Anda di halaman 1dari 84

MORGAN’S FLUID

MANAGEMENT & BLOOD


COMPONENT THERAPY

Ayu Sastinawati
111 2016 2019

Pembimbing:
dr. KARTIKA HANDAYANI, M.Kes, Sp. An
EVALUASI VOLUME INTRAVASKULAR

Riwayat Pemeriksaan
Umum Pasien Fisik

Hasil
Laboratorium
RIWAYAT PASIEN
• Mencari tahu intake oral yang terakhir
• Adanya mual muntah yang persisten
• Riwayat sedot lambung
• Kehilangan darah atau adanya luka parah
• Ada tidaknya pemberian cairan sebelumnya
• Riwayat hemodialisa terakhir jika pasien mengidap gangguan
ginjal.
PEMERIKSAAN FISIK
Indikasi terjadinya hipovolemia antara lain :
 Turgor kulit yang terganggu
 Membran mukosa yang kering
 Nadi perifer yang melemah
 Meningkatnya detak jantung saat istirahat dan penurunan
tekanan darah
 Detak jantung dan tekanan darah ortostatik
 Penurunan laju aliran kemih
Tanda Kehilangan Cairan (Hipovolemia)
Kehilangan Cairan (Ditunjukkan dalam persentase berat badan)
Tanda
5% 10% 15%
Membran mukosa Kering Sangat Kering Kering Sekali
Kesadaran Normal Letargi Tidak sadar

Perubahan ortostatik Ada


Denyut jantung Tidak ada Ada >15 kali/menit
Tekanan Darah >10 mmHg

Urinary Flow Rate Sedikit berkurang Berkurang Banyak berkurang

Normal atau Sangat meningkat


Denyut nadi Meningkat >100x/menit
meningkat >120x/menit

Sedikit menurun dengan


Tekanan Darah Normal Menurun
variasi respirasi
EVALUASI LABORATORIUM
Untuk menunjukkan volume intravaskular dan keadekuatan
perfusi jaringan :
• Hematocrit
• pH arteri
• Osmolaritas urin
• Konsentrasi natrium dan klorida urin
• Serum natrium
• Rasio kreatinin-nitrogen urea darah (BUN)
Tanda dehidrasi pada pemeriksaan
laboratorium
• Hematocrit dan hemoglobin yang meningkat
• Asidosis metabolic yang progresif (termasuk asidosis laktat)
• BJ urin >1,010
• Natrium urin <10meq/L
• Osmolalitas urin >450 mosm/L
• Hypernatremia
• Rasio bun-kreatinin >10:1.

Hb dan hematocrit biasanya tidak berubah pada pasien


hypovolemia akut sekunder.
EVALUASI LABORATORIUM

• Vena cava yang kolaps atau


rongga jantung yang tidak terisi
Ultrasonografi sempurna

• Volume yang berlebih


meningkatkan pembuluh darah
Radiografis pulmoner dan tanda intertisial
(Kerley ‘’B’’ Lines), infiltrate alveolar
difus, atau keduanya.
PENGUKURAN HEMODINAMIK

Tekanan Oklusi Arteri Pulmonal (PAOP) < dari


8 mmHg → hypovolemia dengan ventikel kiri
normal

Nilai < dari 15 mmHg → hypovolemia


dengan ventrikel yang kurang baik

PAOP > dari 18 mmHg dan dapat


meningkat serta mempengaruhi volume
overload ventrikel kiri
Variasi Stroke Volume (SVV) dihitung sebagai berikut:

SVV=SVmax – SVmin/SVmean

• SVV yang normal adalah <10-15% pada pasien dengan


ventilasi terkontrol

• Pasien dengan derajat SVV yang lebih berat lebih berespon


terhadap terapi cairan.
CAIRAN INTRAVENA

Larutan Kristaloid Larutan Koloid

Berisi zat dengan berat molekul


Larutan ion (garam) dengan
tinggi seperti protein atau
atau tanpa glukosa
glukosa polimer besar.

Lebih cepat menyeimbangkan Membantu mengatur tekanan


dan mendistribusikan cairan onkotik koloid untuk
melewati ruang ekstraseluler intravaskular
Secara umum dapat disimpulkan :

• Kristaloid dalam jumlah yang tepat sama efektifnya dengan koloid


untuk mengembalikan volume intravaskular.

• Mengganti deficit volume intravaskuler dengan kristaloid butuh tiga


sampai empat kali lebih banyak dari koloid.

• Pasien bedah dapat memilki deficit cairan ekstraseluler melebihi


deficit cairan intravaskular

• Defisit cairan intravaskular yang berat dapat lebih cepat dikoreksi


dengan larutan koloid.

• Penanganan segera dengan kristaloid dalam jumlah besar (>4-5 L)


kadang berhubungan dengan edema jaringan.
LARUTAN KRISTALOID

Cairan resusitasi awal pada pasien dengan :


• Syok hemoragik
• Sepsis
• Luka bakar
• Trauma kapitis
• Pasien yang menjalani plasmaferesis dan reseksi hepar.
Waktu paruh → dalam pembuluh darah adalah 20-30 menit
• Larutan hipotonis → tekanan osmotik < cairan tubuh

• Larutan isotonis → tekanan osmotik = cairan tubuh

• Larutan hipertonis → tekanan osmotik > cairan tubuh

• Glukosa → untuk menjaga tonisitas atau mencegah ketosis


dan hipoglikemia karena puasa.

• Anak-anak →hipoglikema (<50mg/dL) setelah puasa 4-8 jam.


RINGER LAKTAT

cairan yang
hilang selama larutan kristaloid
cairan isotonis
proses isotonis
intraoperative

larutan saline
Ringer Laktat atau larutan
atau PlasmaLyte kristaloid elektrolit
seimbang
NORMAL SALINE
Normal Saline >>
• Menyebabkan asidosis metabolic
hiperkloremik → kandungan klorida yang
tinggi dan sedikit bikarbonat.
• Menyebabkan Acute Kidney Injury
Perioperatif → Kristaloid tinggi klorida

Normal saline adalah cairan yang lebih


direkomendasikan untuk:
• Alkalosis metabolic hipokloremik
• Untuk mengencerkan darah sebelum
transfuse.
DEXTROSE 5%
Dekstrose 5% (D5%)
digunakan sebagai :
• Pengganti defisit air
• Untuk maintenance cairan
pada pasien dengan retriksi
natrium.
Komposisi Plasma, Nacl 0,9%, Dan Kristaloid
Lainnya
Plasma NaCl Ringer Ringer Plasma Plasmalyte A Sterofundin/
Hartmann
Manusia 0,9% Laktat Asetat Lyte 148 pH 7,4 RingerFundin

Osmolalitas (mOsm/L) 275-295 308 278 273, 276 295 295 309

pH 7.35-7.45 4.5-7 5.0-7.0 6.0-7.5 6.0-8.0 4.0-8.0 7.4 5.1-5.9

Natrium (mmol/L) 135-145 154 131 130 130 140 40 145


Klorida (mmol/L) 94-111 154 111 109 112 98 98 127
Kalium (mmol/L) 3.5-5.3 0 5 4 5 5 5 4
Kalsium (mmol/L) 2.2-2.6 0 2 1.4 1 0 0 2.5

Magnesium (mmol/L) 0.5-1.0 0 0 0 1 1.5 1.5 1

Bikarbonat (mmol/L) 24-32

Asetat (mmol/L) 1 0 0 0 27 27 27 24
Laktat (mmol/L) 1-2 0 29 28 0 0 0 0

Glukonat (mmol/L) 0 0 0 0 0 23 23 0

Maleat (mmol/L) 0 0 0 0 0 5

1.21:1 s/d
Rasio NaCl 1:1 1.18:1 1,19:1 1.16:1 1.43:1 1.43:1 1.14:1
1.54:1
LARUTAN KOLOID

• Aktivitas osmotik dari zat dengan berat molekul tinggi pada


koloid berguna untuk mempertahankan cairan ini tetap di
intravaskular.

• Koloid memilki waktu paruh antara 3-6 jam.


Indikasi Penggunaan Koloid

 Resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan


intravaskular sebelum diberikan tranfusi darah.

 Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau kondisi


kehilangan protein berat seperti luka bakar.

 Pada pasien luka bakar, koloid tidak termasuk protokol


resusitasi awal, tapi tetap bisa menjadi pilihan pada luka
bakar yang luas dengan prosedur operatif lanjutan.
• Penggunaan kristaloid dan koloid untuk menganti cairan 3-4 L
sebelum transfusi.

• Koloid diberikan dalam saline (Cl- 145-154 mEq/L) →


menyebabkan Asidosis metabolic hiperkloremik

• Pemeliharaan kebutuhan cairan → cairan kristaloid

• Kehilangan darah → larutan koloid (termasuk produk darah).


Beberapa cairan koloid

• Koloid derivate-darah termasuk albumin (5% dan 25%) dan


fraksi protein plasma (5%)

• Koloid Sintetis
• Gelatins(Gelofusine)
• Dextran (Dextran 70 & 40)
• HES (Hydroxyethyl starch)
ALBUMIN
• Dipanaskan sampai 600C paling
tidak selama 10 jam untuk
meminimalisir risiko penularan
hepatitis dan penyakit viral
lainnya.
• Menghitung kebutuhan albumin :
𝐴𝑙𝑏𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡−𝐴𝐿𝑏𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑠𝑘𝑟𝑔 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 40 𝑥 2

100
• Nilai normal albumin : 3,5 – 4,5
gr/dl
FRAKSI PROTEIN PLASMA
• Fraksi protein plasma berisi
alfa dan beta globulin
sebagai tambahan untuk
albumin
• Menghasilkan hipotensi
reaksi alergi.
GELOFUSINE
• Gelatin (mis. Gelofusine)
berhubungan dengan reaksi
alergi histaminergik dan tidak
tersedia di Amerika Serikat.
DEXTRAN
• Merupakan kompleks polisakarida → dextran 70
(Macrodex) dan dextran 40 (rheomacrodex),
• Berat molekul masing-masing 70.000 dan 40.000.
• Untuk ↑ volume, untuk ↓ viskositas darah, faktor
antigen von Willebrand, adhesi platelet, dan
aggregasi sel darah merah.
• Microsurgery → ↑ aliran mikrosirkulasi dan ↓
terbentuknya mikrotrombus.
• Infus > 20mL/kg/hari dapat mengganggu darah,
memperpanjang waktu perdarahan, dan dapat
menyebabkan komplikasi perdarahan.
• Kontraindikasi → penyakit ginjal atau berisiko acute
kidney injury.
• Dapat terjadinya reaksi anafilaktoid dan anafilaktik.
HES
• Di beberapa negara ada beberapa jenis bentuk
yang tersedia dengan konsentrasi 6-10%, berat
molekul 200-670 dan derajat substitusi molarnya
antara 0.4 – 0.7
• Molekul yang lebih kecil dikeluarkan oleh ginjal
dan lebih besar harus dipecah oleh amylase.
• Jarang terjadi reaksi alergi
• Dapat ↓ kadar antigen factor von Willebrand,
memperpanjang prothrombin time dan dikaitkan
dengan komplikasi hemoragik.
• Berpotensi nefrotoksik
• Kontraindikasi → yang berisiko acute kidney
injury, termasuk lansia, sakit parah, atau riwayat
penyakit ginjal.
TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Penggantian kehilangan yang normal (kebutuhan


pemeliharaan)

Defisit cairan sebelumnya

Luka saat pembedahan dapat menyebabkan kehilangan


darah.
Kebutuhan Maintenance Cairan Normal

intake oral yang tidak adekuat

terjadi defisit cairan dan elektrolit secara cepat

kehilangan cairan
akibat sekresi yang tidak
berkeringat
pengeluaran urin gastrointestinal disadari dari paru
dan kulit
Perkiraan kebutuhan cairan

Misal: kebutuhan cairan untuk anak dengan berat badan 25 kg?


Jawaban: 40+20+5 = 65 mL/jam
Defisit Cairan Awal
• Defisit cairan → mengalikan kebutuhan maintenance normal
dengan seberapa lama ia puasa.
• Untuk rerata pasien 70 kg yang berpuasa selama 8 jam maka
perhitungannya adalah
(40+20+50) ml/jam x 8 jam puasa atau 880 mL.
Defisit Cairan Awal
Peningkatan
Kehilangan cairan Kehilangan akibat kehilangan yang
abnormal sequestrasi tidak disadari
(insensible)
• Perdarahan • Jaringan yang • Hiperventilasi
preoperatif trauma atau • Demam
• Muntah infeksi • Keringat
• Suction • Pembentukan
nasogastrik hematoma
• Diuresis • Asites
• Diare
Elektrolit Dari Cairan Tubuh
Cairan Na (mEq/L) K (mEq/L) Cl (mEq/L) HCO3 (mEq/L)

Keringat 30-50 5 45-55


Saliva 2-40 10-30 6-30 30

Asam Lambung
Keasaman tinggi 10-30 5-40 80-150
Keasaman rendah 70-140 5-40 55-95 5-25

Sekresi Pankreas 115-180 5 55-95 60-110

Sekresi Bilier 130-160 5 90-120 30-40


Cairan ileum 40-135 5-30 20-40 20-30
Feses Diare 20-160 10-40 30-120 30-50
KEHILANGAN DARAH
• Metode yang paling sering digunakan dengan menghitung
melalui wadah suction dan estimasi visual yakni :
• Kasa berukuran 4x4 → menampung 10 mL darah
• Laparotomy pad bisa sampai 100-150 mL.

• Untuk lebih akurat → kasa atau pad-nya ditimbang sebelum


dan sesudah operasi.
KEHILANGAN CAIRAN LAINNYA

• Evaporasi (penguapan) → luka yang luas khususnya luka


bakar

• Redistribusi internal cairan atau disebut juga ruang ketiga →


perpindahan cairan masif dan kekurangan cairan
intravaskular yang parah pada pasien peritonitis, luka bakar
dan situasi serupa yang ditandai dengan jaringan yang
inflamasi dan terinfeksi.

.
Jaringan yang trauma, inflamasi dan terinfeksi

kehilangan cairan sequester dalam jumlah besar


dalam rongga intertisiel dan berpindah ke lapisan
serosa (asites) atau lumen usus

Perpindahan cairan intravaskular ke ruang intertisiel


(edema)

perpindahan cairan protein bebas melewati barrier


pembuluh darah ke ruang intertisiel diperparah oleh
hipervolemia
perubahan patologis dari barrier pembuluh darah ini
sehingga meyebabkan cairan kaya-protein ini
berpindah
PENGGANTIAN CAIRAN INTAOPERATIF

• Pilihan cairan untuk terapinya tergantung dari prosedur


pembedahan dan perkiraan kehilangan darahnya.
• Operasi-operasi minor dengan minimal/tanpa perdarahan →
kadang tidak diberikan cairan
• Balans kristaloid seperti Ringer Laktat atau Plasmalyte
digunakan sebagai maintenance.
GOAL-DIRECTED FLUID THERAPY
• Konsep Goal-Directed Fluid Therapy (GDFT) pertama kali
diteliti pada tahun 1983 oleh Shoemaker dan rekannya.
• Konsep GDFT menggunakan variabel hemodinamik :
• stroke volume
• curah jantung (cardiac output)
• cardiac index
• MAP (mean arterial blood pressure) untuk menentukan
respon volume dan cairan via bolus.
MENGGANTI DARAH YANG HILANG

• Kehilangan darah → diganti sejumlah kristaloid atau koloid


untuk menjaga agar tetap normovolemia.

• Lakukan transfusi sel darah merah untuk mengganti darah

• Jika konsentrasi hemoglobin berada dibawah 7 gr/dL, curah


jantung istirahat meningkat untuk menjaga oksigen tetap
normal.
• Memberikan Ringer Laktat atau PlasmaLyte sekitar 3-4 kali dari
darah yang hilang.
• Koloid dengan perbandingan 1:1, sampai trigger point untuk
transfusi tercapai.
• Transfusion point dapat ditentukan sebelum operasi dari nilai
hematokrit dan perkiraan volume darah.
• hematokrit yang normal harus segera transfusi jika kehilangan
10-20% volume darahnya.
Rerata Volume Darah
Jumlah darah yang mungkin dibutuhkan
Umur Volume Darah
jika hematokrit kurang dari 30% dapat
Neonatus dihitung dengan:
Prematur 95 mL/kg 1. Estimasi volume darah sesuai Tabel 51-5
Matur 85 mL/kg 2. Estimasi volume sel darah merah (RBCV)
pada hematokrit preoperatif.
Bayi 80 mL/kg 3. Estimasi RBCV dengan hematokrit 30%
(RBCV30%), dengan asumsi volume
Dewasa
darahnya normal.
Laki-laki 75 mL/kg
Perempuan 65 mL/kg 4. Cara menghitung RBCV yang hilang
ketika hematokrit dibawah 30%;
RBCVhilang = RBCVpreop - RBCV30%
5. Kehilangan darah yang diperbolehkan =
RBCVhilang x 3
Guideline klinis untuk transfusi yang umum digunakan meliputi:

 Transfusi 1 unit sel darah merah akan meningkatkan


hemoglobin 1 g/dL dan hematokrit 2%-3% pada orang
dewasa;

 Transfusi sel darah merah 10 mL/kg akan meningkatkan


konsentrasi hemoglobin sebesar 3 g/dL dan hematokrit
sebesar 10%.
MENGGANTI KEHILANGAN
REDISTRIBUTIF DAN EVAPORATIF
Derajat Kerusakan Kebutuhan Cairan
Jaringan Tambahan • Karena kehilangan melalui
Minimal 0-2 mL/kg
redistributif dan evaporasi ini
(mis.herniorraphy) tergantung pada ukuran
Sedang 2-4 mL/kg luka dan luas operasi baik
(mis.kolesistektomi diseksi maupun manipulasi,
terbuka)
→penatalaksanaannya
disesuaikan dengan derajat
Berat (mis.reseksi usus 4-8 mL/kg kerusakan jaringan.
terbuka)
TRANSFUSI
Golongan darah A memiliki antigen RBC,
darah tipe B memiliki antigen B RBC,
ABO System golongan darah AB memiliki A dan B RBC
Kelompok Darah

antigen, dan tipe O darah tidak memiliki


antigen A atau B RBC

pasien dengan antigen D Rhesus dianggap


Sistem Rh Rh-positif. dan individu yang tidak memiliki
antigen ini disebut Rh-negatif.

Sistem antigen sel darah merah lainnya


Sistem Antigen Sel
termasuk Lewis, P, Ii, MNS, Kidd, Kell, Duffy,
Darah Merah
Lutheran, Xg, Sid, Cartright, YK, Ss, dan
Lainnya
Chido Rodgers.
Tes ABO-Rh

Skrining Antibodi Tes Coomb Indirek

Tes Kompatibilitas

Crossmatch/Uji
Silang Serasi

Cek Golongan &


Crossmatch Versus
Cek Golongan &
Skrining
TRANSFUSI GAWAT DARURAT

golongan darah pasien golongan darah dan resus


diketahui resipien tidak diketahui

dilakukan crossmatch singkat


transfusi harus segera dimulai
± 3 menit

Golongan darah O dengan


mengkonfirmasi adanya
Rh-negatif (donor universal)
inkompabilitias ABO
dapat digunakan
BANK DARAH
adenosin
Donor darah di dextrose sebagai
skrining sebagai sumber prekursor untuk
energi sintesis adenosin
trifosfat (ATP)

di uji untuk penyakit CPDA-1 dapat


hepatitis B, hepatitis C, fosfat sebagai mengawetkan
sifilis, dan Human buffer darah selama 35
Immunodeficiency virus. hari

Dapat digunakan AS-1


Ditambahkan Cairan yang
(Adsol) atau As-3
larutan sering
(Nutrice) untuk
pengawet-anti digunakan
memperpanjang
koagulan adalah CPDA-1
penyimpanan hingga 6
minggu.
PRAKTEK PENGGUNAAN TRANSFUSI
INTRAOPERATIF

Packed Red Fresh Frozen


Blood Cells Plasma

Transfusi
Platelet
Granulosit
PACKED RED BLOOD CELLS
• Transfusi darah yang sering diberikan
adalah PRBCs
• Volume darah normal adalah 7 - 8%
berat badan ideal
• tingkat hemoglobin (Hb) 14 - 16 g / dL
dan hematokrit 40 - 45%.
• Dosis awal →10 - 20mL / kg.

PRC = 3 x(Hb yang diinginkan – Hb sekarang) x BB


• 1 unit PRBCs → ↑ hematokrit sekitar 3% pada orang dewasa
atau ↑ kadar hemoglobin dari 70 kg per individu sebanyak 1 g
/ dL.
• Anak- anak → kenaikan perkiraan hematokrit 1% untuk setiap
1 mL / kg .
• Tubing transfusi harus memiliki penyaring 170- 𝜇 l untuk
menyaring gumpalan - gumpalan darah atau debris.
• Transfusi darah dihangatkan di suhu 37 C selama transfusi.
FRESH FROZEN PLASMA
• Mengandung faktor-faktor pembekuan.
• indikasi :
• defisiensi faktor pembekuan
• reaksi reversal dari terapi warfarin
• koreksi koagulopati pada pasien – pasien gangguan hati
• transfusi darah yang masif dan terus mengalami
perdarahan walaupun telah di transfusi platelet.
• defisiensi antithrombin III atau thrombotic
thrombocytopenic purpura
• FFP juga harus di hangatkan pada suhu 37 C selama transfusi.
• 1 unit FFP secara umum meningkatkan
level dari faktor pembekuan sekitar 2%-
3% pada orang dewasa.
• Dosis terapi → 10-15 mL/kg.

FFP : 10 x(Hb yang diinginkan – Hb sekarang) x BB


PLATELET
• Diberikan → thrompositopenia dan disfungsi platelet dengan
manifestasi perdarahan.
• Transfusi platelet sebagai profilaksis → jumlah platelet < 10.000
- 20.000 x 109/L, → ↑ resiko perdarahan spontan.
• platelet <50.000 x 109/L → peningkatan kehilangan darah
selama operasi
• Melahirkan secara vaginal dan prosedur bedah minor
dilakukan dengan platelet normal dan > dari 50.000 x 109/L.
• Platelet hanya bertahan 1-7 hari setelah di transfusi.
• 1 unit single platelet → ↑ jumlah
platelet 5000-10.000 x 109/L
• Platelet aperesis, dapat meningkatkan
30.000 sampai 60.000 x 109/L.
TRANSFUSI GRANULOSIT
• Leukoparesis
• Indikasi : neutropenia
• Memiliki waktu hidup yang pendek → pemberian harian
dapat diberikan 1010 granulosit.
• Penyinaran pada unit granulosit ↓ insiden reaksi graft-versus-
host, kerusakan endotel pulmoner, dan masalah lain terkait
transfusi leukosi
• Adanya granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) dan
granulocyte-macrofag colony-stimulating factor (GM-CSF) →
↓ kebutuhan transfusi granulosit.
INDIKASI UNTUK TRANSFUSI
PROKOAGULAN
• Gunakan algoritma transfusi, terutama pada komponen
seperti plasma, platelet dan criopresipitat, → terlebih dahulu
dilakukan tes laboratorium
• Unit perawatan trauma utama umumnya mentransfusi produk
darah dalam rasio yang sama lebih dini pada resusitasi
trauma berat untuk menghindari adanya trauma induksi
koagulopati.
• Untuk mendapatkan keseimbangan diberikan rasio, 1:1:1 (1
unit FFO dan 1 unti platelet dan 1 unit PRBC) → mengkontrol
kerusakan jaringan.
KOMPLIKASI DARI TRANSFUSI
DARAH

Komplikasi Komplikasi
Imun Infeksi

Transfusi
Darah Masif
KOMPLIKASI IMUN
Reaksi Hemolitik Akut
Reaksi Hemolitik
Reaksi Hemolitik Lambat

Reaksi Febris/Demam

Reaksi Urtikaria

Reaksi Anafilaksis
Transfusion-Related Acute Lung
Reaksi Imun Injury (TRALI)
Nonhemolitk Transfusion-Associated Circulatory
Overload (TACO)
Penyakit Graft-Versus-Host

Purpura Post Transfusi


Transfusi Yang Berhubungan
Dengan Immunomodulator
Reaksi Hemolitik Akut
• Reaksi intravaskuler akut bisanya terjadi pada inkompabilitas-
ABO
• Penyebab :
• misidentifikasi pasien
• spesimen darah atau unit transfusi.
• Reaksi ini dapat berbahaya, dan terjadi setelah transfusi
sekitar 10 – 15 ml darah inkompabilitas –ABO.
• Resiko fatal dari reaksi hemolitik berkisar sekitar 1:100.000
transfusi.
Gejala reaksi hemolitik akut

Pada pasien yang


Pada pasien yang sadar
teranestesi
• Mengigil • Peningkatan temperatur
• Demam • Takikardia
• Mual • Hipotensi
• Nyeri pada dada dan • Hemoglonubinuria
panggul. • Koagulasi intravasuler
diseminata
• Syok
• Gagal ginjal akut
Penatalaksanaan reaksi hemolitik yakni :

• Suspek reaksi hemolitik → transfusi harus segera dihentikan


• Unit darah harus di cek ulang dan di cocokkan dengan identitas
pasien.
• Darah harus diambil kembali untuk megidentifikasi hemoglobin
dalam plasma, ulangi pengujian kompatibilitas
• Lakukan pemasangan kateter, dan cek apakah ada hemoglobin
pada urin
• JIka akan dilakukan diuresis paksa seharusnya di dahului dengan
pemberian manitol dan cairan intravena dan dengan loop
diuretik bila perlu.
Reaksi Hemolitik Lambat

• Ekstravaskuler hemolisis disebabkan oleh antibodi anti-D pada


sistem RH atau pada alel asing pada sistem lain seperti
antigen Kell, Duffy, atau Kidd.

• Dengan transfusi ABO dan Rh D-kompatibel, pasien memiliki


1% samai 1,6% → membentuk antibodi secara langsung
terhadap antigen asing pada sistem lain.

• Reaksi hemolitik lambat berkisarr 2 smpai 21 hari setelah


transfusi
• Gejala :
• malaise
• jaundice
• demam.
• Hematokrit pasien ↓ kemudian ↑
• Serum bilirubin tak tekonjugasi ↑
• Diagnosis : tes antiglobulin (Tes coombs).
• Penatalaksanaan : bersifat suportif.
REAKSI FEBRIS/DEMAM
• Sensitasi sel darah putih atau → reaksi demam.
• Merupakan reaksi tersering (1-3% dari episode transfusi) dan di
karakteristikan dengan peningkatan temperatur dengan tidak
ada bukti terjadinya hemolisis.
• Pasien dengan riwayat reaksi demam berulang harus hanya
menerima transfusi leukoreduksi.
REAKSI URTIKARIA
• Dikaraktereristikkan dengan :
• Eritema
• bintik –bintik
• gatal tanpa adanya demam.
• Reaksi ini relatif sering (1% dari jumlah transfusi) → diakibatkan
oleh sensitasi dari plasma protein pendonor.
• Penatalaksaan → penggunaan obat antihistamin (H1 dan H2
blocker) dan steroid.
Reaksi Anafilaksis
• Reaksi Anafilaksis jarang terjadi (sekitar 1:150.000 transfusi).
• Pasien defisiensi IgA dengan antibodi anti-IgA yang menerima
transfusi darah yang mengandung IgA → Reaksi berat
• Prevalensi dari defisiensi IgA sekitar 1:600 sampai 1:800 dari
populasi umum.
• Penatalaksanaan dengan pemberian epinefrin, cairan,
kortikosteroid dan H1 dan H2 blocker.
• Pasien dengan defisensi IgA harus menerima transfusi Packed
red cell yang telah dicuci, degliserolisasi sel darah merah
beku, atau unit darah yang bebas IgA.
Transfusi Yang Berhubungan Dengan Acute
Lung Injury
• Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI) muncul sebagai
hipoksia akut dan edema pulmoner non cardiac yang terjadi
setelah 6 jam transfusi.
• Berkisar sekitar 1:5000 unit transfusi → terutama platelet dan
FFP.
• Penatalaksanaan sama dengan acute respiratory distress
syndrome dan membaik dengan suportif terapi
• Penyebab kematian → kemunculan antibodi HLA pada
plasma donor
Transfusi Yang Berhubungan Dengan
Kelebihan Cairan Sirkulasi
• Transfusion-Associated Circulatory Overload (TACO) terjadi
ketika produk darah yang masuk > kadar cardiac output →
pada resusitasi perdarahan masif.
• Pemberian terus-menerus produk darah tanpa kontrol
perdarahan.
• Komunikasi antar tim merupakan hal yang penting untuk
resusitasi pasien dengan kontrol perdarahan
Penyakit Graft-versus-host
• Merupakan tipikal reaksi pada pasien imunokompremais.
• Produk darah seluler mengandung limfosit yang mampu
memicu respon imun pada pasien dengan
imunokompremais.
• Penggunakan penyaring leukosit dapat mencegah penyakit
graft-versus-host
• Penyinaran terhadap sel darah merah, granulosit dan platelet
efektif untuk mengeliminasi limfosit tanpa menurunkan efisiensi
dari transfusi tersebut.
Purpura post transfusi
• Pada thrombositopenia jarang terjadi.
• Dapat terjadi pada transfusi darah merah atau platelet →
akibat dari perkembangan alloantibodi dari platelet yang
merusak platelet → Jumlah platelet berkurang 5 sampai 10
hari setelah transfusi.
• Penatalaksanaan → pemberian IgG intravena dan
plasmaparesis.
Transfusi yang berhubungan dengan
immunomodulator
• Transfusi alogenik → mengurangi respon imun dan
mencetuskan inflamasi.
• Immunosupresi post transfusi telah terbukti pada pasien
dengan transplantasi ginjal.
• Transfusi perioperatif yang meningkatkan resiko infeksi bakteri
postoperatif, kanker berulang, dan mortalitas
KOMPLIKASI INFEKSI
Hepatitis

Acquires
Infeksi Virus Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) Cytomegalovirus
(CMV)
Infeksi Virus Lain
Epstein-Barr
Malaria

Infeksi Parasit toxoplasmosis

Infeksi Bakteri chagas disease


HEPATITIS
• Insiden infeksi virus hepatitis post transfusi berkisar 1:200.000
transfusi (untuk hepatitis B) dan 1:1.900.000 (pada hepatitis c).
• Sebagian kasus menunjukkan gejala anikterik.
• Hepatitis C → hepatitis kronik→ sirosis (20%)→ hepatoseluer
karsinoma (5%)
ACQUIRES IMMUNODEFICIENCY
SYNDROME (AIDS)
• Semua darah yang diperoleh, di tes dengan antibodi anti-HIV-
1 dan anti-HIV-2.
• Rekomendasi dari U.S Food Drug Administration (FDA) untuk
pengecekan HIV pada donor darah telah menurunkan resiko
HIV terkait transfusi menjadi 1:1.900.000 transfusi.
INFEKSI VIRUS LAIN
• Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr virus bisanya
asimptomatik atau memberikan gejala sistemik ringan.
• Pasien imunokompremais dan imunosupresi ( seperti bayi
prematur, pasien dengan transplantasi organ, pasien kanker)
→ infeksi berat CMV.
• Verus Human T-cell limfotropik 1 dan 2 (HTLV-1 dan HTLV-2)
merupakan virus leukimia dan limfona → berkaitan pula
dengan myelopati.
• Virus parvo → menyebabkan krisis transien aplastik pada
pasien imunokompromais.
• Virus West nile → menyebabkan ensefalitis dengan angka
kematian sekitar 10%
INFEKSI PARASIT

• Penyakit infeksi parasit dapat di transmisikan melalui transfusi


termasuk diantaranya malaria,toxoplasmosis, dan chagas
disease.

• Kasus ini sangat jarang di negara berkembang.


INFEKSI BAKTERI
• Kontaminasi bakteri → penyebab kedua kematian
• Prevalensi dari kultur positif → 1:2000 untuk platelet dan 1:7000
untuk PRBC → transient bakterimia
• Prevalensi dari sepsis → 1:25.000 untuk platelet dan 1:250.000
untuk PRBC.
• Gram positif (Staphylococcus) dan gram negatif (Versinia dan
Citrobacter)
• Untuk menyingkirkan kontaminasi bakteri → produk darah
harus di transfusikan dengan periode kurang dari 4 jam.
• Penyakit bakteri spesifik jarang di transmisikan antara lain sifilis,
brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan varian reckettsioses.`
TRANSFUSI DARAH MASIF

Koagulopati Toksisitas Citrat Hipotermia

Konsentrasi
Keseimbangan
Potasium
Asam Basa
Serum
Koagulopati
• Penyebab perdarahan non bedah → trombositopenia
dilusional
• Tes koagulasi “rutin”
• prothrombin time [pt]
• acttivated partial thromboplastin time [aptt]
• international normalized ratio [INR]
• hitung Platelet
• fibrinogeen
• Analisis viskoelastik pada faktor pembekuan pada whole
blood (thromboelstografi, thromboelastometri rotasi atau
analasis sonoclot)
Toksisitas Citrat
• Kalsium yang berikatan dengan sitrat dapat meningkat pada
transfusi dengan volume besar.
• Tanda penting pada hipokalsemia → kardio depresan dan
jarang terjadi pada pasien normal kecuali dengan tingkat
transfusi 1 unit per 5 menit.
• Karena metabolisme sitrat terjadi secara primer di hati, pasien
dengan penyakit hati atau disfungsi hati → terjadi
hipokalsemia → membutuhkan infus kalsium saat dilakukan
transfusi masif
• Bisa juga pada anak kecil atau pada gangguan fungsi
hormon paratiroid
Hipotermia
• Transfusi darah masif memiliki indikasi absolut untuk
menghangatkan produk darah atau cairan intravena setara
dengan suhu tubuh.
• Terjadinya aritmia ventrikuler progresif ke fibrilasi dapat terjadi
pada temperatur 30 C.
• Penggunaan penghangat darah dapat menurunkan insiden
dari hipotermi
Keseimbangan Asam Basa
• Pada situasi transfusi darah masif, status asam-basa
tergantung :
• perfusi jaringan
• jumlah darah yang di transfusi
• metabolisme sitrat
• Pada jaringan dengan perfusi normal, asidosis metabolik
dapat teratasi
• Terjadinya alkalosis metabolik → konfigurasi citrat dan asam
laktat menjadi bikarbonat yang terjadi di hati.
Konsentrasi Potasium Serum
• Konsentrasi ekstraseluler potasium dalam darah yang
disimpan terus meningkat.
• Jumlah potasium ekstraseluler yang di transfusikan → < 4 mEq
• Hiperkalemia dapat berkembang tanpa memandang usia
darah ketika tingkat transfusi melebihi 100ml/menit.
• Penatalaksanaan hiperkalemia :
• Isotonik saline → penurunan kadar natrium total tubuh.
• Retriksi air → normal atau peningkatan total sodium tubuh.
• Hipokalemia sering ditemukan pasca operasi → adanya
alkalosis metabolik.
STRATEGI ALTERNATIF UNTUK
PENATALAKSANAAN KEHILANGAN DARAH
SELAMA PEMBEDAHAN
Transfusi Autologus
•Pasien yang sedang menjalani prosedur bedah elektif dengan probabilitas yang tinggi untuk
mendapatkan transfusi dapat mendonorkan sendiri darahnya untuk digunakan pada saat
operasi
Penyalamatan Kembali Darah & Reinfus
•Teknik ini digunakan pada saat operasi jantung,operasi vaskular, dan operasi ortopedi
•Darah yang tumpah di aspirasi secara intraoperatif dan dimasukan ke dalam reservoid dan
dicampur dengan heparin.
Hemodilusi Normovolemik
•digunakan sebagai teknik transfusi dengan cara mengambil satu atau 2 unit darah selama
operasi biasanya digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid menggunakan kateter IV
yang besar
Transfusi Direk Pendonor
•Pasien dapat meminta di berikan donor dari anggota keluarga yang diketahui merupakan
ABO kompatibel.

Anda mungkin juga menyukai