Anda di halaman 1dari 12

HASIL

Dr nofi fitriyani
Hasil
• Dalam periode 5 March sampai 8 May 2020, sebanyak 129 pasien dengan
dialysis kronis dinyatakan positif COVID-19. Pasien tersebut adalah bagian dari
sekelompok kohor pasien dengan total jumlah sebanyak 2.336 pasien yang
dirawat di 11 pusat penyakit dialisis di Perancis. termasuk di dalamnya, 97.5%
pasien haemodialysis, dan 2.5% lainnya adalah pasien dengan diaysis peritoneal
• Dari 129 pasien yang positif covid 19 dilakukan penelitian sebanyak 122
pasien, sebanyak 7 pasien harus dikelarkan dari analisis akhir dikarenakan
terjadinya outcome yang belum diketahui penyebabnya.
Pemeriksaan Tes COVID-19 yang dilakukan dilakukan :
• RT–PCR terhadap 111 orang pasien (91%)
• CT scan thorax pada 11 pasein (9%).
• Screening sistemik
Di akhir tindakan lanjutan, sebanyak 77 orang pasien bertahan hidup (63%),
dan sebanyak 45 pasien (37%) dibawa ke ICU (evolusi kritis), dan sebanyak
38 orang pasien (31%) meninggal dunia.
Karakter Baseline
Data karakter baseline dari 122 pasien COVID-19 dapat dilihat di Table1 :
• Nilai mean usia adalah 73.5 tahun (IQR ¼ 64.2–81.2) dan sebanyak 43 pasien (35%) berjenis
kelamin perempuan.
• Nilai median dialysis vintage adalah 3.0 tahun (IQR ¼ 1.0–5.5) Sebanyak 97.5% adalah pasien
dengan haemodialysis
• Sebanyak 2.5% adalah pasein dengan peritoneal dialysis.
• Pada saat diagnosis COVID-19 dilakukan, sebanyak 67% pasien sedang berada di rumah, sebanyak
20% pasien sedang berada di tempat kerja, dan13% sisanya sudah sedang dirawat di rumah sakit.
• Tabel 1 juga menyajikan jumlah pasien dengan prevalen komorbid terbanyak dan obat-obatan yang
paling banyak dikonsumsi.
• Tindakan transplantasi terdahulu, lebih sedikit terjadi di kelompok pasien evolusi kritis Pada
kelompok evolusi kritis; diabetes nephropathy lebih sering terjadi (40% versus 29%; P ¼ 0.03),
begitu juga dengan komorbid atrial fibrillation (49% versus 25%; P ¼ 0.01).
GEJALA KLINIS

Data gejala awal terdapat pada Table 2.


• Sebanyak 8% pasien merupakan pasien tanpa gejala namun harus dites karena
terpapar virus atau terskreening sistem.
• Dyspnoea/sesak napas adalah gejala yang lebih banyak didapati pada kelompok
pasien evolusi kritis (59% versus 31%; P ¼ 0.003).
• Berdasarkan hasil diagnosa, sebanyak 45% pasien membutuhkan terapi oksigen, dan
median flow rate-nya adalah L/min (IQR ¼ 1–3). Tindakan terapi oksigen lebih
banyak diberikan kepada pasien kelompok kritis (67% versus 32%; P < 0.001),
dengan flow rate oksigen yang juga jauh lebih tinggi [3 (IQR ¼ 2–4) versus 2 (IQR
¼ 1–3) L/min; P ¼ 0.04].
HASIL LABORAT DAN KARAKTER RADIOLOGI

• Data karakter baseline radiologinya terdapat di Table 2.


• Hasil uji laboratorium terdapat pada Table 2. Kelompok evolusi kritis
memiliki angka median hitung Neutrophil, CRP, fibrinogen, D-Dimer dan
hepatic cytolysis yang secara signifikan lebih tinggi. Sebaliknya, nilai
median hitung lymphocyte-nya jauh lebih rendah [0.60 G/L (IQR ¼ 0.40–
0.86) versus 0.90 G/ L (IQR ¼ 0.61–1.18); P < 0.001].
TREATMENT PADA COVID-19

• Kombinasi pengobatan AZT/HCQ diberikan kepada sebanyak 46% kasus,


terapi antiretroviral pada 20% kasus, inhibitor IL-1 dan/atau IL-6
diterapkan pada 3% kasus, pencegahan heparin pada 45% kasus,
penyembuhan heparin pada 13% kasus, dan antibiotics pada 90% kasus
(cephalosporin, 81%, quinolone, 28% dan macrolide, 57%).
Administrasi penyembuhan heparin secara signifikan lebih banyak
diberikan di kelompok kritis (29% versus 4%; P < 0.0001), begitu juga
dengan pemberian antibiotics (98% versus 86%; P ¼ 0.03).
Outcome Klinis
• Data hasil klinis, terdapat pada Table 3. Pasien yang dirawat di rumah sakit sebanyak 81%
kasus. Pada diagnosis COVID-19 pertama, status resusitasi tidak nampak pada 54% kasus.
Sebanyak 75% mendapatkan terapi oksigen sekali saja selama sakit, dengan maksimal median
flow rate-nya; 4 L/min (IQR 3–15). Nilai median lamanya perawatan di rumah sakit adalah 11
hari (IQR ¼ 7–14). Sebanyak 16% pasien dikirim ke ICU (dengan 42% angka mortalitas).
• Prosentase total pasien meninggal adalah 28%; sebanyak 7% dari 28% tersebut meninggal
dunia setelah di ICU. 4 pasien (21% pasien ICU) tetap dirawat di ICU dengan tindakan follow-
up superior hingga 28 hari. Waktu median sejak gejala pertama hingga puncak kritis adalah 7
hari (IQR ¼ 4–11). Figure 3 menunjukan data terapi oksigen yang dibutuhkan oleh sebanyak
75% pasien (61% pasien di kelompok non-kritis, dan 98% untuk kelompok kritis, P< 0.0001)
• Figure 4 merepresentasikan data penyebab kematian: respiratory pada 65% pasien,
cardiovascular sebanyak 20% pasien, sepsis pada 9% pasien, dan penyebab lainnya sebanyak
6%.
Terjadinya Komposit dan Kematian berdasarkan Tingkat
Keparahan sesuai Parameter dan Treatment Penyakit

• Dua model analisis multivariate disajikan di Table 4 (evolusi kritis) dan Table 5
(mortalitas). 1) terapi oksigen yang dihubungkan dengan evolusi kritis hasil
komposit [odds ratio (OR) estimasi ¼ 3.28, 95% interval konfidens (CI) 1.396–
7.97; P ¼ 0.007]. Figure 5A menunjukan kurva tingkat survival yang
mebandingkan kelompok tanpa terapi oksigen (67 patients, 55%) dan kelompok
pasien dengan terapi oksigen (55 patients, 45%). 2) Jumlah hitung lymphocyte
yang rendah juga dihubungkan dengan evolusi kritis hasil komposit (OR ¼ 0.186,
95% CI 0.057–0.530; P ¼ 0.003). Figure 5B menyajikan kurva survival yang
membandingkan tiga kelompok pasien berdasarkan hasil hitung lymphocyte.
• 3) Elevasi CRP diasosiasikan dengan outcome kritis (OR ¼ 1.006, 95% CI
1.001–1.013; P¼ 0.002). 4) Terapi oksigen dan hitung lymphocyte juga dikaitkan
dengan mortalitas, dengan OR ¼ 5.386 (95% CI 2.057–15.35), P < 0.001 dan OR
¼ 0.195 (95% CI 0.049–0.625), P ¼ 0.01. Dari kelompok non-critical-evolution,
5 pasien membutuhkan terapi oksigen sebanyak lebih dari 6 L/min selama masa
perawatan di rumah sakit. Hal tersebut menunjukan adanya kegagalan respiratory
yang serius. Akan tetapi mereka tidak ditransfer ke ICU dan berhasl bertahan
hidup hingga 28 hari tindakan lanjutan.
• 5) Kombinasi AZT/HCQ secara analisis univariate dan multivariate tidak
berhubungan dengan evolusi kritis ataupun kematian (Tables 3 and 4, Model 2,
Table 5, Model 2; Supplementary data, Figure S2). Pada sub kelompok pasien
yang tidak membutuhkan terapi oksigen (67 pasien), kombinasi AZT/HCQ tidak
berhubungan dengan evolusi kritis (Supplementary Figure S3).
Terjadinya Komposit dan Kematian berdasarkan
Treatments Demografi dan Faktor-faktor Terdahulu
• Pada model analisis multivariable, penyakit vaskular peripheral berhubungan dengan mortalitas
(OR ¼ 2.905, 95% CI 1.088–7.928; P ¼ 0.03). Begitu juga dengan penggunaan ARBs secara
signifikan terkait dengan mortalitas (OR ¼ 0.093, 95% CI 0.005–0.540; P ¼ 0.03) (Table 5,
Model 1) meskipun tidak ditemukan adanya asosiasi dengan evolusi komposit kritis (OR ¼
0.342, 95% CI 0.085–1.110; P ¼ 0.08) (Table 4, Model 1). Supplementary data, Table S1
membandingkan variable dalam kelompok dengan atau tanpa ARBs.
• Pasien yang diberikan ARBs berusia lebih muda (67 versus 74 tahun; P ¼ 0.02) dan memiliki
atrial fibrillation yang lebih sedikit (25% versus 49%; P ¼ 0.01). Figure 6 menunjukan kurva
survival yang membandingkan evolusi kritis (Figure 5A) dan mortalitas (Figure 5B) pada
pasien dengan dan tanpa ARBs. Pada sub kelompok pasien yang membutuhkan terapi oksigen
(55 patients), penggunaan ARBs secara signifikan berperan dalam memproteksi hasil evolusi
komposit (OR estimasi ¼ 0.088, 95% CI 0.004–0.580; P ¼ 0.03) (Supplementary data, Table
S2 and Figure S1).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai