Anda di halaman 1dari 28

DAN ELIMINASI HUBUNGAN PKA DENGAN

PENYERAPAN DAN PERSAMAAN HENDERSON


HASSELBALCH

Mutiara Natasya Maulidi Fabanyo


4820118106
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Eleminasi/Ekskresi Obat
Eliminasi adalah proses pembuangan sis metabolime tubuh. Sehimgga
eliminasi tidak dapat dipisahkan dari ekresiobat.
Eliminasi juga merupakan proses pengeluaran zat/metabolit dengan tujuan
menurunkan kadar zat/metabolit dalam tubuh agar tidak menyebabkan
akumulasi.
Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat
diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain
yang utama adalah eliminasi obat melalui system empedu masuk ke dalam usus
kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami reabsorbsi (siklus
enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran manusia). Jalur ekskresi
yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu merupakan suatu
rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui. Zat yang menguap
seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.
Organ - organ ekskresi :
 Ginjal -> Urin
 Empedu&usus -> Feses
 Paru-Paru -> Gas/udara ekspirasi
 Keringat
 Air mata
 ASI
2.2. Proses proses ekresi obat,yang meliputi proses
farmakokinetik,metabolisme,eliminasi
Farmakokinetika adalah cabang ilmu dari frmakologi yang mrmpelajari tentang
perjalanan obat mulai sejak diminum hingga keluar melalui organ ekresi di tubuh
manusia. Umumnya sejumlah fase yang dilalui ketika obat masuk kedalam tubuh dan
memulai kontak dengan organ tubuh terbagi menjadi proses aliran tersebut dimula dari
penyerapan (absorpsi), lal besebar ke seluruh jaringan tubuh melalui darah (distribusi),
selanjutnya di metabolisi dalam organ-organ tertentu terutama hati (biotransformasi),
lalu sisa atau hasil metabolism ini di keluarkan dari tubuh dengan ekskresi (eliminasi)
dan selanjutnya di dingkat menjadi ADME. Selain itu,farmakokinetika juga mempelajari
berbagai faktoryang mempengaruhi efektivitas obat.
Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat efektif kedalam tubuh masukaan in
vivo tersebut secara keseluruhan fenomena fisikokimia yang terpadu di dalam organ
penerimaan obat. Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang
mentukan profil keberaadaan zaat aktif pada tingkat biofase dan selanjutnya menetukan
aktivitas teraupetik obat ( AIACHE,1993). Aktivitas serta toksisitas suatu obat
tergantung pda lama keberadaan dan perubahan zat aktif di dalam
tubuh(AIACHE,1993)
Menurut sahgrel(1988), bahwa intensitas efek farmakologi farmatika atau efek
toksik suatu obat sering kali di dengan kensentarsi obat pada reseptor, yang
biasnya terdapat dalam sel-sel jarigan. Oleh karna itu sebagian besar sel-sel
jaringan di perkusi oleh cairan jaringan atau plsma, maka pemeriksaan kadar
obat dalam plasma merupakan suatu metode yang sesuai untuk pemantawan.
Pemantawan konsentrasin obat dalm darah atau plsma meyakinkan bahwa
dosis yang telah di perhitungkan benar-benar telah melepaskan obat dalam
plsma , dalam kadar di perlukan untuk efek terapetik . dengan demikian
pemantawan konsentrasi obat dalam plasma memungkinkan untuk penyesuian
dosis obat secara individual dan juga untuk mengoptimasi terapi. (Shargel
1988)
Obat-obat yang berada dalam tubuh akan dikeluarkan melalui 3 jalan utama,
yaitu ginjal, paru-paru, dan sistem empedu. Ekskresi obat melalui paru hanya
terjadi pada obat-obat yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap.
Sebgian obat keluar dari tubuh melalui urine. Beberapa obat dikeluarkan tubuh
melalui hepar masuk kedalam empedu, tetapi kebanyakan di antaranya
direabsorpsi kembali melalui usus. Hanya beberapa macam obat saja yang
dikeluarkan melalui hepar atau empedu dalam jumlah yang berarti, yaitu
rifampisin dan kromoglikat. Sebagian obat juga disekresikan ke dalam kelenjar
sekresi, seperti air susu ibu atau kelenjar keringat, tetapi secara kuantitatif
tidak begitu bila dibandingkan dengan ekskresi obat melalui ginjal, kecuali obat-
obat yang memengaruhi bayi yang sedang menyusui.
Sebelum obat diekskresikan, umumnya obat mengalami perubahan dengan
adanya metabolisme di hepar. Perubahan-perubahan molekul obat yang terjadi
oleh pengaruh enzim biasanya akan menghilangkan aktivitas farmakologis obat
btersebut, walaupun terdapat beberapa pengecualian yang akan dibicarakan
belakangan, misalnya azatioprin yang diubah oleh hepar menjadi
merkaptopurin yang aktif.
Perubahan metabolik molekul obat terjadi melalui dua jenis reaksi biokimia,
yang sering juga terjadi secara beturut-turut, yaitu reaksi fase I dan reaksi fase
II. Reaksi fase i terdiri dari reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, produk
yang dihasilkan kadang-kadang bersifat lebih aktif dan kadang-kadang lebih
toksik daripada obat semula. Reaksi fase II adalah reaksi konjugasi yang selalu
menghasilkan senyawa yang tidak aktif.
Reaksi fase I biasanya memberikan suatu gugusan yang lebih reaktif,
misalnya gugusan hidroksil, pada molekul obat. Seanjutnya, gugusan ini akan
merupakan tempat berikatan. Pada reaksi konjugasi akan ditempelkan gugusan
yang lebih besar lagi, seperti gugusan glukoronil, gugusan sulfat, atau gugusan
asetil.
Secara normal, biotransformasi akan menurunkan kelarutan obat dalam lipid, dan hal ini
akan meningkatkan kecepatan ekskresi obat melalui ginjal. Sistem metabolisme enzim
ini dapat dipandang sebagai suatu sistem detoksi-fikasi nonselektif yang berguna untuk
membebaskan tubuh dari substansi asing. Reaksi fase I (nonsintetik) dan fase II
(sintetik) terutama terjadi dalam hati, walaupun terdapat juga obat yang
metabolismenya terjadi dalam plasma darah (misalnya, hidrolisis suksametonium dan
prokain oleh kolinesterase plasma), dalam paru (misalnya, prostanoid), atau pada
dinding usus halus (misalnya, tiramin).
Biotransformasi obat ini bersifat variabel dan dapat dipengaruhi oleh banyak parameter,
termasuk pemberian obat sebelumnya, keadaan faal tubuh (misalnya nutrisi, hormonal),
umur dan status pertumbuhan, faktor genetik, fungsi hati, dan keadaan organ
metabolisme lainnya.
Hasil biotransformasi obat dapat berupa metabolit yang tidak aktif (paling biasa),
metabolit yang potensinya lebih kuat atau berkurang, metabolit dengan efek
farmakologi berbeda secara kualitatif, metabolit yang toksik, atau metabolit aktif dari
produk yang tidak aktif.
perhitungkan benar-benar telah melepaskan obat dalam plsma , dalam kadar di perlukan
untuk efek terapetik . dengan demikian pemantawan konsentrasi obat dalam plasma
memungkinkan untuk penyesuian dosis obat secara individual dan juga untuk
mengoptimasi terapi. (Shargel 1988)
Ginjal adalah organ eksretoris utama walaupun ada yang lain seperti hati, kulit,
paru-paru atau struktur kelenjar, seperti kelenjar ludah dan kelenjar lakrimal
organ atau struktur ini menggunakan rute khusus untuk mengeluarkan obat
dari tubuh, ini disebut jalur eliminasi :
 Urin
 Air mata
 Keringat
 Air liur
 Pernapasan
 Susu
 Kotoran
 Empedu
Obat dikeluarkan dari ginjal dengan filtrasi glomerulus dan sekresi tubular aktif
mengikuti langkah dan mekanisme yang sama seperti produk metabolisme. Oleh karena
itu, obat yang disaring oleh glomerulus juga mengalami proses rearbsorpsi tubular pasif.
Filtrasi glomerulus hanya akan menghilangkan obat-obatan atau metabolit yang tidak
terkait dengan protein yang ada dalam plasma darah (fraksi bebas) dan banyak jenis
obat lain (seperti asam organic) secara aktif dikeluarkan. Dalam tubulus berbelit belit
proximal dan distal asam non-terionisasi dan basa lemah diserap kembali secara aktif
dan pasif. Asam lemah dieksresikan ketika cairan tubulus menjadi terlalu basa dan ini
mengurangi rearabsorpsi pasif. Sebaliknya terjadi dengan basa lemah perawatan
keracunan menggunakan efek ini untuk meningkatkan eliminasi, dengan membuat alkali
dari urin yang menyebabkan diuresis paksa yang mempromosikan ekskresi asam lemah,
dari pada diserap kembali. Karena asam terionisasi, asam tidak dapat melewati
membrane plasma kembali ke aliran darah dan malah dierksresikan dengan urin.
Pengasaman urin memiliki efek yang sama untuk obat-obatan yang lemah basa. Pada
ksempatan lain obat-obatan bergabung dengan jus empedu dan masuk ke usus dalam
usus obat akan bergabung dengan fraksi dosis yang diberikan yang tidk diserap dan
hilangkan dengan feses atau mungkin mengalami proses penyerapan baru yang pada
akhirnya akan dihilangkan oleh ginjal.
Jalur eliminasi lainnya kurang penting dalam eliminasi obat, kecuali dalam
kasus yang sangat spesifik, seperti saluran pernapasan untuk alcohol atau gas anestesi.
Kasus ASI sangat penting. Hati dan ginjal bayi baru lahir tidak berkembang dan mereka
sangat sensitif terhadap efek racun obat.
A. Macam-macam Jalur Eliminasi Obat
1. Eliminasi lewat ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi merupakan resultante
dari 3 proses antara lain :
o Filtrasi Glomeruli
o Sekresi dan reabsopsi oleh tubuli
o Reabsorbsi / difusi
Peran yang diawali pada nefron yang merupakan kesatuan anatomi-fisiologi dari
ginjal.Setiap nefron (1 juta tiap ginjal) merupakan tubulus yang panjang dengan epitel
monoseluler, dan terdiri dari dua bagian dengan fungsi yang berbeda yaitu bagian
glomerulus dan bagian tubulus.Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di
dalam korteks ginjal. Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli
nefron yang melekuk, terdiri dari jaringan kapiler arterial.
Glomeruli ginjal merupakan keseluruhan kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang
membentuk badan Malphigi yang dapat dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-
300 Mm ).Bagian tubulus atau tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus
proksimalis yang terletak dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul Bowman.
Selanjutnya adalah loop Henle yang mengikuti nefron, tertanam cukup dalam di medula;
ini didahului oleh tubulus kontortus distalis yang terletak di dalam korteks. Tubulus
distalis menyebar kedalam tubulus colengentes yang diakhiri oleh pori uniferes dalam
kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan dialirkan ke dalam vesica urinaria.
Ginjal mempunyai perfusi yang sangat besar yaitu 20% dari debit jantung atau
lebih kurang 1 liter darah yang lewat tiap menit didalam arteri renalis. Pada
setiap nefron terdapat 2 anyaman kapiler yaitu glomerulus yang terdiri atas
pembuluh darah arteri serta darah arteri kapiler yang dialirkan menuju
jaringan tubuler arteria-renalis. Darah vena dialirkan melalui vena renalis , dan
selanjutnya kembali pada sirkulasi umum( menuju vena cava
anterior).Pentingnya permukaan kontak dan tepi yang tipis dari endotelium
vaskuler dan epitel nefron memberikan peluang pertukaran antara darah
kapiler ginjal dan cairan tubuler. Semua nefron berperan pada proses
peniadaan obat , juga pada pembentukan air kemih. Mekanisme yang sama juga
terjadi pada filtrasi glomerulus dan penyerapan kembali serta sekresi tubuler.
Fitrasi glomerulus merupakan fenomena pasif yang erat hubungannya dengan
parameter kardiovaskuler , khususnya tentang debit jantung dan tekanan arteri. Semua
pengurangan aktivitas jantung akan mengurangi debit jantung dan debit ginjal sedangkan
pengurangan tekanan arteri akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis akan
menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis dan menurunkan jumlah filtrat dan
akibatnya terjadi diuresis.Filtrasi glomerulus sangat efektif karena jumlah dan besarnya
pori-pori endothelium glomerulus . Glomerulus dapat menyaring hingga 1/5 volume
plasma yang melalui lumen kapsul , volume dari ultrafiltrat glomerulus mencapai 120-
130 ml tiap menit. Besarnya pori-pori dapat menyebabkan lolosnya sejumlah partikel
dalam plasma, kecuali molekul-molekul besar dengan berat molekul diatas 68.000. jadi
ultrafiltrat dari protein plasma komposisinya sama dengan plasma, hal ini menunjukkan
bahwa proses ultrafiltrasi glomerulus terjadi secara difusi. Hampir pada semua obat,
konsentrasi zat aktif yang terdapat dalam filtrat sama dengan konsentrasi dalam plasma.
Hal itu juga berarti bahwa berkaitan dengan ikatan plasmatik , hanya satu fraksi bebas
yang terdapat dalam ultrafiltrat dan seimbang dengan fraksi dalam plasma. Beberapa
molekul obat tidak dapat berdifusi melalui membran glomerulus, karena berat
molekulnya yang besar sehingga molekul-molekul tersebut tetap tinggal dalam lumen
vaskuler dan digunakan untuk ekspansi vaskuler ( misalnya dekstran, polivinil-pirolidon
dan sebagainya ).
Laju ultrafiltrasi glomerulus (180 liter /24 jam) dan jumlah ultrafiltratnya berbeda
secara bermakna dibandingkan dengan urin (1,5 liter /24 jam), di satu sisi keduanya
berbeda secara bermakna dan di sisi lain perbedaan komposisinya berkaitan erat
dengan aktivitas intensif tubulus renalis, sesuai dengan fenomena penyerapan kembali
dan pengeluaran. Dengan adanya proses ini, konsentrasi molekul-molekul yang terdapat
di dalam ultrafiltrat glomerulus sama dengan konsentrasi dalam plasma, dan selanjutnya
dikeluarkan dari tubuh dengan laju yang berbeda.Jika molekul yang tersaring di
sepanjang tubulus renalis tidak mengalami perubahan, maka jumlah obat yang keluar
dari tubuh dalam 1 menit dalam urin (= U x V) adalah sama dengan jumlah obat yang
melalui darah /menit dalam ultrafiltrat glomerulus (= P x F).
Keterangan:
U = konsentrasi dalam urin
V = volume urin /menit
P = konsentrasi dalm plasma
F = volume filtrat glomerulus
Klirens dari suatu molekul obat atau jumlah plasma yang terinci /menit sama dengan
volume ultrafiltrat glomerulus :
Klirens = U x P V
Bila klirens molekul di atas 120-130 m/menit, maka selama melalui tubulus, mekanisme
aktif sekresi telah membantu proses eliminasi. Sebaliknya, bila klirens lebih rendah dari
volum ultrafiltrat , maka fenomena reabsorpsi memperlambat eliminasi.
Dari perhitungan yang mengabaikan pengaruh-pengaruh luar, ternyata waktu paruh
biologik (waktu yang diperlukan agar konsentrasi zat aktif dalam darah menurun
separuhnya) adalah :
· 70 menit jika hanya terjadi proses filtrasi
· 7 menit jika terjadi sekresi melalui tubulus renalis
· 7 hari jika terjadi penyerapan kembali tubulus, dalam hal ini konsentrasi dalam urin
tidak melampaui konsentrasi plasma.Perhitungan ini menggambarkan secara nyata
bahwa peran eliminasi obat melalui ginjal berkaitan erat dengan aktivitas obat.
Fenomena penyerapan kembali tubulus berperan nyata dalam pembentukan urin :
pengurangan volum dari 180 liter filtrat menjadi 1,5 liter urin menunjukkan fenomena
tersebut. Pentingnya proses penyerapan kembali air (99%) menyangkut kepentingan
reabsorpsi Natrium yang sebagian terjadi karena pengaruh mekanisme hormonal
(ADH). Pengurangan volum urin yang terbentuk pada tubulus renalis yang
menyebabkan adanya gradien konsentrasi yang mendorong difusi obat dari cairan
tubulus menuju plasma. Dengan demikian konsentrasi intratubulus menjadi lebih besar
dari konsentrasi plasma. Perlintasan membran ginjal terjadi seperti halnya membran
yang lain yaitu senyawa yang paling larut lemak dan fraksi tak terionosasi dari asam/basa
lemah yang lebih mudah diserap kembali. Derajat ionosasi merupakan fungsi dari pH
cairan sekitar dan pH plasma relatif tetap, sedangkan pH urin dapat bervariasi walaupun
dalam keadaan normal bersifat asam. Sebanarnya ginjal bukan hanya berperan untiuk
mengeluarkan sisa-sisa kotoran tetapi juga berpartisipasi mempertahankan homeostasis
; sebagian melalui fungsinya dengan sekresi ion H+ pada tubulus distalis. Keragaman pH
pada lumen tubulus mempengaruhi keseimbangan antara bentuk yang terionkan dan
yang tak terionkan, sehingga penyerapan kembali elektrolit lemah mengalami
perubahan.
Untuk asam lemah, penurunan pH mengurangi ionosasi molekul, sedangkan bentuk
tidak terionkan yang larut lemak konsentrasinya di dalam saluran cerna lebih besar dari
konsentrasi dalam plasma. Hal ini menguntungkan proses penyerapan kembali. Pada
keadaan fisiologis normal, asam asetil salisilat mudah diserap kembali pada tubulus
renalis. Maka, alkalinisasi air kemih melalui perfusi Natrium bikarbonat merupakan cara
yang sering dilakukan pada overdosis obat untuk pengeluaran senyawa-senyawa seperti
asam asetil salisilat atau barbiturat. Sebaliknya juga berlaku untuk basa lemah
eliminasinya dipengaruhi oleh keasaman urin.Sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul zat
aktif dan pH larutan menentukan terjadinya penyerapan kembali. Namun perlu juga
diperhatiakan bahwa adanya ikatan plasmatik dan gradien difusi hanya tergantung pada
bentuk yang tidak terikat.
pH = pKa + log konsentrasi bentuk terionkan (I)
konsenterasi bentuk tak terion (NI)
Sekresi tubuler merupakan suatu mekanisme aktif yang ikut berperan dalam
pengeluaran senyawa asing dari tubuh bersama urin. Sekresi tubuler akan membantu
pengeluaran obat-obat tertentu secara cepat. Ada 2 sistem transport pada tubulus
contortus priximal, sebagian untuk asam-asam organik : penisilin, metabolit glukoronat
atau sulfat, yang lain untuk basa-basa organik : kinina, amonium kuarterner dan
sebagainya.
Kedua sistem tersebut merupakan kriteria transpor aktif transmembran. Tidak ada tipe
transpor yang spesifik untuk suatu molekul, adnya persainagn untuk transporer yang
sama dapat terjadi antara beberapa molekul. Contoh klasik adalah penisilin dan
probenesid. Penisilin merupakan senyawa yang larut air dan mencapai tubulus proximal
untuk disekresi (harga klirens penisilina lebih besar dari penyaringan glomerulus yaitu
500 ml/menit); laju eliminasi tidak begitu penting karena obat tersebut mempunyai
batas efek terapetik dan mengharuskan penderita disuntik ulang.
Untuk memperpanjang efek terapetik maka penisilin diberikan bersama dengan
probenesid. Sistem eliminasi probenesid sama dengan sistem eliminasi penisilin, dengan
adanya persaingan pada transporter yang sama, maka probenesid akan memperlambat
eliminasi penisilin karena ionisasi probenesid yang kuat akan mencegah penyerapan
kembali penisilin.Asam para-aminohipurat merupakan tipe yang sama dengan senyawa
yang dikeluarkan oleh ginjal. Pengeluarannya relatif terjadi sejak awal pengaliran darah
dalam ginjal dan hal itu menguntungkan untuk penentuan aliran darah glomerulus.
Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain hal nya
dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat
dihitung berdasarkan pengurangan klirenskreatinin. Dengan demikian, pengurangan dosis
obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung.
2. Eliminasi lewat empedu.
Pengaliran darah hati menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya yang
terbentuk di dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran. Difusi pasif
molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia serta perbedaan
konsentrasi. Mekanisme transpor aktif berperan penting pada eliminasi obat khususnya
pada metabolit yang lebih polar dibandingkan senyawa induknya seperti trurunan
glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu juga terdapat 2 sistem transpor aktif
transmembran. Mekanisme transpor aktif ini penting untuk beberapa molekul
antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena obat dapat menembus saluran empedu
sampai konsentrasi yang cukup untuk pengobatan infeksi.
Dengan adanya cairan empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan metabolitnya
dapat dikeluarkan melalui pembentukan garam, atau zat aktif diserap kembali di usus,
jika sifat-sifat fisiko-kimianya dapat melewati sawar usus dan masuk kembali dalm
sirkulasi (siklus entero-hepatik). Fenomena ini menyebabkan obat lebih lama berada di
dalam tubuh dan pengeluaran secara definitif baru terjadi melalui ginjal.
3. Eliminasi lewat fese.
Seperti diketahui zat aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak
mengalami siklus entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang disekresi
oleh getah saluran cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula mengandung
sejumlah molekul yang dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak diserap kembali oleh
mukosa usus. Obat-obat tertentu dapat digunakan untuk memerlukan efek terapi
setempat pada sistem pencernaan misalnya sulfaguanidin, bismuth.
4. Eliminasi lewat paru
Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang berbentuk gas
atau zat yang mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil capillo-
alveolaire yang positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga terjadi
pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui membran berhubungan erat
dengan fenomena ventilasi yang menjamin pembaharuan udara alveoli dan aliran darah
di paru. Secara umum pada proses difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan
parsiil udara di dalam alveoli dan darah kapiler paru. Penerapan fenomena difusi
alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol melalui napas, terutama bagi
pengendara mobil.
5. Eliminasi lewat lainya
Pengeluaran obat dari tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara umum
dapat dikatakan bahwa hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus khusus misalnya
eliminasi tanpa perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu spiramisin sering
diberikan pada stomatologi. Eliminasi yang terbatas ini kadang-kadang dapat digunakan
untuk diagnosis adanya alkaloid dalam air ludah. Pengambilan cuplikan ludah pada saat
perlombaan pacuan kuda dapat mengontrol adanya “doping” kuda dengan morfin. Selain
itu warna merah dari sekresi lakrimalis juga disebabkan oleh rifampisin. Walaupun
pengeluaran obat melalui keringat telah lama dikenal seperti jodium, brom, kinin dan
sebagainya. Namun mekanisme yang terkait belum diketahui dengan jelas, mungkin
bersamaan dengan pembentukan keringat.
Bentuk yang lain dari eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu (ASI).
Dengan mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi obat tertentu
dalam air susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik. ASI lebih asam dibanding
plasma, sehingga senyaa basa (alkaloid) dapat berdifusi dengan mudah. Molekul-molekul
berukuran kecil seperti halnya alkohol dapat segera keluar dan membuat keseimbangan
dengan plasm. Meskipun jumlah yang ditemukan kembali dalam ASI jarang yang melebihi
1% dari dosis yang diberikan. Namun hal ini tidak dapat diabaikan karena sistem
enzimatik pad bayi belum matang benar, terutamaenzim konjugasi. Demikian pula
sisitem saraf pada bayi lebih peka dibandingkan pada orang dewasa.
Orang dewasa juga dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran obat
melalui air susu ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada sapi perah
merupakan awal dari reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada manusia. Masalahnya
tidak terbatas pada hal di atas, sediaan-sediaan tertentu yang secara luas digunakan
pada pertanian terutama yamg daya larut lemaknya besar, seperti pestisida dan
herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan toksisitas obat maka eliminasi
melalui perubahan hayati mempunyai peran yang cukup penting. Karena ginjal berperan
dalam proses eliminasi, maka mengingat kinetika obat yang dapat mencapai organ
tersebut perli diperhatikan aturan penggunaan untuk semua obat pada penderita
dengan kegagalan ginjal.Hal yang sama terjadi pada penderita kegagalan hati dimana
terjadi gangguan fungsi perubahan hayati dan pengeluaran empedu.

Faktor - faktor yang mempengaruhi eliminasi


1. Sifat fisikikokimia: BM,Pka, kelarutan,tekanan uap.
2. pH urin
3. Kondisi patologi
4. Aliran darah usia
2.3. Menjelaskan bentuk persamaan Hendereson Hasselbalch.
Dalam ilmu kimia, persamaan-hasselbalch menjelaskan turunan pH sebagai ukuran keasaman
(menggunakan pKₐ, log negative dari konstanta disosiasi asam) dalam sistem biologis dan kimia.
Persamaan Ini juga brguna untuk memperkirakan pH pada larutan dapar dan mencari pH pada
kesetimbangan dan reaksi asam-basa persamaan ini di gunakan secara umum untuk menghitung titik
isoelektrik protein.
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Ekskresi/eliminnasi obat adalah proses pengeluaran zat-zat sisa oleh hasil metabolisme
obat yang sudah tidak digunakan oleh tubuh. Ekskresi Obat dikeluarkan dari tubuh
melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau
dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar di ekskresi lebih cepat daripada obat
larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang
terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di
glomerulus, sekresi aktif ditubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal
dan distal. Mekanisme Ekskresi Obat dan Tempat Terjadinya Ekskresi Obat kerjaobat
banyak, diantaranya : mekanisme eksresi ginjal eksresi melalui empedu, Ekskresi melalui
paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

Anda mungkin juga menyukai