Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

SINDROM NEFROTIK RESISTEN STEROID

Oleh:
DILLA ARIYANI 1840312209

Preseptor
dr. Lydia Aswati, Sp A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD AHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2019

1
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL….……............................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... 4
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 5
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 5
1.2. Batasan Masalah............................................................................... 6
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................. 6
1.4. Manfaat Penulisan............................................................................ 6
1.5. Metode Penulisan............................................................................. 6
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ……........................................................... 7
2.1. Definisi dan Epidemiologi……………………………………........ 7
2.2. Etiologi dan Klasifikasi….…………………………………........... 8
2.3. Patofisiologi…..…………………………………............................ 10
2.4. Manifestasi Klinis….……………………………………………... 12
2.5. Diagnosis………............................................................................. 13
2.6. Diagnosis Bandig…. ....................................................................... 14
2.7. Tatalaksana ..................................................................................... 14
2.8. Prognosis ......................................................................................... 20
BAB 3. LAPORAN KASUS ................................................................. 21
3.1. Identitas…….……………………………………………………... 21
3.2. Anamnesis………..……….…...………………………….............. 21
3.3. Pemeriksaan Fisik……….………………………………………... 25
3.4. Pemeriksaan Laboratorium………………………………………... 26
3.5. Diagnosis……… ….……………………………………………… 28
3.8. Tatalaksana.. ……………………………………………………… 28
3.8. Tatalaksana.. ……………………………………………………… 28
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN …………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32

2
DAFTAR TABEL
Halaman

TABEL 2.1 : Etiologi sindrom nefrotik pada anak 9

3
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1 Teori Underfill 11

Gambar 2 Teori Overfill 12

Gambar 3 Algoritma pemberian diuretik 16

Gambar 4 Tatalaksana sindrom nefrotik 16

Gambar 5 Protokol pengobatan sindrom nefrotik 17

Gambar 6 Skema pengobatan inisial dan relaps pada sindrom nefrotik 18

Gambar 7 Diagram pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid 19

Gambar 8 Pengobatan SN relaps sering dan dependen steroid dengan


CPA 19

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering
ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan
Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,dengan prevalensi
berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Insiden sindrom nefrotik sensitif steroid
(SNSS) adalah jenis sindrom nefrotik dengan kasus terbanyak, dengan 43,3% dari
kasus SNSS mengalami relaps sering dan atau dependen steroid. Di negara
berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per
tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1.1,2
Sindrom nefrotik merupakan suatu keadaan klinis dengan gejala
proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema yang dapat disertai
hiperkolesterolimia, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma. Pasien biasanya datang dengan edema palpebra atau
pretibia, perut, atau seluruh tubuh yang dapat disertai oliguria dan gejala infeksi,
nafsu makan berkurang, atau urin berwarna kemerahan. Sifat khusus penyakit ini
adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbul penyulit, baik
akibat penyakitnya sendiri maupun oleh karena akibat pengobatannya. Penyulit
yang sering terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal
akut, malnutrisi, gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia, anemia. Etiologi SN
dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik dan sekunder mengikuti penyakit
sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein dan lain lain.1,2
Sindrom nefrotik dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom
nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya sebagian besar
(±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan
awal dengan steroid, tetapi 60% – 90% diantaranya akan relaps dan sekitar 10%
tidak memberi respon lagi dengan pengobatan steroid.1 Perkembangan sindrom
nefrotik dengan relaps juga sering berhubungan sebesar 20% - 60% dengan

5
sindrom nefrotik dependen steroid yang dapat beresiko terhadap sepsis,
thrombosis, dislipidemia, dan malnutrisi.1,3
Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan
steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan
gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi sindrom
nefrotik lebih didasarkan pada respons klinik yaitu sindrom nefrotik sensitif
steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS).2
1.2 Batasan Masalah
Case report session ini membahas mengenai defenisi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari sindrom nefrotik.
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
dan penatalaksanaan dari sindrom nefrotik.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah pengetahuan penulis tentang sindrom nefrotik serta menjadi
tambahan ilmu bagi rekan-rekan dokter muda yang membaca.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan Case report session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan
literatur.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Epidemiologi


Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala
proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg atau dipstik >2+), hipoalbuminemia
(<2,5 g/dL), edema dan dapat disertai hiperkolesterolemia (>200 mg/dL). Kadang
disertai dengan oliguria, hematuria, penurunan fungsi ginjal, hipertensi, gangguan
gastrointestinal, gangguan pernapasan dan gangguan psikososial.1,2
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindrom
nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Insiden sindrom
nefrotik sensitif steroid (SNSS) adalah jenis sindrom nefrotik dengan kasus
terbanyak, dengan 43,3% dari kasus SNSS mengalami relaps sering dan atau
dependen steroid. Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika Serikat dan
Inggris diperkirakan 2-7 kasus baru per 100.000 anak dan prevalensinya sekitar
12-16 kasus per 100.000 anak. Kejadian ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan perempuan dengan rasio 2:1. Laporan dari luar negeri menunjukkan
dua per tiga kasus dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.2,3 Sedangkan insiden
di Indonesia diperkirakan 6 kasus pertahun tiap 100.000 anak kurang dari 14
tahun.3,7
Sindrom nefrotik dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom
nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya sebagian besar
(±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan
awal dengan steroid, tetapi 60% – 90% diantaranya akan relaps dan sekitar 10%
tidak memberi respon lagi dengan pengobatan steroid.1 Perkembangan sindrom
nefrotik dengan relaps juga sering berhubungan sebesar 20% - 60% dengan
sindrom nefrotik dependen steroid yang dapat beresiko terhadap sepsis,
thrombosis, dislipidemia, dan malnutrisi.1,8
Berdasarkan penyebabnya, sindrom nefrotik primer (idiopatik) terjadi
hampir 95% kasus dan sisanya disebabkan oleh penyakit seperti, systemic lupus
erythematosus, Henoch Schonlein purpura, amyloidosis, dan infeksi dengan HIV,

7
prvovirus B19, hepatitis B, dan hepatitis C. Data epidemiologi juga menyebutkan
bahwa 80% pasien dengan sindrom nefrotik menunjukkan gambaran kelainan
minimal (SNKM) yang ditandai oleh histologi ginjal normal pada mikroskop
cahaya. 4
Usia pasien saat tampilan awal muncul berguna dalam menilai etiologi
yang mendasari. Sindrom nefrotik yang muncul pada tiga bulan pertama
kehidupan (sindrom nefrotik kongenital) mungkin merupakan sekunder terhadap
infeksi intrauterine seperti penyakit sifilis kongenital, toksoplasmosis, dan
sitomegalovirus. Onset gejala pasien dengan SNKM yaitu diantara 2-6 tahun dan
selain itu 30% remaja juga menunjukkan gambaran SNKM. Focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS) dapat terjadi saat berusia di bawah 8 tahun sedangkan
membranoproliferative glomerulonephritis biasanya terjadi terlihat pada anak
yang lebih tua dan remaja.4

2.2. Etiologi dan Klasifikasi


Klasifikasi menurut International Study of Kidney Disesase in Children (ISKDC)
menurut gambaran patologi anatominya yaitu:3
1. Kelainan minimal (SNKM) = minimal change disease (MCD)
2. Glomerulosklerosis fokal segmental (FSGS)
3. Glomerulonefrtitis proliferatif mesangial (GPM)
4. Glomerulonefritis membranprliferatif (GNPM)
5. Glomerulonefritis kresentik
6. Nefropati membranosa (NM)
7. Glomerulonefritis kronik lanjut
Hasil patologi anatomi (PA) yang didapatkan sebagian besar sindrom nefrotik
pada anak adalah kelainan minimal (74,7%), maka ISKDC tidak lagi
merekomendasikan dilakukan biopsi pada semua pasien sindrom nefrotik. Biopsi
dianjurkan dilakukan pada semua kasus sindrom nefrotik yang resisten steroid
atau pada presentasi awal terdapat komponen nefritis yaitu, hematuria nyata,
peningkatan kadar ureum kreatinin atau penurunan fungsi ginjal, dijumpai
hipertensi yang menetap, serta penurunan kadar C3. Selanjutnya karena penentuan
prognosis lebih baik dilakukan dengan peninlaian respon terhadap steroid

8
daripada gambaran PA, akhirnya pembagian klasifikasikan menjadi sindrom
nerotik sensitif steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
Remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu
Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
Tidak terjadi remisi pada pengobatan prednnison dosis penuh (full dose)
2mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
Sindrom nefrotik dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit
sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab.
Etiologi sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi4
Tabel 2.1 Etiologi sindrom nefrotik pada anak4
Genetik
Sindrom nefrotik (tipikal)
Sindrom nefrotik congenital
Focal segmental glumorulosclerosis
Sclerosis mesangial difus
Proteinuria dengan atau tanpa sindrom nefotik
Nail-patella Syndrome
Alport Syndrom
Multisystem syndromes dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Galloway-Mowat Syndrom
Charcot
Jeune syndrome
Cockayne Syndrome
Laurenca-Moon-Biedl-Baret Syndrome
Kelainan Metabolik dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Alagille syndrome
Defisiensi antitrypsin
Fabry disease
Glutaric academia
Glycogen strorage disease
Huler syndrome
Lipoprotein disorders
Mitochondrial cytopathies
Sickle cell disease
Sindrom nefrotik idiopatik
Minimal change disease
Focal segmental glumeruloslerosis
Membranous nephropathy
Penyebab sekunder
Infeksi
Hepatitis B, C
HIV-1

9
Malaria
Sypilis
Toxoplasmosis
Obat-obatan
Penisillamine
Emas
OAINS
Pamidronate
Interferon
Mercury
Heroin
Lithium
Imunologi dan alergi
Castlesman disease
Kimura disease
Sengatan lebah
Alergi makanan
Keganasan
Limfoma
Leukemia
Hiperfiltrasi Glomerulus
Oligomeganephronia
Morbid obesity
Adaptation to nephron reduction
Sumber : Nelson Pediatrics Textbook

2.3 Patofisiologi
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah
proteinuria yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi
dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding
kapiler. Ada teori lain yang menyebutkan gangguan ini disebabkan defek pada
podosit dan sawar filtrasi glomerular. Sel podosit memiliki kemampuan terbatas
dalam membelah dan beregenerasi serta rentan terkena injuri. Kerusakan sel
podosit yang luas dapat menyebabkan kerusakan glomerular yang irreversible,
dan kehilangan >20 % dari podosit dapat berkembang menjadi glomerulosclerosis
dan gangguan fungsi ginjal yang progresif.5
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori
underfilled dan teori overfill. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema
terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein
melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma,

10
yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan
intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan
perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron,
yang merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume
intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi
penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka
cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial
sehingga memperberat edema.
Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena
mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas
kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra
renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema
yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial.

Gambar 1. Teori underfill

11
Gambar 2. Teori overfill
Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak
terdapat pada semua penderita sindrom nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di
pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume
plasma yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.
Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2 faktor.
Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk
lipoprotein. Kedua, kataboolisme lemak terganggu sebagai akibat dari penurunan
kadar lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang memecah lemak di plasma
darah). 4

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala awal dari sindroma nefrotik meliputi; menurunnya nafsu makan,
malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan
urin berbusa. Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di
intraperitoneal (Asites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada
rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat
akibat asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum
ataupun labia mayor. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis
dan prolaps ani.2

12
Seringkali cairan yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi
sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat malam cairan terakumulasi di
tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang hari cairan terakumulasi
dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri.
Pada anak tekanan darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun
sekali saat berdiri (orthostatic hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi.
Produksi urin dapat menurun dan renal faillure dapat terjadi jika terjadi kebocoran
cairan dari dalam pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke ginjal
berkurang. Biasanya renal failure dengan kurangnya produksi urin terjadi tiba-
tiba.
Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta
anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang. Diare sering
dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya bukan berkaitang
dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus.
Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis protein yang
meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan
atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut. 2
Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi
psikososial yang merupakan akibat stess nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang.

2.5 Diagnosis
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi

13
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pada analisa urin didapatkan proteinuria masif (>2+), rasio albumin
kreatinin urin >2 dan dapat disertain hematuria. Pada pemeriksaan darah
didapatkan hipolbuminemia (<2,5 g/dL), hiperkolesterolemia (>200 mg/dl) dan
laju endap darah yang meingkat. Kadar ureumdan kreatinin umumnya normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal.1

2.6 Diagnosis Banding


1. Sembab non renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi
(kwasiorkhor), edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut.
3. Lupus eritematosus sistemik. 1
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Tatalaksana Umum
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi orangtua.
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
berikut:2
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik,
seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch Schonlein. Mencari
fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
4. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH
selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan
obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan
dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.

14
2.7.1.1 Diet
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.2
2.7.1.2 Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi
karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan
mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik
untuk mengatasi edema tampak pada Gambar 2.

15
Gambar 3. Algoritma pemberian diuretik.2
2.7.1.3 Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/ kgbb/
hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah
obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated
polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan
vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak
dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
pneumokokus dan varisela.2
2.7.2 Pengobatan dengan Kortikosteroid

Gambar 4. Tatalaksana sindrom nefrotik2

16
2.7.2.1 Terapi Inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison
60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis
terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat
badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose)
inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)

Stop
Mg 1 2 3 4 5 6 7 8

Remisi Remisi
Gambar 5. Protokol pengobatan sindrom nefrotik
CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3
hari berturut turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari3
Namun berdasarkan literatur Kidney Disease Improving Global Outcome
(KDIGO) tahun 2013, mendapatkan jika pemberian steroid hanya 8 minggu, maka
akan terlalu banyak kasus yang mengalami relaps setelah pengobatan selesai.
Oleh karena itu, batasan resisten diperpanjang menjadi 8 minggu. Apabila pasien
remisi pada empat minggu pertama disebut early responder sedangkan jika pada
empat minggu kedua disebut late responder.9

17
Pengobatan Inisial Tappering off alternate dose setiap bulan
Prednison Full Dose 0.4 mg/kg/hari selama 3 bulan
Prednison Alternate Dose 1.1 0.7 0.3
4 minggu 4 minggu mg/kg/hari mg/kg/hari mg/kg/hari

Remisi (+)
Proteinuria (-) Remisi (+) 4 minggu 4 minggu 4 minggu
Edema (-)
Early responder Late Responder

Remisi (-) STOP


Resisten steroid
V
Terapi IMunosupresan
Pengobatan Relaps Remisi
Prednison Full Dose Prednison Alternate Dose

Minimal 2 minggu; Maksimal 4 minggu 4 Minggu


Gambar 6. Skema pengobatan inisial dan relaps pada sindrom nefrotik9

2.7.2.2 Pengobatan SN Relaps


Pengobatan SN relaps yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai
remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4
minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi
tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya,
biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7
hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan
relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis
relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.

2.7.2.3 Pengobatan SN Relaps Sering atau Dependen Steroid


Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)
Selain itu, perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang
telinga tengah, atau kecacingan.

18
Gambar 7. Diagram pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid2

Pengobatan Relaps Sering Remisi


dnison Full Dose Prednison Alternate Dos

Minimal 2 minggu + CPA ORAL


8 Minggu

Pengobatan Steroid Depende


Prednison Alternate Dose
Remisi 1.5 1.3 1.1 0.9 0.7 0.5
Prednison Full Dose mg/kg/hari mg/kg/hari mg/kg/hari mg/kg/hari mg/kg/hari mg/kg/hari

Minimal 2 minggu +
CPA PULSE 4 minggu 4 minggu 4 minggu 4 minggu 4 minggu 4 minggu
6 Bulan
Prednison Alternate Dose
Remisi 1.5
Prednison Full Dose Remisi mg/kg/hari
tapering off
Minimal 2 minggu +
CPA ORAL 12 minggu
12 minggu

Gambar 7. Pengobatan SN relaps sering dan dependen steroid dengan


CPA9

2.7.2.4 Pengobatan SN Resisten Steroid


Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum
memuaskan. Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan

19
biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi
anatomi mempengaruhi prognosis.
1. Siklofosfamid (CPA) Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan
dapat menimbulkan remisi.16 Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi
dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi
karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada
pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau
menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin.
2. Siklosporin (CyA) Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat
menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada
13%.18 Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis,
hipertrofi gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi
tubulointerstisial. Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan
terhadap: Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL
Kadar kreatinin darah berkala. Biopsi ginjal setiap 2 tahun3. Penggunaan CyA
pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi karena
harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif.

2.8 Prognosis
Penentuan prognosis dilakukan dengan penilaian respon terhadap steroid,
60-80% dari sindrom nefrotik sensitif steroid akan mengalami relaps dan 60%
dari itu akan mengalami 5 kali atau lebih relaps. Usia onset lebih dari 4 tahun dan
remisi 7-9 hari pada saat terapi steroid dan tidak adanya mikrohematuria di
perkirakan akan mengalami relaps yang lebih sedikit. Pada penelitian dari 398
anak, proporsi untuk tidak mengalami relaps meningkat dari 44% pada usia 1
tahun, 69% pada usia 5 tahun dan 84% pada usia 10 tahun.6

20
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : FJF
Umur : 6 tahun 9 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal lahir : 24 Agustus 2012
Agama : Islam
Nama ayah : Tn. MB
Pekerjaan ayah : Wiraswasta
Nama Ibu : Ny.
Alamat : Pakan Sinayan Kamang Mudiak, Kamang Magek, Agam,
Sumatra Barat
Tanggal Masuk : 27 Mei 2019
No.Rekam medis : 455992

3.2. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dari Ibu kandung pasien dan rekam medis (alloanamnesis)
Seorang anak laki-laki usia 6 tahun 9 bulan dirawat di bangsal anak RSUD dr.
Achmad Muchtar Bukittinggi pada tanggal 27 Meil 2019 dengan :

A. Keluhan Utama
Pasien sudah dikenal sindroma nefrotik resisten steroid persiapan kemoterapi.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


 Wajah, badan, dan ekstremiras tidak sembab.
 Buang air kecil jumlah cukup, frekuensi 5-6x sehari, warna biasa, tidak
berpasir, nyeri saat buang air kecil tidak ada.
 Demam tidak ada.
 Batuk pilek tidak ada.
 Nyeri tenggorok tidak ada.

21
 Mual muntah tidak ada.
 Nyeri perut tidak ada.
 Riwayat penyakit kulit sebelumnya tidak ada.
 Sesak napas tidak ada, kejang tidak ada.
 Nafsu makan biasa, anak makan 3x sehari menghabiskan 1 porsi.
 Buang air besar warna, konsistensi dan frekuensi biasa.
 Anak didiagnosa dengan sindrom nefrotik sejak bulan Juni 2018. Saat itu
pasien mengalami keluhan sembab di wajah, dan kelopak mata, kemudian
menyebar ke perut dan kedua tungkai. Anak mendapatkan terapi
prednisone.

C.Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak ada riwayat sakit ginjal sebelumnya
 Tidak ada riwayat sakit jantung sebelumnya
 Tidak ada riwayat sakit paru sebelumnya
 Tidak ada riwayat keganasan sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga menderita keluhan sembab pada seluruh tubuh
dan keluhan buang air kecil berwarna kemerehan.
 Tidak ada anggota keluarga menderita penyakit ginjal

E. Riwayat Persalinan
 Lama hamil : Cukup bulan (39-40 minggu)
 Cara lahir : Spontan
 Ditolong oleh : Dokter
 Berat lahir : 3.100 g
 Panjang lahir : 48 cm
 Saat lahir : Langsung menangis kuat
 Kesan : Riwayat persalinan normal, cukup bulan
F. Riwayat Makanan dan Minuman

22
 Bayi: ASI umur 0-2 tahun
Susu formula 4 bulan – 4 tahun
Nasi tim umur 6 bulan – 4 tahun
Nasi biasa umur 12 bulan-sekarang
 Anak: Makanan utama 3x/hari, menghabiskan 1 porsi keluarga
Ikan 1x seminggu
Telur 4x seminggu
Daging 4x seminggu
Sayur 7x seminggu
Buah 3x seminggu
Kesan: kualitas dan kuantitas makanan cukup

G. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar (Umur) Booster (Umur)
BCG 2 bulan -
DPT 1 2 bulan -
2 4 bulan -
3 6 bulan -
Polio 1 2 bulan -
2 4 bulan -
3 6 bulan -
Hepatitis B 1 Saat lahir -
2 1 bulan -
3 6 bulan -
Haemofilus influenza B 1 - -
2 - -
3 - -
Campak - -
Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

H. Riwayat Tumbuh Kembang


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Umur
Tertawa 1 bulan
Miring 3 bulan
Tengkurap 7 bulan
Duduk 8 bulan
Merangkak 10 bulan
Berdiri 12 bulan
Lari 18 bulan
Gigi pertama 8 bulan
Bicara 18 bulan

23
Membaca 5 tahun
Berhitung 6 tahun
Prestasi di sekolah Baik
Riwayat Gangguan Perkembangan Mental Umur
Isap jempol -
Gigit kuku -
Sering mimpi -
Mengompol -
Aktif sekali -
Apatik -
Membangkang -
Ketakutan -
Pergaulan jelek -
Kesukaran belajar -
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal sesuai usia.

Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Tn. MB Ny.MW
Umur 35 tahun 30 tahun
Pendidikan D3 D3
Pekerjaan Wiraswasta IRT
Penghasilan Rp2.500.000,- -
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada

No. Saudara Kandung Umur Keadaan Sekarang


1 Pasien 6 tahun Pasien
2
3

I. Riwayat Perumahan dan Lingkungan


 Rumah tempat tinggal : Rumah permanen
 Sumber air minum : PDAM, Air dimasak sendiri
 Jamban : Di dalam rumah
 Pekarangan : Luas
 Sampah : Dibuang ke TPA
 Kesan : Higiene dan sanitasi baik

3.3. PEMERIKSAAN FISIK (04-04-2019)

24
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Frekuensi nadi : 120x/menit
Frekuensi napas : 18x/menit
Suhu : 36,7ºC
BB : 3 kg
TB : 122,5 cm
BB/U : 136%
TB/U : 102%
BB/TB : 136%
Status gizi : gizi lebih
Ikterus : tidak ada
Anemia : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Kulit : teraba hangat
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : bulat, simteris, rambut hitam tidak mudah dicabut
Wajah : tidak tampak sembab
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada, tidak ditemukan kelainan
Tenggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : mukosa mulut dan bibir basah
Leher : jvp 5-2 CmH20
Toraks
Paru : normochest, retraksi tidak ada
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada

25
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di LMCS RIC V
Perkusi : batas atas RIC II
batas kanan LSD
batas kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : irama reguler, bising jantung tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : bising usus positif normal
Punggung : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak ada kelainan
Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik,

3.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Hb 15,3 gram/dL 12- 15 gram/dL
Leukosit 9790/mm3 5.500 - 17.500 /mm3
Hematokrit 43,3 % 38-49%
Trombosit 445.000/mm3 150.000-450.000/mm3
Kesan : normal
Total Kolesterol - <200 mg/dL
Kesan : -
Pemeriksaan Faal Hepar
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Ureum 14,4 10-50
Kreatinin darah 0,44 0,8-1,3
Kalium - 3,5-5,1 Mmol/L
Klorida serum - 97-111 Mmol/L

26
Total Protein - 6,6 – 8,7 gr/dl
Albumin - 3,8 – 5,0 gr/dl
Globulin - 1,3 – 2,7 gr/dl
Bilirubin Total - 0,3 – 1 mg/dl
Bilirubin Direk - <0,2 mg/dl
Bilirubin Indirek - <0,6 mg/dl
SGOT - <38
SGPT - <41
Kesan : penurunan kreatinin darah
Pemeriksaan Urinalisis
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Warna Kuning Kuning-coklat
Kekeruhan Negatif Negatif
BJ 1,010 1,003-1,03
pH 6, 4,6-8
Mikroskopis
Leukosit -/ LPB <5/LPB
Eritrosit -/ LPB <1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Epitel + Positif
Kimia
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Positif
Kesan : dalam batas normal

3.5. DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik resistensi steroid

27
DIAGNOSIS BANDING

3.6. TATALAKSANA
 Batasi minum
 Prednison 3x6 ml tab AD (1,5mg/kg/hr)
 Cycloposphamid 500gram dalam NaCL 0,9% 250cc dalam 4 jam
 Simvastatin 1x10mg
 Calnic 2x cth 1/2

3.7 FOLLOW UP PASIEN


27/5/19 S/ Anak tidak tampak sembab
Demam tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK berbusa (-)

O/ Ku kesadaran TD HR RR T
sedang CMC 140/100 120 x/i 18 x/i 36,7 C
Wajah : tidak sembab
Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sclera ikterik
tidak ada.
Thoraks : Retraksi epigastrium tidak ada, Rh tidak ada
Abdomen: distensi (-) undulasi (-)
Ekstremitas : CRT < 2’, akral hangat

A/  Sindrom nefrotik resisten steroid

P/  MB nefrotik 1600 Kkal (1 gr garam, 50 gram protein)


 Prednison 1x6 mg AD (1,5mg/kg/hr)
 Cycloposphamid 500 mg dalam NaCL 0,9% 250cc
dalam 4 jam
 Simvastatin 1 x 1 mg
 Calnic 2x cth ½
28/5/19 S/ Anak tidak sembab
Demam tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK jumlah dan warna normal

O/ Ku kesadaran TD HR RR T
Sdg sadar 110/70 92 x/i 22 x/i 36.5 C
Wajah : sembab

28
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),
Thoraks : Retraksi epigastrium tidak ada, Rhonki tidak
ada wheezing tidak ada
Abdomen: distensi (-), undulasi (-)
Ekstremitas : CRT < 2’, edema pretibial tidak ada

A/  Sindrom nefrotik resisten steroid

 MB nefrotik 1600 Kkal (1 gr garam, 50 gram protein)


P/  Prednison 1x6 mg AD (1,5mg/kg/hr)
 Simvastatin 1x10mg
 Cycloposphamid 500 mg dalam NaCL 0,9% 250cc
dalam 4 jam
 Calnic 2x cth 1/2
 Pulang

29
BAB 4

DISKUSI

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun 9 bulan di rawat di Bangsal RSUD


Dr. Achmad Muchtar Bukittnggi tanggal 27 Mei 2019 dengan diagnosis kerja
sindrom nefrotik resisten steroid. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan anamnesis, pasien
sudah dikenal menderita sindrom nefrotik resisten steroid, dan sedang persiapan
untuk kemoterapi. tidak tampak sembab pada wajah. Anak didiagnosa dengan
sindrom nefrotik sejak bulan September 2018. Saat itu mengalami keluhan
sambab di wajah dan kelopak mata, kemudian menyebar ke perut dan kedua
tungkai. Anak mendapatkan terapi prednisone. Namun, keadaan hipoalbuminemia
dan proteinuria menetap setelah 3 bulan pengobatan dengan prednisone. Keluhan-
keluhan tersebut merupakan gejala dari sindrom nefrotik resisten steroid.
Sehingga tappering off prednisone, terapi CPA pulse sesuai protokol.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan sembab pada wajah pasien.
Edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik koloid plasma di dalam
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang instersisial. Meningkatnya permeabilitas kapiler
glomerulus menyebabkan albumin keluar yang menimbulkan albuminuria dan
hipoalbuminemia.
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kesan hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia. Proteinuria (-), kekeruhan urin negatif. Pada pasien sudah
bisa ditegakkan diagnosis sindrom nefrotik karena terdapat riwayat proteinuria
masif, edema, hiperkolesterolemia dan hipoalbuminemia. Menurut kepustakaan,
sindroma nefrotik ditegakkan apabila ditemukan gejala-gejala di antaranya,
proteinuria masif (≥2 dipstik), hipoalbuminemia < 2,5 mg/dl, edema, dapat
disertai hiperkolesteronemia > 200 mg/dl. Sindrom nefrotik yang terjadi saat ini
pada pasien merupakan kasus lanjutan karena sebelumnya pasien pernah
menderita penyakit ini dan telah ditatalaksana dengan protokol terapi untuk
sindrom nefrotik resisten steroid.

30
Pasien ditatalaksana Cycloposphamid 500mg. Pasien tetap diberikan
prednisone 1x6 mg AD tappering off, Siklofosfamid 500 mg, dan calnic 2 x cth
1/2 untuk tatalaksana sindrom nefrotik . Untuk mengontrol hiperkolesterolemia,
diberikan simvastatin 1x10mg.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta:


Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
2. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak Edisi 2. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2012.
3. Wirya IW. Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2004. h. 381-424
4. Pais Pand Avner FD. Syndrome Nephrotic in Nelson textbook of Pedriatic 19
th edition. Elsevier:USA. 2011.
5. ML Downie. Nephrotic syndrome in infants and children: pathophysiology
and management. Paediatrics and International Child Health; 2017 VOL. 37,
NO . 4, 248–258.
6. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. The Lancet
2003;362:629-39.
7. Dakshayani B. Predictors of frequent relapsing and steroid-dependent
nephritic syndrome in children. Turkish Archives of Pediatrics; 2018 VOL 53,
24-30.
8. Uwaezouke SN. Steroid-sensitive nephritic syndrome in children: triggers of
relapse and evolving hypotheses on pathogenesis. Italian Journal of Pediatric;
2015 VOL 41, 19.
9. Alatas H. Current updates in management of nephritic syndrome in children.
Sari Pediatri; 2015: 17(2): 155-62.

32

Anda mungkin juga menyukai