Anda di halaman 1dari 19

ADRENERGIK DAN ANTIADRENEGIK

Kelompok 1
Di Susun Oleh :
1. Elfarin Maytasari
2. Gina Sopia
3. M. Ilham Maulana
4. Sintia Yulianti Citra A.
5. Rian Agustian

Semester 3B
Prodi D-III Farmasi

STIKes Muhammadiyah Kuningan


SARAF OTONOM

Sistem saraf otonom (SSO), bekerja pada otot polos dan kelenjar. Fungsi dari
SSO adalah mengendalikan dan mengatur jantung, sistem pernafasan, saluran
gastrointestinal (GI), kandung kemih, mata dan kelenjar. SSO bekerja pada otot
polos. Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan
sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.
Susunan saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang)
Susunan saraf motorik
(otot – otot lurik)
Susunan saraf
Susunan saraf perifer simpatis
(adrenergik)
Susunan saraf otonom
(otot- -otot polos, jantung Susunsn saraf
dan kelenjar) parasimpatis
(kolinergik)
1. Sistem saraf simpatis (Adrenergik)
Sistem saraf simpatis juga dikenal sebagai sistem saraf adrenergik karena menggunakan
adrenalin atau noradrenalin (norepinefrin, NE) sebagai neurotransmitternya. Obat-obat yang
menyerupai efek dari norepinefrin disebut sebagai obat adrenergik, atau simpatomimetik.
Obat-obat itu juga dikenal dengan nama agonis adrenergik karena memulai respons pada
tempat reseptor adrenergik. Obat-obat yang menghambat efek norepinefrin disebut sebagai
penghambat adrenergik, atau simpatolitik. Obat ini dikenal juga dengan nama antagonis
adrenergik karena mencegah respons pada tempat reseptor.
Ada tiga jenis sel-sel organ reseptor adrenergik: alfa, beta-1 dan beta-2 (Gambar dibawah).
NE dilepaskan dari ujung saraf adrenergik dan merangsang reseptor sel untuk menghasilkan
suatu respons.
2. Sistem saraf parasimpatis (Kolinergik)
Sistem saraf parasimpatis juga dikenal sebagai sistem kolinergik karena
neurotransmitter yang terdapat pada ujung neuron yang mempersarafi otot adalah
asetilkolin (AK).
ADRENERGIK
Adrenergik atau simpatomimetika adalah zat-zat yang dapat menimbulkan (sebagian)
efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenarlin
(NA) di ujung-ujung sarafnya.
Obat-obat simpatomimetik yang merangsang reseptor adrenergic diklasifikasikan ke
dalam 3 golongan berdasarkan efeknya pada sel-sel organ: (1) simpatomimetik yang
bekerja langsung, yang langsung merangsang reseptor adrenergic (contoh epinefrin atau
norepinefrin), (2) simpatomimetik yang bekerja tidak langsung, yang merangsang
pelepasan norepinefrin dari ujung saraf terminal (contoh, amfetamin) dan (3)
simpatomimetik yang bekerja campuran (baik langsung maupun tidak langsung), yang
merangsang reseptor adrenergic dan merangsang pelepasan norepinefrin dari ujung saraf
terminal
   
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ada empat reseptor adrenergic: alfa1, alfa-2, beta-1 dan beta-2, yang menjadi perantara
respons utama. Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologinya, yaitu dalam
alfa-1 dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. Pada umumnya, stimulasi dari masing-masing reseptor
itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut:
1. Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar
dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
2. Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenergis dengan turunnya tekanan
darah. Mungkin pelepasan ACh dan saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga
antara lain menurunnya peristaltik.
3. Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi konstraksi jantung (efek inotrop dan kronotrop).
4. Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.

Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut:


 Alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis, artinya sinaps di organ efektor. Alfa-2 dan beta-2 :
presinaptis dan ekstrasinaptis, yaitu di muka sinaps atau diluarnya, antara lain di kulit otak,
rahim, dan pelat-pelat darah.
Obat-obat adrenergic diantaranya :
1. Katekolamin adalah struktur kimia dari suatu senyawa (baik endogen maupun
sintetik) yang dapat menghasilkan respon simpatomimetik. Contoh-contoh dari
katekolamin endogen adalah E, NE dan dopamine. Katekolamin sintetik adalah
isoproterenol dan dobutamin. Ada juga nonkatekolamin (contoh fenilefrin,
metaproterenol, dan albuterol) yang merangsang reseptor adrenergic. Kebanyakan
nonkatekolamin mempunyai masa kerja lebih panjang daripada katekolamin endogen
atau sintetik. Terminasi kerja katekolamin adalah ambilan kembali ke dalam ujung
saraf dan metabolisme oleh enzim COMT dan MAO.
2. Epinefrin, Banyak obat-obat adrenergic merangsang lebih dari satu tempat reseptor
adrenergic. Salah satu contohnya adalah epinefrin (adrenalin), yang bekerja pada
tempat reseptor adrenergic alfa-1, beta-1 dan beta-2. Respons dari tempat-tempat ini
adalah meningkatkan tekanan darah, dilatasi pupil, meningkatkan denyut jantung
(takikardia), dan bronkodilatasi. Pada syok jenis-jenis tertentu (yaitu: kardiogenik,
anafilaktik), epinefrin adalah obat yang berguna karena meningkatkan tekanan
darah, denyut jantung dan aliran udara melalui paru-paru melalui bronkodilatasi.
 Farmakokinetika : Epinefrin dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan ke dalam
urin.
 Farmakodinamik: Epinefrin sering digunakan Dalam keadaan gawat darurat untuk
mengatasi anafilaksis, yang merupakan respons alergik yang mengancam nyawa.
Obat ini merupakan inotropik (daya kontraksi otot) kuat, menimbulkan kontriksi
pembuluh darah, meningkatkan denyut jantung, dan dilatasi saluran bronchial.
 Efek samping: Dosis tinggi dapat mengakibatkan aritmia jantung, oleh karena itu
perlu dipantau dengan elektrokardiogram (EKG). Epinefrin juga menyebabkan
vasokonstriksi ginjal, sehingga mengurangi perfusi ginjal dan keluaran urin.
3. Isoproterenol hidroklorida, suatu obat adrenergic, mengaktivasi reseptor beta-1 dan

beta-2. Obat ini lebih spesifik daripada epinefrin, karena bekerja pada dua reseptor
adrenergic, tetapi tidak sepenuhnya selektif. Respons terhadap perangsangan beta-1
dan beta-2 adalah meningkatkan denyut jantung dan bronkodilatasi. Jika seorang
klien memakai isoproterenol untuk mengendalikan asma dengan dilatasi bronkus,
maka terjadi juga peningkatan denyut jantung akibat perangsangan beta-1. Jika
isoproterenol dipakai secara berlebihan, maka dapat terjadi takikardia yang berat.
4. Albuterol sulfat adalah selektif untuk reseptor adrenergic beta-2, sehingga
responsnya hanya bronkodilatasi. Seorang klien penderita asma dapat
memberikan respons lebih baik jika menggunakan albuterol dibanding
isoproterenol karena kerja utamanya adalah reseptor beta-2. Dengan
menggunakan simpatomimetik yang selektif, maka lebih sedikit respons yang
tidak diinginkan (efek samping). Tetapi, dosis tinggi dari albuterol dapat
memengaruhi reseptor beta-1, sehingga menyebabkan peningkatan denyut
jantung.
 Farmakokinetik. Albuterol sulfat baik diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal
dan dimetabolisme oleh hati. Waktu paruh dari obat sedikit berbeda-beda
tergantung dari rute pemberian.
 Farmakodinamik. Penggunaan utama albuterol adalah untuk mencegah dan
mengobati bronkospasme. Dengan inhalasi, mula kerja dari albuterol lebih cepat
daripada pemberian per-oral, meskipun lama kerjanya sama untuk preparat oral
maupun inhalasi.
 Efek samping. Tremor, gelisah, dan gugup dapat terjadi bila memakai obat
dengan dosis tinggi
5. Klonidin dan metildopa adalah obat-obat adrenergic alfa-2
selektif yang terutama dipakai untuk mengobati hipertensi. Teori
yang telah diterima mengenai obat-obat alfa-2 adalah obat-obat ini
mengatur pelepasan dari norepinefrin dengan menghambat
pelepasannya. Obat-obat alfa-2 juga diduga menghasilkan
penekanan kardiovaskular dengan merangsang reseptor alfa-2 pada
SSP, sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
 Efek samping dan reaksi yang merugikan Efek samping sering
timbul jika dosis obat dinaikkan atau obat bersifat nonselektif. Efek
samping yang sering timbul pada obat-obat adrenergic adalah
hipertensi, takikardi, palpitasi, aritmia, tremor, pusing, kesulitan
berkemih, mual dan muntah.
ANTIADRENERGIK

Penghambat adrenergik ialah golongan obat yang menghambat perangsangan


adrenergik. Obat-obat ini merupakan antagonis terhadap agonis adrenergic dengan
menghambat tempat-tempat reseptor alfa dan beta. Kebanyakan dari penghambat
adrenergic menghambat reseptor alfa atau beta. Obat-obat ini menghambat efek
neurotransmitter secara langsung dengan menempati reseptor alfa atau beta, atau
tidak langsung dengan menghambat pelepasan neurotransmitter, NE atau E.
Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi :
1. Penghambat Adrenergik Alfa
Obat-obat yang menghambat respons pada tempat reseptor adrenergic alfa disebut sebagai penghambat
adrenergic alfa, atau lebih sering disebut sebagai penghambat alfa. Penghambat alfa menimbulkan
vasodilatasi, sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Jika vasodilatasi berlangsung terus, maka
dapat terjadi hipotensi ortostatik. Alfa bloker menduduki adrenoseptor alfa sehingga menghalangi untuk
berinteraksi dengan obat adrenergik atau rangsangan adrenergik.
Alfa Blocker di bagi 2 :
Alfa blocker Non selektif dan Alfa blocker Selektif
 Alfa bloker Nonselektif ada 3 kelompok yaitu :
1. Derivat haloalkilamin
2. Derivat imidazolin

3. Alkaloid ergot
 Alfa blocker Selektif

1. Prazosin
2. Terazosin
3. Doksazosin
2. Penghambat Adrenergik Beta
Penghambat adrenergik beta, seringkali disebut sebagai penghambat beta,
menurunkan denyut jantung, biasanya akan diikuti dengan penurunan tekanan
darah. Obat-obat penghambat Adrenergik Beta :
 Propanolol HCl adalah penghambat beta pertama yang diresepkan untuk
mengobati angina, aritmia jantung, dan hipertensi.
=) Farmakokinetik Propanolol diabsorpsi dengan baik melalui saluran GI. Obat
ini menembus sawar darah otak dan plasenta, dan ditemukan dalam ASI. Obat
ini dimetabolisme oleh hati, mengalami first-pass hepatic sehingga hanya
sejumlah kecil yang mencapai sirkulasi sistemik. Mempunyai waktu paruh yang
singkat, yaitu 3-6 jam.
 Farmakodinamika : Obat ini tersedia dalam bentuk oral tablet, kapsul sustained
release dan untuk pemakaian intravena. Mula kerja, waktu mencapai kadar
puncak dan lama kerja formula preparat sustained release lebih lama daripada
tablet. Bentuk ini efektif untuk pemberian dosis satu kali sehari, khususnya
untuk pasien yang tidak patuh dengan dosis beberapa kali sehari.
 Interaksi obat: Banyak obat berinteraksi dengan propanolol. Fenitoin
isoproterenol, NSAID, barbiturate, dan santin (kafein, teofilin) mengurangi efek
obat propanolol.
 Indikasi Penghambat beta berguna untuk mengobati aritmia jantung, hipertensi
ringan, takikardia ringan, dan angina pectoris.
 Efek samping dan reaksi yang merugikan Efek samping umum dari
penghambat adrenergic alfa adalah aritmia, flushing, hipotensi, dan takikardia
refleks.
3. Penghambat Neuron Adrenergik
Obat-obat yang menghambat pelepasan NE dari neuron terminal simpatis disebut
sebagai Penghambat neuron adrenergic, yang diklasifikasikan sebagai penghambat
adrenergic. Pemakaian dalam klinik dari penghambat neuron (adrenergic) adalah untuk
menurunkan tekanan darah.
Obat ini mengurangi respons sel efektor terhadap perangsangan saraf adrenergik. Obat
ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan, dan pelepasan neurotransmitter.
Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik adalah guanetidin, betanidin, guanadrel,
bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
Contoh obat penghambat neuron adrenergic, yaitu
1. Guanetidin
 Mekanisme kerja : Menghambat respons terhadap stimulasi saraf adrenergik dan obat
adrenergik yang bekerja tidak langsung.
 Indikasi :Penggunaan utama satu-satunya untuk hipertensi.
 Efek samping: hipotensi ortotatik
KESIMPULAN
1. Sistem saraf otonom (SSO), bekerja pada otot polos dan kelenjar. Fungsi dari
SSO adalah mengendalikan dan mengatur jantung, sistem pernafasan, saluran
gastrointestinal (GI), kandung kemih, mata dan kelenjar. SSO bekerja pada
otot polos.
2. Adrenergik adalah zat-zat yang dapat menimbulkan (sebagian) efek yang sama
dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenarlin (NA)
di ujung-ujung sarafnya.
3. Adrenergik dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik-kerjanya di sel-sel
efektor dari organ-ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta.
4. Penghambat adrenergik ialah golongan obat yang menghambat perangsangan
adrenergik.
5. Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi : Alfa Bloker, beta
bloker dan penghambat saraf adrenergic

Anda mungkin juga menyukai