Anda di halaman 1dari 49

TRAUMA KEPALA

ERINA KHAIRINNAS 1310070100055


ENDAH AYU PUSPITA SARI 1310070100063
NAJLA LADHIPA M 1310070100074
GUNTUR SAHADI PUTRA 1010070100087

PRESEPTOR :
dr. Yulson Rasyid, Sp.S
ANATOMI
Kulit Kepala
Tulang Tengkorak
Selaput Otak (Lapisan Meninges)
Pembuluh Darah Otak
Otak
Cairan Serebrospinalis
Tentorium
ANATOMI

KULIT KEPALA (SCALP)


Skin atau kulit
Connective tissue atau
jaringan penyambung
Aponeurosis atau
jaringan ikat
Loose areolar tissue
(jaringan penunjang
longgar)
Perikranium
ANATOMI

TULANG TENGKORAK
Kalvaria cranii (tabula eksterna, diploe, tabula
interna)
Basis cranii  3 fossa
- Fossa anterior : tempat lobus frontalis
- Fossa media : tempat lobus temporalis
- Fossa posterior : tempat batang otak dan serebellum
ANATOMI
TULANG TENGKORAK
ANATOMI
MENINGEN
Duramater. Selaput yang melekat erat dengan
tabula interna terdiri atas jaringan ikat fibrosa.
Arakhnoid. Lapisan kedua dari selaput otak.
Piamater. Lapisan ketiga yang melekat dengan
korteks serebri.
Duramater tidak melekat erat dengan selaput
arakhnoid sehingga terdapat ruang potensial
(ruang subdural).
Cairan serebrospinal bersirkulasi antara arakhnoid
dan piamater dalam ruang subarakhnoid.
ANATOMI

SELAPUT OTAK (LAPISAN MENINGES)


ANATOMI
PEMBULUH DARAH OTAK
Pembuluh darah arteri otak terbagi atas jalur
karotis dan jalur vertebrobasiler.
Yang berperan pada cedera kepala yaitu
a.meningea (anterior, media dan posterior).
A.meningea media >> sering menyebabkan
perdarahan epidural.
Pembuluh darah vena berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior digaris tengah
disebut “Bridging Veins” atau jembatan-jembatan
vena yang menyebabkan perdarahan subdural.
ANATOMI
Bridging veins
ANATOMI
OTAK
Terdiri atas serebrum, serebellum dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang
dipisahkan oleh falks serebri.
- Lobus frontalis : fs. emosi, motorik, area bicara motorik
- Lobus temporalis : fs. memori, fs. bicara (temporalis kiri)
- Lobus parietalis : fungsi sensorik dan orientasi
- Lobus oksipitalis : fungsi penglihatan
Serebellum bertanggungjawab atas fungsi pusat koodinasi
dan keseimbangan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons dan
medulla oblongata.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yaitu Ascendin Reticulatio Activity Sistem (ARAS)
yang berperan untuk fungsi tingkat kesadaran.
Medulla oblongata berfungsi sebagai pusat kardio-
respiratorik.
ANATOMI
ANATOMI
CAIRAN SEREBROSPINALIS
(LIQUOR SEREBROSPINALIS)
Cairan serebrospinalis (CSS) dihasilkan oleh pleksus
khoroideus yang terletak dalam ventrikel lateralis baik kanan
maupun kiri, mengalir melalui foramen monro ke dalam
ventrikel selanjutnya melalui akuaduktus sylvius dan masuk
ke dalam ruang subarachnoid yang berada di seluruh
permukaan otak dan medulla spinalis

TENTORIUM
Membagi ruang tengkorak menjadi :
- Ruang Supratentorial : berisi fossa kranii anterior & media
- Ruang Infratentorial : berisi fossa kranii posterior
FISIOLOGI
TIK normal (istirahat) kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O)
TIK > 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK > 40
mmHg termasuk dalam kenaikan TIK yang berat.
Doktrin Monro-Kellie “Volume intrakranial selalu
konstan, karena rongga kranium pada dasarnya
merupakan rongga yang tidak mungkin mekar”.
TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi massa
intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas
normal sampai kondisi penderita mencapai titik
dekompensasi dan memasuki fase eksposional.
TIK umumnya bertambah secara berangsur-angsur setelah
proses trauma. Edema otak memerlukan 36-48 jam untuk
waktu maksimum.
Peningkatan TIK dapat menurunkan Aliran Darah Otak
(ADO) dan timbul rangsangan pada pusat vasomotor dan
tekanan sistemik meningkat  bradikardia dan pernafasan
menjadi lambat.
ADO normal ; ±50 ml/100 gr jaringan otak/menit.
TIK meningkat :
- Penurunan kesadaran
- Nyeri kepala
- Papil edema  tekanan dan pembengkakan diskus optikus
- Muntah proyektil
CEDERA KEPALA

DEFINISI

Trauma kapitis trauma mekanik terhadap kepala


baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan
fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun
permanen.
Epidemiologi

• Cedera kepala sangat sering dijumpai. Di Amerika setiap


tahunnya kejadian cedera kepala diperkirakan mencapai
500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera kepala
meninggal sebelum datang ke Rumah sakit. Lebih dari
100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan
akibat cedera kepala.
• Data-data yang didapat dari RSCM (1995-1998), terjadi
96% trauma kapitis yang disebabkan oleh kecelakaan lalu-
lintas, dimana 76% dari padanya terjadi pada usia muda ±
25 tahun.
Etiologi
• Kecelakaan lalu-lintas, berupa tabrakan sepeda motor,
mobil, sepeda dan penyebrang jalan yang ditabrak.
• Jatuh dari ketinggian, tertimpa benda (misalnya ranting
pohon, kayu, dsb)
• Olahraga
• Korban kekerasan baik benda tumpul maupun tajam
(misalnya golok, parang, batang kayu, palu)
• Kecelakaan kerja
• Kecelakaan rumah tangga
• Kecelakaan olahraga
• Trauma tembak
Mekanisme Cedera Otak

1. Secara Statis (Static Loading)


• Cedera otak timbul secara lambat
• Tekanan pada kepala terjadi secara lambat namun terus menerus
sehingga timbul kerusakan berturut-turut mulai dari kulit, tengkorak
dan jaringan otak

2. Secara Dinamik (Dynamic Loading)


• Cedera kepala timbul secara cepat
• Berbentuk impulsif dan / atau impak.
• Trauma tidak langsung membentur kepala, tetapi terjadi pada waktu
kepala mendadak bergerak atau gerakan kepala berhenti mendadak
• Contoh : pukulan pada tengkuk atau punggung akan menimbulkan
gerakan fleksi dan ekstensi dari kepala
Dynamic loading
a. Impak (Impact Loading)
Trauma yang langsung membentur kepala
dapat menimbulkan 2 bentuk impak:
- Benturan langsung (contact injury)
- Inertial injury
Karena perbedaan koefisien (massa) antara jaringan
otak dengan tulang, maka akan terjadi perbedaan
gerak dari kedua jaringan (akselerasi dan
deselerasi).
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan patologi
Berdasarkan lokasi lesi

 Lesi diffus

 Lesi kerusakan vaskuler otak

 Lesi fokal

- Kontusio dan laserasi serebri

- Hematoma intrakranial

- Hematoma ekstradural

– Hematoma subdural

– Hematoma intraparenkim

– Hematoma subarakhnoid

– Hematoma intraserebral

– Hematoma intraserebellar.
 Lesi Difusa
Cedera otak ini disebut dengan istilah difus oleh karena secara
makroskopis tidak ditemukan adanya lesi yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi neurologik, meskipun pada kenyataannya pasien
mengalami amnesia atau penurunan kesadaran bahkan sampai koma.
Tergantung dari berat ringannya cedera otak difus ini.
1. Cedera Aksonal Difus (“Diffuse Axonal Injury” = DAI)
keadaan dimana serabut saraf subkortikal (serabut proyeksi,
asosiasi, dan komisural) mengalami kerusakan akibat gaya deselerasi.
Klasifikasi berdasarkan beratnya kerusakan yang timbul :
Grade 1 : kerusakan akson pada substansia alba dapat dilihat secara
mikroskopis tanpa adanya lesi fokal
Grade 2 : kerusakan akson disertai fokus perdarahan pada korpus
kalosum
Grade 3 : kerusakan akson difus disertai perdarahan pada korpus kalosum
dan batang otak
Gejala dan tanda kllinis :
• Koma lama trauma kapitis
• Disfungsi saraf otonom
• Demam tinggi
- Penunjang diagnostik:
• CT scan otak
Awal normal, tidak ada tanda adanya perdarahan, edema,
kontusio
• Ulangan setelah 24 jam, edema otak luas
2. Cedera vaskular difus (“Diffuse Vascular Injury” =
DVI)

Hematoma subarakhnoid
Paling sering ditemukan pada cedera kepala, umumnya
menyertai lesi lain. Perdarahan terletak di antara arachnoid
dan piamater, mengisi ruang subarachnoid.
Hematoma intraserebral
Hematoma yang terbentuk pada jaringan otak (parenkim)
sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah.
Terutama melibatkan lobus frontal dan temporal (80-90
persen), tetapi dapat juga melibatkan korpus kallosum,
batang otak, dan ganglia basalis.
• Hematoma intraserebellar
Merupakan perdarahan yang terjadi pada serebelum. Lesi ini jarang terjadi
pada trauma, umumnya merupakan perdarahan spontan. Prinsipnya
hampir sama dengan ICH, tetapi secara anatomis harus diingat bahwa
kompartemen infratentorial lebih sempit dan ada struktur penting di
depannya, yaitu batang otak.

 Berdasarkan derajat kesadaran berdasarkan GCS


DIAGNOSIS
• Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
• Anamnesis
– Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran
atau dengan interval lucid
– Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea
– Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)
• Hasil pemeriksaan klinis neurologis
• Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial
• Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
• CT scan otak: untuk melihat kelainan yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan Klinis Umum dan Neurologis
• Penilaian kesadaran berdasarkan GCS
• Penilaian fungsi vital
• Otorrhea/rhinorrhea
• Ekimosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kaca mata
• Ekimosis mastoid bilateral/Battle‟s sign
• Gangguan fokal neurologik
• Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot
• Refleks tendon, refleks patologis
• Pemeriksaan fungsi batang otak
• Pemeriksaan pupil
• Refleks kornea
• Doll‟s eye phenomenone
• Monitor pola pernafasan
• Gangguan fungsi otonom
• Funduskopi.
Hematoma epidural
Perdarahan pada rongga epidural diantara duramater
dan tulang tengkorak ( diantara lapisan periosteal dan
lapisan meningeal duramater).
CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan
duramater,umumnya daerah temporal, dan tampak bikonveks
HEMATOMA SUBDURAL

Terjadi ketika vena di antara duramater dan arachnoid (bridging vein) robek.
Jenis:
• Akut : interval lucid 0-5 hari
• Subakut : interval ucid 5 hari - beberapa minggu
• Kronik : interval lucid >3 bulan

- Hematoma Subdural Akut


Gejala dan tanda klinis:
• Sakit kepala
• Kesadaran menurun
Penunjang diagnostik:
CT scan otak: gambaran
hiperdens (perdarahan)
diantara duramater dan
arakhnoid, umumnya karena
robekan dari bridging vein,
dan tampak seperti bulan sabit.
 FRAKTUR BASIS KRANII
1. Anterior
Gejala dan tanda klinis :
• Keluarnya cairan likuor melalui hidung/rhinorea
• Perdarahan bilateral periorbital ecchymosis/raccoon eye
• anosmia

2. Media
Gejala dan tanda klinis
• Keluarnya cairan likuor melalui telinga/otorrhea
3. Posterior
• Gejala dan tanda klinis :
• Bilateral mastoid ecchymosis/battle‟s sign
 PERDARAHAN SUBARAKNOID TRAUMATIKA
Gejala dan tanda klinis:
• Kaku kuduk
• Nyeri kepala
• Gangguan kesadaran
• CT scan otak:
perdarahan (hiperdens)
diruang subarakhnoid
Diagnostik Pasca Perawatan

1. Minimal (Simple Head Injury)


• GCS 15
• Tidak ada penurunan kesadaran
• Tidak ada amnesia pasca trauma (APT)
• Tidak ada defisit neurologis

2. Trauma kapitis ringan (Mild Head Injury)


• GCS 13-15
• CT Scan normal
• Pingsan < 30 menit
• Tidak ada lesi operatif
• Rawat RS< 48 jam
• Amnesia pada trauma (APT) < 1 jam
3.Trauma kapitis sedang (Moderate Head Injury)
• GCS 9-12 dan dirawat > 48 jam, atau GCS > 12 akan
tetapi ada lesi operatif intrakranial atau abnormal CT
scan
• Pingsan >30 menit ± 24 jam
• APT 1-24 jam

4.Trauma kapitis berat (Severe Head Injury)


• GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah
trauma
• Pingsan > 24 jam
• APT > 7 hari.
Tatalaksana

Tergantung derajat beratnya cedera.

1). Minimal

- Tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat

- Istirahat dirumah

- Diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila


ada tanda tanda perdarahan epidural, seperti orangnya
mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun-gejala
lucid interval)
2). Cedera Otak Ringan (Komosio Serebri)

- Tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat

- Observasi di rumah sakit 2 hari

- Keluhan hilang, mobilisasi

- Simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika

- Antibiotika (atas indikasi)


3). Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri)

a. Terapi Umum Untuk kesadaran menurun

- Lakukan Resusitasi

- Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi


pernafasan (Breathing), Circulation (tidak boleh
terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih
dari 90 mmHg), nadi, suhu

- Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi


yang cukup, dengan kalori 50% lebih dari normal
- Jaga keseimbangan gas darah

- Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang


kateter

- Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena

- Rubah rubah posisi untuk cegah dekubitus

- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat

- Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali


kontra indikasi yaitu pada fraktur basis kranii

- Infus cairan isotonis

- Berikan Oksigen sesuai indikasi


b. Terapi Khusus
1. Medikamentosa
- Mengatasi tekanan tinggi intrakranial,
berikan Manitol 20%
- Simptomatis : analgetik, anti emetik,
antipiretik
- Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan
epilepsi pasca cidera
- Antibiotika diberikan atas indikasi
- Anti stress ulcer diberikan bila ada
perdarahan lambung
2. Operasi bila terdapat indikasi
c. Rehabilitasi:

- Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah


keadaan klinik stabil

- Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan


sesuai dengan kebutuhan
KOMPLIKASI

- Kejang
- Infeksi
- Demam
- Edema pulmonum
KESIMPULAN

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap


kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan
fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun
permanen. Kontribusi paling banyak terhadap cedera
kepala serius adalah kecelakaan sepeda motor, dan
sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm atau
menggunakan helm yang tidak memadai.
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan saat
terjadinya lesi (primer dan sekunder), berdasarkan kelainan
patologis (komosio, kontusio, laserasio cerebri),
berdasarkan lokasi lesi (vaskuler, difus [DAI, DVI]), fokal
[Hematoma epidural, subdural, subarakhnoid, intraserebral,
intraserebellar]), dan berdasarkan GCS (simple head injury,
CKR, CKS, CKB) guna menentukan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan, tatalaksana, indikasi operatif,
dan prognosis. Tatalaksana dapat diberikan berdasarkan
beratnya cedera pasien,

Anda mungkin juga menyukai