Anda di halaman 1dari 52

MUAL DAN MUNTAH

Oleh : Bella Fevi Aristia, S.Farm., M.Farm., Apt


ISTILAH

• CINV: chemotherapy-induced nausea and vomiting


• CTZ: chemoreceptor trigger zone
• NK1: neurokinin1
• NVP: nausea and vomiting of pregnancy
• PONV: postoperative nausea and vomiting
• RINV: radiation-induced nausea and vomiting
• SSRI: selective serotonin reuptake inhibitor
DEFINISI
NAUSEA MUAL VOMITING MUNTAH

• Mual dan muntah adalah keluhan yang terjadi karena gangguan


pencernaan
• Penyebabnya sangat variabel, sehingga penanganannya tergantung
penyebabnya
• Mual didefinisikan sebagai kecenderungan untuk muntah atau
sebagai perasaan dalam tenggorokan atau epigastric yang
mengingatkan seorang akan terjadi muntah .
• Muntah didefinisikan sebagai ejeksi atau pengusiran dari isi
lambung melalui mulut .
• Mual dan muntah merupakan kondisi yang berhubungan, dan
menjadi salah satu parameter klinik.
Penyebab
• Penyakit yang menyertai mual muntah misalnya penyakit kardiovaskular,
neurologi dan penyakit metabolik.
• Mual dan muntah dapat terjadi pada kehamilan, pada prosedur operasi ,
ataupun akibat penggunaan obat-obatan.
Patofisiologi
• Emesis di koordinasi oleh pusat muntah dalam medula .

• Sumber stimulasi yang penting dari pusat muntah adalah chemoreseptor trigger zone
( CTZ) yang terdapat pada daerah postema.

• CTZ bisa distimulasi oleh toksin atau obat dalam sirkulasi darah karena CTZ tidak
dilindungi oleh sawar darah-otak.

• CTZ adalah bagian dari sistem sirkumventrikular.


• CTZ memiliki banyak reseptor dopamin (hal ini menjelaskan mengapa obat
dopaminergik pada terapi parkinson dapat menyebabkan mual muntah)

• Dopamin adalah suatu neurotransmitter yang terbentuk di otak dan organ tubuh


lain. Neurotransmiter adalah senyawa yang menghantarkan sinyal atau rangsangan
antar sel saraf atau antara sel saraf dengan sel lainnya.

• Dopamin merupakan suatu hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. 

• CTZ juga memiliki reseptor 5HT3 (serotonin)


• Pusat muntah yang ada di medulla menerima serabut aferen dari daerah berikut;

1. Korteks limbik yang betanggung jawab pada kejadian mual karena bau,
penglihatan.

2. Medula spinalis (serabut sponoretikular) yang terlibat dalam keadaan trauma fisik

3. Sistem vestribular , berhubungan dengan penyakit vestibular (contoh vertigo) dan


motion sickness
• CTZ selain banyak terdapat reseptor dopamin dan serotonin juga terdapat sinaps
kolinergik dan histaminergik yang terlibat dalam transmisi dari aparatus vestibular
ke pusat muntah.

• Pusat muntah berjalan ke syaraf vagus dan ke neuron motorik spinalis yang
mempersarafi otot abdomen.

• Pusat muntah berperan terhadap koordinasi kejadian kompleks yang mendasari


terjadinya emesis.

• Peristaltik terbalik memindahkan isi usus halus bagian atas ke dalam lambung ,
kemudian glotis menutup, nafas di tahan, sfingter esofagus dan sfingter gaster
relaksasi dan akhirnya otot abdomen berkonstraksi mengeluarkansisi lambung.
Terapi
Pengobatan mual dan muntah sangat bervariasi, tergantung pada kondisi yang berkaitan

a. dugaan etiologi dan gejala;

b. frekuensi , durasi , dan tingkat keparahan

c. pemilihan cara pakai

d. penggunaan antiemetik sebelumnya


ANTACIDS

• Patients who are experiencing simple nausea and vomiting may use various
antacids.
• In this setting, single or combination nonprescription antacid products, especially
those containing magnesium hydroxide, aluminum hydroxide, and/or calcium
carbonate, may provide sufficient relief, primarily through gastric acid neutralization.
• Common antacid regimens for the relief of acute or intermittent nausea and
vomiting include one or more 15 to 30 mL doses of single- or multiple-agent
products. Potential adverse effects from antacids are usually related to the
presence of magnesium, aluminum,or calcium salts.
• Specifically, osmotic diarrhea from magnesium and constipation from aluminum or
calcium salts may be of concern to patients, particularly those self-medicating with
high or frequently administered antacid doses. Generally, however, when used
occasionally for acute episodic relief of nausea and vomiting, antacids do not produce
serious toxicities.
H2-RECEPTOR ANTAGONISTS

• Patients may use histamine2-receptor antagonists in low doses to manage simple


nausea and vomiting associated with heartburn or gastroesophageal reflux.

• Individual dosages of cimetidine 200 mg, famotidine 10 mg, nizatidine 75 mg, or


ranitidine 75 mg may be used for brief periods. Except for potential drug
interactions with cimetidine, these agents cause few side effects when used for
episodic relief.
ANTIHISTAMINE–ANTICHOLINERGIC DRUGS

• Antiemetic drugs from the antihistaminic–anticholinergic category appear to


interrupt various visceral afferent pathways that stimulate nausea and
vomiting and may be appropriate in the treatment of simple nausea and
vomiting.

• Adverse reactions associated with the use of the antihistaminic–anticholinergic


agents primarily include drowsiness, confusion, blurred vision, dry mouth, and
urinary retention, and possibly tachycardia, particularly in elderly patients.

• Also,as doses are increased or are more frequently administered, patients with
narrow-angle glaucoma, prostatic hyperplasia, or asthma are at greater risk of
complications from the anticholinergic effects of these drugs.
• Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan memblok reseptor –histamin

• Antikolinergik sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan


melepaskan neurohormon yang menghambat asetilkolin
Phenothiazines

• Phenothiazines have been the most widely prescribed antiemetic

agents and appear to block dopamine receptors, most likely in the CTZ.

• Phenothiazines are marketed in an array of dosage forms, none of which appears to be more
efficacious than another. These agents may be most practical for long-term treatment and are
inexpensive in comparison with newer drugs. Rectal administration is a reasonable alternative
in patients in whom oral or parenteral administration is not feasible.

• Phenothiazines are most useful in adult patients with simple nausea and vomiting. Intravenous
prochlorperazine provides quicker and more complete relief with less drowsiness than
intravenous promethazine in adult patients treated in an emergency department for nausea and
vomiting associated with uncomplicated gastritis or gastroenteritis. There are numerous
potential side effects with these medications, including extrapyramidal reactions,
hypersensitivity reactions with possible liver dysfunction, bone marrow aplasia
BUTYROPHENONES

• Two butyrophenone compounds that have antiemetic activity are haloperidol and
its congener droperidol; both block dopaminergic stimulation of the CTZ.

• Although each agent is effective in relieving nausea and vomiting, haloperidol is


not considered first-line therapy for uncomplicated nausea and vomiting but has
been used in palliative care situations

• The current labeling of droperidol recommends that all patients should undergo a
12-lead electrocardiogram prior to administration, followed by cardiac monitoring
for 2 to 3 hours after administration because of the possibility of the development
of potentially fatal QT prolongation and/or torsade depointes.
CANNABINOIDS

Cannabinoids adalah kelas senyawa kimia yang bertindak pada reseptor sel
cannabinoid yang dapat menekan pengeluaran neurotransmitter di otak
CORTICOSTEROIDS
•Mekanisme kerja
1.penurunan produksi mediator inflamasi yang diketahui bekerja pada area CTZ
2.perbaikan fungsi sawar otak.
3.Penurunan 5- hydroxytryptopan di syaraf
4.menurunkan serotonin
5.meningkatkan sensitifitas reseptor antimual.

•Corticosteroids have demonstrated antiemetic efficacy since the initial recognition that patients who
received prednisone as part of their Hodgkin disease protocol appeared to develop less nausea and
vomiting than did those patients who were treated with protocols that excluded this agent.
•Methylprednisolone has also been used as a component of an antiemetic regimen, but the majority of
trials have included dexamethasone.
•Dexamethasone has been used successfully in the management of chemotherapy-induced and
postoperative nausea and vomiting, either as a single agent or in combination with selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRIs).

•Forchemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV), dexamethasone is effective in the prevention


of both cisplatin- induced acute emesis and when used alone or in combination for the prevention of
delayed nausea and vomiting associated with
Metoklorpamid dan domperidon

• Merupakan antagonis dopamin dan juga mempunyai efek prokinetik


pada usus dan meningkatkan absorpsi
• Memblok reseptor dopamin sentral pada chemoreseptor trigger zone
• Meningkatkan kontraksi lambung dan memperkuat tonus sfingter
esofagus bawah
• Domperidon tidak menembus sawar otak
SUBSTANCE P/NEUROKININ 1 RECEPTOR ANTAGONISTS

• Substance P is a peptide neurotransmitter in the neurokinin (NK) family whose


preferred receptor is the NK1 receptor.

• The acute phase of CINV is believed to be mediated by both serotonin and


substance P, whereas substance P is believed to be the primary mediator of the
delayed phase.

• Aprepitant is the first substance P/NK1 receptor antagonist in clinical use; others
are in development. The efficacy of aprepitant was demonstrated in patients
receiving highdose cisplatin-based chemotherapy1 and in patients receiving
doxorubicin and cycophosphamide,20 a regimen of moderate emetic risk.
SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE INHIBITORS

• SSRIs block presynaptic serotonin receptors on sensory vagal fibers in the gut
wall, effectively blocking the acute phase of CINV.

• These agents do not completely block the acute phase of The most common
side effects associated with these agents are constipation, headache, and
asthenia. Safety and efficacy in children younger than 2 years old have not
been established.
PUD
(Peptic Ulcer Disease)
Etiologi

NSAID’s

H. Pylori Infection

Acid Hypersecretion

Zollinger- Ellison Syndrome

Acid Plays a Role in All Four


Bagaimana NSAID Selektif : celexocib
NSAID Non Selektif : Na./Ka Diklofenak,
cara NSAID Indometasin, As Mefenamat, Piroksikam,
Meloksikam, Ibuprofen
menyebabka
n gastritis?

COX-1 terhambat tidak dapat


membentuk prostaglandin dalam
lambung sehingga Adenylyl cyclase
terbentuk

Pompa proton terbuka, maka asam


(H+) dapat keluar ke lumen
lambung bertemu dg ion Cl -

Terbentuk asam lambung (HCl)


Patofisiologi
Helicobacter Pylori

• Urease producing, gram negative bacillus


• Developing countries
• Infection increases with age
• Infects mucosa of stomach > inflammatory response >
gastritis > increased gastrin secretion > gastric metaplasia
> damage to mucosa > ulceration
• Increased risk of developing gastric adenocarcinoma
Infeksi H.Pylori
Infeksi Helicobacter
Pylori

↑ produksi toksin
Mengivasi epitel
dan amoniak → gastritis
mukosa
kerusakan sel

PENCEGAHAN
gram negatif GEJALA GEJALA INFEKSI

- Sakit perut atau perut


terasa perih
- Mual
- Sering sendawa
- Begah
- BB turun drastic
padahal sedang tidak
diet
- Hilang nafsu makan
- Sakit menelan
H.Pylori Treatment
TERAPI INFEKSI H.PYLORI
Terapi First Line Nama Obat Duration Eradication (%)
Options (days)
Clarithromyci 2 Antibiotik Antibiotik : 14 70-85
n triple + 1 PPI - Clarithromycin 500mg bid
- Amoxicillin 1 g bid / Metronidazole
500mg tid

PPI :
- Omeprazole or other bid

Bismuth 2 Antibiotik Antibiotik : 10-14 75-90


Quadruple + 1 PPI + - Metronidazole 250/500mg qid
Bismuth - Tetracycline 500mg qid
Subsalicylat PPI :
e - Omeprazole or other bid
Bismuth subsalicylate 300mg qid
Non Bismuth 3 Antibiotik Antibiotik : 10-14 90
Based + PPI - Amoxicillin 1g bid
Quadruple - Clarithromycin 500mg bid
- Metronidazole 500mg bid
PPI bid
GERD
(Gastro Esophageal Reflux)
GastroEsophageal reflux disease (GERD)
Definisi

• GERD didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis


sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam
esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu di esofagus dan atau komplikasi
• Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan
tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh
kontraksi lower esophageal sphincter (LES)
• Sfinkter secara normal berada pada kondisi tonik
(berkontraksi) untuk mencegah refluks materi lambung
dari perut, dan berelaksasi saat menelan untuk membuka
jalan makanan ke dalam perut.
Patofisiologi

• Refluks gastroesofageal disebabkan abnormal atau disfungsi dari


sfinkter esofageal bawah (lower esophageal sphincter/LES).
• GERD disebabkan oleh kegagalan Lower Esophageal sphincter.
Pada pasien sehat, LES menciptakan katup yang mencegah
empedu, enzim pankreas, dan asam lambung kembali ke
kerongkongan di mana mereka dapat menyebabkan pembakaran
dan peradangan jaringan kerongkongan sensitif.
Tanda dan Gejala
• Rasa perih pada ulu hati, bahkan menyebabkan pasien tidak bisa
berdiri dengan tegak (membungkuk)
• Sensasi terbakar seperti rasa panas pada dada
• Sesak nafas
Terapi Non Farmakologi

• Terapi dimulai dengan memulai gaya hidup sehat, seperti


mengurangi konsumsi makan pedas, berlemak, santan, dan asam.
• Menekan stress faktor yang memicu peningkatan sekresi asam
lambung
• Tidak tidur setelah makan
• Tidak merokok

Terapi modifikasi lifestyle saja tidak cukup untuk mengendalikan


gejala yang sudah terjadi, sehingga perlu penggunaan obat.
Terapi Farmakologi

• Terapi yang bersifat acid suppressants seperti penggunaan obat


dari golongan :

1. PPI (Pompa Proton Inhibitor) : Lansoprazole, omeprazole,


esomeprazole, pantoprazole

2. Histamine (H2) Receptor Antagonis / H2 Bloker :


ranitidine, simetidine, famotidine

3. Antasida
• Surface agent : sukralfat (menciptakan pertahanan yang
menhalangi cedera mukosa akibat asam lambung)
• Prokinetik agent : metoclopramide, cisapride
• Penguat katup sfringter : Baclofen
Kasus 1
• Pasien Tn LH 50 th, BB 80 kg datang ke klinik dengan keluhan
nyeri di bagian perut. Tn LH juga mengalami mual dan muntah
serta rasa tidak nyaman di lambung. Setelah dilakukan
penelusuran riwayat, diketahui jika Tn. LH sering
mengkonsumsi NSAID sejak 5 tahun yang lalu untuk mengobati
penyakit sendinya. Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan
jika Tn.LH positif terinfeksi H.Pylori, dan oleh dokter di
diagnose mengalami PUD (Peptic Ulcer Disease).
Kasus 2
• Pasien perempuan usia 20 th bernama Nn. SH datang ke IGD
dengan keluhan nyeri dibagian ulu hati, dan dadanya terasa
panas seperti terbakar, mual dan ingin muntah. Keluhan yang di
rasa sudah sejak 3 hari yang lalu, pasien sudah mengkonsumsi
antasida tapi tidak kunjung membaik. Diketahui pasien memiliki
riwayat sering telat makan, dan stress karna sedang menghadapi
ujian. Selain itu pasien juga sering makan pedas, dan rutin
mengkonsumsi asam mefenamat saat nyeri haid. Oleh dokter
pasien di diagnose mengalami GERD.
TERIMAKASIH….

Anda mungkin juga menyukai