Anda di halaman 1dari 31

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM STEVENS-JOHNSON/ NEKROLISIS


EPIDERMAL TOKSIK

Perseptor : Lina Damayanti, dr., Sp.KK.


Kelompok XLIII-B
Presentan :
1). Damos Ilham (4151131401)
2). Intan Yulia Safarina (4151131414)
3). Paramita Darsaniya (4151131437)

Partisipan:
1). Nursyifa Novyanti (4151131422)
2). Dwi Angriyana (4151131473)
3). M. Fikry Maulana (4151131482)
Definisi
• Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan Nekrosis epidermal
toksik (NET)  reaksi mukokutan akut yang mengancam
nyawa, ditandai dengan nekrosis epidermis yang luas
sehingga terlepas.
• Kedua penyakit ini sangat mirip dalam gejala klinis dan
histopatologis, faktor risiko, penyebab, dan
patogenesisnya, sehingga saat ini digolongkan dalam
proses yang identik, hanya dibedakan berdasarkan
keparahan saja.
• SSJ  epidemolisis <10% luas permukaan badan (LPB)
• NET >30%
• Keterlibatan 10-30% LPB disebut sebagai overlap SSJ-NET
Epidemiologi

• SSJ-NET  penyakit yang jarang


• SSJ 1-6 kasus/juta penduduk/tahun
• NET 0,4-1,2 kasus/juta penduduk/tahun.
• Angka kematian NET 25-35%
• Angka kematian SSJ 5-12%
• Penyakit ini dapat terjadi pada setiap usia
• Terjadi peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun.
• Perempuan lebih sering terkena dibandingkan
dengan laki-laki dengan perbandingan 1,5:1
Etiologi
• Mekanisme pasti terjadinya SSJ-NET belum
sepenuhnya diketahui.
• Pada lesi SSJ-NET terjadi reaksi sitotoksik
terhadap keratinosit  mengakibatkan
apoptosis luas.
• Reaksi sitotoksik yang terjadi melibatkan sel
NK dan sel limfosit T CD8+ yang spesifik
terhadap obat penyebab.
Etiologi (lanj.)
• Sebagian besar karena alergi obat.
• Obat-obat yang sering menyebabkan SSJ-NET:
- Sulfonamida
- anti-konvulsan aromatik
- Alopurinol
- anti-inflamasi non-steroid, dan
- nevirapin.
• Pada beberapa obat tertentu, misalnya karbamazepin.
• Infeksi juga dapat menjadi penyebab SSJ-NET, namun tidak
sebanyak pada kasus eritema multiforme; misalnya infeksi virus
dan Mycoplasma.
Patogenesis
• Meskipun proses molekular pasti dan kejadian
secara seluler pada patogenesis SJS belum
diketahui secara pasti
• Dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
tipe II dan III
Obat (hapten)

Berikatan dengan molekul protein yang ada di sel

Antigen

Menempel ke sel target

Menginduksi antibodi spesifik IgM dan IgG

kompleks antigen-antibodi mengaktifkan


sistem komplemen

lisis sel target opsonisasi

mempermudah fagositosis utk


jaringan kulit sel darah
mengeluarkan mediator-mediator

destruksi keratinosit trombositopenia

papula, plak, eritem,


purpura
vesikula, bula
Hipersensitivitas Tipe III
Antigen + antibodi spesifik

Kompleks antigen-antibodi
Hipersensitivitas Tipe III

Pengendapan kompleks imun


pada jaringan

merangsang respons imun humoral


(komplemen atau enzim fagosit)

jaringan kulit

Jaringan dirusak Lisis membran


darah oleh makrofag sel target

sendi
Gejala Klinis
• Sebelum lesi kulit, dapat timbul gejala non-
spesifik, misalnya demam, sakit kepala, batuk
atau pilek, dan malaise selama 1-3 hari
• Trias kelainan : kelainan kulit
kelainan selaput lendir di orifisium
kelainan mata.
Kelainan Kulit
• Tersebar secara simetris pada wajah, badan, dan
bagian proksimal ekstremitas.
• Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan
bula, erosi, purpura
• Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata
• Pada NET, lesi kulit meluas dan berkembang
menjadi nekrotik, sehingga terjadi bula kendur
dengan tanda Nikolsky positif.
Kelainan Selaput Lendir di Orifisium
• Mukosa mulut (100%)
• Kelainan di lubang alat genital (50%),
• Lubang hidung dan anus (8% dan 4%).

• Berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga


menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman
• Di mukosa mulut juga dapat terbentuk pseudomebran.
• Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar/tidak
dapat menelan. Adanya keluhan pseudomembran di
faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas
Kelainan Mata
• 80% di antara semua kasus
• Yang tersering adalah konjungtivitis kataralis.
• Selain itu dapat berupa konjungtivitis purulen,
perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis,
dan iridosiklitis
Diagnosis Banding
• SSJ epidemolisis sebesar <10% luas permukaan
badan (LPB),
• NET epidermolisis >30% LPB
• Keterlibatan 10-30% LPB disebut sebagai overlap SSJ-
NET.
Diagnosis Banding
• Eritema multiforme
• Erupsi mendadak dan rekuren pada kulit dan kadang-
kadang pada selaput lendir dengan gambaran
bermacam-macam spektrum dan gambaran khas
berbentuk iris  terdiri dari 3 bagian, yaitu tengah
berupa vesikel atau eritema yang keungu-unguan,
dikelilingi oleh lingkaran konsentris yang pucat dan
kemudian lingkaran yang merah.
• Tempat predileksi di punggung tangan, telapak tangan,
bagian ekstensor ekstremitas, dan juga selaput lendir.
• Pada keadaan berat dapat juga mengenai badan.
Diagnosis Banding
Gambaran Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
(SSSS) sangat mirip dengan NET karena terdapat
epidermolisis
• Selaput lendir jarang dikenai.
• Penyebab Staphylococcus aureus
• Biasanya pada anak di bawah umur 5 tahun.
• Mulai kelainan kulit di muka, leher, aksila, dan
lipat paha disertai leukositosis.
• Gambaran histopatologik SSSS letak celah di
stratum granulosum, sedangkan pada NET di
subepidermal.
Pemeriksaan Penunjang
• Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang
penting untuk menunjang diagnosis
• Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas
• Eosinofilia alergi.
• Leukositosis  infeksi bakterial, sehingga
dapat dilakukan kultur darah
• Gambaran histopatologik bervariasi dari
perubahan dermal yang ringan sampai
nekrolisis epidermal yang menyeluruh. Kelainan
berupa:
– Infiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh-
pembuluh darah dermis superfisial.
– Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis
papilar.
– Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai
terbentuk vesikel subepidermal.
– Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di
adneksa.
– Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
Penatalaksanaan Umum

• Penghentian segera obat yang dicurigai menjadi penyebab.


• Perawatan suportif di rumah sakit. Sangat disarankan untuk
merawat pasien SSJ-NET di ruang perawatan khusus.
• Perawatan suportif mencakup :
 Mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit, suhu
lingkungan yang optimal 28-30oC dengan pemberian cairan
intravena. Misalnya dekstrose 5%, NaCl 9%, dan ringer laktat
berbanding 1:1:1 dalam 1 labu yang diberikan 8 jam sekali.
 Nutrisi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan asupan
makanan.
 Perawatan kulit secara aseptik tanpa debridement, perawatan
mata, dan mukosa mulut.
Penatalaksanaan Khusus (1)
Sistemik
• Penggunaan kortikosteroid sistemik saat ini,
hasilnya masih sangat beragam, sehingga
penggunaannya belum dianjurkan. Kebijakan yang
dipakai di ruang rawat Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSCM adalah menggunakan
kortikosteroid sistemik untuk setiap kasus SSJ-
NET, dengan hasil yang cukup baik dengan angka
kematian pada periode 2010-2013 sebesar 10,5%.
Penatalaksanaan Khusus (2)
• Jika keadaan umum baik, dan lesi tidak menyeluruh 
Prednison 30-40 mg/hari p.o
• KU buruk dan lesi menyeluruh  Kortikosteroid
diberikan injeksi secara IV :
- SSJ dosis permulaan 4-6 x 5 mg/hari
- Setelah masa krisis teratasi dosis segera diturunkan
secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg.
- Setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan
tablet kortikosteroid, misal prednison lalu tapering off.
Pencegahan

• Anamnesis dengan baik mengenai riwayat


alergi obat
• Jika pasien lupa atau merasa tidak ada alergi
obat  anjurkan pasien untuk datang kembali
ke dokter jika ada keluhan gatal-gatal atau
bentol-bentol.
Komplikasi

• Bronkopneumonia (15%)
• Gangguan keseimbangan elektrolit (13,9%)
• Pada mata dapat terjadi kebutaan karena
gangguan lakrimasi (20-75%)
• Multi Organ Failure (30%)
• Komplikasi pada kuku (50%): anonikia,
pigmentasi pada nail bed, Dystrophic nails
Prognosis

• Tindakan yang cepat dan tepat memberikan


prognosis yang baik. Purpura yang luas dan
leukopenia menunjukkan prognosis yang lebih
buruk. Keadaan umum yang buruk disertai
dengan bronkopneumonia dapat
menyebabkan kematian pada pasien.
PROGNOSIS (SCORTEN)
• Sistem skoring prognosis pada pasien
nekrolisis epidermal
Faktor Prognosis Poin

Usia > 40 tahun 1 NIlai SCORTEN Angka Kematian (%)


0-1 3,2
Denyut Jantung > 120 x/menit 1
2 12,1
Kanker atau keganasan hematologik 1
3 35,8
Epidermolisis > 10% LPB 1 4 58,3
>5 90
Kadar urea serum >10mM/L (>28 mg/dl) 1
Kadar bikarbonat serum <20 mEq/L 1
Kadar GDS > 14 mM/L (>252 mg/dl) 1
• Quo ad vitam : dubia
• Quo ad fungtionam : dubia
• Quo ad sanasionam : dubia
DAFTAR PUSTAKA
1. Effendi EH. Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis epidermal toksik. Dalam:
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2015: 199-201.
2. Djuanda A, Hamzah M. Sindrom Stevens-Johnson. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S, Eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2011: 163-64.
3. Djuanda A, Hamzah M. Nekrolisis Epidermal Toksik. Dalam: Djuanda A, Hamzah
M, Aisah S, Eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2011: 166-68.
4. Fitzpatrick TB. Colour atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology: Severe and Life-
Threatening Skin Eruptions In The Acutely Ill Patient. 6th Ed. 2009. McGraw-Hill:
USA.
5. Hamzah M. Eritema Multiforme. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Eds. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2015: 198.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai