Anda di halaman 1dari 23

Uveitis Posterior

Anissa Resprita Wicaksani


(1102012024)
Kepaniteraan departemen ilmu
penyakit mata
Definisi
• Uveitis posterior adalah radang uvea bagian posterior yang
biasanya disertai dengan keradangan jaringan disekitarnya.
• Inflamasi ini terletak di uvea bagian belakang dengan batas basis
vitreus.
• Jika mengenai retina  retinitis
• Jika mengenai vitreous  vitritis.
Epidemiologi
• Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan
sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama
antara laki-laki dan perempuan.
• Toxoplasma dianggap sebagai penyebab 30-50% uveitis posterior.
• Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun,
angka kejadian uveitis mulai berkurang.
• Pada penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh
toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia.
Etiologi
• Penyakit infeksi (uveitis granulomatosa)
o Virus  virus sitomegalo, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola,
HIV, virus epstein-barr, virus coxsackie.
o Bakteri  mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadik dan
endemik, nocardia, neisseria meningitides, mycobacterium avium-
intracellulare, yersinia, dan borrelia.
o Fungus  candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.
o Parasit  toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchocerca.
• Penyakit non infeksi (uveitis non granulomatosa)
o Autoimun  penyakit behcet, sindroma vogt-koyanagi-
harada, poliarteritis nodosa, ofthalmia simpatis,
vaskulitis retina.
o Keganasan  sarkoma sel retikulum, melanoma
maligna, leukemia, lesi metastatik.
o Etiologi tak diketahui  sarkoidosis, koroiditis
geografik, epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut,
retinopati “birdshot”, epiteliopati pigmen retina.
Patofisiologi
• Pada stadium awal  kongestif dan infiltrasi dari sel-sel radang seperti
PMN, limfosit, dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena.
• PMN lebih banyak berperan pada uveitis jenis granulomatosa sampai
terjadinya supurasi.
• Sebaliknya, pada uveitis non granulomatosa limfosit lebih dominan.
• Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek  lekosit pada retina
akan menginvasi rongga vitreum  timbulnya proses supurasi di
dalamnya.
• Pada uveitis granulomatosa kronis tampak sel
mononuclear, sel epiteloid, dan giant cell sebagai
nodul granulomatosa yang tipikal.
• Kemudian eksudat menghilang dengan disertai
atrofi dan melekatnya lapisan koroid dan retina
yang terkena.
• Eksudat dapat menjadi jaringan parut.
• Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis atau
atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen
akan difagositosis oleh makrofag dan akan
terkonsentrasi pada tepi lesi
• Yang dapat ditemukan pada uveitis posterior,
antara lain:
o Sel-sel radang pada humor vitreus
o Lesi berwarna putih atau putih kekuningan pada
retina dan atau koriod
o Eksudat pada retina
o Vaskulitis retina
o Edema nervus optikus
Gejala Klinis
• Penurunan ketajaman penglihatan
 dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior.
• Injeksi mata
 kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen
posterior yang terkena, jadi gejala ini jarang pada
toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis.
• Rasa sakit pada mata
terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina
akut, sifilis, infeksi bakteri endogen, skleritis posterior,
dan pada kondisi-kondisi yang mengenai nervus optikus.
Pasien toksoplasmosis, toksokariasis, dan retinitis
sitomegalovirus yang tidak disertai glaukoma umumnya
tanpa rasa sakit pada mata.
• Hipopion
 Uveitis posterior dengan hipopion misalnya pada leukemia, penyakit
Behcet, sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri endogen.
• Pembentukan Granuloma
 Pada uveitis granulomatosa anterior yang juga mengenai retina posterior
dan koroid, sarkoidosis, tuberkulosis, toksoplasmosis, sifilis, Sindroma
Vogt-Koyanagi-Harada, dan oftalmia simpatis.
• Glaukoma
 Sekunder mungkin terjadi pada pasien nekrosis retina akut,
toksoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis
• Vitritis
Peradangan korpus vitreum dapat menyertai uveitis
posterior.
Berasal dari fokus-fokus radang di segmen posterior
mata.
• Morfologi dan lokasi lesi
Toksoplasmosis adalah contoh khas yang menimbulkan
retinitis dengan peradangan koroid di dekatnya.
Pada pasien tuberkulosis, koroid merupakan sasaran
utama proses granulomatosa, yang juga mengenai
retina.
Koroiditis geografik terutama mengenai koroid dengan
sedikit atau tanpa merusak retina dan pasien tidak
menderita pasien sistemik.
Ciri morfologiknya dapat berupa lesi geografik, lesi
punctata, nodul Dalen-Fuchs
1.      Pemeriksaan subyektif mata
a.       Pemeriksaan subyektif mata yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan tajam pengllihatan,
pemeriksaan gerakan bola mata.
b.      Pada mata yang terkena akan mengalami penurunan tajam penglihatan
c.       Sedangkan pada pemeriksaan gerakan bola mata ditemukan hasil yang normal

2.      Pemeriksaan obyektif  mata


ada pemeriksaan obyektif mata dapat ditemukan:
a.       Pemeriksaan sekitar mata, palpebra, dan duktus lakrimalis dalam kondisi normal
b.      Ditemukan injeksi konjungtiva (Pola dari injeksi konjungtiva pada uveitis sering ditemukan pada
360 derajat dari injeksi perilimbus dan akan semakin meningkat menuju arah limbus. Hal inilah yang
membedakannya dengan konjungtivitis yang terlihat injeksi semakin banyak dengan arah menjauhi
limbus.)
c.       Pemeriksaan tekanan intraokular dapat meningkat atau menurun, tergantung kondisi dari
produksi humor aqueous, drainase, dan keberadaan sel radang, putih dan merah.
d.      Pada pemeriksaan iris dapat ditemukan sinekia.
e.       pupil, pasien dapat mengalami fotofobia direct ketika cahaya secara langsung mengenai iris
yang terkena, sebagaimana fotofobia consensus ketika cahaya secara langsung mengenai iris
berlawanan. Arti klinis dari temuaan ini yaitu:
Pemeriksaan penunjang
1. Flouresence Angiografi
FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi
penyakit korioretinal dan komplikasi intraocular dari uveitis
posterior. FA sangat berguna baik untuk ntraocula maupun untuk
pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai
adalah edema ntrao, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder
pada koroid atau retina, N. optikus dan radang pada koroid.
2. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan
retina dan pelepasan retina
3. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari
gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya.
 
Terapi
• Prinsip pengobatan:
o Mempertahankan penglihatan sentral
o Mempertahankan lapang pandang
o Mencegah atau mengobati perubahan-perubahan struktur mata yang
terjadi (katarak, glaukoma sekunder, sinekia posterior, kekeruhan badan
kaca, ablasi retina dan sebagainya)
• 4 kelompok obat yang digunakan dalam terapi
uveitis, antara lain:
o Midriatikum
o Steroid
o Sitotoksik
o Siklosporin.
• Sedangkan uveitis akibat infeksi harus diterapi
dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai.
• Midriatikum berfungsi untuk memudahkan
follow up keberhasilan pengobatan.
• Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu
• Indikasi operasi:
 Apabila timbul perubahan struktur pada mata
(katarak, glaukoma sekunder, sinekia
posterior,kekeruhan badan kaca, ablasio retina) maka
terapi terbaik adalah dengan operasi.
• Vitrektomi berfungsi  menentukan diagnosis dan
pengobatan.
• Indikasi vitrektomi
Peradangan intraokular yang tidak sembuh pada
pengobatan
Dugaan adanya keganasan dan infeksi pada mata.
Uveitis posterior berkaitan dengan kekeruhan vitreus
yang tidak dapat disembuhkan dengan obat-obatan.
Vaskulitis dan oklusi vaskular pada pars planitis,
penyakit behcet dan sarkoidosis neovaskularisasi
retina atau pada diskus optikus (pada pasien uveitis)
yang dapat menyebabkan timbulnya perdarahan pada
vitreus.
Komplikasi
Dapat mengenai daerah sekitar koroid, misalnya retina, vitreus
humour, badan siliar, iris, nervus optikus, dan sklera.
• Sinekia posterior (kondisi yang mana iris melekat pada lensa mata
akibat peradangan).
• Katarak, yaitu munculnya tekstur keruh pada lensa mata yang dapat
mengganggu penglihatan atau bahkan kebutaan.
• Glaukoma, yaitu peningkatan tekanan yang terjadi di dalam mata
yang dapat menyebabkan rusaknya saraf optik.
• Ablasi retina, yaitu terpisahnya retina dari pembuluh darah yang
menyuplainya.
• Edema makula kistoid atau pembengkakan pada retina.
Diagnosis banding
Diagnosis Banding
• Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal,
terdapat sekret dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau
injeksi silier
• Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.
• Glaukoma akut
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya
beruap/ keruh.
• Neoplasma
Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna
bisa terdiagnosa sebagai uveitis.
Prognosis
• Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan luasnya eksudasi dan
atrofi daerah lesi.
• Lesi yang kecil tetapi jika mengenai daerah makula lutea akan
berpengaruh pada fungsi penglihatan.
• Sebaliknya lesi yang meluas sepanjang fundus tidak mempengaruhi
penglihatan apabila tidak mengenai area makula.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai