penyebab umum kecacatan kronis di masyarakat Barat. Sebagian besar kasus nyeri punggung dikaitkan dengan degenerasi diskus intervertebralis pada tulang belakang lumbalis bawah. Gangguan ini berkaitan dengan usia, terjadi pada lebih dari 80 persen orang yang berusia di atas 50 tahun dan dalam kebanyakan kasus bersifat asimtomatik. Patologi Diskus berangsur-angsur mengering seiring proses penuaan normal: nukleus pulposus berubah dari gelatin bulat yang turgid menjadi struktur kecoklatan yang kering. Annulus fibrosus membentuk fisura sejajar dengan vertebra endplate yang berjalan terutama di posterior, dan herniasi kecil dari bahan nukleosus menekan ke dalam dan melalui anulus. Sel-sel diskus berproliferasi dan terkumpul menjadi kelompok-kelompok, kemudian mati dengan laju yang meningkat. Produksi glikosaminoglikan berkurang, menyebabkan retensi air yang buruk dan 'pengeringan' diskus secara bertahap (Roberts dkk., 2006). Proses ini dimulai sejak awal kehidupan dan meningkat secara bertahap seiring bertambahnya usia. Diskus mendatar dan sedikit menonjol di luar margin tubuh vertebral. Ketika diskus menonjol dari ligamen, pembentukan tulang baru yang reaktif menghasilkan tonjolan tulang (sering keliru disebut 'osteofit', karena dalam gambar x-ray dua dimensi terlihat seperti proyeksi osteofitik). Pada vertebra yang berdekatan, lempeng ujung mengeras dan menjadi sklerotik; perubahan lemak terjadi di sumsum tulang subkondral. Gambaran ini secara keseluruhan disebut sebagai spondilosis. Boos dkk. (2002) mengklasifikasi perubahan diskus lumbar sesuai usia. Efek sekunder Perubahan sekunder terjadi setelah proses degeneratif berjalan. Perpindahan sendi facet dan pergeseran maju atau mundur dari badan vertebral yang berdekatan (seperti yang ditunjukkan dalam gambar sinar-x) sering ditafsirkan sebagai tanda 'ketidakstabilan segmental'. Hal ini dikombinasikan dengan peningkatan stres pada sendi facet, pada akhirnya akan menyebabkan osteoarthritis. Jika mulai muncul perubahan, pembentukan tulang baru dapat mempersempit relung lateral kanal tulang belakang dan foramina intervertebralis yang menyebabkan root canal stenosis dan stenosis spinal. Penebalan ligamentum flavum dan penonjolan anulus diskus berkontribusi lebih lanjut terhadap stenosis yang didapat. Manifestasi Klinis Degenerasi diskus biasanya tidak menunjukkan gejala. Ketika gejala-gejala seperti nyeri punggung kronis atau nyeri punggung bawah pada usaha berat muncul, hal ini mungkin disebabkan oleh efek sekunder dari keruntuhan diskus, nukan karena degenerasi diskus itu sendiri. Hal ini akan dijelaskan selanjutnya. Sinar-X Gambaran radiografi degenerasi diskus intervertebralis umumnya tampak belakangan, gambaran ini biasanya berupa pendataran 'ruang' diskus dan pembentukan 'osteofit' marginal. Perubahan sekunder lainnya seperti perpindahan vertebral dan osteoartritis sendi facet juga terlihat jelas, sehingga semakin sulit untuk menganggap gejala pasien sebagai kelainan tertentu. Patologi diskus sebagai penyebab nyeri punggung pasien tidak dapat ditentukan secara pasti jika tidak ada tanda-tanda terbuka selain dari perubahan diskogenik primer, karena degenerasi diskus dan nyeri punggung bawah yang tidak spesifik keduanya sangat umum terjadi pada orang yang lebih tua. Juga tidak mungkin untuk membuat prognostik tentang apakah individu tanpa gejala dengan tanda-tanda x-ray yang jelas menunjukkan degenerasi diskus di masa depan akan mengembangkan nyeri punggung yang melumpuhkan. MRI Perubahan yang paling jelas pada MRI adalah menggembungnya annulus fibrosus pada proyeksi sagital dan aksial. Perubahan halus seperti ketebalan yang berkurang, penurunan intensitas sinyal dari degenerasi diskus, atau robekan kecil dan celah juga dapat dibedakan dan dihitung. Gambaran ini telah digunakan untuk klasifikasi tingkat keparahan I - V (Pfirrmann dkk., 2001), namun metode tersebut dinyatakan tidak sesuai karena memberikan skala degenerasi progresif yang terputus-putus (Haughton , 2006). Perubahan sekunder signifikan yang muncul dari perubahan karakteristik beban cakram yang mengalami degenerasi, dijelaskan oleh Modic dkk. (1989). Edema, infiltrasi lemak dari sumsum dan fibrosis pada tulang subkondral yang berdekatan dengan lempeng akhir vertebral menghasilkan karakteristik pencitraan yang bervariasi yang sekarang menjadi dasar klasifikasi Modic (Gambar 18.30). Perubahan ini jarang dijumpai pada individu tanpa gejala, namun sebagian besar pasien dengan patologi diskus yang terbukti tidak menunjukkan perubahan Modic; mis. sebagai penanda diagnostik tanda Modic memiliki sensitivitas yang relatif rendah. Tatalaksana Degenerasi lumbar asimtomatik (sering ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan rontgen untuk kondisi lain) tidak serta merta menunjukkan timbulnya gejala di masa depan dan tidak memerlukan pengobatan apa pun. Manajemen pasien dengan nyeri punggung kronis 'non- spesifik', dengan atau tanpa tanda-tanda degenerasi diskus yang jelas dibahas pada halaman 487. Gambaran sekunder degenerasi diskus, seperti perpindahan tulang belakang dan osteoartritis sendi facet mungkin memerlukan penatalaksanaan terfokus termasuk perawatan operatif. PROLAPS DISKUS INTERVERTEBRALIS AKUT Hernia diskus akut (prolaps, ruptur) jauh lebih jarang terjadi, namun lebih dramatis daripada degenerasi kronis. Stres fisik (kombinasi dari fleksi dan kompresi) adalah penyebab langsung, tetapi tidak mungkin menyebabkan diskus pecah meskipun pada L4/5 atau L5/S1 (di mana stres paling berat), kecuali ada beberapa gangguan pada sifat hidrofilik dari nukleus. ‘Protrusi’ adalah diskus yang menonjol ke belakang dengan beberapa anulus luar yang utuh. Ketika terjadi ruptur, bahan diskus fibrokartilago diekstrusi posterior ('ekstrusi') dan biasanya menonjol ke satu sisi atau sisi lain dari ligamentum longitudinal posterior. Pada ruptur total, bagian dari nukleus dapat menyusup dan berada bebas di kanal tulang belakang atau bekerja dengan cara masuk ke foramen intervertebralis (sekuestrasi). Ruptur sentral yang besar dapat menyebabkan kompresi kauda equina. Ruptur posterolateral menekan akar saraf proksimal ke titik keluarnya melalui foramen intervertebralis; sehingga herniasi pada L4/5 akan menekan akar saraf lumbar kelima, dan herniasi pada L5/S1, menekan akar sakrum pertama. Terkadang respon inflamasi lokal dengan edema memperburuk gejalanya. Nyeri punggung akut pada awal herniasi diskus mungkin timbul dari gangguan lapisan terluar annulus fibrosus dan peregangan atau sobek ligamentum longitudinal posterior. Jika diskus menjulur ke satu sisi, dapat mengiritasi penutup dural dari akar saraf yang berdekatan menyebabkan rasa sakit di pantat, paha posterior dan betis (sciatica). Tekanan pada akar saraf itu sendiri menyebabkan parestesia dan/ atau mati rasa pada dermatom yang sesuai, serta penurunan refleks pada otot yang disuplai oleh akar saraf tersebut. Manifestasi Klinis Prolaps diskus akut dapat terjadi pada usia berapa pun, tetapi jarang terjadi pada orang yang sangat muda dan sangat tua. Pasien biasanya orang dewasa sehat yang berusia 20-45 tahun. Saat mengangkat atau membungkuk, pasien mengalami nyeri punggung yang parah dan tidak dapat diluruskan. Selanjutnya, satu atau dua hari kemudian rasa nyeri dirasakan di pantat dan anggota tubuh bagian bawah (sciatica). Nyeri punggung dan sciatica diperburuk oleh batuk atau mengejan. Selanjutnya bisa ditemukan parestesia atau mati rasa di kaki atau telapak, dan kadang-kadang kelemahan otot. Kompresi kauda equina jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan retensi urin dan mati rasa perineum. Pasien biasanya berdiri dengan sedikit condong di satu sisi ('scoliatic scoliosis'). Kadang- kadang lutut pada sisi yang sakit dipegang sedikit fleksi untuk mengendurkan ketegangan pada saraf siatik; meluruskan lutut membuat kemiringan lebih jelas. Semua gerakan punggung terbatas dan selama fleksi ke depan, gejala dapat meningkat. Sering ditemukan nyeri di garis tengah punggung bawah dan kejang otot paravertebral. Gerakan mengangkat kaki lurus terbatas dan menyakitkan pada sisi yang sakit; dorsofleksi kaki dan tali busur dari saraf poplitea lateral dapat meningkatkan rasa sakit. Kadang-kadang mengangkat kaki yang tidak terpengaruh menyebabkan ketegangan skiatik akut pada sisi yang menyakitkan (crossed sciatic tension). Tes peregangan femoral mungkin positif pada prolaps lumbal tinggi atau pertengahan Pemeriksaan neurologis dapat menunjukkan kelemahan otot (yang berlanjut menjadi kekurangan tenaga), berkurangnya refleks dan kehilangan sensoris yang sesuai dengan tingkatan yang terpengaruh. Penurunan fungsi L5 menyebabkan kelemahan fleksi lutut dan ekstensi jempol kaki serta hilangnya sensorik pada sisi luar kaki dan dorsum kaki. Refleks normal pada lutut dan pergelangan kaki adalah karakteristik kompresi akar L5. Paradoksnya, refleks lutut mungkin tampak meningkat, karena kelemahan antagonis (yang disebabkan oleh L5). Gangguan S1 menyebabkan kelemahan fleksi plantar dan eversi kaki, penurunan sentakan pergelangan kaki dan kehilangan sensorik di sepanjang perbatasan lateral kaki. Kadang-kadang prolaps diskus L4/5 mengkompresi L5 dan S1. Kompresi Cauda equina menyebabkan retensi urin dan kehilangan sensoris di atas sakrum. Pencitraan Sinar-X sangat membantu, bukan untuk menunjukkan ruang diskus yang abnormal tetapi untuk menyingkirkan penyakit tulang. Setelah beberapa serangan, ruang diskus mungkin menyempit dan osteofit kecil muncul. Myelography (radiculography) menggunakan iopamidol (Niopam) adalah metode yang cukup dapat diandalkan untuk mengkonfirmasi distorsi akar saraf yang dihasilkan dari penonjolan diskus, melokalisasi dan menyingkirkan tumor intratekal; namun pemeriksaan ini membawa risiko efek samping signifikan yang tidak menyenangkan, seperti sakit kepala (lebih dari 30 persen), mual dan pusing. Mielografi tidak cocok untuk mendiagnosis tonjolan diskus lateral yang jauh (foramen lateral - intervertebralis); kasus ini bisa menggunakan pemeriksaan CT atau MRI. CT dan MRI lebih dapat diandalkan daripada mielografi dan tidak memiliki kelemahan. Keduanya sekarang ini menjadimetode pencitraan tulang belakang yang lebih disukai. Diagnosis banding Sindrom full-blown tidak mungkin salah didiagnosis, tetapi dengan serangan berulang dan dengan spondilosis lumbal yang datang kemudian secara bertahap (lihat nanti), gambarannya sering menjadi atipikal. Ada dua aforisme diagnostik: Nyeri tungkai bawah tidak selalu berupa linu panggul pada kompresi akar; sering berupa nyeri alih dari punggung dan dapat terjadi pada gangguan tulang belakang lumbal lainnya. Ruptur diskus memengaruhi paling banyak dua level neurologis; jika ada beberapa level yang terlibat, curigai kompresi kauda equina (lihat kotak) atau gangguan neurologis. Gangguan inflamasi seperti infeksi atau spondilitis ankilosis menyebabkan kekakuan parah, peningkatan ESR dan perubahan erosif pada sinar-X Tumor vertebral menyebabkan nyeri hebat, kejang otot yang ditandai, dan nyeri sepanjang malam. Pada metastasis, LED meningkat dan rontgen menunjukkan kerusakan tulang atau sklerosis. Tumor saraf seperti neurofibroma dari kauda equina, dapat menyebabkan sciatica terus menerus. Pencitraan tingkat lanjut akan mengkonfirmasi diagnosis. Tatalaksana Panas dan analgesik dapat menenangkan, latihan akan memperkuat otot, tetapi hanya ada tiga cara untuk mengobati prolaps itu sendiri – rest (istirahat), reduksi, diikuti dengan rehabilitasi: Rest (istirahat) - Pada serangan akut pasien harus tetap di tempat tidur, dengan pinggul dan lutut sedikit tertekuk. Obat antiinflamasi nonsteroid dapat digunakan. Reduksi - Istirahat dan traksi terus menerus selama 2 minggu dapat mengurangi herniasi. Jika gejala dan tanda tidak membaik selama periode itu, suntikan kortikosteroid epidural dan anestesi lokal dapat membantu. Chemonucleolysis - pemecahan nukleus pulposus dengan injeksi perkutan enzim proteolitik (chymopapain) - secara teori merupakan cara terbaik untuk mengurangi prolaps diskus, namun penelitian terkontrol telah menunjukkan bahwa tindakan ini kurang efektif (dan berpotensi lebih berbahaya) daripada pengangkatan bahan diskus secara bedah (Ejeskär dkk., 1982). Removal (pengangkatan) - Indikasi untuk pengangkatan operatif dari prolaps adalah: (1) sindrom kompresi kauda equina - merupakan keadaan darurat; (2) kerusakan neurologis saat dalam perawatan konservatif; (3) nyeri persisten dan tanda-tanda ketegangan sciatica (terutama crossed sciatic tension) setelah 2-3 minggu perawatan konservatif. Adanya prolapse diskus dan tingkatannya harus dikonfirmasi oleh CT, MRI atau mielografi sebelum operasi. Pembedahan dengan tidak adanya diagnosis pra operasi yang jelas biasanya tidak menguntungkan. Dua operasi yang paling banyak dilakukan adalah laminotomi dan mikrodisektomi. Laminotomi saat ini lebih disukai daripada jenis laminektomi yang lebih tua dan lebih merusak. Ligamentum flavum pada sisi tingkat yang relevan dihilangkan, jika perlu dengan beberapa margin lamina yang berbatasan dan sepertiga medial dari sendi facet. Dura dan akar saraf kemudian ditarik dengan lembut ke arah garis tengah dan tonjolan seperti kacang polong atau ekstrusi / sekuestrasi ditampilkan. Jika lapisan terluar annulus terlihat masih utuh, ia diinsisi dan bahan diskus yang lembek diambil sedikit demi sedikit dengan forcep hipofisis. Saraf dilacak ke titik keluarnya untuk menyingkirkan patologi lainnya. Komplikasi intraoperatif utama adalah perdarahan dari vena epidural. Kemungkinan ini lebih kecil terjadi jika pasien diletakkan pada posisi miring atau berlutut, sehingga meminimalkan tekanan pada perut dan peningkatan tekanan vena. Komplikasi pasca operasi utama adalah infeksi ruang diskus, tetapi jarang terjadi. Prolaps berulang dengan linu panggul lebih sering terjadi dan mungkin memerlukan revisi operasi dekompresi. Mikrodisektomi pada dasarnya mirip dengan operasi posterior standar, namun paparannya sangat terbatas dan prosedur dilakukan dengan bantuan mikroskop operasi. Morbiditas dan lamanya rawat inap tentunya lebih sedikit dibandingkan dengan pembedahan konvensional, namun kelemahannya: diperlukan kontrol sinar-x yang cermat untuk memastikan bahwa level yang benar telah dimasukkan; perdarahan intraoperatif mungkin sulit dikendalikan; ada 'kurva pembelajaran' yang cukup besar dan operator yang tidak berpengalaman berisiko melukai dura atau akar saraf yang membentang, atau kehilangan patologi esensial; ada sedikit peningkatan risiko infeksi ruang diskus, dan disarankan antibiotik profilaksis. Rehabilitasi - Setelah pemulihan dari ruptur diskus akut atau pengangkatan diskus, pasien diajari latihan isometrik dan cara berbaring, duduk, membungkuk, dan mengangkat dengan sedikit ketegangan. Idealnya ini harus dilakukan sebagai bagian dari program pendidikan di 'sekolah kembali' (Zachrisson, 1981). NYERI PUNGGUNG PASCA OPERATIF PERSISTEN DAN SCIATICA
Gejala persisten setelah operasi mungkin
disebabkan oleh: (1) sisa bahan diskus di saluran tulang belakang; (2) prolaps diskus di tingkat lain; (3) tekanan akar saraf oleh sendi facet hipertrofik atau resesus lateral yang sempit (root canal stenosis). Setelah diselidiki dengan cermat, semua ini membutuhkan operasi ulang; tetapi prosedur kedua tidak memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi - prosedur ketiga dan keempat masih kurang. ARAKNOIDITIS Nyeri punggung yang menyebar dan gejala tungkai bawah yang tidak jelas seperti 'kram', 'terbakar' atau ‘iritabilitas’ kadang- kadang muncul setelah mielografi, injeksi epidural, atau operasi diskus. Diagnosis ini sekarang jarang dibuat dan diyakini sebagai komplikasi media kontras berbasis minyak yang digunakan dalam mielografi 30 tahun yang lalu. Mungkin juga ada disfungsi sfingter dan impotensi pada pria. Pasien mengeluh pahit dan banyak yang digolongkan neurotic, namun dalam beberapa kasus ada kelainan elektromiografi, dan jaringan parut dural dengan obliterasi ruang subaraknoid dapat ditunjukkan oleh MRI atau saat operasi. Pengobatan umumnya tidak menguntungkan. Suntikan kortikosteroid yang terbaik hanya memberikan bantuan sementara, dan 'neurolisis' bedah sebenarnya dapat memperburuk keadaan. Manajemen simtomatik di klinik nyeri, dukungan psikologis, dan program kegiatan bertingkat adalah yang terbaik yang dapat ditawarkan. DISFUNGSI SENDI FACET Kelainan sendi facet yang telah ditunjukkan pada operasi atau nekropsi adalah: (1) variasi anatomi yang membatasi pergerakan artikular; (2) variasi anatomi yang memungkinkan gerakan berlebihan; (3) malposisi permukaan artikular sekunder akibat hilangnya tinggi diskus; (4) pelunakan dan fibrilasi tulang rawan artikular facet; (5) badan longgar di facet joint; (6) penebalan sinovial; (7) perubahan klasik osteoarthritis, berkembang dari fibrilasi menjadi hilangnya tulang rawan artikular dan penebalan osteofit pada seluruh aspek. Beberapa dari kelainan ini berhubungan dengan pergeseran vertebra yang dapat dibuktikan secara radiologis; pada gangguan yang lain gerakan abnormal lebih halus dan tidak mengherankan bahwa hal ini menimbulkan argumen semantik tentang konsep (dan memang keberadaannya) dari suatu kondisi yang disebut 'ketidakstabilan segmental', yang dapat menimbulkan nyeri punggung bawah yang tidak dapat dijelaskan. Konsep 'ketidakstabilan segmental' diuraikan lebih dari 25 tahun yang lalu (Kirkaldy-Willis dan Farfan, 1982) dalam upaya untuk menjelaskan nyeri punggung atas dasar gangguan biomekanik tulang belakang (atau segmen tulang belakang). Diketahui secara luas bahwa pasien dengan nyeri punggung kronis dapat mengalami episode nyeri parah intermiten yang menjalar ke bokong dan paha tanpa adanya tanda-tanda prolaps diskus intervertebralis. Serangan-serangan ini biasanya dipicu oleh regangan pengangkatan yang cukup sederhana, tetapi juga dapat terjadi 'secara spontan'. Kirkaldy-Willis mengemukakan bahwa gejala disebabkan oleh pergerakan abnormal dan tekanan mekanis pada sendi facet posterior yang timbul dari cedera lokal atau 'disfungsi' non-spesifik pada segmen vertebra lumbal bawah. Teori ini kontroversial, sebagian karena perbedaan tentang arti kata 'ketidakstabilan' dalam konteks ini dan sebagian karena beberapa pasien dengan gerakan vertebra yang jelas tidak memiliki gejala sama sekali. Gambar radiologis yang diinterpretasikan sebagai ketidakstabilan dapat diterima atau tidak oleh bioengineer sebagai bukti ketidakstabilan dalam hal mekanis. Manifestasi Klinis Meskipun masih ada keraguan tentang etiologi, gambaran klinis sindrom ini mudah dikenali. Pasien biasanya dari dewasa muda yang terlibat dalam aktivitas membungkuk dan/ atau mengangkat, mengalami sakit punggung ringan dari waktu ke waktu. Biasanya ini memuncak dalam episode khusus nyeri punggung yang lebih parah, mungkin disertai dengan rasa sakit di pantat atau bagian belakang paha, tetapi tidak ada gejala neurologis yang sebenarnya. Nyeri biasanya hilang dengan istirahat, latihan mobilisasi atau manipulasi chiropractic, hanya berulang beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian setelah episode serupa dari stres fisik. Dalam kasus yang sudah ada, pasien memberikan riwayat sakit punggung intermiten yang berhubungan dengan kerja keras, berdiri, membungkuk, atau berjalan banyak, atau kadang-kadang setelah duduk dalam satu posisi selama perjalanan panjang. Kebanyakan pasien merasa lega dengan berbaring, atau duduk dan beristirahat ketika sakit punggung muncul selama aktivitas berat. Kecurigaan 'ketidakstabilan' lebih disukai karena pasien mencapai kelegaan dengan berbaring, namun sebagian besar pasien menggambarkan pola yang kontras: rasa sakit diperburuk oleh istirahat dan berbaring dan sebagian lega dengan gerakan; biasanya membungkuk ke depan penuh tidak meningkatkan rasa sakit tetapi membungkuk ke belakang (yang lebih menekankan sendi facet) secara dramatis dihentikan oleh rasa sakit. Hal ini mengingatkan pada nyeri 'artritis' pada sendi sinovial lainnya dan dapat menandakan timbulnya osteoartritis (OA) pada sendi facet. Menariknya, gambaran patologis OA telah dijelaskan dalam spesimen yang dieksisi saat operasi selama operasi untuk nyeri punggung yang sulit dipecahkan dari pola ini (Eisenstein dan Parry, 1987). Seiring waktu, rasa sakit menjadi lebih konstan dan kadang-kadang dapat dihilangkan untuk sementara waktu hanya dengan manipulasi, kehangatan lokal, dan obat antiinflamasi; pada tahap itu kemungkinan ada tanda-tanda osteoartritis pada sendi facet dengan sinar-x Pemeriksaan selama episode yang menyakitkan dapat sedikit mengungkapkan kejang otot, nyeri tekan lokal dan pembatasan gerakan punggung. Kadang-kadang pasien datang dengan 'punggung terkunci', yang secara dramatis berkurang dengan manipulasi yang terampil. Antara serangan akut, tanda-tanda fisik kurang jelas dan sering tidak meyakinkan. Rentang gerakan mungkin tidak banyak terbatas, tetapi pola gerakan sering dikenali: secara karakteristik pasien membungkuk ke depan dengan mudah tetapi ketika diminta untuk kembali ke posisi tegak ia melakukannya dengan 'mengangkat' atau 'menangkap' yang terlihat jelas, terkadang juga mencari penyangga dengan menekan paha. Pengangkatan kaki lurus mungkin sedikit terbatas (dalam hal ini hanya karena sakit punggung), tetapi pemeriksaan neurologis normal. Pencitraan Sinar-X Sinar-X mungkin terlihat sangat normal, namun dalam banyak kasus ada gambaran degenerasi diskus intervertebralis ringan hingga sedang parah, terutama perataan 'ruang diskus' dan osteofit marginal. Gambaran tunggal yang dianggap sebagai karakteristik 'ketidakstabilan segmental' adalah penampilan 'tarikan traksi', proyeksi kurus di depan sedikit jarak dari tepi atas atau bawah tubuh vertebral. Dalam pandangan lateral, mungkin ada sedikit perpindahan satu vertebra ke vertebra yang lain, baik ke depan (spondylolisthesis) atau ke belakang (retrolisthesis); ini dapat terlihat jelas hanya selama fleksi atau ekstensi.