Anda di halaman 1dari 8

LEGAL RECONSTRUCTION OF THE PHENOMENON OF MALPRACTICE IN

INDONESIA
Rekonstruksi Hukum Terhadap Fenomena Malpraktik Di Indonesia

Amelia¹, Fani Nurhaliza Samosir², Meisa Putri Rangkuty³, Nadiyah Rahma


Dalimunthe⁴, Radha Agri Br Ginting⁵

(*) aamelia2022@gmail.com, faniismr22@gmail.com, meisaputrirkt11@gmail.com,


nr196653@gmail.com, radhaagri05@gmail.com ,

(⁶) Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia

Abstract

The aim of the Indonesian Health Development Program is to increase everyone's ability to live a
healthy and stress-free life. This is intended as a last resort to maintain optimal health. for general
welfare as stated in the Preamble to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. As a
fundamental human right, health must be improved by addressing various health problems of the
entire population through progressive and equitable health development. Technological
developments not only have an impact on people's daily lives, but also industry, banking and health
services, commonly known as telemedicine. Although the use of telemedicine in healthcare has many
benefits, it also has significant risks. Therefore, doctors and patients who use telemedicine in health
services must receive legal protection. Malpractice still occurs quite often, especially if done from
home.

Keyword: Malpractice, Human rights, Doctors, Health workers.

Abstrak

Tujuan Program Pembangunan Kesehatan Indonesia adalah untuk meningkatkan kemampuan setiap
orang untuk hidup sehat dan bebas stres. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya terakhir untuk menjaga
kesehatan tetap optimal. Untuk kesejahteraan umum sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai hak asasi manusia yang
mendasar, kesehatan harus ditingkatkan dengan mengatasi berbagai permasalahan kesehatan seluruh
penduduk melalui pembangunan kesehatan yang progresif dan berkeadilan. Perkembangan teknologi
tidak hanya berdampak pada kehidupan masyarakat sehari-hari, namun juga industri, perbankan, dan
layanan kesehatan yang biasa dikenal dengan telemedicine. Meskipun penggunaan telemedis dalam
layanan kesehatan mempunyai banyak manfaat, namun juga mempunyai risiko yang signifikan. Oleh
karena itu, dokter dan pasien yang menggunakan telemedis dalam pelayanan kesehatan harus
mendapat perlindungan hukum. Malpraktik masih cukup sering terjadi, apalagi jika dilakukan dari
rumah.

Kata kunci: Malpraktik, Hak asasi manusia, Dokter, Pelayan kesehatan

Pendahuluan

Jika dokter tidak menjalankan tugas yang diberikan kepadanya dengan hati-hati karena risiko
malpraktik, Anda tidak akan dapat mengidentifikasi pasien sebagai kelemahan/Kelalaian atau
Kekeliruan. Hal ini dapat terjadi pada pasien yang penyakitnya cukup parah hingga kehilangan
kesadaran atau bahkan meninggal setelah pingsan padahal dokter menjalankan tugasnya sesuai
standar profesi atau dikenal dengan standar operasional prosedur (SOP) dan/atau standar pelayanan
kesehatan yang dapat diterima. Transmisi.1. Tanggung jawab hukum dan undang-undang dapat
dibebankan pada penerapan Dokter dalam profesi kekepte Sierungan. Hal ini dikenal sebagai
malpraktek medis. Dengan menggunakan istilah “Malpraktik (Medis)” saja, Indonesia masih terbilang
kontroversial dalam hal klasifikasi hukum. Selama ini hukum adat Indonesia belum dirumuskan
secara umum sehingga tidak mungkin disusun pedoman khusus mengenai pelanggaran. Artinya
pedoman dan pelanggaran tidak diterapkan secara konsisten tergantung situasi.

Rumusan masalah

1. Mengapa formulasi kebijakan malpraktek medis dalam sistem hukum indonesia saat ini
belum berbasis nilai keadilan?
2. Apa kelemahan-kelemahan kebijakan malpraktek medis dalam sistem hukum Indonesia?
3. Bagaimana rekontruksi formulasi kebijakan malpraktek medis dalam sistem hukum indonesia
berbasis nilai keadilan?

Pembahasan

A. Pelaksanaan kebijakan malpraktek medis dalam sistem hukum Indonesia saat ini.
Seorang dokter yang melakukan tindakan malpraktik yang berakibat timbulnya
kerugian atau meninggalnya seseorang dapat digugat secara hukum pidana apabila ditemukan
adanya unsur kelalaian atau kesengajaan. Azas Geen Straf Zonder Schuld (tiada pidana tanpa
kesalahan) dalam hukum pidana merupakan hukum yang berlaku dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Secara eksplisit, dalam KUHP tidak dijelaskan secara
spesifik mengenai makna kesengajaan tersebut. Dalam hal ini, kesengajaan diartikan sebagai
perbuatan yang dilarang, yang dilakukan dengan membayangkan akibat yang terjadi dari
perbuatannya. Teori ini menitikberatkan pada apa yang diketahui oleh si pelaku tentang apa
akibat dari perbuatannya. Kelalaian merupakan bentuk kesalahan yang berbeda dengan
bentuk kesengajaan, yang tidak terjadi secara tiba-tiba atau kebetulan. Dalam kealpaan, sikap
batin seseorang menghendaki melakukan suatu perbuatan tetapi tidak berniat untuk
melakukan kejahatan. Dalam KUHP tindakan kealpaan atau kelalaian yang membahayakan
keamanan dan keselamatan orang lain tetap harus ditempuh ke jalur pidana. Tidak adanya
kebijakan tentang malpraktik yang secara jelas tertulis di KUHP dan Undang-Undang Praktek
Kedokteran, oleh karena itu sulit untuk menjelaskan tentang malpraktek merupakan pidana
atau bukan. Tidak adanya pengaturan secara khusus tentang Malpraktek kedokteran dan
KUHP, sehingga dirasakan sulit menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan malpraktik.
Dasar-dasar hukum yang dipakai oleh pasien untuk menuntut Dokter atau sarana kesehatan
didasarkan atas pasal-pasal sebagai berikut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan
1. Pasal 58 ayat (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2. Pasal 58 ayat (3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

1. Pasal 66 ayat (1) menentukan bahwa setiap orang yang mengetahui atau
kepentingannya dirugikan atas tindakan Dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik Kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2. Ayat (3) menentukan bahwa Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan
tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke
pengadilan.
3. Pasal 359 dan 360 menyatakan bahwa perbuatan yang menimbulkan kerugian berat
atau kematian terhadap orang lain, dilakukan di luar kemauannya. Pasal 359 dan 360
mempunyai arti sebagai berikut:1
a. Adanya faktor kelalaian (rasa bersalah)
b. Adanya tindakan yang dilakukan
c. Ekspresi nafsu atau rasa cemburu terhadap orang lain.
d. Adanya hubungan antara tingkah laku seseorang dengan tingkah laku orang lain.

1
Anny Isfandyarie, Malpraktek dan Resiko Medik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005).Hal.
Jika keempat non-interogasi di atas dibandingkan dengan unsur unbingan pada 338,
maka ambiguitas 2, 3, dan 4 pada 359 tidak berbeda dengan unsur unbingan pada 338.
Perbedaannya hanya terlihat pada unsur kaltah, yaitu kaltah dalam Pasal 359 yang nekat
(bersalah), sedangkan kaltah pada Pasal 338 yaitu Pembunuhan didapati nekat.3. Hal ini juga
diperlukan ketika membandingkan risiko medis dengan malpraktik medis. Terdapat empat
kategori utama risiko medis, termasuk malpraktik medis: jenis prosedur yang dilakukan
dokter terhadap pasien; prosedur ini dapat menyebabkan kerugian serius atau bahkan
kematian bagi orang lain dalam hubungan formal yang sama. Namun, terdapat juga risiko
medis yang berbeda dengan praktik medis, seperti risiko malpraktik medis dalam beberapa
prosedur pedagogi yang diterapkan dengan buruk. 4 Selain itu, khususnya pelayanan
kesehatan.2

B. Kelemahan-kelemahan kebijakan malpraktek medis dalam sistem hukum Indonesia.


Kelemahan Pada Peraturan Perundang-undangan telah dijelaskan sebelumnya bahwa
keberhasilan suatu pelaksanaan hukum tidaklah mampu terlepas dari baik dan buruknya
peraturan hukum yang dibuat. Dari beberapa pendapat ahli, malpraktek medis dapat diberi
batasan sebagai tindakan medis yang tidak memenuhi standar yang telah ditentukan oleh
profesi,baik karena kesengajaan, karena kelalaian, kekurang mampuan, atau untuk
kepentingan pribadi dari tenaga medis, yang menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi
kesehatan dan kehidupan pasien. Tidak ada satupun ketentuan dalam kebijakan hukum di
bidang kesehatan yang mengatur pengertian dan sanksi hukum bagi malpraktek medis, seperti
dalam:
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UUK);
2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (UUPK);
3. Undang-undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UURS);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis (PMK-
RM);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;

Kurang lengkapnya pengertian mengenai malrapktek beserta sanksinya ini dapat


menyebabkan keragu-raguan dalam penegakan hukum tentang kasus tindakan medis yang
menyebabkan kerugian kesehatan atau pengidupan pasien.Ketentuan hukum kesehatan hanya
ada pasal-pasal yang memberi kewajiban dan larangan dalam melakukan tindakan medis oleh
dokter, tenaga kesehatan dan rumah sakit, disertai sanksi, seperti:

2
Ibid,,
1. Pasal 51 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (UUPK) mengatur
kewajiban dari dokter dan Dokter gigi.
2. Pasal 66 UUPK memberi hak pada setiap orang yang mengetahui atau
kepentingannya dirugikan atas tindakan Dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik Kedokteran dapat mengadukan kepada Ketua Majelis kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia, kepada polisi apabila ada dugaan tindak pidsana, serta ganti
tuntutan kerugian ke pengadilan.
3. Pasal 73, 74, 77, dan 78 UUPK berlaku bagi orang yang bukan dokter yang dengan
sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain atau metode yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah dokter yang telah memiliki SIP atau
STR (Surat izin praktik atau Surat Tanda Registrasi).
4. Pasal 79 dan Pasal 80 UUPK berlaku bagi dokter/dokter gigi, rumah sakit yang
melanggar beberapa syarat administrasi pelayanan kesehatan.
5. Pasal 29 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UUK)menentukan bahwa dalam
hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya,
kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
6. Pasal 45 UUK melarang orang mengembangkan teknologi dan/atau produk teknologi
yang dapat berpengaruh dan membawa risiko buruk terhadap kesehatan masyarakat.
7. Ketentuan Pasal 56 UUK mengatur hak pasien untuk menolak tindakan pertolongan
yang akan diberikan.

Pasal 201 Inggris mengatur peningkatan hukuman pidana dan hukuman administratif
tambahan jika pelanggar larangan di bagian 190, 191, 192 dan bagian 196 hingga 200 adalah
perusahaan. Tunduk pada ketentuan di atas, jika rumah sakit atau staf medis melanggar,
kualifikasi profesionalnya bukan pelanggaran profesional, tetapi tindakan pidana sebagaimana
diatur dalam setiap pasal. Ketentuan ini tidak menyeluruh, pasal mencakup pelanggaran
profesional . Misalnya tindakan medis yang tidak sesuai dengan standar profesi atau SOP
yang dilakukan oleh dokter atau perawat pada saat melakukan diagnosa, pemberian obat,
pemeriksaan laboratorium kesehatan, prosedur atau operasi kegiatan medis lainnya, sehingga
berdampak pada kerugian pasien, baik kerugian kesehatan maupun kerugian finansial serta
kehidupan. Unsur hukum apa yang diberikan oleh Nur Fatimah 3, atau ahli lain yang dapat
dipelajari dan diterapkan, pasal apa yang dapat digunakan, hanya melarang pengembangan
teknologi buruk, melarang aborsi, tidak ada dukungan, melarang pelayanan pengobatan
tradisional dengan teknologi berbahaya, melarang perdagangan organ, melarang operasi
kosmetik untuk mengubah identitas, melarang penjualan darah. Ini dikenal sebagai aturan
tidak lengkap.
3
https://pelayananpublik.id/2019/09/14/malpraktek-pengertian-unsur-hingga-proses pidananya/, diakses
pada 21 Desember 2021
C. Kelemahan berupa pandangan masyarakat terkait memakai malpraktik
Kelemahan dalam sistem kepolisian Penyalahgunaan ini dapat diatasi dilaksanakan
oleh semua pihak sebagai Majelis Umum Estetika Kehormatan (MKEK), yaitu. Asosiasi
Dokter Indonesia (IDI) atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PGDI) atau Dewan
Kehormatan Kedokteran Indonesia (MKDI) yang tugasnya menentukan ada atau tidaknya
kesalahan atau kelalaian oleh dokter atau profesional kesehatan internal memenuhi kewajiban
mereka. Begitulah polisi sebagai petugas polisi yang bertugas melakukan penyelidikan dan
penyidikan Semua pelanggaran sesuai dengan KUHAP dan Peraturan perundang-undangan
lainnya.

D. Rekontruksi formulasi kebijakan malpraktek medis dalam sistem hukum indonesia


berbasis nilai keadilan.
Berdasarkan berbagai macam persoalan yang ada maka perlu dilakukan rekonstruksi
hukum dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ketentuan
yang diubah adalah Pasal 1, Pasal 50, Pasal 66 ayat (1), (2), dan (3) sehingga ketetentuanya
menjadi:
1. Pasal 1, Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Malpraktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya Kesehatan yang tidak sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
hak memperoleh perlindungan hukum, memperoleh kekebalan hukum, atau hak imunitas dari
dakwaan pidana, dari tanggung jawab perdata sepanjang melakukan upaya kesehatan Sesuai
standart profesi dan prosedur operasional berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau
Ikatan Dokter Gigi Indonesia (PGDI) atau Dewan Kehormatan Kedokteran Indonesia
(MKDI) lokal; Pasal 66 (1) Setiap orang yang informasi atau kepentingannya dirugikan
tindakan dokter atau dokter gigi selama pelatihan dokter dapat mengajukan pengaduan
tertulis kepada Dewan Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) atau Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PGDI) atau Dewan Kehormatan Ilmu
Kedokteran Lokal Indonesia (MKDI). (2) Pengaduan sekurang-kurangnya memuat: a) orang
yang mengajukan pengaduan; b) nama dan alamat kantor dokter atau dokter gigi dan waktu
pelaksanaan tindakan; Dan C. Alasan keluhan tersebut. (3) Tidak ada banding yang
disebutkan dalam Pasal 1 dan 2 menghapus hak setiap orang untuk melaporkan tuduhan
kejahatan terhadap aparat dan/atau tuntutan ganti rugi perdata atas dugaan tindak pidana
dan/atau Kerugian perdata harus terlebih dahulu diajukan ke pengadilan, diselidiki dan
Sesuai keputusan panitia kehormatan etika kedokteran (MKEK) atau perkumpulan Dokter
Indonesia (IDI) atau Ikatan Dokter Gigi Indonesia (PGDI) atau Dewan Kehormatan
Kedokteran Indonesia (MKDI) dengan putusan yang telah diambil oleh terdakwa bersalah
karena melanggar disiplin profesi sebagai dokter atau dokter gigi dengan niat sengaja
(dolus/opzet) atau kelalaian nyata/berat (culpa lata) dan/atau menimbulkan kerugian sipil.

E. Contoh Kasus Malpraktik Dalam Dunia Kedokteran


Salah mencangkok jantung dan paru-paru, sehingga meninggal, hal tragis menimpa
Jésica Santillán, pasien 17 tahun, imigran Meksiko. Dia meninggal 2 minggu setelah
menerima cangkok jantung dan paru-paru dari orang lain dengan golongan darah berbeda.
Dokter di Duke University Medical Center gagal memeriksa kompatibilitas sebelum operasi
dimulai.
Santillán yang memiliki jenis darah O, telah menerima organ dari tipe donor A.
Setelah operasi transplantasi ke dua untuk memperbaiki kesalahan, Jesica malah menderita
kerusakan otak dan komplikasi lain hingga meninggal.
Padahal Santillán sudah tiga tahun datang ke Amerika Serikat untuk mencari
perawatan jantung dan paru-paru. Transplantasi jantung dan paru-paru oleh Dokter Ahli
Bedah Rumah Sakit di Universitas Duke di Durham diharapkan akan memperbaiki kondisi
ini, namun bukan kesehatan diraih, tapi kematian.

Kesimpulan

1. Berdasarkan berbagai macam penjelasan yang ada maka dapat disimpulkan hahwa:
Pelaksanaan kebijakan malpraktek medis dalam sistem hukum Indonesia saat ini belum
berbasis nilai keadilan karena dalam dalam praktiknya penanganan kasus dugaan malpraktik
oleh penyidik kepolisian tentunya akan menggunakan tatacara atau prosedur yang ada di
KUHAP sebagai acuannya, ini dikarenakan UUPK tidak mengatur bagaimana beracaranya
apabila ada dugaan dokter melanggar pasal-pasal dalam UUPK.
2. Kelemahan dalam kebijakan hukum kesehatan sehingga tidak dapat mencegah dan
menanggulangi malpraktek secara optimal, yakni kekuranglengkapan dan kekurangjelasan
mengenai rumusan Malpraktek beserta sanksinya yang tegas, serta pembelokan kearah
perbuatan melawan hukum.
3. Perlu dilakukan rekonstruksi hukum dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran ketentuan yang diubah adalah Pasal 1, Pasal 50, Pasal 66 ayat (1), (2), dan
(3).
DAFTAR PUSTAKA

Gani, R. A., & Armansyah, Y. (2016). Penegakan Hukum Kasus Jual Beli Organ Tubuh di Indonesia.
FENOMENA, 8(2), 159-180.

LUBIS, A. Y. (2020). Disparitas putusan malpraktek kedokteran studi putusan mahkamah agung no.
365k/pid/2012. JURNAL ILMIAH KOHESI, 4(4), 87-96.

Lestari, R. D. (2023). REKONSTRUKSI REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DOKTER


DAN PASIEN DALAM PELAYANAN KESEHATAN MELALUI TELEMEDICINE
BERBASIS NILAI KEADILAN (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ISLAM SULTAN
AGUNG).

Syafriandre, A., Zetra, A., & Amsari, F. (2019). Malpraktik Dalam Proses Verifikasi Partai Politik Di
Indonesia: Studi Pada Pemilihan Umum 2019. Jurnal Wacana Politik, 4(1), 14-29.

Hakam, M. A. (2022). Rekonstruksi Formulasi Kebijakan Malpraktek Medis Dalam Sistem Hukum
Indonesia Berbasis Nilai Keadilan (Doctoral dissertation, Universitas Islam Sultan Agung
(Indonesia)).

Anda mungkin juga menyukai