Anda di halaman 1dari 14

38 Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017

TANGGUNG JAWAB DOKTER


TERHADAP KESALAHAN DIAGNOSIS

Oleh

Dian Mauli

ABSTRAK: Hubungan dokter dan pasien berawal saat pasien datang untuk
meminta pertolongan di bidang kesehatan. Hubungan tersebut disebut kontrak
teraupetik. Sengketa medis antara dokter dan pasien muncul diantaranya karena
kesalahan dokter melakukan diagnosis. Permasalahan dalam penelitian adalah,
pertama Faktor apa saja yang mempengaruhi kesalahan diagnosis dan tanggung
jawab dokter terhadap kesalahan diagnosis? Kedua Apa dasar hukum tuntutan
terhadap dokter jika melakukan kesalahan diagnosis? Hasil penelitian: pertama,
langkah-langkah dalam menegakan diagnosis adalah anamnesis, pemeriksaaan
fisik, pemeriksaan penunjang dan diagnosis, maka faktor-faktor yang
mempengaruhi kesalahan diagnosis adalah Sumber Daya Manusia dan kelengkapan
pemeriksaan penunjang. Jumlah dokter di Puskesmas rawat inap di Lampung Utara
belum sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas yaitu
minimal 2 orang, bahkan masih terdapat puskesmas rawat inap yang tidak
mempunyai dokter atau belum memiliki pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium. Kedua, ketika terbukti terjadi kesalahan diagnosis maka dasar hukum
tuntutan terhadap dokter adalah tanggung jawab etis berdasarkan Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI), Tanggung jawab disiplin Berdasarkan Pasal 69
Ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan
tanggung jawab pidana Pasal 75-80 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktek Kedokteran.

Kata kunci: Tanggung Jawab, Kesalahan, Diagnosi

I. PENDAHULUAN

Ada dua jenis hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelayanan
kesehatan, yaitu hubungan karena terjadinya kontrak terapeutik dan hubungan
karena adanya peraturan perundang-undangan. Kedua hubungan tersebut
melahirkan tanggung jawab hukum, tanggung jawab profesi dan tanggung jawab
etika dari seorang dokter.
Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 39

Kedua hubungan tersebut melahirkan tanggung jawab hukum, tanggung jawab


profesi dan tanggung jawab etika dari seorang dokter. Seorang dokter atau dokter
gigi yang melakukan pelanggaran dapat saja dituntut dalam beberapa pengadilan,
misalnya dalam bidang hukum ada pengadilan perdata, pengadilan pidana dan
pengadilan administratif. Selain itu dokter atau dokter gigi juga dapat
diperhadapkan pada Pengadilan Etik pada organisasi profesi Majelis Kesehatan
Etika Kedokteran & Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Gigi (MKEK dan
MKEKG), dan Pengadilan Disiplin Profesi oleh Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Seorang dokter dituntut untuk bekerja sesuai dengan Kode etik, peraturan
perundang-undagan dan standar psofesi yang mereka miliki. Jika terjadi suatu
sengketa medik terhadap dokter yang memberikan pelayana maka perlu di telaah
kembali apakah seorang dokter sudah bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku
sehingg baru dikatakan seorang dokter melakukan melpraktek medis contohnya
kesalahan dalam mendiagnosis.

Kesalaan dalam melakukan diagnosis dapat dikategorikan kedalam suatu kelalaian


tindakan medis. Seseorang dikatakan lalai apabila ia bertindak acuh, tak peduli,
tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana lazimnya di dalam tata
pergaulan hidup di masyarakat. Selama akibat dari kelalaian itu tidak sampai
membawa kerugian atau cedera kepada orang lain, atau karena menyangkut hal-hal
yang sepele maka tidak ada akibat hukum apa-apa. Prinsip ini berdasarkan adagium
De minisis not curat lex. Hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele.
Namun apabila kelalaian itu sudah mencapai tingkat tertentu yaitu tidak
memperdulikan benda atau keselamatan jiwa orang lain, maka sifat kelalaian itu
berubah menjadi delik21. Delik ini ketika sampai kepengadilan maka ini dinamakan
telah terjadi sengketa medis antara pasien atau keluarga pasien dengan tenaga
kesehatan.

Sengketa medik adalah sengketa yang terjadi antara pasien dan keluarga pasien
dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan rumah sakit / fasilitas
kesehatan. Biasanya yang dipersengketakan adalah hasil atau hasil akhir pelayanan
kesehatan dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan prosesnya. Padahal
dalam hukum kesehatan diakui bahwa tenaga kesehatan atau pelaksana pelayanan
kesehatan saat memberikan pelayanan hanya bertanggung jawab atas proses atau
upaya yang dilakukan (Inspaning Verbinntenis) dan tidak menjamin / menggaransi
hasil akhir (Resultalte Verbinntenis), kemudian sengketa medik ini menjadi
permasalahan yang besar ketika diberitakan di media massa, ditambah lagi
pengetahuan hukum kesehatan dari aparat penegak hukum yang kurang,

21
Dalmy Iskandar, 1998, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, Sinar Grafika, Jakarta, hlm
86
40 Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017

penggunaan pasal yang tidak konsisten, menggeser kasus perdata ke ranah pidana
dan kesulitan dalam pembuktian fakta hukum.22

Akhir-akhir ini sering diberitakan di media massa adanya ketidakpuasan pasien atau
keluarga pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, baik dari dokter
ataupun dari sarana pelayanan kesehatan lainnya. Kesalahan mendiagnosis pasien
mungkin saja terjadi, baik faktor kesengajaan ataupun kelalaian. Dokter adalah
manusia biasa yang tidak lepas dari sifat kesalahan sebagai sifat kodrati manusia
pada umumnya. Ketika telah terjadi kesalahan dalam mendiagnosis dan dapat
dibuktikan kesalahan tersebut tentunya seorang dokter harus
mempertanggungjawabkan terhadap kesalahan atau kekeliruan yang telah
dilakukan.

Adanya tuntutan hukum itu dapat membuat dokter menerapkan defensive medicine
yang pada akhirnya justru akan merugikan masyarakat. Namun sekali lagi,
pelayanan medis yang berimplikasi pada kematian atau kecacatan pasien belumlah
tentu kasus malpraktik.23

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yaitu
penelitian terhadap data sekunder24, maka pendekatan yang akan digunakan adalah
pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu dengan cara meneliti teori-
teori dan asas-asas hukum serta pendekatan perundang-undangan (normative
approach) yang berkaitan dengan pertanggungjawaban dokter dalam hal kesalahan
diagnosis.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Kondisi Umum Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kabupaten
Lampug Utara

Kabupaten Lampung Utara adalah salah satu dari 15 Kabupaten/Kota di Provinsi


Lampung. Kabupaten Lampung Utara beribukota di Kotabumi yang berjarak ±110
Km dari ibukota Provinsi. Secara administrasi, Lampung Utara terbagi dalam 23
Kecamatan dan 247 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah 2. 725,35 Km2. Letak
geografis Kabupaten Lampung Utara berada di arah Utara-Selatan 4.34,-5.06,
Lintang Selatan, arah Timur-Barat 104.40,-105, 08’ Bujur Timur, dengan luas areal
daratan seluas 272.563 Ha (7,72%) dari luas wilayah Provinsi Lampung).

22
Makalah Dr. M. Nasser SpKK.D.Law. Sengketa Medis Dalam Pelayanan Kesehatan. 2011
23
Ari Yunanto & Helmi, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Yogyakarta, Andi Offset, Hlm
3.
24
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Balai Aksara, Jakarta, 1985. Hlm 24
Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 41

1. Sarana Pelayanan Kesehatan


a. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar.
b. Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya
c. Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat.
2. Sumber Daya Manusia
Tenaga Kesehatan di Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2016 sebanyak
1.475 orang dengan 12 jenis ketenagaan. Sebanyak 971 orang tenaga kesehatan
bertugas di Puskesmas berserta jaringan nya dan 504 orang di Rumah Sakit.
Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk di Kabupaten Lampung Utara
pada tahun 2016 masih jauh dari target nasional.

Rasio tenaga medis (dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi per 100.000
penduduk di Kabupaten Lampung Utara selama 5 tahun terakhir masih jauh
dibawah target. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah
Daerah Kabupaten Lampung Utara untuk menambah tenaga medis (dokter)
guna memberikan dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesalahan Diagnosa Dan Tanggung


Jawab Dokter Terhadap Kesalahan Diagnosis

1. Pengertian Diagnosis.
Diagnosis adalah identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi atau membedakan
satu penyakit atau kondisi dari yang lain 25 . Penilaian dapat dilakukan melalui
pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau sejenisnya, dan dapat dibantu oleh
program komputer yang dirancang untuk memperbaiki proses pengambilan
keputusan. Selain itu, diagnosis juga diartikan sebagai hasil dari evaluasi dan itu
mencerminkan temuan.

Diagnosis berfungsi untuk menentukan penyakit yang dialami oleh pasien, dengan
melalui tahapan-tahapan pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasal 35 ayat (1) UU No 29 Tahun 2009 tentang Praktek
Kedokteran menyebutkan bahwa Dokter atau Dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai
dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas :

a. Mewawancarai pasien;
b. Memeriksa fisik dan mental pasien;
c. Menentukan pemeriksaan penunjang;
d. Menegakkan diagnosis;
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

25
https://putririnriani.wordpress.com/2014/01/15/pengertian-diagnosis-prognosis-mendengar-dan-
mendengarkan/
42 Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017

f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;


g. Menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;
j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotik.

2. Kesalahan Diagnosis

Adalah: kesalahan dalam diagnosis setelah pemeriksaan klinis atau prosedur


diagnostik teknis dilakukan. Salah diagnosis adalah kesalahan dalam diagnosis
setelah pemeriksaan klinis atau prosedur diagnostik teknis26.

Kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter termasuk malpraktek


medik/kelalaian medik atau bukan, sepanjang seorang dokter dalam melakukan
tindakan medik terhadap pasiennya memenuhi peraturan perundang-undangan,
kode etik kedokteran Indonesia dan Standar Profesi Indonesia maka sekalipun
dokter tersebut melakukan kesalahan diagnosis, kesalahan dokter tersebut tidak
dapat dikategorikan sebagai tindakan malpraktek medik/kelalaian medik27.

Seorang dokter dalam melakukan tindakan medik terhadap pasiennya harus


memenuhi peraturan-peraturan sebagai berikut:

1) Peraturan Perundang-Undangan:

a. Pasal 50 UU NO 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran:

a) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai


dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional

b. Pasal 24 ayat 1 UU NO 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan: Tenaga


kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi
ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
c. Pasal 1 UU No 36 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kesehatan

26http://kamuskesehatan.com/arti/Salah-diagnosis/.

27
www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5203cbfe5f6aa/langkah-hukum-jika-dokter-salah-
diagnosis
Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 43

Ayat (14): Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat


instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untukmenyelesaikan proses
kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan
fungsi pelayanan yang dibuat oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan
berdasarkan Standar Profesi.

2) Kode Etik Kedokteran Indonesia (“KODEKI”):

Pasal 1: Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


sumpah dokter

Pasal 2: Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya


sesuai dengan standar profesi yang tertinggi

Pasal 6: Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan


menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat

Pasal 10: Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilan nya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan
pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam
penyakit tersebut.

Pasal 11: dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau
dalam masalah lainnya.

3) Standar Profesi Kedokteran

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar profesi adalah batasan


kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus
dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

Jadi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter harus menjalankan tugas
dengan tiga peraturan diatas maka sekalipun dokter tersebut melakukan kesalahan
diagnosis, tindakan dokter tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan
malpraktek medik / kelalaian medik28.

28
ibid
44 Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017

Senada dengan yang disebutkan oleh Bapak M. fakih dalam seminar nasionalnya
bahwa dikatakan peniadaan kesalahan medis jika terjadi hal-hal berikut ini29:
a) Risiko dalam pengobatan (Risk of Treatment) yaitu resiko yang melekat
(Inherent Risk), risiki akibat reaksi alergik, risiko komplikasi yang timbul
dalam tubuh pasien.
b) Kecelakaan medis (Mischap, accident, misadventure).
c) Kekeliruan dalam penilaian klinis (Error of Clinical Judgement).
d) Risiko besar yang sudah diketahui (volenti non fit Iniura)
e) Pasien melakukan kelalaian (Contributory negligence)

Untuk menilai apakah kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter
termasuk kategori malpraktek medik atau kelalaian medik, dapat ditelaah melalui
standar di atas sebagai berikut30:
1) Dokter harus bekerja secara teliti dan seksama. Apabila memang kesalahan
diagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter adalah akibat ketidaktelitiannya,
misalnya salah dalam membaca hasil pemeriksaan laboratorium pasiennya,
maka dokter yang bersangkutan telah memenuhi unsur kelalaian.
2) Dokter dalam mengambil tindakan harus sesuai dengan ukuran ilmu medik.
Apabila dokter tersebut telah melakukan tindakan medik sesuai dengan ukuran
ilmu medik dan terjadi kesalahan diagnosis, maka kesalahan dokter tersebut
tidak dapat dikategorikan sebagai malpraktek medik atau kelalaian medik.
3) Kemampuan rata-rata dibanding kategori keahlian medik yang sama.
4) Dalam situasi kondisi yang sama.
5) Sarana upaya yang sebanding dengan tujuan kongkrit tindakan medik tersebut.

Tidak gampang untuk mengetahui apakah seorang dokter telah melakukan suatu
kesalahan, kelalaian atau malpraktek medic karena untuk menguji apakah yang
dilakukan dokter dalam menjalankan profesinya itu merupakan suatu malpraktik
atau bukan, Leenen menyebutkan lima kriteria, seperti yang dikutip oleh Fred
Ameln31, yaitu:
1) Berbuat secara teliti/seksama (zorgvuldig hendelen) dikaitkan dengan kelalaian
(culpa). Bila seorang dokter bertindak onvoorzichteg, tidak teliti, tidak berhati-
hati, maka ia memenuhi unsur kelalaian; bila ia sangat tidak berhati-hati, ia
memenuhi unsur culpa lata;
2) Yang dilakukan dokter sesuai ukuran ilmu medik (volgens de medische
standard);

29
M. Fakih. 2017. Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Dalam Melakukan Pelayanan
Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Seminar Nasional. UGM

30
(http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol10135/kesalahan-diagnosis-dokter-tergolong-
malpraktek-atau-kelalaian-medikkah)

31
Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Jakarta: Grafikatama Jaya, 1991, hlm.87
Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 45

3) Kemampuan rata-rata (overage) dibanding kategori keahlian medis yang sama


(gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie);
4) Dalam situasi dan kondisi yang sama (gelijke omstandigheden);
5) Sarana upaya (middelen) yang sebanding/proporsional (asas proporsionalitas)
dengan tujuan kongkret tindakan/perbuatan medis tersebut (tot het concrete
handelingdoel).

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesalahan Diagnosis

Pada Pasal 35 (1) UU Praktek Kedokteran menyebutkan bahwa dokter atau dokter
gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan
praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang
terdiri atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

Artinya wewenang untuk mendiagnosis pasien adalah wewenang seorang dokter


atau dokter gigi. Kekurangan tenaga dokter atau dokter gigi ini tentu akan
berpengaruh pada ketepatan dalam melakukan tahapan-tahapan diagnosis terhadap
pasien.

Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan diagnosis adalah sebagai berikut 32:


1) Anamnesis
Anamnesa / Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara
pasien/keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan
penyakit yang diderita pasien
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan
pemeriksaan kondisi fisik dari pasien.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menentukan diagnosis penyakit
penderita. Pemeriksaan penunjang ini umumnya dilakukan apabila langkah-
langkah pemeriksaan penentuan diagnosis di atas belum dapat dengan pasti

32
http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-anamnesa-pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-
penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-tindakan-medis.html
46 Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017

mendiagnosis suatu penyakit yang diderita pasien sehingga diperlukan


pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti penyakit.
4) Diagnosis
Diagnosis yaitu penetapan jenis penyakit tertentu berdasarkan analisis hasil
anamnesis dan pemeriksaan yang teliti. Sumber lain mengatakan diagnosis
adalah identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi atau membedakan satu
penyakit atau kondisi dari yang lain33.

Faktor lain yang tak kalah penting dan dapat mempengaruhi dalam menegakan
diagnosis adalah pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang ini umumnya
dilakukan apabila langkah-langkah pemeriksaan penentuan diagnosis di atas belum
dapat dengan pasti mendiagnosis suatu penyakit yang diderita pasien sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti penyakit. Suatu
pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi tertentu guna memperoleh
keterangan yang lebih lengkap.

Tujuan pemeriksaan ini dapat bertujuan:


a. Terapeutik, yaitu untuk pengobatan tertentu
b. Diagnostik, yaitu untuk membantu menegakan diagnosis tertentu
c. Pemeriksaan,laboratorium,Rontagen, USG, dll

4. Tanggung Jawab Dokter Terhadap Kesalahan Diagnosis.

Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung
jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung
akibatnya. Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku
atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja
Seorang Dokter dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya juga mempunyai
tanggung jawab dalam bidang hukum, yaitu13:

a. Tanggung jawab dokter dalam bidang hukum perdata

1) Karena Wanprestasi
Pengertian wanprestasi ialah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi
kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak.
Pada dasarnya pertanggungjawaban perdata itu bertujuan untuk memperoleh
ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pasien akibat adanya wanprestasi
atau perbuatan melawan hukum dari tindakan dokter. Menurut ilmu hukum
perdata, seseorang dapat dianggap melakukan wanprestasi apabila: Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, melakukan apa yang

33
https://putririnriani.wordpress.com/2014/01/15/pengertian-diagnosis-prognosis-mendengar-dan-
mendengarkan/
Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 47

dijanjikan tetapi terlambat dan melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan serta melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh dilakukannya.

2) Tanggung Jawab Perdata karena melanggar hukum (onrechtmatige daad)

Tanggung jawab karena kesalahan merupakan bentuk klasik


pertanggungjawaban perdata. Berdasar tiga prinsip yang diatur dalam Pasal
1365, 1366, 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Dalam ilmu hukum dikenal 3 katagori dari perbuatan melawan hukum, yaitu
sebagai berikut:

a) Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan


b) Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan
maupun kelalaian)
c) Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

b. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum pidana

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, dalam


perkembangan selanjutnya timbul permasalahan tanggung jawab pidana
seorang dokter, khususnya yang menyangkut dengan kelalaian, hal mana
dilandaskan pada teori-teori kesalahan dalam hukum pidana.

Tanggung jawab pidana di sini timbul bila pertama-tama dapat dibuktikan


adanya kesalahan profesional, misalnya kesalahan dalam diagnosa atau
kesalahan dalam cara-cara pengobatan atau perawatan.

Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai criminal malpractice apabila


memenuhi rumusan delik pidana yaitu: Perbuatan tersebut harus merupakan
perbuatan tercela dan dilakukan sikap batin yang salah yaitu berupa
kesengajaan, kecerobohan atau kelapaan. Kesalahan atau kelalaian tenaga
kesehatan dapat terjadi di bidang hukum pidana, diatur antara lain dalam: Pasal
263, 267, 294 ayat (2), 299, 304, 322, 344, 347, 348, 349, 351, 359, 360, 361,
531 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Ada perbedaan penting antara tindak pidana biasa dengan ‘tindak pidana
medis’. Pada tindak pidana biasa yang terutama diperhatikan adalah
‘akibatnya’, sedangkan pada tindak pidana medis adalah ‘penyebabnya’.
Walaupun berakibat fatal, tetapi jika tidak ada unsur kelalaian atau kesalahan
maka dokternya tidak dapat dipersalahkan.
48 Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017

Beberapa contoh dari criminal malpractice yang berupa kesengajaan adalah


melakukan aborsi tanpa indikasi medis, membocorkan rahasia kedokteran,
tidak melakukan pertolongan seseorang yang dalam keadaan emergency,
melakukan eutanasia, menerbitkan surat keterangan dokter yang tidak benar,
membuat visum et repertum yang tidak benar dan memberikan keterangan
yang tidak benar di sidang pengadilan dalam kapasitas sebagai ahli.

c. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum administrasi.

Dikatakan pelanggaran administrative malpractice jika dokter melanggar


hukum tata usaha negara. Contoh tindakan dokter yang dikategorikan sebagai
administrative malpractice adalah menjalankan praktek tanpa ijin, melakukan
tindakan medis yang tidak sesuai dengan ijin yang dimiliki, melakukan praktek
dengan menggunakan ijin yang sudah daluwarsa dan tidak membuat rekam
medis.

Pasal 11 Undang-Undang No. 6 Tahun 1963, sanksi administratif dapat


dijatuhkan terhadap dokter yang melalaikan kewajiban, melakukan suatu hal
yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang dokter, baik mengingat
sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai dokter, mengabaikan
sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh dokter dan melanggar ketentuan
menurut atau berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1963.

C. Dasar Hukum Tuntutan Terhadap Dokter Jika Melakukan Kesalahan


Diagnostik

1. Tanggung Jawab Etis

Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah Kode
Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik adalah
pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983
Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang
merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan
pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak
selalu berarti pelanggaran hukum, sebaliknya pelanggaran hukum tidak selalu
merupakan pelanggaran etik kedokteran. Berikut diajukan beberapa contoh:

a. Pelanggaran etik murni

1) Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari
keluarga sejawat dokter dan dokter gigi.
Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 49

2) Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.


3) Memuji diri sendiri di depan pasien.
4) Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran yang berkesinambungan.
5) Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

b. Pelanggaran etikolegal

1) Pelayanan dokter di bawah standar.


2) Menerbitkan surat keterangan palsu.
3) Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter.
4) Abortus provokatus.

2. Tanggung Jawab Disiplin

Berdasarkan Pasal 69 Ayat (3) Undang-Undang Praktik Kedokteran sanksi disiplin


yang dimaksud dapat berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis
b. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Ijin Praktek.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.

3. Tanggung Jawab Pidana

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek


Kedokteran:
Ada enam pasal yang merumuskan tindak pidana bidang kesehatan yaitu:
1) Tindak pidana praktek kedokteran tanpa Surat Tanda Registrasi (STR) (Pasal
75)
2) Tindak pidana praktek kedokteran tanpa Surat Ijin Praktek (SIP) (Pasal 76)
3) Tindak pidana menggunakan identitas gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan dokter yang memiliki STR dan SIP (Pasal 77)
4) Tindak pidana menggunakan alat, metode pelayanan kesehatan yang
menimbulkan kesan dokter yang memiliki STR dan SIP (Pasal 78)
5) Tindak pidana dokter praktek yang tidak memasang papan nama, tidak
membuat rekam medis dan tidak berdasarkan Standar Profesi (Pasal 79)
6) Tindak pidana memperkerjakan dokter tanpa SIP (Pasal 80)

IV. PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka dioeroleh simpulan sebagai berikut:


1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan diagnosis diantaranya adalah
faktor sumber daya manusia atau ketenagaan (dokter) dan alat pemeriksaan
50 Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017

penunjang. Pada puskesmas rawat inap yang tersedia di kabupaten lampung


utara mempunyai jumlah tenaga dokter yang masih belum memadai,
diantaranya ada puskesmas rawap inap yang mempunyai satu orang dokter
bahkan ada juga yang belum mempunyai dokter. Di puskesmas rawat inap yang
ada di Lampung Utara juga belum semuanya memiliki alat pemeriksaan
penunjang yang lengkap atau memadai, misalnya laboratorium, Rontgen, USG
dan lain-lain. Hal ini juga yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
diagnosis terhadap pasien.
2. Seorang dokter dapat di beri sangksi jika melakukan kesalahan diagnosis. Dasar
hukum tuntutan terhadap dokter jika melakukan kesalahan diagnosis diatur
dalam peraturan perundang-undangan, KODEKI, standar profesi, dan standar
prosedur operasioal.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan terhadap penelitian tesis ini sesuai dengan pokok
bahasan antara lain:
1. Kabupaten Lampung Utara yang memiliki10 Puskesmas Rawat Inap perlu
menambah tenaga dokter dan melengkapi alat pemeriksaan penunjang agar
tahapan-tahapan diagnosis penyakit dapat dilakukan dengan baik sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam mendiagnosis penyakit pasien
2. Seorang dokter harus bekerja sesuai peraturan perundang-undangan, kode etik
kedokteran, standar profesi dan standar prosedur operasional agar tidak terjadi
kesalahan diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

Ari Yunanto & Helmi, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Yogyakarta, Andi
Offset.

Dalmy Iskandar, 1998, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, Sinar Grafika,
Jakarta.

M. Fakih. 2017. Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Dalam Melakukan


Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Seminar Nasional.
UGM

Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Balai Aksara,


Jakarta.
Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 51

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktek Kedokteran


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kesehatan
Kode Etik Kedokteran Indonesia (“KODEKI”):

https://putririnriani.wordpress.com/2014/01/15/pengertian-diagnosis-prognosis-
mendengar-dan-mendengarkan/
http://kamuskesehatan.com/arti/Salah-diagnosis/.

http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-anamnesa-pemeriksaan-fisik-
pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-tindakan-medis.html

Iskandar Dalmy, 1998. Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, Sinar
Grafika, Jakarta

M. Nasser SpKK.D.Law. Sengketa Medis Dalam Pelayanan Kesehatan. 2011.

Anda mungkin juga menyukai