KORDINASI DAN EVALUASI KELEMBAGAAN KUA KECAMATAN KABUPATEN DHARMASRAYA TAHUN 2019
KOTO BARU, 30 JULI 2019
PARADIGMA KELEMBAGAAN
Perubahan paradigma kelembagaan
KUA dimulai dengan restruktrisasi organsiasi. Adalah Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 34 Tahun 2016 tentang struktur KUA menjadi penanda restrukturisasi kelembagaan KUA RESTRUKTURISASI ORGANISASI Terdapat tiga poin penting restrukturisasi dimaksud, yaitu : 1) pembatasan jabatan kepala KUA,
2) jabatan fungsional penyuluh berada di bawah
kendali kepala KUA dan 3) merinci tugas layanan di luar pencatatan nikah, yaitu pelayanan bimbingan wakaf dan zakat, hisab rukyat dan pembinaan syariah, dan Penerangan Agama Islam, serta bimbingan manasik haji RESTRUKTURISASI ORGANISASI Pembatasan jabatan kepala KUA ditegaskan melalui Keputusan Dirjen Bimas Islam nomor 916 tahun 2017, dimana ditegaskan bahwa jabatan kepala KUA adalah 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang satu periode jika dipandang memiliki prestasi. Ketentuan ini mengecualikan bagi daerah yang tidak memiliki SDM yang mencukupi RESTRUKTURISASI ORGANISASI Pembatasan ini membuka opsi regenerasi kepala KUA yang dijabat para penghulu. Jabatan Kepala KUA selama ini seakan-akan sebagai jabatan abadi, bahkan hingga menjelang pensiun. Tentunya hal ini sangat tidak baik untuk keseimbangan kelembagaan KUA. Jika pembatasan ini tidak ada, maka akan tersumbat proses regenerasi KUA dan ini menjadi penanda kurang baik bagi sebuah organsiasi yang menyelenggarakan layanan publik RESTRUKTURISASI ORGANISASI Pembatasan dan spirit regenerasi tentunya sejalan dengan perubahan paradigma pelayanan KUA di luar tugas pencatatan nikah. Pelayanan wakaf misalnya, yang meliputi penyuluhan dan pencatatan ikrar wakaf, merupakan contoh nyata perubahan paradigma pelayanan KUA.
Kepala KUA merupakan pejabat yang mencatat
dan mengeluarkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang merupakan syarat pembuatan sertifikas di BPN. RESTRUKTURISASI ORGANISASI Di sisi lain, keberadaan Penyuluh Agama Islam, baik fungsional maupun honorer, kini berada dalam komando kepala KUA. Maka, dengan masuknya penyuluh dalam garis komando kepala KUA akan memudahkan koordinasi penyuluhan keagamaan yang berada di bawah kewenangan KUA. RESTRUKTURISASI ORGANISASI Keberadaan penyuluh di bawah koordinasi KUA menambah opsi SDM yang selama ini kerak menggangu kinerja KUA. Para penyuluh dapat berbagi peran pelayanan, saling menutupi kekurangan SDM dan tentunya sangat positif bagi kualitas layanan publik PERUBAHAN PARTISIPASIPATORIS Terdapat satu budaya baru yang kini menjadi identitas penting perubahan KUA, yaitu partisipasi. Perubahan KUA tidak hanya digaungkan, diundangkan dan diawasi. Hal penting adalah bagaimana melibatkan aparatur KUA dalam perubahan dimaksud, membangun kesadaran bersama pentingnya merubah paradigma KUA dengan spirit pelayanan prima. Dalam konteks inilah, aparatur KUA terlibat langsung dalam perubahan dimaksud PERUBAHAN PARTISIPASIPATORIS Terbukanya kran partisipasi tersebut dibuktikan dengan semakin banyaknya inovasi yang lahir dari KUA itu sendiri. Secara bertahap, KUA kini lebih berani menyuarakan ide dan gagasan, membangun komunitas perubahan dan menyampaikannya secara terstruktur PERUBAHAN PARTISIPASIPATORIS Kota Yogyakarta dengan KUA Kecamatan Tempel misalnya, menjadi role model kemitraan dengan BAZNAS dan lembaga lain khususnya dalam perberdayaan ekonomi. Begitu pula dengan KUA Kecamatan Tandes, Kota Surabaya, sejak tiga tahun telah bermitra untuk mensosialisasikan bimbingan pernikahan bagi remaja usia nikah PERUBAHAN PARTISIPASIPATORIS Lainnya halnya dengan KUA Kecamatan Tegal Selatan, Jawa Tengah dan KUA Kecamatan Marawola, Sigi, Sulawesi Tengah. Keduanya melakukan terobosan dengan melakukan layanan satu atap pendaftaran dan pembayaran biaya nikah. Di kedua KUA tersebut calon pengantin (catin) cukup datang di KUA untuk menyelesaikan proses pendaftaran dan pembayaran biaya nikah. Catin tak perlu lagi haru bolak balik KUA-Bank persepsi untuk menuntaskan biaya pendaftaran, semuanya dapat dilakukan di satu tempat PERUBAHAN PARTISIPASIPATORIS Tentang kerukunan, kita bisa mencontoh apa yang dilakukan KUA Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT. Di sana KUA bukan sekedar mencatat penrnikahan, namun juga sebagai simbol toleransi antar umat beragama PERUBAHAN PARTISIPASIPATORIS Lainnya halnya dengan Samanto dan Bakri, dua sosok yang telah menegaskan integritas KUA. Keduanya adalah sosok yang rajin melaporkan gratifikasi ke KPK dan hal tersbeut dipublikasikan langsung oleh komisi anti rasuah ini PERUBAHAN PARTISIPASIPATORIS Partisipasi aparatur KUA telah menghadirkan suasana baru, yaitu spirit perubahan. Inilah poin penting yang menjadi penentu keberhasilan perubahan di KUA. Tanpa partisipasi, tentunya berbagai regulasi dan kebijakan tak akan mampu merubah wajah KUA lebih baik CATATAN PERUBAHAN Tiga poin penting yang harus kiat perkuat demi mendorong perubahan KUA yang lebih baik di masa mendatang. Pertama, peningkatan dana operasional KUA. Dengan jumlah BOP sebesar Rp. 3.000.000, angka tersebut belum cukup untuk mendukung seluruh layanan KUA CATATAN PERUBAHAN Kedua, pemetaan SDM KUA. Tentunya, menjadikan layanan KUA yang ideal perlu didukung ketersediaan SDM yang cukup. Jika merujuk pada KMA 34 Tahun 2016, SDM KUA minimal diisi oleh Kepala KUA, petugas tata usaha, jabatan fungsional penghulu dan penyuluh, dan pengadministrasi. Data menunjukan masih terdapat KUA yang berstatus “striker tunggal” alias sendirian menjadi aparat KUA. Penyediaan SDM KUA dalam lima tahun ke depan menjadi sebuah keniscyaan yang akan dituangakn dalam Renstra CATATAN PERUBAHAN Ketiga, penguatan sistem tata kelola administrasi. Digititalisasi dokumen pencatatan nikah misalnya, kini tidak zamannya lagi harus menumpuk dalam lemari. Begitu pula, pencatatan pendaftaran nikah tak lagi dilakukan dalam kertas. Kehadiran SIMKAH versi terbaru diharapkan mampu meningkatkakan kualitas tata kelola administrasi KUA TERIMA KASIH