Anda di halaman 1dari 18

Wawasan Sosial Budaya Maritim

(WSBM)

Siti HartinahYaumil
Sri Wahyuni
Siti NadyaWulandari
Nurfadillah
Andi Syarifah Ulil Asmi
Winda Lestari Taufan
Pengembangan Penelitian dan
Teknologi Berbasis Kebaharian
Peran pengembangan ilmu pengetahun dan
teknologi sangat diperlukan karena wilayah
laut Indonesia serta kekayaan laut
didalamnya sangat besar, sehingga teknologi
tradisional tidaklah cukup untuk
mendukung pemberdayaannya.
Sistem Teknologi Kebaharian

Sistem Teknologi yang berbasis kebaharian dari


setiap suku bangsa tidaklah ada sama. Asumsi, bahwa
kreasi difersitas dan variasi tipe teknologi kebahariaan,
terutama kapal/perahu dan alat produksi merupakan
hasil dari kemampuan masyarakat maritim menggagas
pemanfaatan lingkungan dan sumbar daya laut bagi
keberlangsungan hidupnya.
Bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau di
Nusantara ini, sektor-sektor ekonomi perikanan dan
usaha transportasi/pelayaran masih selalu
merupakan sektor-sektor andalan yang bertahan dan
berkembang dengan teknologi pelayaran dan
penangkapan ikan tradisional dalam berbagai bentuk
dan arsiteknya.
Dalam hal tipe perahu dan alat tangkap, menjadi
kenyataan masih bertahannya teknologi local yang
dicirikan dengan kebudayaan suku bangsa pelaut
tertentu, demikian halnya tipe perahu nelayan local
masih ada kecenderungan seperti itu.
Berbagai tipe perahu tradisional milik
kelompok suku bangsa pelaut di Indonesia
antara lain :
P. Patorani (Makassar)
Pinisi (Bugis)
Bagang (Bugis)
Padewakang (Makassar)
Jolloro (Bugis, Makassar, Bajo)
Nade (Sumatera)
Di Nusantara ini, perahu-perahu Jawa dan Bali yang
mencolok dari unsur seni tersebut. Salah satu ciri
khas perahu Jawa dan Bali ialah penuh dengan ukiran
dan gambar-gambar binatang menggunakan
kombinasi warna mengandung berbagai makna
simbolik.
Pinisi adalah salah satu tipe perahu Sulawesi Selatan
yang konstruksinya memang bagus, namun kurang
dari segi ukiran, warna dan motif-motif gambar
bermakna. Konstruksi ini lebih mengutamakan
fungsi daya muat, keseimbangan dan kecepatan,
daripada seni dan nilai religius.
Teknologi penangkapan ikan di Indonesia
secara garis besar dikategori kedalam:
 Net (di Sulawesi Selatan: panjak, gae, lanra, panambe)
 Pancing (di Sulawesi Selatan: p.labuh, p.rintak, p.tonda, p.kedo-
kedo)
 Perangkap (di Sulawesi Selatan: Bubu, sero/belle’)
 alat tusuk (di Sulawesi Selatan: tombak, pattek, ladung)
 teknik lainnya (di berbagai tempat: bahan peledak, bius)
 Alat selam: tabung, kompresor (tidak tercantum dalam
P.N.van Kampen)
 Linggis, parang, menangkap/memungut dengan tangan (tidak
tercantum
Dalam karangan P.N.van Kampen)
“AlatTangkap Bubu untuk Peningkatan Usaha Nelayan dan Pendapatan “
Teknologi bubu besi sudah dilakukan di beberapa negara di
dunia. Bubu besi lebih banyak dimasuki ikan dibandingkan dengan bubu
bambu. Hasil penelitian lapangan yang membandingkan antara bubu
bambu dan bubu besi. Ternyata bubu besi mempunyai pengaruh sangat
nyata dan baik dalam jumlah hasil tangkapan ikan maupun beratnya. Ini
menunjukkan, bahwa bubu besi yang diintroduksikan mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan bubu bambu yang secara
tradisional digunakan oleh masyarakat setempat.
Pengoperasian bubu besi ini tentunya berbeda dengan bubu
bambu, walaupun keduanya merupakan alat tangkap ikan pasif. Jika bubu
bambu tanpa umpan dioperasikan satu demi satu dengan cara menyelam,
maka kebalikannya bubu besi memakai umpan, diturunkan kelaut
menggunakan tali dan katrol, secara berangkai. Daya tenggelam dari
bubu bambu hampir tidak diketahui sama sekali, dengan bantuan
beberapa pemberat yang ditutupi karang agar tidak goyang didasar, bubu
bambu sangat jelas merusak habitat pada daerah karang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan bubu adalah ;
lama operasi (trip), kedalaman, arus permukaan dan fase bulan . Dari
faktor-faktor tersebut yang paling signifikan adalah lama operasi dan fase
bulan, baik pada bubu besi maupun pada bubu bambu.
Terima Kasih 

Anda mungkin juga menyukai