Anda di halaman 1dari 31

Purnama sakhrial Pradini

Sumber :

1. Maksum, Irfan Ridwan. Pemerintahan Kawasan Perkotaan

1. Yuniarto, Yusuf. 2011. Desain Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman


(Disampaikan dalam Sosialisasi Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman)
1. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 tidak menghendaki
adanya pemerintah Desa di dalam kawasan
Pemerintah Kota, sedangkan UU No. 5 Tahun 1974,
bahwa di dalam Kotamadya masih dimungkinkan
adanya Pemerintah Desa.
2. Dalam UU No. 5 Tahun 1974 maupun UU No. 22
tahun 1999 terdapat variasi status pemerintahan
kawasan perkotaan. UU No. 22 Tahun 1999 empat
jenis, sedangkan UU No. 5 Tahun 1974 menyebutkan
(1) DKI Jakarta, (2) Kotamadya, dan (3) Kota
administratif.
3. Realisasi yang ada, pada masa UU No. 5
Tahun 1974, ada tiga tingkatan pemerintah
Kota yang berjalan: DKI, Kotamadya, dan
Kota administratif; sedangkan UU No. 22
Tahun 1999 praktis hanya Provinsi DKI dan
seluruh Kota.
4. Sebutan pemerintahan perkotaan pada UU
No. 5 Tahun 1974 ditujukan untuk
pembagian wilayah dalam rangka asas
dekonsentrasi semata, sedangkan UU No. 22
Tahun 1999 ditujukan untuk desentralisasi
semata dan selebihnya di’rencanakan
merupakan perangkat daerah kecuali
‘metropolitan’.
“Dalam Pasal 90 UU No. 22 Tahun 1999
diidentifikasikan empat jenis kawasan
perkotaan. Pertama, kawasan
perkotaan yang telah berstatus kota.---
diatur jelas dan terwujud (KOTA).
Kedua, kawasan perkotaan yang
merupakan bagian dari kabupaten.
Kawasan ini dapat berstatus kelurahan
dan/atau kecamatan.---tidak jelas
operasionalnya (PRA-KOTA).
Ketiga, kawasan perkotaan baru yang
merupakan hasil pembangunan yang
mengubah kawasan perdesaan menjadi
perkotaan di kabupaten.---ada prakteknya
tapi belum diatur dengan jelas
operasionalnya. (KOTA BARU)
Keempat, kawasan perkotaan yang
merupakan bagian dari dua atau lebih
daerah otonom yang berbatasan sebagai
satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik
perkotaan.---ada gejalanya, belum diatur
(METROPOLIS).
 “Kota metropolitan berpenduduk lebih
dari 1 juta jiwa, kota besar
berpenduduk 500.000 s/d 1 juta, kota
sedang berpenduduk 100.000 s/d
500.000 dan kota kecil berpenduduk
20.000 s/d 100.000. Struktur
pemerintahan bagi 86 kota yang telah
berstatus berotonomi hingga kini belum
terlihat variatif.”
 Secara substansial berarti belum
efektifnya fungsi desentralisasi dalam
menciptakan keaneka ragaman
penyelenggaraan pemerintahan sesuai
dengan kondisi setempat. Aspirasi pasal
92 (3) untuk diterbitkannya peraturan
perundang-undangan yang secara
khusus mengatur pengelolaan dan
pemerintahan perkotaan hingga kini
belum terwujud.”
PERSAMAAN
• Sama-sama secara normatif menganggap kelurahan
adalah perangkat pemerintahan bagi masyarakat
perkotaan dan Desa bagi masyarakat perdesaan.
• Sama-sama secara sosiologis, masyarakat Kota dapat
berada dalam sebuah wilayah dengan status
pemerintahan Kabupaten (bukan Kota). Oleh karena
itu, kelurahan dapat berada di wilayah Kabupaten.
 Hampir sama dalam mengatur sejumlah
kawasan perkotaan dan pemerintahan
perkotaan.
 Perbedaan utamanya adalah UU No. 22
Tahun 1999 menganggap bahwa dalam Kota
tidak dimungkinkan adanya Desa, sedangkan
UU No. 32 Tahun 2004 masih memungkinkan
jika kondisi sosial ekonomi masih perdesaan,
dan secara umum masyarakat masih
menghendaki bentuk Desa. Dalam hal ini UU
No. 32 Tahun 2004 sama dengan UU No. 5
Tahun 1974.
BAB X
KAWASAN PERKOTAAN
Pasal 199
(1) Kawasan perkotaan dapat berbentuk :
a. Kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;
c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan
langsung dan memiliki ciri perkotaan.
(2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dikelola oleh pemerintah kota.
(3) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola
yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada
pemerintah kabupaten.
(4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dalam hal penataan
ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan
umum tertentu dikelola bersama oleh daerah
terkait.
(5) Di kawasan perdesaan yang direncanakan
dan dibangun menjadi kawasan perkotaan,
pemerintah daerah yang bersangkutan dapat
membentuk badan pengelola pembangunan.
(6) Dalam perencanaan, pelaksanaan
pembangunan, dan pengelolaan kawasan
perkotaan, pemerintah daerah
mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat.
(7) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan
ayat (6) ditetapkan dengan Perda dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
TIDAK ADA SATU PUN DEFINISI YANG DAPAT
DITERIMA OLEH SEMUA KALANGAN.
STEVEN PINCH (1985) MENGEMUKAKAN TIGA
KRITERIA UNTUK MENENTUKAN APAKAH SUATU
WILAYAH DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI KOTA ATAU
BUKAN.
KRITERIA FISIK
BERKAITAN DENGAN ADA TIDAKNYA WILAYAH
TERBANGUN DAN INTENSITAS WILAYAH TERBANGUN
TERSEBUT
 1. SUATU WILAYAH YANG ANTARA BATAS FUNGSIONAL
DAN NON-FUNGSIONALNYA BERHIMPIT
2. SUATU WILAYAH KOTA YANG BATAS FUNGSIONALNYA
LEBIH LUAS DARI BATAS NON-FUNGSIONALNYA
3. SUATU WILAYAH KOTA YANG BATAS FUNGSIONALNYA
LEBIH SEMPIT DARI BATAS NON-FUNGSIONALNYA
4. HANYA BATAS FUNGSIONAL SAJA, SEMENTARA BELUM
TERDAPAT PERATURAN YANG MENJADI DASAR BAGI
WILAYAH TERSEBUT UNTUK MENAJDI KOTA.
Daldjoeni (2003): “Pengertian kota di sini dikaitkan dengan
adanya hak-hak hukum bagi penghuni kota. Di zaman
Hindia belanda kota-kota seperti Salatiga, Sukabumi, dan
Probolinggo, bersatatus haminte (gemeente) dengan alasan
jumlah penduduknya yang berbangsa Eropa 10% lebih,
mereka ini tidak di bawah kekuasaan Bupati lalu kota
diatur menurut hukum Belanda ditempatkan di bawah
kekuasaan burgemeester (walikota). Di zaman
kemerdekaan jumlah kotamadya (bekas gemeente) terus
bertambah dengan alasan lain yaitu daya otonominya.”
Oleh karena itu terkait dengan struktur pemerintahan
daerah yang diatur dalam UU Pemerintahan daerah.
Kawasan
Permukiman
Sub Pusat
Pen
g hu Kegiatan
wila bun
yah g

CBD

Kota

Perumahan

Permukiman
PENGEMBANGAN
PERUMAHAN
melalui
KPS (Kerjasama
Pemerintah &

uu
Swasta)

laakk
PPeel
SPM Pelayanan
P
PS
Dasar
SU
U
~ BLU PPP Aset
~ DAK Kepastian
Masyarakat
Kesiapan
~ Tugas Pem- (Owner)
Lahan & PSU
bantuan
~ Dekon
~ PSO
- PRO JOB
- PRO POOR ~ Stimulan
- PRO GROWTH
-PROENVIRONMENT

Public
Public Private
Private Partnership
Partnership

Marginal
Productivity of
Personal Capital
(Pembentukan Aset
Masyarakat)
BAYAR PAJAK
(NPWP/SPT/BPHTB/
PBB) 23
Dengan terselenggaranya suatu sistem yang baik dalam penyelenggaraan
perumahan akan menunjang Pro Job, Pro Poor, Pro Growth, dan Pro
Environment yang juga dicanangkan oleh Presiden RI.

Terkait dengan perumahan kumuh, merupakan kesepakatan internasional


dalam rangka MDGs dan Urban Renewal, tergantung dari Public Private
Partnership menyelesaikan perumahan kumuh menjadi perumahan yang baik

Dengan tiga fokus utama dalam pengembangan perumahan diatas,


sebagai instrument dalam urban development melalui pembangunan
perumahan baru dan peningkatan nilai aset perumahan, diperlukan suatu
pengaturan yang tegas, sistem pembiayaan yang handal serta
kelembagaan yang kuat sesuai dengan tantangannya.
Pemerintah Pemda Masyarakat Dunia usaha
APBN APBD Swadaya Dana swasta
- Stimulan rumah - RTRW
- Rusun - Stimulan rumah
- Tanah
- PSU - PSU - Bangunan komersil
- Rumah
- Pengaturan - Pendampingan
- Pendampingan - Tanah

- Kesehatan
masyarakat
- Kegiatan
Peningkatan ekonomi
Pembayaran - Pengurangan
pajak (PBB)
oleh kemiskinan
masyarakat

Peningkatan Kualitas Perumahan melalui Perumahan


Peningkatan
Kerjasama Pemerintah, Swasta, dan yang terencana nilai/kualitas aset
Masyarakat penduduk
Pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh diatur dalam Pasal 94 dan 95

Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh diatrur Pasal 96 - 104
CATATAN UNTUK PEMDA PADA PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KUMUH

1. TUGAS PEMDA DALAM PENYELENGGARAN PKP Pasal 14 dan 15

a. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman ( Pasal 15 huruf i)


b. Menyediakan pendampingan bagi masyarakat (Pasal 15 huruf p)

2. WEWENANG PEMDA DALAM PENYELENGGARAAN PKP Pasal 17 dan 18

a. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan dan permukiman kumuh
(Pasal 15 huruf h)

b. Memfasilitasi peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh (Pasal 15 huruf i)


PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN BARU

1.Pasal 58 ayat (3) huruf b Pasal 66


GRAND DESIGN
PENYELENGGARAAN Pembangunan Baru
PERUMAHAN DAN
KAWASAN PERMUKIMAN

Pembangunan
Kawasan
Perkotaan/Perdesaan
Pengaturan
Kelembagaa
n
Perumahan Yang Telah Terbangun Pembiayaan

Anda mungkin juga menyukai