Oleh:
DILLA ARIYANI 1840312209
Preseptor
dr. Lydia Aswati, Sp A
1
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL….……............................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... 4
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 5
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 5
1.2. Batasan Masalah............................................................................... 6
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................. 6
1.4. Manfaat Penulisan............................................................................ 6
1.5. Metode Penulisan............................................................................. 6
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ……........................................................... 7
2.1. Definisi dan Epidemiologi……………………………………........ 7
2.2. Etiologi dan Klasifikasi….…………………………………........... 8
2.3. Patofisiologi…..…………………………………............................ 10
2.4. Manifestasi Klinis….……………………………………………... 12
2.5. Diagnosis………............................................................................. 13
2.6. Diagnosis Bandig…. ....................................................................... 14
2.7. Tatalaksana ..................................................................................... 14
2.8. Prognosis ......................................................................................... 20
BAB 3. LAPORAN KASUS ................................................................. 21
3.1. Identitas…….……………………………………………………... 21
3.2. Anamnesis………..……….…...………………………….............. 21
3.3. Pemeriksaan Fisik……….………………………………………... 25
3.4. Pemeriksaan Laboratorium………………………………………... 26
3.5. Diagnosis……… ….……………………………………………… 28
3.8. Tatalaksana.. ……………………………………………………… 28
3.8. Tatalaksana.. ……………………………………………………… 28
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN …………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
2
DAFTAR TABEL
Halaman
3
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
sindrom nefrotik dependen steroid yang dapat beresiko terhadap sepsis,
thrombosis, dislipidemia, dan malnutrisi.1,3
Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan
steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan
gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi sindrom
nefrotik lebih didasarkan pada respons klinik yaitu sindrom nefrotik sensitif
steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS).2
1.2 Batasan Masalah
Case report session ini membahas mengenai defenisi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari sindrom nefrotik.
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
dan penatalaksanaan dari sindrom nefrotik.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah pengetahuan penulis tentang sindrom nefrotik serta menjadi
tambahan ilmu bagi rekan-rekan dokter muda yang membaca.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan Case report session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan
literatur.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
prvovirus B19, hepatitis B, dan hepatitis C. Data epidemiologi juga menyebutkan
bahwa 80% pasien dengan sindrom nefrotik menunjukkan gambaran kelainan
minimal (SNKM) yang ditandai oleh histologi ginjal normal pada mikroskop
cahaya. 4
Usia pasien saat tampilan awal muncul berguna dalam menilai etiologi
yang mendasari. Sindrom nefrotik yang muncul pada tiga bulan pertama
kehidupan (sindrom nefrotik kongenital) mungkin merupakan sekunder terhadap
infeksi intrauterine seperti penyakit sifilis kongenital, toksoplasmosis, dan
sitomegalovirus. Onset gejala pasien dengan SNKM yaitu diantara 2-6 tahun dan
selain itu 30% remaja juga menunjukkan gambaran SNKM. Focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS) dapat terjadi saat berusia di bawah 8 tahun sedangkan
membranoproliferative glomerulonephritis biasanya terjadi terlihat pada anak
yang lebih tua dan remaja.4
8
daripada gambaran PA, akhirnya pembagian klasifikasikan menjadi sindrom
nerotik sensitif steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
Remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu
Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
Tidak terjadi remisi pada pengobatan prednnison dosis penuh (full dose)
2mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
Sindrom nefrotik dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit
sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab.
Etiologi sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi4
Tabel 2.1 Etiologi sindrom nefrotik pada anak4
Genetik
Sindrom nefrotik (tipikal)
Sindrom nefrotik congenital
Focal segmental glumorulosclerosis
Sclerosis mesangial difus
Proteinuria dengan atau tanpa sindrom nefotik
Nail-patella Syndrome
Alport Syndrom
Multisystem syndromes dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Galloway-Mowat Syndrom
Charcot
Jeune syndrome
Cockayne Syndrome
Laurenca-Moon-Biedl-Baret Syndrome
Kelainan Metabolik dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Alagille syndrome
Defisiensi antitrypsin
Fabry disease
Glutaric academia
Glycogen strorage disease
Huler syndrome
Lipoprotein disorders
Mitochondrial cytopathies
Sickle cell disease
Sindrom nefrotik idiopatik
Minimal change disease
Focal segmental glumeruloslerosis
Membranous nephropathy
Penyebab sekunder
Infeksi
Hepatitis B, C
HIV-1
9
Malaria
Sypilis
Toxoplasmosis
Obat-obatan
Penisillamine
Emas
OAINS
Pamidronate
Interferon
Mercury
Heroin
Lithium
Imunologi dan alergi
Castlesman disease
Kimura disease
Sengatan lebah
Alergi makanan
Keganasan
Limfoma
Leukemia
Hiperfiltrasi Glomerulus
Oligomeganephronia
Morbid obesity
Adaptation to nephron reduction
Sumber : Nelson Pediatrics Textbook
2.3 Patofisiologi
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah
proteinuria yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi
dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding
kapiler. Ada teori lain yang menyebutkan gangguan ini disebabkan defek pada
podosit dan sawar filtrasi glomerular. Sel podosit memiliki kemampuan terbatas
dalam membelah dan beregenerasi serta rentan terkena injuri. Kerusakan sel
podosit yang luas dapat menyebabkan kerusakan glomerular yang irreversible,
dan kehilangan >20 % dari podosit dapat berkembang menjadi glomerulosclerosis
dan gangguan fungsi ginjal yang progresif.5
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori
underfilled dan teori overfill. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema
terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein
melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma,
10
yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan
intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan
perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron,
yang merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume
intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi
penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka
cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial
sehingga memperberat edema.
Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena
mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas
kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra
renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema
yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial.
11
Gambar 2. Teori overfill
Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak
terdapat pada semua penderita sindrom nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di
pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume
plasma yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.
Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida akibat 2 faktor.
Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis protein di hati termasuk
lipoprotein. Kedua, kataboolisme lemak terganggu sebagai akibat dari penurunan
kadar lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang memecah lemak di plasma
darah). 4
12
Seringkali cairan yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi
sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat malam cairan terakumulasi di
tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang hari cairan terakumulasi
dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri.
Pada anak tekanan darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun
sekali saat berdiri (orthostatic hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi.
Produksi urin dapat menurun dan renal faillure dapat terjadi jika terjadi kebocoran
cairan dari dalam pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke ginjal
berkurang. Biasanya renal failure dengan kurangnya produksi urin terjadi tiba-
tiba.
Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta
anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang. Diare sering
dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya bukan berkaitang
dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus.
Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis protein yang
meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan
atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut. 2
Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi
psikososial yang merupakan akibat stess nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang.
2.5 Diagnosis
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi
13
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pada analisa urin didapatkan proteinuria masif (>2+), rasio albumin
kreatinin urin >2 dan dapat disertain hematuria. Pada pemeriksaan darah
didapatkan hipolbuminemia (<2,5 g/dL), hiperkolesterolemia (>200 mg/dl) dan
laju endap darah yang meingkat. Kadar ureumdan kreatinin umumnya normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal.1
14
2.7.1.1 Diet
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.2
2.7.1.2 Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi
karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan
mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik
untuk mengatasi edema tampak pada Gambar 2.
15
Gambar 3. Algoritma pemberian diuretik.2
2.7.1.3 Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/ kgbb/
hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah
obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated
polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan
vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak
dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
pneumokokus dan varisela.2
2.7.2 Pengobatan dengan Kortikosteroid
16
2.7.2.1 Terapi Inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison
60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis
terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat
badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose)
inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)
Stop
Mg 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi Remisi
Gambar 5. Protokol pengobatan sindrom nefrotik
CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3
hari berturut turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari3
Namun berdasarkan literatur Kidney Disease Improving Global Outcome
(KDIGO) tahun 2013, mendapatkan jika pemberian steroid hanya 8 minggu, maka
akan terlalu banyak kasus yang mengalami relaps setelah pengobatan selesai.
Oleh karena itu, batasan resisten diperpanjang menjadi 8 minggu. Apabila pasien
remisi pada empat minggu pertama disebut early responder sedangkan jika pada
empat minggu kedua disebut late responder.9
17
Pengobatan Inisial Tappering off alternate dose setiap bulan
Prednison Full Dose 0.4 mg/kg/hari selama 3 bulan
Prednison Alternate Dose 1.1 0.7 0.3
4 minggu 4 minggu mg/kg/hari mg/kg/hari mg/kg/hari
Remisi (+)
Proteinuria (-) Remisi (+) 4 minggu 4 minggu 4 minggu
Edema (-)
Early responder Late Responder
18
Gambar 7. Diagram pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid2
Minimal 2 minggu +
CPA PULSE 4 minggu 4 minggu 4 minggu 4 minggu 4 minggu 4 minggu
6 Bulan
Prednison Alternate Dose
Remisi 1.5
Prednison Full Dose Remisi mg/kg/hari
tapering off
Minimal 2 minggu +
CPA ORAL 12 minggu
12 minggu
19
biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi
anatomi mempengaruhi prognosis.
1. Siklofosfamid (CPA) Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan
dapat menimbulkan remisi.16 Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi
dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi
karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada
pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau
menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin.
2. Siklosporin (CyA) Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat
menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada
13%.18 Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis,
hipertrofi gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi
tubulointerstisial. Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan
terhadap: Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL
Kadar kreatinin darah berkala. Biopsi ginjal setiap 2 tahun3. Penggunaan CyA
pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi karena
harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif.
2.8 Prognosis
Penentuan prognosis dilakukan dengan penilaian respon terhadap steroid,
60-80% dari sindrom nefrotik sensitif steroid akan mengalami relaps dan 60%
dari itu akan mengalami 5 kali atau lebih relaps. Usia onset lebih dari 4 tahun dan
remisi 7-9 hari pada saat terapi steroid dan tidak adanya mikrohematuria di
perkirakan akan mengalami relaps yang lebih sedikit. Pada penelitian dari 398
anak, proporsi untuk tidak mengalami relaps meningkat dari 44% pada usia 1
tahun, 69% pada usia 5 tahun dan 84% pada usia 10 tahun.6
20
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.2. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dari Ibu kandung pasien dan rekam medis (alloanamnesis)
Seorang anak laki-laki usia 6 tahun 9 bulan dirawat di bangsal anak RSUD dr.
Achmad Muchtar Bukittinggi pada tanggal 27 Meil 2019 dengan :
A. Keluhan Utama
Pasien sudah dikenal sindroma nefrotik resisten steroid persiapan kemoterapi.
21
Mual muntah tidak ada.
Nyeri perut tidak ada.
Riwayat penyakit kulit sebelumnya tidak ada.
Sesak napas tidak ada, kejang tidak ada.
Nafsu makan biasa, anak makan 3x sehari menghabiskan 1 porsi.
Buang air besar warna, konsistensi dan frekuensi biasa.
Anak didiagnosa dengan sindrom nefrotik sejak bulan Juni 2018. Saat itu
pasien mengalami keluhan sembab di wajah, dan kelopak mata, kemudian
menyebar ke perut dan kedua tungkai. Anak mendapatkan terapi
prednisone.
E. Riwayat Persalinan
Lama hamil : Cukup bulan (39-40 minggu)
Cara lahir : Spontan
Ditolong oleh : Dokter
Berat lahir : 3.100 g
Panjang lahir : 48 cm
Saat lahir : Langsung menangis kuat
Kesan : Riwayat persalinan normal, cukup bulan
F. Riwayat Makanan dan Minuman
22
Bayi: ASI umur 0-2 tahun
Susu formula 4 bulan – 4 tahun
Nasi tim umur 6 bulan – 4 tahun
Nasi biasa umur 12 bulan-sekarang
Anak: Makanan utama 3x/hari, menghabiskan 1 porsi keluarga
Ikan 1x seminggu
Telur 4x seminggu
Daging 4x seminggu
Sayur 7x seminggu
Buah 3x seminggu
Kesan: kualitas dan kuantitas makanan cukup
G. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar (Umur) Booster (Umur)
BCG 2 bulan -
DPT 1 2 bulan -
2 4 bulan -
3 6 bulan -
Polio 1 2 bulan -
2 4 bulan -
3 6 bulan -
Hepatitis B 1 Saat lahir -
2 1 bulan -
3 6 bulan -
Haemofilus influenza B 1 - -
2 - -
3 - -
Campak - -
Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia
23
Membaca 5 tahun
Berhitung 6 tahun
Prestasi di sekolah Baik
Riwayat Gangguan Perkembangan Mental Umur
Isap jempol -
Gigit kuku -
Sering mimpi -
Mengompol -
Aktif sekali -
Apatik -
Membangkang -
Ketakutan -
Pergaulan jelek -
Kesukaran belajar -
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal sesuai usia.
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Tn. MB Ny.MW
Umur 35 tahun 30 tahun
Pendidikan D3 D3
Pekerjaan Wiraswasta IRT
Penghasilan Rp2.500.000,- -
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada
24
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Frekuensi nadi : 120x/menit
Frekuensi napas : 18x/menit
Suhu : 36,7ºC
BB : 3 kg
TB : 122,5 cm
BB/U : 136%
TB/U : 102%
BB/TB : 136%
Status gizi : gizi lebih
Ikterus : tidak ada
Anemia : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Kulit : teraba hangat
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : bulat, simteris, rambut hitam tidak mudah dicabut
Wajah : tidak tampak sembab
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik,
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada, tidak ditemukan kelainan
Tenggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : mukosa mulut dan bibir basah
Leher : jvp 5-2 CmH20
Toraks
Paru : normochest, retraksi tidak ada
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada
25
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di LMCS RIC V
Perkusi : batas atas RIC II
batas kanan LSD
batas kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : irama reguler, bising jantung tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : bising usus positif normal
Punggung : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak ada kelainan
Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik,
26
Total Protein - 6,6 – 8,7 gr/dl
Albumin - 3,8 – 5,0 gr/dl
Globulin - 1,3 – 2,7 gr/dl
Bilirubin Total - 0,3 – 1 mg/dl
Bilirubin Direk - <0,2 mg/dl
Bilirubin Indirek - <0,6 mg/dl
SGOT - <38
SGPT - <41
Kesan : penurunan kreatinin darah
Pemeriksaan Urinalisis
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Warna Kuning Kuning-coklat
Kekeruhan Negatif Negatif
BJ 1,010 1,003-1,03
pH 6, 4,6-8
Mikroskopis
Leukosit -/ LPB <5/LPB
Eritrosit -/ LPB <1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Epitel + Positif
Kimia
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Positif
Kesan : dalam batas normal
3.5. DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik resistensi steroid
27
DIAGNOSIS BANDING
3.6. TATALAKSANA
Batasi minum
Prednison 3x6 ml tab AD (1,5mg/kg/hr)
Cycloposphamid 500gram dalam NaCL 0,9% 250cc dalam 4 jam
Simvastatin 1x10mg
Calnic 2x cth 1/2
O/ Ku kesadaran TD HR RR T
sedang CMC 140/100 120 x/i 18 x/i 36,7 C
Wajah : tidak sembab
Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sclera ikterik
tidak ada.
Thoraks : Retraksi epigastrium tidak ada, Rh tidak ada
Abdomen: distensi (-) undulasi (-)
Ekstremitas : CRT < 2’, akral hangat
O/ Ku kesadaran TD HR RR T
Sdg sadar 110/70 92 x/i 22 x/i 36.5 C
Wajah : sembab
28
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),
Thoraks : Retraksi epigastrium tidak ada, Rhonki tidak
ada wheezing tidak ada
Abdomen: distensi (-), undulasi (-)
Ekstremitas : CRT < 2’, edema pretibial tidak ada
29
BAB 4
DISKUSI
30
Pasien ditatalaksana Cycloposphamid 500mg. Pasien tetap diberikan
prednisone 1x6 mg AD tappering off, Siklofosfamid 500 mg, dan calnic 2 x cth
1/2 untuk tatalaksana sindrom nefrotik . Untuk mengontrol hiperkolesterolemia,
diberikan simvastatin 1x10mg.
31
DAFTAR PUSTAKA
32