Anda di halaman 1dari 35

Konsep Islam Tentang Qadha

dan Qadar (Taqdir)


Apakah kita harus Percaya Adanya Taqdir?

Jawaban: Ya, karena percaya


kepada taqdir merupakan salah
satu rukun iman (khusunya
paham Ahlussunah Waljama’ah)
(Paham Syi’ah tidak
memasukkannya sebagai rukun
iman)
Apakah yang disebut Taqdir itu?

Orang sering berkata: “ Sudahlah,


perkara itu sudah menjadi taqdir
Tuhan, tidak perlu dibicarakan lagi”
Makna pengertian taqdir yang paling
mendasar ialah dalam kaitannya
dengan ketetapan/ketentuan ilahi
yang tidak dapat dilawan.
A. Makna Etimologi
QADA menurut Bahasa (etimologi) dari kata qada (arab)
berarti:
Perintah (QS AL-Isra’ ayat 23)
‫وقضى ربك أالتعبدوإال إيٍاه‬
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia...
Menetapkan (QS Al-Isra’ ayat 4)
‫وقضينا إلى بني إسراءيل في الكتب‬
Dan telah kami tetapkan terhadap bani israil dalam kitab itu...
Menghendaki (QS Al-Baqarah ayat 117)
‫وإذا قضي أمرا فإنّما يقول له كن فيكو ن‬
Dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia mengatakan,jadilah maka jadilah ia...
Menjadikan (QS Fussilat ayat 12)
ّ
‫فقضهن سبع سموات فى يومين‬
Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa...

QADAR (etimologi) artinya kekuasaan Allah untuk


menentukan ukuran, susunan, dan aturan terhadap sesuatu
Makna Terinologi

• Qada keputusan Allah SWtentang segala sesuatu


atau rencana yang telah diputuskan
• Qada adalah hukum Allah yang telah Dia
tentukan untuk alam semesta ini
• Qadar ialah perwujudan dari ketentuan-ketentuan
Allah SWT yang telah ada sejak zaman azali.
• Qadar dapat diartikan pula,suatu peraturan umum
yang telah ditetapkan Allah untuk menjadi dasar
alam ini, di mana terdapat hubungan sebab akibat
Bentuk-Bentuk Ketetapan Tuhan
(Taqdir & Sunnatullah)

Taqdir: Digunakan untuk menerangkan hukum


ketentuan Allah tentang alam raya: (1) Dan
(dijadikan oleh-Nya) dan rembulan dengan
perhitungan (yang tepat) itulah taqdir (oleh) yang
Maha Tinggi dan Maha Tahu (Qs: al-An’am:96).
(2) “Dan matahari itu berjalan pada garis edar
yang tetap baginya, itulah taqdir (oleh) yang
Maha Tinggi dan Maha Tahu” (Qs.Yasin:38)
Maka kalau kita perhatikan firman-firman yang
mengandung perkataan “taqdir” adalah digunakan
dalam maknanya sebagai hukum alam (natural law).
Sebagai hukum alam, maka tidak satupun gejala alam
yang terlepas dari Allah, termasuk perbuatan manusia.
Karena itu perkataan “taqdir “dan “qadar” (dari
derivasi akar kata yang sama), juga digunakan dalam
pengertian: (1) Dan dia ciptakan segala sesuatu, maka
dibuat hukum kepastiannya (taqdirnya) sepasti-pastinya)
(Qs. al-Furqab/25:2). (2) “Sesungguhnya Kami ciptakan
segala sesuatu dengan hukum kepastian (qadar)” (Qs.
Al-Qamar/54:49).
Adalah justru karena unsur
kepastiannya, maka taqdir tidak dapat
dilawan oleh manusia.
Dengan Demikian tunduk kepada taqdir
dalam pengertian di atas adalah:
Segala perbuatan manusia harus
memperhatikan dan memperhitungkan
hukum ketentuan Tuhan dalam alam
raya ini, karena kita memang tidak
mungkin melawan atau mengubahnya.
• Dengan perkataan lain, lingkungan material di
sekeliling manusia dan yang terkait erat dengan
kehidupannya di dunia ini berjalan mengikuti
hukum-hukum ketentuan yang pasti dari Tuhan
Maha Pencipta, yang hukum-hukum ketentuan
itu dapat dipadankan atau ekuivalensi dengan
istilah sehari-hari, yaitu “hukum alam” (natural
law).
• Maka sudah tentu untuk mendapatkan sukses
dalam kehidupan duniawi ini manusia dituntut
untuk memahami hukum ketentuan Allah bagi
lingkungan sekelilingnya, yaitu alam. Sebab alam
memang diciptakan Allah untuk manusia, dan
manusia pasti dapat menarik manfaat darinya
jika mau berpikir dan berusaha memahaminya
Sunnatullah
• Selain adanya hukum ketentuan Allah dalam pengertian
taqdir yang mengatur lingkungan material hidup
manusia, terdapat hukum ketentuan lain dari Allah
dalam pengertian Sunnatullah, yang mengatur
lingkungan sosial hidup manusia itu. Sunatullah disebut
sebagai hukum sejarah.
• Sunatullah yang diterangkan secara eksplisit oleh Allah
kepada manusia melalui agama hanya bersifat garis besar
dan amat prinsipil, yakni yang langsung bersangkutan
dengan natur manusia dan fitrahnya, yang manusia
cenderung untuk melupakannya (dalam hal ini, misalnya,
adanya hukum yang cukup terinci tentang perzinaan,
pencurian, pembagian harta pusaka, perkawinan, soal
anak angkat dan sebagainya).
Sunnatullah Tidak Bisa Diubah
• Ditegaskan pula bahwa hukum Allah (Sunnatullah) dalam
hidup manusia itu tidak akan berubah, jadi bersifat pasti. al-
Qur’an menegaskan :”…sebagai sunnatullah yang berlaku
atas orang-orang terdahulu, dan kamu sekali-kali tidak akan
mendapati perubahan pada sunnatullah” (Q.s. al-
Ahzab/33:62), (lihat juga Q.s. al-Ahzab/33:38, Q.s. al-
Fathir/35:43 dan Q.s. al-Fath/48:23).
• Tinggal bagaimana manusia mampu mengidentifikasi dan
memahaminya dari sejarah, untuk kemudian membuat
kesimpulan-kesimpulan umum atau generalisasi tentang
hukum yang menguasai hidup sosial manusia itu. Jadi
ungkapan sehari-hari “belajar dari sejarah” adalah suatu
truisme yang amat penting.
Perbedaan Taqdir dan Sunnatullah
• Terdapat perbedaan penting antara hukum-hukum alam
(taqdir) dengan hukum-hukum sejarah (sunnatullah).
Hukum-hukum fisika dan kimia yang dasarkan pada
kausalitas hukum alam, berlaku bagi benda-benda mati
yang tak mampu menerima bimbingan. Di lain pihak
hukum-hukum masyarakat, meskipun sama kokoh dan
pastinya dengan hukum ilmiah manapun, hanya berlaku
pada manusia, yang memiliki kuasa untuk memilih mana
hukum yang hendak diberlakukan bagi dirinya, yang akan
menghasilkan kebahagiaan ataupun kesengsaraan.
Karakteristik Sunnatullah
• Sunnatullah itu bersifat permanen dan universal.
Norma-norma sejarah bersifat tetap, tidak
berubah dan berlaku secara universal, tidak
tersekat oleh ruang dan waktu, tidak terbatas
untuk orang-perorang atau sekelompok orang
(masyarakat), dalam pengertian bahwa hukum
sejarah tidak mengenal adanya pengecualian. :”
• Maka sekali-kali engkau tidak akan menemukan
pengganti bagi sunnah Allah, tidak pula engkau
akan mendapati bahwa sunnah Allah itu
menyimpang” (Q.s. al-Fatir/35:43 ).
• “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk
sorga padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka
dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan), sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya”Bilakah datangnya pertolongan Allah?
Ingat, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat” (Q.s. al-Baqarah/2:214).
Ikhtisar
• Dengan demikian manusia di dalam hidupnya
tidak bisa lepas dari taqdir dan Sunnatullah
• Jika orang ingin sukses dalam hidup harus
memahami dan mentaati keduanya.
• Dalam konteks pengembangan ilmu : Pemahaman
akan taqdir melahirkan Hard science, pemahaman
atas sunnatullah melahirkan Soft Science.
Percaya Taqdir dan Sunnatullah bukan
Fatalisme
• Paham taqdir dan Sunnatullah, tidak
sebanding fatalisme yaitu paham nrimo
dan tidak lagi berusaha, karena segala
sesuatu dipercaya sebagai nasib.
• Orang yang percaya kepada taqdir,
sebaliknya harus yakin bahwa untuk
meraih sukses harus ada ikhtiar. Karena itu
merupakan Sunnatullah.
Pemahaman Taqdir yang Umum di
Masyarakat Tidak 100% Salah
• Istilah “Menerima taqdir” yang umum dipergunakan dalam
masyarakat itu benar jika dikenakan kepada sesuatu yang telah
terjadi, yang telah lewat, dan sudah tutup buku. Jadi bukan untuk
sesuatu yang belum terjadi. Firman Allah: Tiada suatu bencanapun
yang menimpa di bumi (tidak pula) pada dirimu sendiri sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz), sebelum kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah (Qs.57:22) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu
jangan berduka cita terhadap apa ayang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadapapa yang diberikan-Nya
kepadamu. Dan allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (Qs.57:23)
• Tentu saja semua itu berlaku kalau semua itu telah terjadi, jadi kalau
segala sesuatu telah terjadi ini adalah taqdir Allah. Tapi kalau belum
terjadi, ibarat sebuah buku yang masih satu persoalan terbuka, maka
sikap kita adalah ikhtiar.
Sikap Terbaik
• Sebaik-baik sikap ketika mengalami kegagalan adalah rela
(ridha) kepada Allah atas segala rencana-Nya, dan ketika
mengalami keberhasilan adadalah bersyukur kepada
Allah, juga atas segala rencana-Nya. Maka kita menjadi
tidak terlalu sedih dan berputus asa ketika gagal, juga
tidak terlalu membanggakan diri ketika sukses.
• Jadi jika kita percaya kepada taqdir kita terapkan dengan
benar, justru akan menjadi bekal keberhasilan hidup,
karena akan memuat pribadi yang seimbang, tahu diri,
tidak gentar menghadapi masa depan, karena kita percaya
“campur Tangan Tuhan”.
B. Pendekataan Memahami Takdir
Ilmu
Kitabah
Masyi’ah
Al-khalq
ILMU
“ Tiada seorangpun
yang sanggup
menghitung
ilmunya”
Kitabah
‫‪Masyi’ah‬‬
‫انماامره اذا ارادشيئا ان يقول له‬
‫كن فيكون(يش‪)162:‬‬
Al-Khalq ُ‫ك ِعبَا ِدي َعنِّي فَإِنِّي قَريبٌ أ‬
ِ ‫اع إِ َذا َد َع‬
َ‫ان‬ ِ َّ
‫د‬ ‫ال‬ َ ‫ة‬ ‫و‬
َ ‫ع‬ْ ‫د‬
َ ُ‫يب‬ ‫ج‬ِ ِ َ َ ‫ل‬َ ‫إِ َذا َسأ‬
‫وا بِي لَ َعلَّهُ ْم‬ ْ ُ‫ُوا لِي َو ْلي ُْؤ ِمن‬
ْ ‫فَ ْليَ ْستَ ِجيب‬
Firman Allah :
‫ُوا َما بِأَنفُ ِس ِه ْم‬ ْ ‫إِ َّن هَّللا َ الَ يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّر‬
Maksud : “Sesungguhnya Allah tidak mengubah
apa yang ada pada sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah apa yang ada pada diri
mereka sendiri.” (Ar-Ra’du:11
C. Beriman Kepada Qodo Allah &
Qodarnya
• Firman Allah :
• َّ‫ض َوال فِي أَنفُ ِس ُك ْم إِال‬ِ ‫ر‬ْ َ ‫األ‬ ‫ي‬ ِ ‫ف‬ ‫ة‬
ٍ َ ‫ب‬ ‫ي‬‫ص‬ِ ‫م‬ُّ ‫ن‬‫م‬ِ ‫اب‬
َ ‫ص‬َ َ ‫َما أ‬
َ ِ‫ب ِّمن قَ ْب ِل أَن نَّ ْب َرأَهَا إِ َّن َذل‬
‫ك َعلَى هَّللا ِ يَ ِسي ٌر‬ ٍ ‫فِي ِكتَا‬
Maksudnya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.” (Al-Hadid:22 )
• ‫ث َويَ ۡعلَ ُم َما فِى‬ َ ‫إِ َّن ٱهَّلل َ ِعن َدهُ ۥ ِع ۡل ُم ٱلسَّا َع ِة َويُنَ ِّز ُل ۡٱل َغ ۡي‬
‫سٌ َّما َذا تَڪ ِۡسبُ َغ ۬ ًد ۖ‌ا َو َما تَ ۡد ِرى‬ ۬ ‫ٱأۡل َ ۡر َح ‌ۖ ِام َوما تَ ۡدرى نَ ۡف‬
ِ َ
ۢ
)٣٤(‫ض تَ ُموت‌ إِن ٱ َ َعلِي ٌم َخبِي ُر‬‫هَّلل‬ َّ ُ ۚ ٍ۬ ‫ى أَ ۡر‬ ۢ ‫نَ ۡف‬
ِّ َ ‫سُ بِأ‬
“…Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui(dengan
pasti) apa yang akan diusahakannya esok. Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan
mati….” – QS Luqman:34
D. Ikhtiar manusia
• Allah telah menetapkan segala sesuatu dalam
hidup dan sejarah manusia, tetapi di samping itu
ia harus dimintakan pertanggungjawabannya
• Telah menjadi sunnatullah bahwa setiap kejadian,
mengandung kualitas dan hikmah. Ada sebab dan
akibat, disamping ada tujuan. Apabila seseorang
ingin pintar, dia harus belajar
• Usaha serta diiringi dengan doa adalah kewajiban
manusia, tapi kepastian terakhir adalah di tangan
Allah
• Tidaklah benar paham fatalisme yang diajarkan oleh
mazhab jabariyah, di mana manusia sama sekali tidak
bebas, semuanya telah terikat ibarat robot Allah, hidup
secara mesin (Nasrudin Rizah, 1973)
• Manusia harus beruasaha, karena kemenangan itu adalah
buah dari perjuangan
• “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga,
padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang
berjihad di antara kamu, dan nyata orang-orang yang
sabar. [al Baqarah/2:155-157]
• “sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu
bangsa, sehingga mereka mengubah keadaan mereka
sendiri. ( Ar-Ra'd ayat 11)
 Iman kepada takdir akan membawa peningkatan
ketakwaan, bahwa baik keberuntungan maupun kegagalan
dapat dianggap sebagai ujian dari Allah

 Ujian itu perlu diberikan kepda mereka yang beriman


agar sejahtera dan bahagia hidupnya.

 Orang-orang beriman banyak mendapat ujian dari Allah,


ujian itu akan menilai kualitas iman seseorang dan untuk
mempertinggi takwa, guna menjadi modal hidup yang
paling berharga sebagai seorang muslim.

Manusia hendaklah hidup dengan ikhtiar, yaitu bekerja


atas syarat-syarat maksimal sambil tawakal dan berdoa
beberapa ayat yang menyatakan kehendak Allah yang pasti terhadap manusia

1. Ayat-ayat yang menyatakan kekuasaan mutlak Allah:


“maka Allah menyesatkan siapa saja yang di kehendaki-Nya, dan
memberi petunjuk kepada siapa saja yang di kehendaki-Nya. (QS. Fatir
[35] : 8)
  “tidak akan mengenai musibah di bumi ini, dan demikian pula
terjadi pada diri kamu, melainkan sudah tertulis dalam kitab,
sebelum kami wujudkan kejadian-kejadian tersebut. Sesungguhnya
yang demikian itu mudah bagi Allah
(Al Hadit 22-23)
beberapa ayat yang menyatakan kehendak Allah yang pasti terhadap manusia

2. Ayat-ayat tentang ikhtiar dari manusia


• “dan tidak ada yang kamu kehendaki dan kecuali telah di kehendaki
oleh Allah yang mempunyai jagat raya ini.

• “andaikan Allah menghendaki, pasti dia memberi petunjuk kepada


kamu semua.
 
• “maka barangsiapa yang menghendaki iman, maka berimanlah dia.
Dan barangsiapa yang menghendaki kafir, kafirlah dia.
 
• “jangan putus harapan terhadap rahmat Allah, sebab sesungguhnya
tidak akan putus harapan terhadap rahmat Allah melainkan kaum kafir
saja “. (Q.S Yusuf: 87)

 
• Harus diingat pula bahwa segala masalah yang ruwet itu hanya
terbit pada akal manusia.
• bahwa manusia diberikan kebebasan memilih free will dari dua
jalan yang terbentang, yaitu yang hak dan yang batil, yang islam dan
yang kafir
• Dengan demikian, lalu manusia berhak menerima ganjaran dan
pahala dari Allah Swt
• Sebagaimana yang diibaratkan oleh Buya Hamka tentang manusia
dalam takdir Allah :
“laksana kebebasan warga dalam satu negara. Dia bebas dalam
lingkungan undang-undang. Sebab itu pada hakikatnya tidaklah
bebas.
E. Hikmah Iman Kepada Takdir
• Tidak akan lurus dan benar urusan dunia dan agama ini tanpa
adanya iman kepada tauhid dan syari’at
• Takdir adalah rahasia Allah mengenai makhluk-Nya, tidak ada yang
mengetahuinya, tidak yang paling dekat dan tidak pula Nabi yang
diutus.
• Banyak nash-nash syariat yang membahas masalah takdir.
Diantaranya, ada yang menafikam kezaliman Allah seperti firman
Allah :
“Dan tidaklah kami menganiaya mereka, tetapi merekalah yang
menganiaya diri nereka sendiri. (Q.S Az-Zukhruf [43] : 76).

“Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia


sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri
mereka sendiri. (Q.S Yunus [10] :44).
• Rasulullah SAW melarang umatnya agar tidak
membandingkan dan membahas terlalu mendalam tentang
qada dan qadar. Karena hal itu akan mendorong untuk
membanding-bandingkannya dengan hal-hal yang bisa
diindra, yang diantaranya mengakibatkan terbentuknya fikrah
maddiyah (pemikiran materialisme).

• Di dalam AlQur’an terdapat peringatan yang serupa dengan


masalah ini, yaitu tentang hakikat ruh. Allah berfirman:

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah,


Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit. (Q.S Al Isra’ [17] :85).
Beriman kepada takdir memiliki hikmah yang sangat besar dalam
kehidupan manusia, antara lain sebagai berikut :

 Memelihara jiwa dari perasaan sombong (terutama bila sedang pada


posisi sukses).

 Menjauhkan perasaan lemah, putus asa dan benci (terutama jika


sedang mengalami bencana).

 Menumbuhkan sifat-sifat keutamaan (misalnya sifat keberanian,


berhati besar, berlapang dada).

 Memelihara kesucian jiwa misalnya tidak iri dan benci terhadap


kanikmatan yang diterima pihak lain (Azhar basyir, 1980).

Anda mungkin juga menyukai