Anda di halaman 1dari 40

PENGENDALIAN PENGGUNAAN ZAT

KIMIA PADA INDUSTRI TEKSTIL

ETIH HARTATI
TEKNIK LINGKUNGAN
ITENAS BANDUNG

HOTEL SUKAJADI BANDUNG


27-28 JUNI 2019
1
TAHAPAN DI INDUTRI

Bhn Baku

Produk
Proses 2
ZAT KIMIA ?

 semua material dengan komposisi kimia


tertentu (Hill, Petrucci, dan McCreary, 2005).

 istilah
zat kimia adalah istilah teknis yang tepat
sebagai sinonim dari "bahan kimia“.

3
KLASIFIKASI BAHAN KIMIA:
 Bahan kimia curah (bulk chemical) 
diproduksi jumlah sangat besar, biasanya
dengan proses berkelanjutan, sangat
dioptimalkan dan harganya relatif rendah.

 Bahan kimia murni (fine chemical) 


diproduksi dg biaya tinggi, jumlah kecil, aplikasi
volume rendah (obat-obat farmsi dan bahan
kimia khusus untuk aplikasi teknis).

 Bahan kimia riset  dibuat tersendiri untuk


penelitian, harga per gramnya menjadi sangat
tinggi. 4
ZAT WARNA
menurut cara perolehannya:
 zat warna alam (natural dyes)  zat warna
yang diperoleh dari alam/tumbuh-tumbuhan
baik secara langsung maupun tidak langsung.

 zat warna sintetis (synthetic dyes)/zat warna


kimia  mudah diperoleh, stabil dan praktis
pemakaiannya. Zat Warna sintetis dalam tekstil
merupakan turunan hidrokarbon aromatik
seperti benzena, toluena, naftalena dan
antrasena
5
Warna menurut spektrum/panjang gelombang yang terserap:

Daerah tampak dari spektrum terdiri atas radiasi elektromagnetik .


λ = 4000 – 8000 Angstrum (800 nm),
dimana 1 Angstrum = 10-8 cm = 0,1 nano meter.

Radiasi di bawah 4000 Angstrum  tidak tampak karena terletak


pada daerah ultra violet,
di atas 8000 Angstrum adalah daerah infra merah juga tidak tampak
oleh mata. 6
TABEL SPEKTRUM WARNA

7
ZAT WARNA ALAM (NATURAL DYES)

1. Tarum (Indigofera Tinctoria)


- khas Indonesia bagian barat
- daun

2. Pinang (Areca Cathecu)


- tersebar di Indonesia
- biji

8
3. Safflower (Crocus sativus)
- Asia Barat daya
- bunga

4. Kunyit
(Curcuma domestica)
- Asia Tenggara
- umbi/rimpang
9
5. Suji
(Dracaena angustifolia)

6. Kulit manggis
(Garcinia mangostana)
- semenanjung Malaya
- kulit

10
7. Angsana/sonokembang
di daerah hutan hujan tropika

8. Kesumba
(Bixa Orellana)
- Asal Amerika tropis.
- biji 11
9. Akar mengkudu
(Morinda citrifolia)
- Asia Tenggara

10. Secang
(Caesalpinia sappan)
- Asia Tenggara
- Rebusan kayu

12
KETERBATASAN PEWARNA ALAMI
 Konsentrasi pigmen warna rendah, sehingga
diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk
menghasilkan warna yang kuat atau warna yang
terang atau menarik.
 Stabilitas pigmen rendah.
 Keseragaman warna kurang baik.
 Spektrum warna tidak seluas seperti pada
pewarna sintetis.
 Pewarna alami mudah mengalami degradasi
atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan
13
PEWARNA SINTETIS TEKSTIL

 Zat pewarna sintetis (buatan),


 berasal dari bahan kimia yang terpilih, yaitu
zat yang jika dipanaskan tidak akan merusak
malam dan tidak menyebabkan kesulitan pada
proses selanjutnya.
 Zat pewarna sintetis:

 lebih mudah diperoleh di pasaran,

 ketersediaan warna terjamin,

 jenis warna bermacam-macam,

 lebih praktis dalam penggunaannya.


14
PEWARNA SINTETIS TEKSTIL

Pewarna sintetis tekstil a.l:


 Naphtol

 Indigosol

 Remazol

 Rapid

 Direk

 Rhodamin B

15
PENGENDALIAN ZAT KIMIA
 Pada Proses Produski

 Pada Pengolahan Limbah Cair

 Dapat dilakukan dengan substitusi bahan

16
PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
Pengolahan Limbah Cair:
 Fisika screening, sedimentasi, filtrasi dll

 Kimia  Koagulasi-Flokulasi, Elektrokoagulasi,


Netralisasi, dll

 Biologi  Lumpur aktif, kolam oksidasi, trickling


filter, rotating biological contactor (RBC), upflow
anaerobic sludge blanket (UASB), Fluidized Bed,
Anaerobic Sequencing batch reactor (ASBR), dll
17
PEMILIHAN JENIS PENGOLAHAN:

 Identifikasi proses hulu


 bahan baku yang digunakan,
 proses pengolahan produk
 Karakteritik awal limbah cair

Kualitas: parameter apa saja, berapa


nilainya, ratio BOD/COD
 Kuantitas: berapa debit limbah
 Baku Mutu yang diacu  PP, PerDa, internal.

18
PENGOLAHAN SECARA KIMIA:
KOAGULASI –FLOKULASI
 Koagulasi  proses elektrostatik destabilisasi
partikel-partikel koloid oleh koagulan dan
membentuk partikel flokulen dalam proses
flokulasi, shg dapat dipisahkan dalam bak
sedimentasi.

 Flokulasi proses pertumbuhan flok (partikel


terdestabilisasi atau mikroflok) menjadi flok
dengan ukuran yang lebih besar (makroflok).

 Dimana letak dlm rangkaian pengolahan air ?


19
20
DIAGRAM PENGOLAHAN AIR
MEKANISME PROSES KOAGULASI-FLOKULASI

21
JENIS-JENIS KOAGULAN(1):

22
JENIS-JENIS KOAGULAN(2):
 Tawas/Aluminium sulfat Al2(SO4)3.14H2O
 Ferri Chlorida (FeCl3)
 Kapur Tohor Ca(OH)2
 Poly Aluminium Chlorida (PAC)
 CuSO4
 Biji Moringa Oleifera Lam (biji kelor).

23
PENGOLAHAN SECARA KIMIA
 Reaksi:

 Skema Reaktor

24
PEMBUBUHAN KOAGULAN

25
PENELITIAN DI LAB MENGGUNAKAN BIJI
KELOR

 Limbah tekstil

 Limbah kimia

 Limbah korek api

26
ELEKTROKOAGULASI
 Elektrokoagulasi metode pengolahan air secara
elektrokimia dimana reaksi perubahan kimia
hanya melibatkan transfer elektron, yang
meliputi oksidasi, reduksi dan deposisi (Holt,
2004),
 Pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif
berupa ion logam (biasanya aluminium atau besi)
ke dalam larutan, sedangkan pada katoda
terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas
hidrogen (Holt, 2004 dan Jung Ling, 2005).

27
MEKANISME PROSES ELEKTROKOAGULASI
(HOLT, 2002)

Prinsip kerja:
- Dua lempeng elektroda
- Dimasukkan pada air yg
akan diolah
- Dilari listrik searah/DC 
reaksi elektrokimia
- Ion + menuju katoda
(matan-)
- Ion - menuju anoda
(matan+)
- Terbentuk flokulan
- Mengikat kontaminan
- Aliran listrik mampu
mendestabilisasi
partikel/senyawa terikat,
28
logam
Elektroda  Aluminium (Al), Tembaga (Cu)
 Aluminium:
 logam yang sering digunakan sebagai anoda (proses
elektrokoagulasi), karena mempunyai sifat koagulan yang
baik (Mouedhen, 2008).
 dalam daftar E° (deret potensial elektroda logam/deret
volta) nilai E° = -1,67, terletak di sebelah kiri hidrogen
berarti sangat reaktif.

 Tembaga
 melebur pada 1038°C, daya hantar listrik yang tinggi yaitu
57 Ohm.mm2/m pada suhu 20°C. Karena potensial elektrode
standarnya positif, (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+),
tembaga tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer.
memiliki sifat penghantar listrik dan panas yang tinggi.: 29
KELEBIHAN PROSES ELEKTROKOAGULASI(1)
PURWANINGSIH (2008):

 Peralatan yang simpel dan mudah dioperasikan.


 Flok yang terbentuk berukuran lebih besar dengan kandungan air
yang sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat
dengan filtrasi.

 Effluen yang dihasilkan mengandung TDS (Total Dissolved Solid


lebih sedikit dibandingkan dengan pengolahan kimiawi.

 Mengolah partikel – partikel koloid yang berukuran sangat kecil,


sebab diaplikasikan medan elektrik dengan gerak yang lebih cepat,
sehingga proses koagulasi lebih mudah terjadi dan lebih cepat.

 Jauh dari penggunaan bahan kimia sehingga tidak bermasalah


dengan netralisasi kelebihan bahan kimia, dan tidak ada polusi yang
kedua yang disebabkan substansi-substansi kimia yang
ditambahkan pada konsentrasi yang tinggi. 30
KELEBIHAN PROSES ELEKTROKOAGULASI(2) :
 Gelembung-gelembung gas selama elektrolisis
dapat membawa polutan-polutan yang diolah untuk
naik ke permukaan (flotasi) dimana flok tersebut
dapat dengan mudah terkonsentrasi, dikumpulkan
dan dipisahkan (removed).

 Perawatan reaktor lebih mudah karena proses


elektrolisis yang terjadi cukup dikontrol dari
pemakaian listrik tanpa perlu memindahkan bagian-
bagian didalamnya.

 Mudah diaplikasikan di daerah yang tidak


terjangkau layanan listrik yakni dengan
menggunakan panel matahari yang cukup untuk
terjadinya proses pengolahan.
31
KEKURANGAN PROSES ELEKTROKOAGULASI
Menurut Purwaningsih (2008):
 Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang
mempunyai sifat elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan
terjadi hubungan singkat antar elektroda.

 Besarnya reduksi logam berat dalam limbah cair dipengaruhi


oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda.

 Luas sempitnya bidang elektroda dan jarak antar elektroda


dapat berpengaruh.

 Penggunaan listrik yang mungkin mahal.


 Batangan anoda yang mudah mengalami korosi. 32
PENELITIAN LABORATORIUM
 Pengolahan limbah cair industri batik dengan
elektrokoagulasi (2019).

33
Rangkaian Proses Elektrokoagulasi Ssistem Batch
PENELITIAN LABORATORIUM

Limbah cair batik Limbah cair batik


Limbah cair batik asli sebelum proses setelah proses
elektrokoagulasi elektrokoagulasi
34
HASIL
Hasil Pengukuran COD pada pH 4

660

542 447
700
600 269
0,5 Ampere
500 386 277
COD (mg/l)

400 183 0,3 Ampere


300 169 0,1 Ampere
119
200
100
0 Hasil Pengukuran COD pada pH 7
1 2 3
Waktu (Jam)
1078

802
647
Parameter COD pada pH Awal 4 1200 814
1000 563
655 0,5 Ampere
408

COD (mg/l)
800
0,3 Ampere
600 369
254 0,1 Ampere
400
200
0
1 2 3
Waktu (Jam)

Parameter COD pada pH Awal 7

35
HASIL

Hasil Pengukuran pada pH 10

1435

1032
1600
1196
695
Semakin tinggi kuat arus
1400
1200 935
764 0,5 Ampere dan semakin lama waktu
COD (mg/l)

proses elektrokoagulasi 
1000 699 516 0,3 Ampere
800
467
nilai parameter COD
0,1 Ampere
600
400
200 semakin menurun.
0
1 2 3
Waktu (Jam)

Parameter COD pada pH Awal 10

Kuat Arus,
Nilai COD 
Waktu proses
makin turun
 makin tinggi 36
 Pada katoda proses reduksi, menghasilkan gas
hidrogen dan hidroksida
3H2O + 3e-  3/2H2 + 3OHˉ
 Pada anoda proses oksidasi, menghasilkan Al3+
seperti pada reaksi berikut :
Al  Al3+ + 3e
 Dalam limbah cair batik terjadi reaksi berikut :
Al3+ + 3H2O  Al(OH)3 + 3H+

 Penelitian Lain:
Pengolahan limbah cair industri tahu menggunakan
elektrokoagulasi (2018).
Pengolahan limbah cair industri penyamakan kulit
menggunakan elektrokoagulasi (2012). 37
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DI INDUSTRI

 Food and Beverage, Jakarta


 Industry Manufacture, west
java
 Automotive spare parts,
Jakarta
 Hazardous waste medical 38
treatment plan, east java
MANFAAT PENGENDALIAN BAHAN
KIMIA PADA INDUSTRI TEKSTIL
 Kualitas limbah lebih ringan
 Pengolahan air limbah lebih sederhana

 Air limbah hasil olahan ramah lingkungan

 Proteksi Lingkungan

39
40

Anda mungkin juga menyukai