Anda di halaman 1dari 29

PERTIMBANGAN HUKUM

PENCATATAN MEDIS
PADA KASUS KEGAWATDARURATAN
(Pendekatan INFORMED CONSENT)

Adji Suwandono
Kondisi yang mengancam keselamatan
(nyawa) dan berisiko menimbulkan
kecacatan
(Undang-Undang No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan)
Keadaan
yang klinis
membutuhkan
tindakan medis pasien
segera
guna
nyawa penyelamatan
kecacatandan pencegahan
lebih lanjut.
(Undang-Undang Nomor 44 tahun
2009 Tentang Rumah Sakit)
1.
Bencana
2.kebocoran alam
Kegagalankebakaran, (disaster)
teknis; misal :
ledakan,
lintas nuklir,
kecelakaan lalu
3.(Kementerian
Huru haraTenaga Kerja,2003)
MASALAH PADA SITUASI GAWAT DARURAT MEDIK
1. Periode waktu pengamatan/ pelayanan
relatif lebih singkat
2. Perubahan klinisi yang mendadak
3. Mobilitas petugas yang tinggi
KEWAJIBAN MEMBERIKAN
PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN
KEWAJIBAN DOKTER
UU No.29 tahun 2004

Pasal 51
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya
KEWAJIBAN SARYANKES
Pasal 32 UU No.36 tahun 2009

(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik


pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan
kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
(2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik
pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien
dan/atau meminta uang muka.
Pasal 29 UU NO.44/ 2009 tentang Rumah Sakit
(1) Setiap RS mempunyai kewajiban :
c. Memberikan pelayanan gawat darurat
kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya;
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain
dengan memberikan fasilitas pelayanan
pasien tidakmampu, pelayanan gawat
darurat tanpa uang muka, ambulan gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian
luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan;
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
DALAM PELAYANAN
KEGAWATDARURATAN
Undang-Undang No.29 Th. 2004
Pasal 45 ttg Praktik Kedokteran
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan
secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
• Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
• Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
• Alternatif tindakan lain dan risikonya;
• Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;dan
• Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Undang-Undang No.29 Th. 2004
ttg Praktik Kedokteran
Pasal 45

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik
secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan.
Permenkes 290/2008
ttg Persetujuan Tindakan Kedokteran
Pasal 4

(1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan
tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
(2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan
oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.
(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau
dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar
atau kepada keluarga terdekat.
Permenkes 290/2008
ttg Persetujuan Tindakan Kedokteran
Pasal 7

(1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan


langsung kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik
diminta maupun tidak diminta.
(2) Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.
Permenkes 290/2008
Pasal 9 ttg Persetujuan Tindakan Kedokteran
(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus diberikan secara
lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang
bertujuan untuk mempermudah pemahaman.
(2) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan
didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi
yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan tanggal, waktu,
nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.
(3) Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut dapat
merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan
tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh
seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.
PEDOMan PADA penatalaksanaan PASIEN darurat medis
1. Jika kondisi pasien masih bisa diajak komunikasi maka
informed consent tetap penting, tetapi bukan prioritas.
2. Meski penting, namun pelaksanaannya tidak boleh menjadi
penghambat atau penghalang dilakukannya tindakan pertolongan
penyelamatan (emergency care).
3. Permenkes & UUPK menyatakan bahwa dalam
kondisi emergensi tidak perlu informed consent.
4. Berbagai yurisprudensi di negara maju menunjukkan hal yang
sama, yaitu tindakan pada kondisi emergency dapat
dilakukan tanpa informed consent.
PENCATATAN MEDIS
PADA
KEGAWATDARURATAN
REKAM MEDIS
Berkas yag berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan
dan
pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien
(Pasal 1 Permenkes 269 th 2008)
REKAM MEDIS
(1) Setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib membuat
rekam medis.
(3) Setiap catatan rekam medis
harus dibubuhi nama, waktu,
dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau
tindakan.
(Pasal 46 UU No.29 thn 2004)
REKAM MEDIS
(1) Dokumen rekam medis
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan
isi rekam medis merupakan milik
pasien.

(Pasal 47 UU No.29 thn 2004)


REKAM MEDIS
(1) Dokumen rekam medis
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan
isi rekam medis merupakan milik
pasien.

(Pasal 47 UU No.29 thn 2004)


ASPEK HUKUM
DALAM
PELAYANAN
KEDARURATAN MEDIK
Pasal 48
Barang siapa melakukan perbuatan karena
pengaruh daya paksa, tidak dipidana.

(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana – KUHP)

Keadaan darurat (Noodtoestand) masuk


kategori daya paksa.
Pasal 304 KUHP
Barang siapa dengan sengaja
menempatkan atau membiarkan
seorang dalam keadaan sengsara,
padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan dia
wajib memberi kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang itu,
diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
Pasal 306
(1) Jika salah satu perbuatan
berdasarkan pasal 304
mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun
enam bulan.
(2) Jika mengakibatkan kematian
pidana penjara paling lama sembilan
tahun.
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana – KUHP)
Pasal 58
(2) Tuntutan ganti rugi (PERDATA) tidak
berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan
nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
(UU No.36 Th. 2009 tentang Kesehatan)
Pasal 190
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau
Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).

(UU No.36 Th. 2009 tentang Kesehatan)

Anda mungkin juga menyukai