sebagai alat komunikasi dengan sesama, maka boleh dikatakan tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa bahasa sebagai alat komunikasi adalah sebuah sistem tanda. Konsep bahasa sebagai sistem tanda diuraikan oleh Ferdinand de Saussure (1839-1913), pakar yang sekaligus didaulat sebagai bapak Linguistic modern. Kosnsep ini dideskripsikan dalam buku yang berjudul Cours de Linguistique Generale(diterbitkan tahun 1915,setelah de Saussure meninggal). Pengertian dasar linguistic de Sasusure bertolak dari kitomi yang dalam bahasa perancis disebut langue dan parole serta significant dan signifie. A speksignificant dan signifie’ ini membentuk suatu kesatuan yang tak terpisahkan, yang di sebut tanda. Namun hubungan antara dwi tunggal ini bersifat arbitrer. Menurut de Saussure, tanda memiliki beberapa aspek yang khas, yakni bahwa tanda itu arbitrer, konvensional, dan sistematis. Aspek sistematisnya misalnya bahasa sebagai tanda dalam konteks komunikasi juga menjadi perhatian. Misalnya, bunyi dalam setiap bahasa menunjukan sistem yang cukup ketat meskipun pemanfaatan keseluruhan potensi bunyi sebagian saja dipakai untuk suatu bahasa dalam bahasa itu; ada bahasa yang lambangnya lebih banyak daripada fonem yang tersedia dalam bahasa itu; sebaliknya, masa beberapa fonem yang tidak ada lambangnya. Perbedaan setiap aspek dalam bahasa sebagai satu tanda didasarkan pada oposisi. Dalam morfologi bahasa Indonesia, misalnya, kata berjalan beroposisi denganmenjalani, dijalankan, perjalanan, dan seterusnya. Dalam bidang sintaksis, misalnya ‘meja itu’ berlawanan dengan ’ itu meja’. Menurut sistematika bahasa indonesia, masing – masing mempunyai makna yang berbeda, yang ditujukan dengan oposisi dalam, antara lain, urutan kata, tanda baca, seperti tanda titik atau tanda tanya yang merupakan lambang intonasi tertentu. Semua itu bukan sesuatu yang alamiah, melainkan berdasarkan kesepakatan masyarakat memakai bahasa indonesia. Dengan sistem tanda yang disepakati (yang disebut bahasa), pemakai dapat berkomunikasi dengan merujuk pada kenyataan. Bahasa sebagai satu sistem tanda; kesepakatan bisa dilanggar sekehandak si pemakai bahasa, tidak ada sanksi hukum bagi pelanggar, paling-paling ia di anggap sebagai orang yang aneh atau tidak waras dan akibatnya tidak dapat berkomunikasi dengan masyarakat pemakai bahasa yang mengikuti konvensi pemakai bahasa itu. Hubungan arbitrer antara penanda dan petanda inilah yang sering dimanfaatkan oleh pengarang sastra dengan memanipulasi kesepakatan pemakai bahasa sebagai sistem tanda. Adapun tentang jenis – jenis tanda itu, peirce menyebutkan sebagai berikut: Berdasarkan hubungan tanda dengan ground-nya, Ø Qualisign Ø Sinsigin Ø Legisigin Berdasarkan hubungan tanda dengan denotatum-nya Ø Icon, Ø Index Ø Syimbol Berdasarkan hubungan tanda dengan interpretant-nya Ø Rheme, Ø Decisign, (atau dicent sign ) Ø Argument. 2.1 Tanda dan Teks Sastra Teks tanda itu secara keseluruhan adalah sebuah tanda dengan semua cirinya: untuk pembaca, teks itu pengganti dari sesuatu yang lain, katakanlah suatu kenyataan yang dibayangkan dan bersifat fiksional. Tanda ini ada pengirimnya; secara kasar ada penulisnya. Teks sebagai satu tanda terdiri dari bermacam – macam unsur yang tak terhitung jumlahnya. Semiotika, semiologi, atau ‘ilmu tanda’ itu tidak hanya bisa diterapkan pada teks sastra, tetapi secara pragmatis juga antara lain dalam bidang seni lukis ( cat warna tertentu sebagai tanda ), arsitektur, seni tari, atau film. Berdasarkan keterangan tersebut, dapat dikatakan bahwa bahasa adalah satu sistem tanda dan menjadi sarana primer sastra. 2.2 Bahasa Lisan dan Bahasa Tulisan Ciri bahasa lisan: Pemakaian bahasa lisan memberikan sumbangan sarana paling hakiki untuk terjadinya dan berhasilnya komunikasi. Sarana itu disebut suprasegmental danparalingual atau ekst ralingual. Dalam komunikasi lisan, kita banyak bergantung pada kemungkinan yang diadakan hubungan fisik, Dalam situasi percakapan, salah paham dapat dihindari karena adanya uraian informasi konstektual. 1. Pengantar Dalam bab ini kita menelaah masalah tentang apa sebenarnya teks itu dan persyaratan apa yang harus dipenuhi oleh suatu ungkapan bahasa sehingga dapat disebut teks. Penelitian teks semacam itu disebut tekstologi. 2. Apa itu teks? Teks mempunyai makna tertentu. Oleh sebab itu teks dapat dilihat sebagai tanda (bahasa) atau sekumpulan tanda yang mencakup berbagai hubungan : antar tanda satu sama lain, antara tanda dan pemakai tanda, dan antara tanda dan makna atau isi teks. 3. Jenis-jenis teks 3.1. Teks Ekspresif tujuannya untuk mengungkapkan buah pikiran, perasaan,pengalaman dan pendapat pengarang. 3.2. Teks Referensial dimaksudkan untuk memberi informasi tentang apa yang terjadi di dunia nyata atau bagaimana keadaanya. 3.3. Teks Persuasif mementingkan penerima, pembaca, atau dalam hal komunikasi lisan, pendengar. 3.4. Teks Retorik adalah teks yang tidak mengutamakan hubungan antara teks dan faktor-faktor konteks yaitu pengarang,dunia nyata dan pembaca, melainkan mengutamakan teks itu sendiri, bagaimana rancang bangunnya dan bagaimana ungkapan bahasanya. 4. Rancang Bangun Rancang bangun teks ilmiah dimulai dengan pengantar (exordium), pandangan umum tentang fakta-fakta (narratio), penalaran utama (argumentatio) dan terakhir kesimpulan(peroratio). Dalam teks sastra rancang bangun seperti itu tidak diharuskan. Misalanya dalam sajak dapat dimulai dengan tema yang selanjutnya dijabarkan, tetapi dapat pula tema baru muncul pada larik yang terakhir. Larik pertama dapat berupa pertanyaan,seruan,pernyataan atau pendapat.Begitu Juga dalam teks kisahan tidak selamanya kisah awal dan Kisah akhir, tetapi bisa pula kisah berawal di tengah. 5. Penggunaan Bahasa: Gaya dan Majas Gaya dibagi ke dalam tiga bidang yaitu : 5.1 Pilihan kata, apakah teks berisi kata kongkret dan khusus, abstrak dan umum, bahasa resmi dan tidak resmi. 5.2. Pola kalimat dan bentuk sintaksis, ditandai oleh panjangnya kalimat, sifat kalimat, dan cara kontruksi kalimat. 5.3. Gaya semantis dan simbolik, gaya semantis merujuk pada makna kata, bagian kalimat dan kalimat dan secara umum disebut majas. Majas ada tiga macam yaitu; a. Majas pertentangan ( pararelisme, antitese,oxymoron) b. Majas identitas (perumpamaan, metafora). c. Majas kontiguitas ( metonomia, sinekdok). d. Simbolik