. J Kedokteran Trisakti. September-Desember 2000;(19):(3): 125-132.
2.Muchid A, Wurjati R, Chusun, Khomar Z, Purnama NR, Masrul et al. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI; 2007.
3.Mortaz E, Alipoor SD, Varahram M, Jamaati H, Garseen J, Mumby SE et al. Review Article Exosomes in Severe Asthma: Update in Their Roles and Potential in Therapy. Hindawi BioMed Research International.2018;10 pages. 2
Tinjauan pustaka: Definisi
• Asma Bronkial  penyakit
inflamasi kronik saluran napas yang
ditandai dengan obstruksi jalan
napas intermiten yang bersifat
reversibel, dapat hilang dengan
atau tanpa pengobatan akibat
hiper-reaktivitas bronkus terhadap
berbagai stimulus.
• Asma ditandai dengan episodic
berulang mengi, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk-batuk
(terutama malam hari atau dini
hari).
• Istilah lokal: bengek, asma, mengi,
ampek, sasak angok, dan lain-lain

1.Muchid A, Wurjati R, Chusun, Khomar Z, Purnama NR, Masrul et al. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI; 2007.
2.Mortaz E, Alipoor SD, Varahram M, Jamaati H, Garseen J, Mumby SE et al. Review Article Exosomes in Severe Asthma: Update in Their Roles and Potential in Therapy. Hindawi BioMed Research International.2018;10 pages.
3.Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2008;58:11: hal. 446-447.
3
Tinjauan Pustaka: Patofisiologi
• Faktor host dan lingkungan berperan penting
• Mekanisme dasar: Jalur imunologi dan saraf
otonom
• Konsep baru patofisiologi asma dikaitkan
dengan remodelling saluran napas

1.Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2008;58:11: hal. 446-447.
2.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
3.Pynn MC, Thornton CA, Davies GA. Asthma Pathogenesis. Pulmão RJ 2012;21(2):11-17.
4.Koper I, Hufnagl K, Ehrmann R. Gender aspects and influence of hormones on bronchial asthma – Secondary publication and update. World Allergy Organization Journal (2017) 10:46 .
5.Jayasinghe H, Kopsaftis Z, Carson K. Asthma Bronchiale and Exercise-Induced Bronchoconstriction. Respiration. 2015;89:505–512. DOI: 10.1159/000433559.
6.Keglowich LF, Borger P. The Three A’s in Asthma – Airway Smooth Muscle, Airway Remodeling & Angiogenesis. The Open Respiratory Medicine Journal. 2015;9:70-80.
7.Elias JA. Airway Remodeling in Asthma Unanswered Questions. Am J Respir Crit Care Med. 2000; (161): pp. S168–S171.
4
Konsep dasar

Muchid A, Wurjati R, Chusun, Khomar Z, Purnama NR, Masrul et al. Pharmaceutical care untuk penyakit asma.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI; 2007.

5
Mekanisme AB: Jalur imunologic

de Groot JC, Brinke AT, Bel EHD. Management of the patient with eosinophilic asthma: a new era begins. ERJ Open Res 2015; 1: 00024–2015.
DOI: 10.1183/23120541.00024-2015

6
Jalur saraf otonom

Erle DJ, Sheppard D. The cell biology of asthma. JCB. 2014; 205:5: 11 pages.

7
Interaksi Th2 dan EMTU dalam
pathogenesis Asma

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.

8
Tinjauan Pustaka: Tatalaksana
• Tujuan
• Program tatalaksana AB (PDPI)
• Perkembangan terapi baru Bronchial
thermoplasty

•Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2008;58:11: hal. 446-447.
•Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
9
Tujuan tatalaksana AB
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar
kualitas hidup meningkat
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru
seoptimal mungkin
4. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan
jasmani dan aktivitas lainnya
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara
ireversibel
7. Meminimalkan kunjungan ke gawat darurat

10
Program tatalaksana
• Edukasi
• Menilai dan monitor berat asma secara berkala
• Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
• Merencanakan dan memberikan pengobatan
jangka panjang
• Menetapkan pengobatan pada serangan akut
• Kontrol secara teratur
• Pola hidup sehat

11
Program tatalaksana: EDUKASI
• Pendidikan tentang penyakit bagi pasien dan keluarga
meningkatkan keberhasilan pengobatan
• Edukasi yang dapat diberikan:
1. Memahami sifat-sifat penyakit asma
2. Memahami faktor-faktor yang menyebabkan serangan atau
memperberat
3. Memahami faktor-faktor yang mempercepat kesembuhan,
membantu perbaikan dan mengurangi serangan
4. Memahami kegunaan, cara kerja dan pemakaiaan obat-obat
AB
5. Menilai kemajuan dan kemunduran keberhasilan terapi
6. Mengetahui kapan self treatment harus diakhiri dan segera
mencari pertolongan dokter
12
“ EDUKASI”
Memahami sifat-sifat dari penyakit asma
bahwa:
• Asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
• Asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu
saat oleh karena faktor tertentu bisa kambuh
lagi.
• Kekambuhan penyakit asma minimal bisa
dijarangkan dengan pengobatan jangka
panjang secara teratur.
13
“ EDUKASI”
Memahami faktor yang menyebabkan serangan
atau memperberat serangan, seperti :
• Inhalan: debu rumah, bulu atau serpihan kulit
binatang anjing, kucing, kuda dan spora jamur.
• Ingestan: susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan
obat-obatan tertentu.
• Kontaktan: zalf kulit, logam perhiasan.
• Keadaan udara : polusi, perubahan hawa
mendadak, dan hawa yang lembab.
• Infeksi saluran pernafasan.
• Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
14
“ EDUKASI”
Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :
• Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat individual).
• Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
• Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
• Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.
• Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan
lembab.
• Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
• Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk
dan pilek.
• Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
• Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak
minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.
• Manipulasi lingkungan: memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di
lingkungan dengan temperatur hangat.

15
Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui
beberapa pandangan yang salah tentang asma,
seperti :
• Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi,
kecemasan atau stres, padahal keadaan bronkus yang
hiperaktif merupakan faktor utama.
• Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan
• Baru berobat atau minum obat bila sesak napas saja
dan segera berhenti minum obat bila sesak nafas
berkurang atau hilang

16
Program tatalaksana:
Penilaian berat derajat AB (sebelum pengobatan)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
17
Program tatalaksana:
Penilaian berat derajat AB (dalam pengobatan)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
18
Program tatalaksana: Medikasi Asma

Controllers Reliever

Agonis beta2 kerja singkat,


Kortikosteroid sistemik. (Steroid
Kortikosteroid inhalasi, sistemik digunakan sebagai obat
Kortikosteroid sistemik, Sodium pelega bila penggunaan
kromoglikat, Nedokromil sodium, bronkodilator yang lain sudah
Metilsantin, Agonis beta-2 kerja optimal tetapi hasil belum
lama, inhalasi, Agonis beta-2 tercapai, penggunaannya
kerja lama, oral, Leukotrien dikombinasikan dengan
modifier, Antihistamin generasi bronkodilator lain),
ke dua (antagonis -H1) Antikolinergik, Aminofillin dan
Adrenalin.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.

19
Controllers: Glukokortikosteroid
Inhalasi Sistemik

• Medikasi jangka panjang • Diberikan oral dan parenteral


• Pilihan untuk derajat • Pilihan untuk derajat
persisten ringan-berat persisten berat (setiap hari
• ES: kandidiasis orofaring, atau selang hari)
disfonia, batuk • ES: osteoporosis, hipertensi,
• penelitian: budesonid dan diabetes, katarak, glaukoma,
flutikason, ES lebih rendah kelemahan otot.
• Pada infeksi virus herpes
zoozter atau variselaharus
dihentikan

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
20
Controllers
Kromolin (sodium
kromoglikat dan Metilsantin (Teofilin)
nedokromil sodium)
• Digunakan dengan inhalasi • Konsentrasi tinggi (> 10
pada derajat persisten ringan mg/dl) bronkodilatasi
• Mekanisme: NSAID • Konsentrasi rendah (5-10
• Es minimal: batuk, rasa tidak mg/dl)  antiinflamasi
enak di mulut • ES: Nausea-vomit/ efek
• Penelitian: efek sodium kardiopulmoner ( takikardia,
kromoglikat tidak seefektif GI aritmia)
• Intoksikasi: kejang-kematian

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
21
Controllers
Agonis B2 kerja lama Metilsantin (Teofilin)

• Inhalasi: salmeterol dan formeterol, • Konsentrasi tinggi (> 10 mg/dl)


efek kerja lama ( > 12 jam) bronkodilatasi
• Oral: salbutamol, prokaterol, • Konsentrasi rendah (5-10 mg/dl)
bambuterol  antiinflamasi
• Tx jangka lama  protektif • ES: Nausea-vomit/ efek
terhadap rangsang kardiopulmoner ( takikardia,
bronkokonstriktor aritmia)
• Inhalasi lebih efektif dari p.o • Intoksikasi: kejang-kematian
• Es: rangsang kardiovaskular, termor
otot rangka dan hipokalemia

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
22
Controllers
Leukotriene modifiers

• Pemberian per oral


• Mekanisme: hambat 5-lipoksigenasi blok sintesis leukotrien
atau blok reseptor leukotrien sisteinil pada sel target
(montelukas/zafirlukas/ pranlukas)
• Penelitian: LM dapat menurunkan dosis GI
• LM tidak seefektif agonis b2 kerja lama
• Penderita aspirin induced asthma respon baik
• Zileutonefek toksis hati
• Zafirlukas  efek samping jarang

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
23
Relievers
Agonis B2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik

• e.g Salbutamol, terbutalin, fenoterol, • Diberikan secara per oral


prokaterol • e.g Prednisone atau MP
• Diberikan inhalasi atau oral • Digunakan bila penggunaan
• Pilihan terapi pada serangan akut dan bronkodilator yang lain sudah optimal
pra terapi exercise induced asthma tetapi hasil belum tercapai,
• ES: rangsangan CV, tremor otot rangka, penggunaannya dikombinasikan
hipokalemia dengan bronkodilator lain).
• Kebutuhan yang meningkat dan • Penggunaan jangka panjang dapat
penggunaab setiap hari adalah tanda menimbulkan hipertensi, kelemahan
perburukan asma. otot, osteoporosis, katarak,
penurunan sistem imun serta
menghambat pertumbuhan pada
anak.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
24
Relievers
Antikolinergik Adrenalin

• Pemberian secara inhalasi • Pilihan pada asma sedang-


• e.G Ipratropium bromide, berat
tiotropium bromide • Pemberian SC
• Mekanisme: blok efek • Pemberian iv bedside
asetilkolin pada jalan napas monitoring
• Efek tidak seefektif b2 agonis
kerja singkat, onset lama

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
25
Relievers

Metilsantin
• Efek bronkodilator lebih lemah dibandingkan b2 agonis kerja
singkat (pertimbangan aminofilin kerja singkat)
• Teofilin  efek respiratory drive, perkuat fungsi otot pernapasan,
pertahankan respon terhadap agonis b2 kerja singkat diantara
pemberian satu dengan berikutnya
• Teofilin sebaiknya tidak diberikan pada penderita yang sedang
dalam terapi teofilin

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
26
Tahap penanganan
• Step-up therapy
• Step-down therapy

27
Program tatalaksana:
Pengobatan sesuai berat derajat

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003.
28
Program tatalaksana:
Tatalaksana AB serangan akut

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003. 29
Algoritme
Penatalaksanaan AB di rumah

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003. 30
Algoritme
Penatalaksanaan AB
di Rumah Sakit

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.


Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Asma Di Indonesia
1973-2003.

31
Kontrol teratur
1. Tindak lanjut (follow-up) teratur
2. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut bila diperlukan

• Anjuran: kontrol teratur terjadwal, interval berkisar 1- 6 bulan bergantung


kepada keadaan asma. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa asma tetap
terkontrol dengan mengupayakan penurunan terapi seminimal mungkin.
• Rujuk kasus ke ahli paru layak dilakukan pada keadaan:
– Tidak respons dengan pengobatan
– Pada serangan akut yang mengancam jiwa
– Tanda dan gejala tidak jelas(atipik), atau masalah dalam diagnosis banding,
atau komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid); seperti sinusitis, polip
hidung, aspergilosis (ABPA), rinitis berat, disfungsi pita suara, refluks
gastroesofagus dan PPOK
– Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya di luar pemeriksaan standar, seperti uji
kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih
(kardiopulmonary exercise test), bronkoskopi dan sebagainya.

32
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003. 30
Tatalaksana AB pada kondisi khusus

- Asma dalam ibadah haji


Kehamilan Pembedahan
- Asma Akibat Kerja

- Steroid dependent asthma Asma pada


(asma yang tergantung steroid) -Rinitis, Sinusitis dan Polip
- Steroid resitance asthma hidung
(Asma yang resisten dengan
steroid) -GERD

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia 1973-2003. 30
• Pilihan: obat inhalasi dan obat lama
yang terbukti aman
• Pengontrol: kortikosteroid inhalasi;
Kehamilan • Serangan akut: agonis beta2/oksigen/
kortikosteroid

• Terutama adalah kasus komplikasi


respirasi selama dan sesudah
tindakan
Pembedahan • Pada Penderita asma stabil: berikan
aminofilin drip 4 jam pre-op;
kortikosteroid injeksi 2 jam pre-op

34
• Pilihan: obat inhalasi dan obat lama yang terbukti aman
Asma akibat kerja • Pengontrol: kortikosteroid inhalasi;
• Serangan akut: agonis beta2/oksigen/ kortikosteroid

• Pengobatan sesuai derajat berat asma


Asma dalam • Upayakan asma terkontrol jauh sebelum keberangkatan
ibadah haji • Pahami berbagai hal yang mungkin menjadi pencetus asma sehingga dapat
diantisipasi

• Obat yang efektif untuk asma dan rhinitis e.g


kortikosteroid, kromolin dan antileukotrin
Asma pada Rinitis,
• Sinusitis induces asthma: antibiotik minimal 10 hari.
Sinusitis dan Polip
hidung Pengobatan lain: dekongestan atau steroid topikal
• Polip: berespon dengan pemberian steroid sistemik
atau topikal

• Antagonis h2 atau ppi


Asma pada GERD • Tidur posisi kepala lebih tinggi
• Hindari makanan berlemak, alkohol, teofilin, agonis b2

35
Steroid • Upayakan untuk meminimalisir kebutuhan dan bila
mungkin menghentikannya

dependent • Antisipasi agen pencetus


• Optimalisasi dosis streoid sesuai berat penyakit

asthma (asma • Mulai kombinasi steroid dengan agonis b2 kerja lama,


antileukotrien, atau antiinflamasi lain
(sodium kromoglikat, nedokromil)
yang tergantung • Yakinkan penderita mengkonsumsi obata dengan benar
• Pantau dan evaluasi secara komprehensif
steroid) • Turunkan dosis steroid oral tsb bertahap

Steroid • Kondisi gagal respon pengobatan walau diberikan


steroid oral

resitance • Penatalaksanaan: upayakan tatalaksana seoptimal


mungkin. Bila perlu tambahkan obat imunosupresif
sebagai antiinflamasi yaitu metotreksat/siklosporin
asthma (Asma • Pastikan apakah penderita benar asma, kepatuhan
pengobatan dan adakah masalah absorpsi steroid oral.
yang resisten
dengan steroid)
36
Bronchial thermoplasty
• Terapi non farmakologis- dengan
cara cara mengirim energi panas
melalui gelombang radio dengan
alat bronkoskop ke beberapa tempat
dalam saluran udara penderita asma

• Hasil studi: Sebanyak 32% pasien


mengalami penurunan serangan
asma, terjadi penurunan sebesar
84% untuk kunjungan pasien ke unit
gawat darurat karena gangguan
pernapasan, terdapat penurunan
66% waktu yang hilang dari tempat
kerja atau sekolah, serta penurunan
sebesar 73% untuk perawatan inap
dengan gangguan pernapasan.

Tenda ED. Bronchial Thermoplasty sebagai Terapi Asma. Ina J Chest Crit and Emerg Med. 2014;1:4.p.184-6.
37
• Efek samping terkait sistem respirasi yang dilaporkan
kelompok intervensi dan nonintervensi dengan bronchial
thermoplasty tidak menunjukkan perbedaan signifikan (84%
versus 75% pada tahun pertama, 53% versus 54% pada tahun
kedua).
• Hanya dapat dilakukan oleh Sp.PD subspesialis pulmonologi
yang telah mendapat pelatihan khusus!
• Tidak dapat dilakukan pada semua pasien  perhatikan
Indikasi dan KI

Tenda ED. Bronchial Thermoplasty sebagai Terapi Asma. Ina J Chest Crit and Emerg Med. 2014;1:4.p.184-6.
38
Kesimpulan
• Konsep baru patogenesis asma bronkial menunjukkan bahwa
asma bronkial diakibatkan oleh inflamasi kronis saluran napas.
yang melibatkan pelepasan mediator dari sel inflamasi sehingga
menimbulkan berbagai gejala. Manajemen asma bronkial terdiri
dari obat untuk menghilangkan dan mengendalikan inflamasi.
Penatalaksanaan umum sesuai berat derajat asma serta pedoman
tatalaksana pada kondisi khusus.

• Memperluas penelitian dan fokus untuk menemukan terapi yang


potensial untuk asma, bukan hanya untuk menghilangkan gejala
tetapi untuk menyembuhkan penyakitnya menjadi hal yang
penting saat ini. Peningkatan pengetahuan dan pengertian
lengkap tentang asma diharapkan dapat membantu memperbaiki
kualitas hidup pasien asma secara lebih efektif.

39
Terima kasih 
40

Anda mungkin juga menyukai