Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PANCASILA

“Kasus Malapraktik di Indonesia”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 15


ANGGOTA KELOMPOK:
Heridha Putri 15/383064/KU/18264
Dyah Utami Nugraheni 16/393745/KU/18834
Roihan Mohamad Iqbal 16/393776/KU/18865
Agnes Treyssia Sandewa 16/397862/KU/19006
Amanda Karindya Edwina Putri 16/397873/KU/19017
Gabriele Ivana 16/397911/KU/19055
Lulu Nur Silkynindah 16/397936/KU/19080
Muhammad Nurhazim Nugroho 16/397953/KU/19097
Reza Anggun Setya Ningrum 16/397984/KU/19128
Wening Cahyani Putri 16/398016/KU/19160

FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

1
A. Penjabaran Kasus Malapraktik

Malapraktik terdiri atas dua bagian kata, yaitu “mala” yang berarti salah atau tidak sesuai
dengan yang seharusnya dan kata “praktik” yang menuju pada pelaksanaan suatu pekerjaan
baik itu dokter, pengacara dan sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
malapraktik memiliki arti praktik kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi undang-
undang atau kode etik.
Tentu banyak sekali yang sudah mendengar atau membaca mengenai kejadian-kejadian
malapraktik baik itu dari surat kabar maupun dari berita yang disiarkan. Di mana hal tersebut
seharusnya tidak dilakukan karena menyalahi aturan yang ada dan dapat menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Malapraktik mencakup pada setiap sikap dan tindakan yang salah
atau kekurangan keterampilan yang menyebabkan luka, kehilangan, atau kerugian yang
diterima oleh orang yang menerima layanan tersebut. Padahal, orang tersebut cenderung
sudah menaruh kepercayaan, sehingga dapat menyebabkan hilangnya rasa kepercayaan orang
tersebut terhadap suatu profesi tertentu.
Tidak ditemukan adanya pengertian secara tertulis mengenai malapraktik dari
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Namun makna dari malapraktik itu dapat
dijumpai pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang tenaga kesehatan (UU Tenaga
Kesehatan) Pasal 11 ayat 1b yang telah dinyatakan dihapus oleh UU Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan. UU tersebut berisi makna malapraktik dengan melalaikan kewajiban,
berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Jika dilakukan pencarian mengenai kasus malapraktik di internet tentu akan banyak
ditemukan serangkaian berita terkait malapraktik yang ada di penjuru dunia. Beberapa di
antaranya adalah kasus malapraktik seorang dokter di Rusia, di mana dokter tersebut salah
mengamputasi kaki pasiennya sehingga menyebabkan kerugian bagi pasien berupa kecacatan
permanen dari sang pasien.
Selain itu, terdapat kasus malapraktik dari dokter spesialis ilmu kesehatan anak di
Indonesia dari rumah sakit Omni Alam Sutera. Dokter tersebut membantu persalinan Juliana,
yang melahirkan sepasang bayi kembar yang lahir prematur pada 24 Mei 2008, yakni Jared
(1,5 kg) dan Jayden (1,3 kg). Dokter Fredi (dokter spesialis ilmu kesehatan anak) kemudian
memasukan kedua bayi tersebut ke inkubator setelah persalinan. Hal tersebut menyebabkan
kerusakan mata yang cukup parah pada kedua bayi kembar tersebut, di mana salah satu bayi
mengalami gangguan mata silindris dan bayi yang lainnya mengalami kebutaan permanen.
Dari pihak keluarga menuntut permintaan maaf dari rumah sakit serta ganti rugi secara
materiil berupa uang sebanyak 20 miliar rupiah. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang
memutuskan Rumah Sakit Omni Alam Sutera terbukti bersalah dalam kasus malpraktik
terhadap dua anak kembar Jared dan Jayden pada September 2018, 10 tahun sejak gugatan
pertama kali dilayangkan.
Perlu untuk dilihat apakah perbuatan dokter sudah sesuai dengan etika profesi seperti
yang diatur dalam Pasal 8 Huruf (f) UU Praktik Kedokteran yang menjelaskan bahwa "Etika
profesi adalah  kode etik dokter dan kode etik dokter gigi yang disusun oleh Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).  Selain itu Pasal 24 UU
Kesehatan juga menjelaskan bahwa:

2
1. Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi
ketentuankode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional.
2. Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur oleh organisasi profesi.
3. Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Sanksi Pidana
Permasalahan malapraktik di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi
(peradilan) dan jalur non litigasi (di luar peradilan). Untuk penanganan bukti-bukti hukum
tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya dan
cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian kesalahan
atau kelalaian tersebut. Kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya
seyogianya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih
dahulu kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). MKEK ini akan
menentukan kasus yang terjadi merupakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum.
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) bertugas menentukan ada atau tidaknya
kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Adanya kerja
sama yang baik antara pihak kepolisian selaku penyidik dengan pihak di bidang kesehatan
seperti IDI,MKEK,dan MKDKI diharapkan dapat menyatukan persepsi dalam penanganan
dugaan malapraktik.

Untuk kelalaian yang berlaku bagi setiap orang, diatur dalam Pasal 359, 360, dan 361 KUHP
- Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.
- Pasal 360 KUHP
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-
luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda
paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

B. Analisis Pancasila

Sila 1
Tugas menjadi seorang dokter atau perawat untuk mengobati penyakit bukan perkara
mudah. Dalam pandangan Islam jika tak mempunyai ilmu kedokteran atau tak ahli di bidang

3
kesehatan lalu tetap melakukan praktek dan terjadi kesalahan, maka dia berdosa dan harus
bertanggung jawab.(Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa'di ‫ رحمه هللا‬berkata, "Tidak boleh
bagi seseorang melakukan suatu praktek pekerjaan di mana ia tak mumpuni dalam hal
tersebut. Demikian juga dengan praktek kedokteran dan lainnya. Barang siapa yang lancang
melanggar maka ia berdosa. Dan apa yang ditimbulkan dari perbuatannya berupa hilangnya
nyawa dan kerusakan anggota tubuh atau sejenisnya maka ia harus bertanggung jawab"
[Bahjah Qulubil Abrar hal. 155, Dar Kutub al Ilmiyah, Beirut, cetakan ke-1, 1423 H]).
Begitu pun dalam agama Kristen juga dikatakan bahwa tugas dokter yaitu bertanggung
jawab untuk melayani, tidak hanya bertekad untuk menolong sesama tetapi juga memiliki
prinsip iman yang kuat, sehingga memiliki tanggung jawab moral untuk tidak melanggar
kebenaran Tuhan.
Kesimpulannya dalam kasus malapraktik ini semua agama memiliki tanggung jawab
moral dalam agamanya masing-masing di mana para tenaga medis harus tahu bahwa apa
yang mereka perbuat di dunia ini semuanya akan dipertanggung jawabkan di hadirat Tuhan
kelak.

Sila 2
Hubungan pasien dan dokter dalam upaya penyembuhan dipahami tidak lagi sekedar
hanya pengobatan pada umumnya, tetapi dipahami sebagai hubungan terapeutik
(kontraktual). Hubungan terapeutik merupakan hubungan timbal balik yang terjadi antara
dokter dan pasien yang menghasilkan kesepakatan melalui persetujuan tindakan kedokteran
(informed consent), dengan objek dari perjanjian tersebut merupakan upaya penyembuhan
kesehatan. Sesuai dengan sila ke-2 “kemanusiaan yang adil dan beradab”, maka dalam
pencegahan malapraktik tenaga kesehatan harus selalu mempertahankan sikap hormat
terhadap manusia, mengakui kedudukan manusia yang sama, tidak memperlakukan manusia
sebagai objek perencanaan, tidak pernah mengorbankan pihak yang satu demi keuntungan
pihak lain dan tidak membeli kemajuan dengan menyengsarakan orang lain, serta
menghormati martabat manusia secara konkret yang berarti menjamin segi-segi asasi
manusia.
Malapraktik dalam kehidupan masyarakat saat ini, yaitu kelalaian profesional karena
tindakan atau kealpaan oleh pihak penyedia jasa kesehatan, sehingga perawatan yang
diberikan tidak sesuai dengan prosedur standar medis (SOP) sehingga mengakibatkan kondisi
medis yang memburuk, atau kematian seorang pasien.
Sila 3
Undang-undang kesehatan diwujudkan dalam rangka memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi
pembangunan kesehatan yang merupakan implikasi dari sila ke-3 Pancasila, “Persatuan
Indonesia.” Inovasi pemerintah guna menangani kasus malapraktik dan sengketa medik
adalah lahirnya RUU Praktik Kedokteran.
Dalam beberapa pasal, RUU Praktik Kedokteran memang memberikan kepastian hukum
bagi dokter sekaligus perlindungan bagi pasien. Secara substansial, RUU yang terdiri dari
182 pasal ini memuat pasal-pasal yang implisit dengan teori-teori pembelaan dokter yang
umumnya digunakan dalam peradilan. RUU Praktek Kedokteran memungkinkan sebuah
sistem untuk meregulasi pelayanan medis yang terstandarisasi dan terkualifikasi sehingga

4
probabilitas terjadinya malapraktik dapat diatasi seminimal mungkin. Dengan
dicantumkannya peraturan pidana dan perdata serta peradilan profesi tenaga medis, harapan
perlindungan terhadap pasien dapat terealisasi.
Sila 4
Pada dasarnya makna sila keempat adalah demokrasi, musyawarah, pelaksanaan
musyawarah dengan berdasar kejujuran, dan asas kerakyatan. Perihal malapraktik, semua
sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang mana dengan ini pencerminan sila
ke-4 sudah berjalan dengan tepat. Namun hubungannya dengan kasus ini, RS Omni dan dr.
Ferdy dalam laporan polisi bernomor 1718/K/SPK unit II, RS omni dan dr. Fredy dituduh
melanggar Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kelalaian yang
mengakibatkan kecacatan orang lain dan juga Pasal 79 UU praktik kedokteran. Yang berarti
dalam hal ini pihak rumah sakit dan dokter yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran
perundangan dan SOP yang telah dirumuskan. Kelalaian terhadap SOP yang berlaku adalah
sebuah pelanggaran yang berhubungan dengan sila ke 4 Pancasila karena tidak
dilaksanakann hasil permusyawaratan (Undang-Undang).
Sila 5
Sulit untuk mencapai keadilan dalam penerimaan fasilitas kesehatan di Indonesia,
terutama karena terkendala aspek sosioekonomi dan geografis. Warga dengan status
sosioekonomi yang menengah ke atas dapat menerima pelayanan kesehatan yang relatif lebih
baik dibanding warga dengan status sosioekonomi yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari
fasilitas kesehatan meliputi fasilitas pada ruang perawatan yang dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien selama dirawat, seperti pendingin ruangan atau hiburan (televisi). Begitu pula
halnya dengan aspek geografis, di mana warga yang hidup di area perkotaan akan mudah
mendapatkan akses kesehatan dibandingkan warga yang hidup di pelosok.
Begitu pula dengan kasus malapraktik, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
sumber daya baik berupa alat kesehatan ataupun tenaga kesehatan yang melayani. Rumah
sakit yang terdapat di area pelosok mungkin tidak mempunyai peralatan kesehatan yang
mencukupi, berbeda dengan rumah sakit terdepan yang hanya terdapat di area perkotaan.
Begitu pula halnya dengan sumber daya manusianya. Oleh karena itu, sulit untuk didapatkan
suatu keadilan di mana seluruh warga mendapatkan pelayanan yang sama. Solusi dari
permasalahan ini adalah adanya standar kompetensi yang harus dicapai oleh seluruh tenaga
kesehatan di Indonesia. Serta pemerintah telah membuat berbagai peraturan menteri
kesehatan mengenai standar-standar yang harus dicapai tiap fasilitas kesehatan. Jika standar
ini mampu dicapai oleh para tenaga kesehatan, maka kasus malapraktik dapat dikurangi dan
seluruh warga dapat menerima pelayanan kesehatan secara adil.

C. Penutup
Kesehatan merupakan salah satu hal penting dan mutlak dibutuhkan oleh siapa saja,
tanpa melihat status maupun derajat seseorang. Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di
bidang kesehatan merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh. Keberadaan
hukum kesehatan membawa pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan, khususnya
di bidang kesehatan. Dokter memiliki risiko melakukan praktik yang tidak sesuai dengan
prosedur yang sudah ditetapkan. Adanya hukum perundang-undangan di kesehatan

5
memastikan baik pihak dokter maupun pasien bisa mendapatkan keadilan dalam praktik di
bidang kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai