ADJI SUWANDONO
NIP. 19801213 200912 1 004
MALPRAKTEK
A. Pengertian
Malpraktek (malapraktek) terdiri dari suku kata mal dan praktek. Mal berasal dari
kata Yunani, yang berarti buruk. Praktek (Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Purwadarminta, 1976) yang berarti praktek. Jadi, malpraktek berarti menjalankan
pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat. Kejadian ini sering terjadi
di dunia kesehatan salah satunya karena kelalaian. Malpraktek berarti tindakan kelalaian
profesional yang ilegal.
Kasus malpraktek medis yang paling umum termasuk meninggalkan kain kasa
atau instrumen di lokasi operasi setelah operasi, menyebabkan trauma pada bagian tubuh
yang tidak terkait dengan lokasi perawatan, melakukan pada bagian tubuh yang salah
dan penegakan diagnosis yang kurang tepat. Malpraktek tidak hanya terdapat dalam
bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan
publik, dan wartawan.
Pelaku - pelaku tindak pidana malpraktek medik ialah para tenaga medis (dalam
review artikel ini).
Adapun jenis-jenis malpraktek ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum
dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan
malpraktek yuridis (yuridical malpractice).
1. Malpraktek Etik
2. Malpraktek Yuridis
- Malpraktek pidana
Melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan
standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan
tindakan medis. Contoh : Kurang hati-hatinya perawat dalam memasang
infus yang menyebabkan tangan pasien membengkak karena terinfeksi.
a. KUHP
Berkaitan dengan tindak pidana malpraktek tidak diatur dengan jelas dalam
KUHP. Pengaturan di dalam KUHP lebih kepada akibat dari perbuatan
malpraktek tersebut. Pengaturan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dapat dilihat dari ketentuan Pasal 53 KUHP yaitu terkait dengan
percobaan melakukan kejahatan pasal ini hanya menentukan syarat-syarat yang
harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah
melakukan suatu percobaan. Pasal 267 KUHP mengenai Pemalsuan Surat, Pasal
345, 347, 348, 349 KUHP yang berkaitan dengan upaya abortus criminalis
(pengguguran kandungan) karena di dalamnya terdapat unsur adanya upaya
menggugurkan kandungan tanpa adanya indikasi medis. Pasal 351 KUHP
tentang Penganiayaan sebagaimana penjelasan Menteri Kehakiman bahwa setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaanbadan
kepada orang lain atau dengan sengaja untuk merugikan kesehatan badan orang
lain. Terkait dengan kealpaan yang menyebabkan mati atau luka-luka dapat
dilihat dari ketentuan Pasal 359 KUHP.
Pasal 361 KUHP yang merupakan pasal pemberatan pidana bagi pelaku dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencaharian dalam hal ini jabatan profesi sebagai
dokter, bidan dan juga ahli obat-obatan yang harus berhati-hati dalam melakukan
pekerjaannya karena apabila mereka lalai sehinga mengakibatkan kematian bagi
orang lain atau orang tersebut menderita cacat maka hukumannya dapat diperberat
1/3 dari Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP. Pasal 304 KUHP, Pasal 306 ayat (2) KUHP
“kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 304 mengakibatkan orang
mati, si tersalah itu dihukum penjara paling lama
sembilan tahun”. Terkait dengan kejahatan terhadap tubuh dan nyawa dapat
dilihat dari ketentuan Pasal 338, 340, 344, 345, 359, KUHP yang dapat dikaitkan
dengan euthanasia, apabila dihubungkan dengan dunia kesehatan sebagai upaya
penanggulangan tindak pidana malpraktek di Indonesia menegaskan bahwa
euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Termasuk
juga dengan euthanasia aktif dengan permintaan.
2. Komunikasi
3. Dokumentasi
4. Keterampilan dokter
5. Protokol / Pedoman
Protokol dan pedoman membantu karena disetujui oleh sejumlah besar dokter
dari berbagai bidang. Jelaskan kapan Anda memilih untuk tidak menggunakan
protokol atau panduan. Tidak masalah untuk menyimpang dari protokol yang
ditetapkan; namun selalu jelaskan alasan medis untuk melakukannya.
Seringkali malpraktek terjadi alasannya mungkin di luar kendali dokter;
namun demikian, sebagian besar kasus malapraktik muncul dari peristiwa yang
dapat dicegah. Orang-orang pada umumnya percaya, bahwa semua kasus
malpraktek berasal dari kesalahan besar, namun, sebenarnya kesalahan sering
kali sederhana. Hubungan dokter-pasien harus dibangun pada pemahaman
situasi dan mengelola detail yang dapat dikontrol untuk menghindari komplikasi
dari kejadian yang tidak terduga.
HUKUM KEDOKTERAN & KESEHATAN
A. Pengertian
Van Der Mijn, pengertian dari hukum kesehatan diartikan sebagai hukum yang
berhubungan secara langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang meliputi penerapan
perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara.
Leenen Hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan
hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.
Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
menyatakan yang disebut sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan / pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak
dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima
pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam
segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu
pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya. Hukum
kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan, yaitu yang menyangkut asuhan /
pelayanan kedokteran (medical care/ sevice).
Dengan hukum ini, kontrol atas perilaku para profesional medis sedang dibentuk
atas nama masyarakat, yang bertujuan melindungi hak dan kepentingan tidak hanya
pasien, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Subjek hukum kesehatan adalah pasien dan tenaga kesehatan termasuk institusi
kesehatan, sedangkan objek hukum kesehatan adalah perawatan kesehatan (Zorg
voor de gezondheid).
Hukum kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja tetapi juga
yurisprudensi, traktat, Konvensi, doktrin, konsensus dan pendapat para ahli hukum
maupun kedokteran. Hukum tertulis, traktat, Konvensi atau yurisprudensi,
mempunyai kekuatan mengikat (the binding authority), tetapi doktrin, konsensus atau
pendapat para ahli tidak mempunyai kekuatan mengikat, namun dapat dijadikan
pertimbangan oleh hakim dalam melaksanakan kewenangannya, yaitu menemukan
hukum baru.
Sumber hukum dapat dibedakan ke dalam :
1. Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang turut menentukan isi hukum.
Misalnya, hubungan sosial/ kemasyarakatan, kondisi atau struktur ekonomi,
hubungan kekuatan politik, pandangan keagamaan, kesusilaan dsb.
2. Sumber hukum formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum; melihat sumber hukum dari segi bentuknya.
1. Undang-undang (UU);
2. Kebiasaan;
3. Yurisprudensi;
4. Traktat (Perjanjian antar negara);
5. Perjanjian;
6. Doktrin.
1. KUH Perdata
Dalam pasal 1366 KUHPerdata, bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabakan perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Dalam asumsi pasal tersebut
kelalaian adalah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bertugas di rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien tentunya merupakan tanggung jawabnya, jika terjadi pembiaran medik
karena hal-hal yang diperbuat atau tidak diperbuat sesuatu yang mengabaikan
pasien dengan alasan tertentu misalnya karena tidak ada biaya, atau penjaminnya,
sehingga mengakibatkan terjadinya kecacatan dan kematian bagi pasien, maka
tenaga kesehatan dapat di gugatan perdata dalam hal kelalaian dari tugas dan
tanggung jawabannya yang seharusnya dikerjakan.
2. KUHP
Anny Isfandyarie, 2005, Malpraktek dan Resiko Medik, Prestasi Pustaka, Jakarta, h.
134
Bono MJ, Hipskind JE. Medical Malpractice. [Updated 2020 Feb 18]. In:
StatPearls[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470573/
Ivanović, S., Stanojević, Č., Jajić, S., Vila, A. and Nikolić, S. 2013. MEDICAL LAW
AND ETHICS. Acta medica medianae, pp.67-72.
Kim, Y., 2017. Malpractice and complications. Journal of the Korean Association of
Oral and Maxillofacial Surgeons, 43(1), p.1.
Ninik Mariyanti, 1998, Malpraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana dan Perdata,
Bina Aksara, Jakarta, h. 75-76
Notoatmodjo, S. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta ; Rineka Cipta. hal.43.