dr. S sangat jengkel dengan pasien-pasien yang datang kepadanya yang sebelum atau
sesudahnya berkonsultasi dengan dokter lain untuk masalah yang sama. dr. S
menganggap ini merupakan pemborosan dan juga merugikan bagi kesehatan
pasiennya. dr. S memutuskan untuk berbicara kepada pasien-pasien tersebut bahwa
dia tidak akan merawat mereka jika mereka tetap menemui dokter lain untuk
penyakit yang sama. dr. S bermaksud mendekati ikatan dokter di negaranya agar
dapat melobi pemerintah untuk mencegah terjadinya kesalahan alokasi sumber-
sumber pelayanan medis seperti ini.
dr. R, dokter praktek umum di sebuah kota kecil, didekati oleh organisasi penelitian
agar ikut serta dalam uji klinik suatu obat AINS untuk osteoartritis. Dia ditawari
sejumlah uang untuk setiap pasien yang dia ikut sertakan dalam uji tersebut. Wakil
organisasi tersebut meyakinkan bahwa penelitian ini telah mendapatkan semua ijin
yang diperlukan termasuk dari Komite Etik Kedokteran. dr. R belum pernah ikut serta
dalam uji klinik sebelumnya dan merasa senang dengan kesempatan ini, terutama
dengan uang yang ditawarkan. Dia menerima tawaran tersebut tanpa lebih jauh lagi
menanyakan aspek etis dan ilmiah dari penelitian tersebut
Dari setiap kasus tersebut mengandung refleksi etis. Kasus-kasus tersebut
menimbulkan
pertanyaan mengenai pembuatan keputusan dan tindakan dokter bukan dari
segi ilmiah ataupun teknis seperti bagaimana menangani diabetes ataupun
bagaimana melakukan operasi double bypass, namun pertanyaan yang muncul
adalah mengenai nilai, hak-hak, dan tanggung jawab. Dokter akan menghadapi
pertanyaan-pertanyaan ini sesering dia menghadapi pertanyaan ilmiah maupun
teknis.
”........etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara
sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku.......”
Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan
manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan
’kebaikan’ dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’
dan ’tidak sesuai’
Terlepas dari hal tersebut, pelaporan terhadap tindakan salah yang dilakukan kolega
merupakan suatu tugas profesional. Dokter tidak hanya mempunyai kewajiban menjaga
reputasi yang baik dari profesinya tetapi juga karena mereka sendirilah yang kadang bisa
mengetahui ketidak kompetenan, kelalaian atau kesalahan prosedur. Namun
melaporkan kolega kepada komisi dislipin sebaiknya merupakan langkah terakhir setelah
semua alternatif telah dicoba dan tidak memberikan hasil. Langkah pertama mungkin
mendekati kolega tersebut dan mengatakan bahwa menurut pendapat anda
tindakannya tidak aman dan tidak etis. Jika masalahnya dapat diselesaikan pada level
tersebut, mungkin tidak diperlukan langkah lebih jauh. Jika tidak, langkah selanjutnya
mungkin membicarakannya dengan atasan anda dan/atau atasan kolega anda dan
menyerahkan keputusannya kepada orang tersebut. Jika langkah ini tidak praktis atau
tidak memberikan hasil, mungkin langkah terakhir perlu memberitahukan komisi disiplin.
HUBUNGAN DENGAN
PROFESI KESEHATAN
Non-diskriminatif merupakan sifat pasif dalam hubungan. Penghargaan merupakan
LAIN
sesuatu yang lebih aktif dan positif. Dengan tetap mempertimbnagkan penyedia
layanan kesehatan lain seperti dokter, perawat, pekerja kesehatan pendukung, dan
lainnya harus ada penghargaan terhadap ketrampilan dan pengalaman mereka
karena dapat membantu dalam perawatan pasien. Semua penyedia layanan
kesehatan tidaklah sama dalam hal pendidikan dan pelatihan, namun tetap memiliki
kesetaraan sebagai manusia dan juga perhatian terhadap kesehatan pasien.
Hubungan diantara dokter diatur dengan aturan-aturan yang umumnya dipahami dan
diformulasikan dengan baik, namun hubungan dokter dengan profesi kesehatan lain
dalam keadaan terus berubah dan ada perbedaan nyata mengenai peran mereka.
Seperti disebutkan di atas, banyak perawat, farmasis, fisioterapis, dan profesional lain
menganggap diri mereka lebih kompeten dalam bidangnya dalam perawatan pasien
dibanding dokter dan tidak ada alasan bahwa mereka tidak mendapat perlakuan yang
sama dengan dokter. Mereka lebih menyukai pendekatan tim dalam perawatan pasien
dimana semua pemberi perawatan dilihat sama, dan menganggap diri mereka pantas
untuk merawat pasien. Di lain pihak dokter merasa walaupun pendekatan tim
digunakan, tetap saja harus ada seorang yang bertanggung jawab dan dokter adalah
orang yang paling baik karena pendidikan dan pengalamannya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d hanya berlaku
bagi Tenaga
Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan.
Pasal 59
(1) Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
wajib memberikan pertolongan pertama kepada Penerima Pelayanan Kesehatan
dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan.
(2) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak
Penerima Pelayanan Kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih
dahulu.
Pasal 66
(1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi
Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk masing-masing jenis Tenaga Kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi bidang
kesehatan dan disahkan oleh Menteri.
(3) Standar Pelayanan Profesi yang berlaku universal ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
(4) Standar Prosedur Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Standar Profesi, Standar Pelayanan
Profesi, dan Standar Prosedur Operasional diatur dengan Peraturan Menteri.