Anda di halaman 1dari 50

INFEKSI VIRUS

HIV/AIDS

Oleh : Bella Fevi Aristia,S.Farm., M.Farm., Apt


Pokok Pembahasan
◦ Mekanisme infeksi virus
◦ Manifestasi klinik dan laboratorik
◦ Antivirus – manajemen ARV pada pasien HIV
◦ Manajemen obat - pasien dengan HIV (history taking, data lab-klinik, dan
konseling obat.
SISTEM IMUNE
 Sistem imun adalah mekanisme tubuh untuk melawan benda asing
yang masuk ke dalam tubuh manusia seperti bakteri, virus,
parasit, dll.
 Sistem imun akan mengenali molekul (antigen) yang spesifik dari
bakteri atau virus yang merangsang timbulnya antibodi (sejenis
protein) dan sel darah putih yang disebut limfosit.
STRUKTUR SISTEM IMUN
Organ system imun berada di seluruh bagian tubuh → limfoid (berisi limfosit)

Jaringan limfoid • Ex : kelenjar thymus


Primer • Sumsum tulang belakang

Jaringan limfoid • Berkapsul : limpa & kelenjar limfa


Jaringan limfoid • Tidak berkapsul : tonsil, GALT
Sekunder (gut-associated lymphoid tissue, jar
limfoid di kulit, sal nafas, kemih &
reproduksi
ORGAN SISTEM IMUN DAN FUNGSINYA
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)

H
HIV
: Human manusia
I : Immunodeficiency penurunan kekebalan
V : Virus virus
Acquired = didapat
Immune = kekebalan tubuh
Deficiency = menurun/berkurang
Syndrome = kumpulan gejala penyakit

AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul


akibat menurunnya kekebalan tubuh yang didapat
Morfologi HIV
Virus ini termasuk dalam anggota keluarga
Retrovirus
HIV memiliki struktur dasar yaitu inti (core),
protein matriks, dan selubung cirus
(envelope)
Selubung virus tersusun atas dua lapis lemak
dan beberapa protein yaitu gp120 dan gp41.
Inti virus terdiri dari protein p24 yang
mengelilingi dua untai tunggal RNA HIV dan
enzim yang diperlukan untuk replikasi
HIV, seperti reverse transcriptase,
protease, ribonuklease, dan integrase.
Enzim reverse transcriptase --- mengubah
informasi genetik RNA –DNA – provirus ---
integrasikan ke sel target
KLASIFIKASI
HIV

 HIV terbagi menjadi 2 tipe : HIV 1 dan HIV 2


 HIV-1 terbagi menjadi kelompok mayor (M), outhet (O), non-M, non O
 HIV-2 terbagi menjadi subtipe A dan B
FAKTOR
RESIKO
HIV

1. Transeksual : Hubungan seks yang tidak aman ( homo atau


heteroseks )
2. Penularan horizontal dari darah, produk darah
3. Terpapar darah yg terinfeksi HIV secara parenteral
(pemakaian jarum suntik bersama atau transfusi darah)
4. Penularan vertikal dari ibu ke bayinya
EFEK HIV TERHADAP SISTEM
IMUN
HIV akan mengganggu proses normal, dengan meginfeksi sel T-helper

Sistem imun akan menghancurkan HIV, tetapi ada beberapa yang lolos dan tetap menginfeksi sel
T-helper

Sel T-helper yang terinfeksi aktif memproduksi virus baru

Sel T-helper banyak yang hancur selama proses replikasi virus


SIKLUS HIDUP HIV

Binding and Reverse


Integration
Fusion transcription

Budding Assembly Replication


SIKLUS HIDUP HIV

Binding and Fusion


SIKLUS HIDUP HIV • Protein gp120 dan gp41 dari virus HIV
berikatan dengan reseptor sel CD4+ dan
koreseptor yang berada diluar sel CD4+,
serta makrofag.
• Masuknya virus tersebut di fasilitasi oleh
reseptor kemokine CCR5 dan CXCR4.
• Selaput HIV dan selubung protein tetap
berada di luar sel CD4+, sedangkan inti
virus memasuki sel CD4+.
• Enzim sel CD4+ berinteraksi dengan inti
virus dan merangsang pelepasan RNA
virus serta enzim reverse transcriptase,
integrase dan protease.
1. Protein gp120 dan gp41 menempel pada
reseptor sel CD4+ 2. Setelah menempel, maka
akan terjadi fusi sehingga
virus HIV bisa masuk
dalam sel CD4+
SIKLUS HIDUP HIV

Reserve Transcription

 Setelah memasuki sel CD4+, RNA HIV harus


dikonversi menjadi DNA sebelum dapat
dimasukkan ke dalam DNA sel CD4 +
 Penggabungan ini harus terjadi agar virus
berkembang biak. Konversi RNA HIV ke DNA
dikenal sebagai transkripsi balik (reserve
transcription) dan dimediasi oleh enzim reserve
transkriptase HIV.
 Pada proses ini menghasilkan untai tunggal DNA
dari viral load. Untai tunggal DNA baru ini
kemudian mengalami replikasi menjadi DNA HIV
beruntai ganda.
SIKLUS HIDUP HIV

Integration
• Setelah proses transkripsi balik
(reserve transcription) terjadi, DNA
virus dapat memasuki inti sel CD4 +
• Enzim integrase virus kemudian
memasukkan DNA virus ke dalam DNA
sel CD4 +, proses ini dikenal sebagai
integrase (penggabungan).
• Sel CD4 sekarang telah diubah menjadi
DNA virus bergabung dengan DNA sel CD4+
pabrik yang digunakan untuk
menghasilkan lebih banyak HIV.
SIKLUS HIDUP HIV

Replication
◦ DNA virus yang berhasil
bergabung dengan DNA CD4+
akan mengalami proses
replikasi
◦ Ketika DNA CD4+ bereplikasi,
maka secara otomatis DNA HIV
juga ikut replikasi. Inilah yang
mengawali sintesis protein HIV
ddalam tubuh manusia
terinfeksi
SIKLUS HIDUP HIV

Assembly
 Assembly merupakan proses
penyusunan virus baru.
 Protein HIV, RNA virus, dan semua
komponen yang diperlukan untuk
membuat virus baru, berkumpul di
membran sel CD4 + untuk membentuk
virus baru.
 Virus baru memiliki semua komponen
yang diperlukan untuk menginfeksi sel
CD4 + lain tetapi tidak dapat
melakukannya (karena masih
immature)
 Virus baru dapat mendorong dinding
sel CD4+, dan meninggalkan sel CD4+
SIKLUS HIDUP HIV

Budding

◦ Setelah virus baru meninggalkan CD4+ maka virus akan


mengeluarkan enzim protease HIV, yang akan memotong
protein panjang dari virus menjadi unit fungsional yang lebih
kecil yang kemudian berkumpul kembali untuk membentuk
virus dewasa (mature). Virus sekarang siap untuk menginfeksi
sel lain.
Metode Pemeriksaan HIV

Jenis - jenis tes HIV :


1. ELISA
◦ ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibodi
yang dibuat tubuh terhadap virus HIV.
◦ Antibodi tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah
minggu ke 12 setelah terpapar virus HIV.
◦ Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air
kencing.
Metode Pemeriksaan HIV

2. Western Blot
◦ Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap
HIV.
◦ Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih
sensitif dan lebih spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat
kecil.
◦ Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam
melakukannya.
Metode Pemeriksaan HIV
3. IFA
◦ IFA (Indirect Fluorescent Antibody) juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi
ELISA positif. Kekurangan mahal.
4. PCR Test
◦ PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah uji yang memeriksa langsung
keberadaan virus HIV di dalam darah.
MANIFESTASI KLINIK HIV

Primary Infection or Acute Retroviral Syndrome

 Infeksi primer terjadi ketika HIV pertama kali memasuki tubuh → banyak virus dalam
darah
 Orang dewasa yang baru terinfeksi sering mengalami sindrom retroviral akut
 Tanda dan gejala sindrom retroviral akut termasuk demam, mialgia (nyeri otot), sakit
kepala, mual, muntah, diare, keringat malam, penurunan berat badan, dan ruam.
Tanda-tanda dan gejala ini biasanya terjadi 2-4 minggu setelah infeksi,
MANIFESTASI
KLINIK HIV
MANIFESTASI KLINIK HIV
Stadium Klinik 3
• Penurunan berat badan yang banyak, tanpa sebab • Oral Hairy Leukoplakia pada lidah
yang jelas
• Tuberkulosis paru
• (> 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan
sebelumnya) • Infeksi bakteri parah (contoh: pneumonia,
empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang
• Diare kronis yang tak jelas penyebabnya selama > atau sendi, bakteraemia)
1 bulan
• Stomatitis, gingivitis atau periodontitis nekrotikan
• Demam intermiten atau menetap yang tak jelas ulseratif akut
penyebabnya selama > 1 bulan
• Anemia (< 8 g/dl), netropenia (<500μL) dan atau
• Candidiasis pada mulut yang berulang thrombositopenia kronis (<50.000 μL) yang tak
jelas penyebabnya
MANIFESTASI KLINIK HIV
Stadium Klinik 4
• Sindrom wasting HIV • Kriptokokosis ekstraparu termasuk meningitis
• Pnemonia Pneumosistis (jiroveci) • Infeksi Mycobacterium non tuberculosis yang
• Pneumonia bakteri berat berulang menyebar
• Herpes simpleks kronis (orolabial, genital, • Lekoensefalopati Multifokal Progresif
anorectal selama > 1 bulan) • Kriptosporidiosis kronis
• Kandidiasis esofagal (kandidiasis di trakea, • Isosporiasis kronis
bronkus, paru2) • Mikosis profunda (histoplasmosis,
• Tuberkulosis ekstra paru koksidiodomikosis)
• Kaposi sarkoma • Septisemia yang berulang (termasuk Salmonella
• Penyakit cytomegalovirus yang tak menyebabkan tifus)
• Toksoplasmosis di SSP • Limfoma (serebral atau non- Hodgkin)
• Ensefalopati HIV • Karsinoma Serviks Invasif
• Leishmaniasis atipikal diseminata
• Nefropati atau kardiomiopati simtomatik terkait
HIV
DATA LABORATORIUM INFEKSI HIV

◦ Laboratorium tes akan membantu memantau status kesehatan pasien HIV


◦ Beberapa tes mungkin akan dilakukan segera setalah pasien dinyatakan
positif HIV
◦ Pemeriksaan lab bertujuan untuk melihat :
1. Fungsi system imun penderita (jumlah CD4+)
2. Seberapa cepat replikasi virus HIV dalam tubuh (Viral load→ RNA HIV)
3. Seberapa baik organ penderita berfungsi (tes untuk melihat fungsi
ginjal, hati, kolesterol, dan sel darah)
DATA LABORATORIUM INFEKSI HIV

Uraian tes meliputi :

- Jumlah CD4+ <200 cells/μL (Nilai CD4+ dibawah 200 cells/μL → AIDS
- HIV Viral load (HIV RNA)
- Resisten test
- HLAB
- Hitung darah lengkap
- Tes Kimia Darah
- Pemeriksaan profil lipid fasting
- Tuberculosis test
- Pemeriksaan Hepatitis A,B,C
Infeksi Oportunistik
 Infeksi yang timbul pada penderita dengan kekebalan tubuh
menurun

 Disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, virus,


parasit) baik dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh

 Bisa disebabkan mikroorganisme yang pada orang normal


tidak menyebabkan sakit

 Dapat terjadi pd CD4 < 200 sel/micro lt maupun


CD4 > 200 sel/micro lt
Candidiasis oral

CNS toxoplasmosis
Terapi ARV
Tujuan : 1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat
2. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan
dengan HIV
3. Memperbaiki kualitas hidup ODHA
4. Memulihkan dan / atau memelihara fungsi kekebalan tubuh
5. Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus
menerus
Inisiasi Memulai Penggunaan ARV
Pasien HIV koinfeksi TB
Pengobatan TB harus dimulai dahulu → ARV diberikan dalam 2-8 minggu sejak mulai obat TB,
tanpa menghentikan terapi TB.
Pada ODHA dengan nilai CD4+ <50 sel/mm3 → ARV harus dimulai dalam 2 minggu setelah mulai
pengobatan TB
Pasien HIV koinfeksi HBV
Berapapun jumlah CD4nya atau stadium klinisnya, ODHA yang memerlukan terapi untuk infeksi
HBV perlu memulai terapi ARV.
Paduan ARV untuk keadaan ini menggunakan Tenofovir (TDF) dan Lamivudine (3TC) atau
Emtricitabine (FTC)
ODHA dengan meningitis kriptokokus
ARV dimulai setelah 5 minggu pengobatan kriptokokus
Ibu Hamil
 Mulai terapi ARV pada semua ibu hamil terinfeksi HIV, apapun stadium klinisnya atau berapapun
jumlah CD4. Hindari penggunaan Efavirenz (EFV) selama trimester I kehamilan.
Golongan
GolonganObat ARV
obat ARV

1. NRTI ( Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)


Analog nukleosida yg menghambat proses perubahan RNA virus menjadi
DNA
Kerjanya menghambat produksi DNA virus
Contoh obat : Zidovudin (ZDV), Lamivudin (3TC), Stavudin (d4T),
Abacavir (ABC), Didanosine (ddI), Zalcitabine (ddC)
2.NNRTI ( Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
Menghambat kerja enzim reverse transcriptase
Contoh obat : Nevirapin (NVP), Efavirenz (EFV), Delavirdin
(DLV)

3. PI ( Protease Inhibitor )
Menghambat enzim protease yg memotong rantai panjang
asam amino menjadi protein lebih kecil
Contoh obat : Indinavir (IDV), Nelfinavir (NFV), Saquinavir
(SQV), Ritonavir (RTV), Amprenavir (APV), Lopinavir (LPV)
Regimen Terapi ARV

Lini Pertama : 2 NRTI + 1 NNRTI


Contoh :
Regimen Terapi ARV
Lini Kedua : 2 NRTI + PI
Efek Samping Penggunaan ARV
Nama ARV Efek Samping
Zidovudin Anemia, intoleransi GI, sakit kepala, sulit tidur,
neutropenia, miopati, asidosis laktat

Lamivudin Asidosis laktat, sedikit toksisitas


Stavudin Pankreatitis, Neuropati perifer, lipoatrofi, asidosis
laktat

Nevirapin Ruam kulit, Steven Johnson syndrome, hepatitis,


keracunan hati

Efavirenz Toksisitas susunan saraf pusat persisten


Pemantauan Pengobatan ARV
Untuk melihat :
Kepatuhan minum obat (adherence)
Gejala baru yang timbul karena efek samping obat
maupun dari perjalanan penyakit itu sendiri
TERAPI SUBSITUSI
(Penggantian Terapi)
Alasan Penggantian Terapi

1. Toksisitas
Mengganti regimen dilakukan dengan mengganti satu atau
lebih obat dari golongan yg sama dengan obat yang
dicurigai mengakibatkan toksisitas.
Misal : AZT atau TDF untuk menggantikan d4T karena
neuropati, TDF dapat menggantikan AZT karena anemia, atau
NVP menggantikan EFV karena toksisitas SSP atau kehamilan.
2. Kegagalan terapi
 Penggantian menjadi regimen yg baru secara keseluruhan
atau penghentian terapi penggantian.
Konseling Terapi
◦ METO (Monitoring efek terapi obat) dan MESO (Monitoring efek samping obat)
◦ Kepatuhan minum obat
◦ Potensi/kemungkinan resiko efek samping atau efek yang tidak diharapkan atau terjadinya sindrom pulih
imun (Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome/IRIS) setelah mulai terapi ARV
◦ Komplikasi yang berhubungan dengan terapi ARV jangka panjang
◦ Monitoring keadaan klinis dan monitoring pemeriksaan lab secara berkala termasuk pemeriksaan CD4+
3 Langkah untuk Meningkatkan Kepatuhan

Langkah 1 : Memberikan Informasi


Pasien diberikan informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana terapi dan kemungkinan timbulnhya
efek samping dan konsekuensi ketidakpatuhan.
Dalam tahap ini utamakan beri informasi positif dari pengobatan sehingga meningkatkan komitmen
kepatuhan berobat

Langkah 2 : Konseling perorangan


Explorasi kesiapan pengobatan pasien.
Explorasi masalah yang mungkin bisa menyebabkan ketidakpatuhan, apakah dari kesibukan
pekerjaannya, atau kesiapan mentalnya dalam membuka status sebgai ODHA di masyarakat
Berikan dukungan agar pasien mampu menghadapi kenyataan dan patuh
3 Langkah untuk Meningkatkan Kepatuhan

Langkah 3 : Mencari Penyelesaian Masalah Praktis dan Membuat Rencana Terapi


 Setelah memahami keadaan dan masalah pasien, selanjutnya diskusi penyelesaian masalah dan membuat rencana
praktis. Misal :
- Dimana obat ARV akan disimpan?
- Pada jam berapa obat diminum?
- Siapa yang akan mengingatkan setiap hari untuk minum obat?
- dll
Perlu dibangun hubungan yang saling percaya antara klien dan petugas kesehatan.
Sikap petugas yang mendukung dan peduli, tidak mengadili dan menyalahkan pasien, akan mendorong klien untuk
bersikap jujur tentang kepatuhan makan obatnya.
Kasus:
Seorang pasien perempuan berusia 32 tahun datang ke poliklinik rawat jalan
sebuah rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan terhadap dirinya. Pasien
mengeluhkan mengalami batuh berdahak yang tidak kunjung reda sejak hampir
1 bulan yg lalu, dan biasanya hanya diobati sengan menggunakan ambroksol.
Diketahui pasien memiliki riwayat penyakit hiv sejak 5 tahun yang lalu karena
pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial. Dokter mendiagnosa pasien
mengalami komplikasi dengan penyakit tbc. Bagaimana penanganan penyakit
tb pada pasien dengan komplikasi hiv?
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai