Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

kelompok 3

Disusun oleh :

1. Nova Noviyanti (010118A095)


2. Wilujeng Handayani (010118A150)
3. Yulia Rahmawati (010118A155)
4. Zanita Wahyu Suprapto (010118A168)
 
A. Anatomi Dan Fisiologi Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di
mana penyerapan air akan kembali dilakukan.
Lanjutan…

Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan
tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar)
yang merupakan fungsi utama anus. Rektum terletak dalam rongga perlvis, di depan
os sakrum dan os koksifis. Rektum terdisi dari dua bagian :
1. Rektum propia : bagian yang melebar disebut ampula rekti. Jika mapula rekti
terisi makanan akan timbul hasrat defekasi.
2. Pars analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos (M. Sfingter
ani internus) dan serabut otot luik (M. Stingter ani eksternus). Kedua otot ini
berperan pada waktu defekasi tunika mukosa rektum banyak mengandung
pembuluh darah.
Lanjutan…

Defekasi adalah hasil refleks apabila bahan feses masuk ke dalam


rektum. Dinding rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens
yang disalurkan melalui desendens. Kolon sigmoid mendorong feses ke
arah anus. Apabila gelombang peristaltik sampai di anus, sfingter ani
internus dihambat dan sfingter ani eksternus melemas sehingga terjadi
defekasi.
Refleks ini sangat lemah harus diperkuat dengan refleks lain melalui
segmen sakral medula spinalis, dikembalikan ke kolon desendens,
kolon sigmoid, rektum dan anus melalui saraf parasimpatis.
B. Definisi
atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan
(kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum yang terjadi pada masa
kehamilan.
 
C. Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
• Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
• Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
• Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus,
sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian
beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah
mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua
orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang
sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik,
abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2010).
• Berkaitan dengan sindrom down.
Lanjutan…
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah
• Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten
ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal
defect.
• Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%).
• Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
D. Klasifikasi Atresia Ani
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
• Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
• Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
• Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
• Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
• Anomali rendah / infralevator: Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui
otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik
dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
• Anomali intermediet: Rektum berada pada atau di bawah tingkat
otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada
posisi yang normal.
• Anomali tinggi / supralevator: Ujung rectum di atas otot
puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhubungan dengan fistula genitourinarius –retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum
sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
E. Manifestasi klinis
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses
keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.
Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di
kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul
1) Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4) Perut kembung.
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
F. Patofisiologi
Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang di sebut kloaka.
Pertubuhan kedalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum
urorektum yang memisahkan rektum di sebelah dorsal dari saluran kencing di
sebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran kencing) menjadi terpisah
sempurna pada umumnya kehamilan minggu ke-7. Pada saat yang sama,
bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang
eksterna, sedangkan bagian anus tertutup oleh membran yang baru terbuka
pada kehamilan minggu ke-8.
Kelainan dalam perkembangan proses-proses ini pada berbagai stase
menimbulkan suatu spektrum anomali, kebanyakan mengenai saluran usus
bawah dan bangunan genitourinaria. Hubungan yang menetap antara bagian
genitourinaria dan bagian rektum kloaka menimbulkan fistula.
G. Pathway
H. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan radiologis: dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal
• Sinar X terhadap abdomen: dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dan sfingternya
• Ultrasound terhadap abdomen: digunakan untuk melihat fungsi organ internal
terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh masa tumor
• CT scan: digunakan untuk menentukan lesi
• Pyelografi intravena: digunakan untuk menilai pelvikolisis dan ureter
• Pemeriksaan fisik rectum: kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari
• Rontgenogram abdomen dan pelvis: digunakan untuk mengkonfirmasi adanya
fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
I. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra.
4. Komplikasi jangka panjang
J. Penatalaksanaan
1. Penatalasanaan medis
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan atresia ani adalah :
a. Kolostomi
Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami malformasi anorektal (atresia ani)
tanpa fistula membutuhkan satu atau beberapa kali operasi untuk memperbaikinya. Kolostomi
adalah bentuk operasi yang pertama dan biasa dilakukan. Kolostomi dilakukan untuk anomaly
jenis kelainan tinggi (High Anomaly), rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral
fistula, atresia rektum, dan jika hasil jarak udara di ujung istal rektum ke tanda timah atau logam
di perineum pada radiologi invertogram > 1 cm.
Tempat yang dianjurkan ada 2 : transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang
aman adalah stoma laras ganda.
Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu) sebelum dilakukan pembedahan.
Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu setelah anoplasty atau bedah laparoskopi.
Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty. Kolostomi
dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia 12-15 bulan.
Lanjutan…
b. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan oleh perawat.
Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian dilakukan mandiri. Klien
dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal
dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal dioleskan
cairan/minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal.
c. Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur dan tanpa
kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak mengalami
konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan rektoperineal fistula, rektovaginal
fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum.
d. Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional
Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rektum ke pembukaan anus.
2. Penatalaksanaan non medis
Penatalaksanaan non medis pada atresia ani adalah:
a. Toilet Training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi yang sama dengan anak
normal, misalnya pemilihan tempat duduk berlubang untuk eliminasi dan atau penggunaan
toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain
memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki le lantai juga memfasilitasi defekasi.
b. Bowel Management
Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon.
c. Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu panas/dingin. Sayuran
dimasak dengan benar. Menghindari buah-buahan dan sayuran mentah. Menghindari
makanan yang memproduksi gas/menyebabkan kram, seperti minuman karbonat, permen
karet, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian sedotan.
d. Diet Laksatif/Tinggi Serat
Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi makanan seperti ASI, buah-
ASUHAN
KEPERAWATAN
ATRESIA ANI
A. pengkajian
1. Pengkajian
a. Biodata klien.
b. Riwayat keperawatan.
1) Riwayat keperawatan/ kesehatan sekarang.
2) Riwayat kesehatan masa lalu.
c. Riwayat psikologis.
Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
d. Riwayat tumbuh kembang anak.
1) BB lahir abnormal.
2) Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan
tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
3) Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
4) Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
e. Riwayat sosial.
Lanjutan…
f. Pemeriksaan fisik.
1. Keadaan umum :
• Sedang
• Aktivitas klien hanya terbatas diatas tempat tidur
• Tingkat kesadaran Compos Mentis
• Klien memakai folley kateter
2. BB : 8 kg
3. Lingkar kepala: saat dikaji lingkar kepala pasien 44cm
4. Kepala : Tidak ada kelainan
5. Mata : Pada bagian mata tidak terdapat tanda-tanda ikterus, sklera tertarik
ke bawah, iris hampir tertutup dengan palpebra bawah, tidak ada anemis.
6. Leher : Tidak ada kelainan
7. Telinga : Tidak ada kelainan pendengaran , hal ini ditandai dengan klien
berespon saat dipanggil
8. Hidung : Tidak ada kelainan
9. Mulut : Tidak ada kelainan
10. Dada : tidak ada kelainan bentuk thorax (dada),
pengembangan dada simetris.
11. Paru-paru : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-),
wheezing (-) stridor (-)
12. Jantung : Auskultasi : terdengar suara S1 normal,
S2 normal, tidak ada bunyi jantung tambahan, murmur (-),
gallop (-)
13. Perut : Distensi (+), Simetris
14. Punggung : tidak ada kelainan
15. Genitalia : tidak ada kelainan
16. Ekstremitas
• Ekstremitas atas : tidak ada kelainan, clubbing finger (-) dan
sianosis (-)
• Ekstremitas bawah : sianosis (-), clubbing finger (-) dan
tidak ada
17. Tanda vital
a. RR : 48 x/I
b. HR : 110 x/I
c. Suhu : 36,4 oC
B.Diagnosa keperawatan

1. Konstipasi (D.0049)
2. Gangguan Rasa Nyama (D.0074)
3. Gangguan Citra Tubuh (D.0083)
C. Perencanaan
N Standart Luaran Standar Intervensi
o
.
1. Eliminasi Fekal (L.04033) Manajeman Eliminasi Fekal (I.04151)
Definisi : Proses defekasi normal Definisi : Mengidentifikasi dan
yang disertai dengan pengeluaran mengelola gangguan pola eliminasi
feses mudah dan konsistensi, fekal.
frekuensi serta bentuk feses Tindakan :
normal. a. Identifikasi masalah usus dan
Kriteria Hasil : penggunaan obat pencahar.
a. Keluhan defekasi lama dan sulit b. Monitor buang air besar (mis.warna,
ditingkatkan ke skala 5 dan frekuensi, konsistensi, volume).
dipertahankan pada skala 1. c. Sediakan makanan tinggi serat.
b. Kontrol pengeluaran feses d. Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik,
ditingkatkan ke skala 1 dan sesuai toleransi.
dipertahankan pada skala 5. e. Anjurkan mengkonsumsi makanan yang
c. Mengejan saat defekasi ditingkatkan mengandung tinggi serat.
ke skala 5 dan dipertahankan pada f. Kolaborasi pemberian obat supositoria
skala 1. anal, jika perlu.
d. Nyeri abdomen ditingkatkan ke skala
5 dan dipertahankan pada skala 1.
e. Konsistensi feses ditingkatkan ke
skala 5 dipertahankan pada skala 1.
2 Status Kenyamanan (L.08064) Latihan Eliminasi Fekal (I.0415)
. Definisi : Keseluruhan rasa Definisi : Mengajarkan suatu
nyaman dan aman secara fisik, kemampuan melatih usus untuk
psikologis, spiritual, sosial, dievakuasi pada intervensi
budaya, dan lingkungan. tertentu.
Kriteria Hasil : Tindakan :
a. Keluhan sulit tidur ditingkatkan ke a. Monitor peristaltik usus secara
skala 1 dan dipertahankan pada teratur.
skala 5. b. Berikan privasi, kenyamanan dan
b. Merintih ditingkatkan ke skala 1 posisi yang meningkatkan proses
dan dipertahankan pada skala 5. defekasi.
c. Menangis ditingkatkan ke skala 1 c. Anjurkan dilatasi rektal digital, jika
dan dipertahanka pada skala 5. perlu.
d. Pola eliminasi ditingkatkan ke d. Anjurkan mengkonsumsi makanan
skala 1 dan dipertahankan pada tertentu, sesuai program atau hasil
skala 5. konsultasi.
e. Anjurkan asupan cairan yang adekuat
sesuai kebutuhan.
3 Citra Tubuh (L.09067) Dukungan Penampilan Peran
. Definisi : Persepsi tentang (I.13478)
penampilan, struktur dan Definisi : Memfasilitasi pasien
fungsi fisik individu. dan keluarga untuk memperbaiki
Kriteria Hasil : hubungan dengan mengklarifikasi
a. Melihat bagian tubuh dan memenuhi perilaku peran
ditingkatkan ke skala 1 dan tertentu.
dipertahankan pada skala 5. Tindakan :
b. Verbalisasi kecacatan bagian a. Identifikasi berbagai peran dan
tubuh ditingkatkan ke skala 1 periode transisi sesuai tingkat
dan dipertahankan pada skala 5. perkembangan.
c. Verbalisasi kehilangan bagian b. Identifikasi peran yang ada dalam
tubuh ditingkatkan ke skala 1 keluarga.
dan dipertahankan pada skala 5. c. Fasilitasi bermain peran dalam
d. Verbalisasi kekhawatiran pada mengantisipasi reaksi orang lian
penolakan/reaksi orang lain terhadap perilaku.
ditingkatkan ke skala 1 dan d. Fasilitasi diskusi perubahan peran
dipertahankan pada skala 5. anak terhadap bayi baru lahir, jika
e. Menyembunyikan bagian tubuh perlu.
berlebihan ditingkatkan ke skala e. Fasilitasi diskusi tentang peran
1 dan dipetahankan pada skala 5. orang tua, jika perlu.
f. Diskusi perubahan peran yang
diperlukan akibat penyakit atau
ketidakmampuan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai