Anda di halaman 1dari 40

HIPERTIROID

Disusun oleh
IPD 38 RSUD KOJA

Pembimbing: dr. Lies Luthariana SpPD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
JAKARTA
2021

ANATOMI KELENJAR TIROID

Anatomi kelenjar tiroid
Sistem Arteri :

 A. Thyroidea superior  cabang arteri Carotis eksterna yang
masuk ke jaringan superfisial kelenjar, mendarahi jaringan
connective dan kapsul.
 A. Thyroidea inferior  cabang trunkus thyrocervicalis dan
masuk ke lapisan dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim
dan propia kelenjar.
 A. Thyroidea ima  cabang arkus aorta atau arteri
Brachiocephalica dan mendarahi istmus.
 A. Thyroidea acessorius  cabang-cabang arteri Oesophageal
dan Tracheal yang masuk ke facies posteromedial.
Sistem Vena :
 V. Thyroidea superior  muncul dari polus superior dan berakhir
pada vena jugularis interna (kadang-kadang vena Facialis).
 V. Thyroidea inferior; muncul dari margo bawah istmus dan
berakhir pada vena Brachiocephalica sinistra.
 V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan
berakhir di vena Jugularis interna.
BIOSintesis dan metabolisme hormon tiroid

BIOSintesis dan metabolisme hormon tiroid

 Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam


bentuk tidak terikat (bebas).

 Terdapat tiga protein plasma : (1) globulin pengikat tiroksin


(TBG), (2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA), (3) albumin
pengikat tiroksin (TBA).

 Hormon-hormon tiroid diubah secara kimia sebelum diekskresi.


Waktu paruh T4 di plasma adalah 6 hari sedangkan T3 24-30
jam.

 Ekskresi 70% deyodinasi, 30 % hilang dalam feses melalui


ekskresi empedu sebagai glukuronida atau persenyawaan
sulfat.
Efek hormon tiroid

Hormon tiroid memiliki efek metabolik dan efek fisiologik. Efek


metaboliknya antara lain :

1. Efek pada laju metabolisme

2. Efek kalorigenik

3. Metabolisme protein

4. Metabolisme karbohidrat

5. Metabolisme lipid

6. Vitamin A

7. Lain-lain  gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan


miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik
sehingga sering terjadi diare; gangguan faal hati; anemia
defisiensi Fe dan hipertiroidisme.
Efek

fisiologik hormon tiroid antara
lain :
1. Pertumbuhan fetus

2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal


bebas

3. Efek kardiovaskular

4. Efek simpatik

5. Efek hematopoetik

6. Efek gastrointestinal

7. Efek pada skelet

8. Efek neuromuskular

9. Efek endokrin
 Pengaturan faal kelenjar tiroid

Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid


yaitu :
1. Autoregulasi  Proses tangkapan yodium, sintesis Tg, proses
yodinasi di apeks serta proses endositosis dipengaruhi oleh
jenuhnya yodium intrasel.

2. TSH  disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. TSH


berikatan dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel.

3. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)  disintesis oleh


neuron yang korpusnya berada di nukleus paraventrikularis
hipotalamus (PVN).
Jalur umpan balik pada aksis hipotalamus-

hipofisis-tiroid

Hipertiroid

 Hipertiroidisme kondisi klinik yang


disebabkan oleh peningkatan sintesis dan
sekresi hormon dari kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi seluruh tubuh.
 Tirotoksikosis  manifestasi klinik yang
berhubungan dengan peningkatan kadar
hormon tiroid.

Epidemiologi HIPERTIROID

Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013:

 Hipertiroid  penyakit tidak menular (PTM) dan prevalensi


hipertiroid di Indonesia berdasarkan jawaban pernah didiagnosis
dokter sebesar 0,4%.

 Prevalensi hipertiroid tertinggi di DI Yogyakarta dan DKI Jakarta


(masing-masing 0,7%), Jawa Timur (0,6%) dan Jawa Barat
(0,5%). Prevalensi hipertiroid cenderung meningkat seiring
bertambahnya umur dan menetap mulai umur 45 tahun, pada
perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki dan di
perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada di perdesaan.
 Penyebab hipertiroid

A. Hipertiroidisme Primer
 Penyakit Graves

 Gondok multinodular toksik

 Adenoma toksik

 Obat : yodium lebih, litium

 Karsinoma tiroid

 Struma ovarii (ektopik)

 Mutasi TSH-r, Gsα

B. Hipertiroidisme Sekunder
 TSH-secreting tumor
 Tirotoksikosis gestasi (trimester pertama)
 Resistensi hormon tiroid
 Manifestasi klinik dan gejala

 Penderita muda  Mengeluhkan gejala pada aktivitas simpatis


seperti gelisah, hiperaktivitas dan tremor.

 penderita yang lebih tua  Mengeluhkan gejala-gejala


kardiovaskular seperti kardiomiopati, aritmia dan kehilangan berat
badan yang tidak jelas

KELUHAN : Gugup dan gelisah, keringat berlebihan, kulit hangat dan


tidak tahan udara panas, irritabilitas (emosi mudah tersinggung),
palpitasi, hiperdefekasi, mudah lelah, Von Mullers paradox dan
gangguan menstruasi.
 Tanda-tanda klinik

 Pembesaran kelenjar tiroid (struma)

 Hiperaktivitas

 Takikardia atau fibrilasi atrial

 Hipertensi sistolik

 Kulit hangat dan keringat bertambah

 Tremor

 Kelelahan otot

 Kelainan pada mata  Mobius sign, von Graefes sign, Joffroys


sign, Stellwags sign (mata jarang berkedip), eksopthalmus
dengan segala akibatnya yaitu konjungtivitis, ulkus kornea,
edema palpebra, optik neuritis dan optik atrofi
Tabel klasifikasi perubahan mata pada
 penyakit Grave

Kelas Definisi

0 Tidak ada tanda dan gejala

1 Hanya tanda, tanpa gejala (retraksi kelopak mata atas. Stare, lid lag)

2 Keterlibatan jaringan lunak (tanda dan gejala misal palpebra bengkak)

3 Proptosis (diukur dengan Hertel exoftalmometer > 22mm)

4 Keterlibatan otot ekstraokuler (sering dengan diplopia)

5 Keterlibatan kornea

6 Kehilangan penglihatan (keterlibatan saraf optikus)


Diagnosis

Diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk itu telah dikenal indeks


klinis Wayne yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang untuk
konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi
Indeks Wayne

Gejala Skor Tanda-tanda Skor
Ada Tidak

Sesak saat aktivitas 1 Pembesaran tiroid 3 -3


Palpitasi 2 Bruit pada tiroid 2 -2
Mudah lelah 2 Eksopthalmus 2 0
Senang hawa panas -5 Retraksi palpebra 2 0
Senang hawa dingin 5 Palpebra terlambat 1 0
Keringat berlebihan 3 Gerakan hiperkinetik 4 -2
Gugup 2 Telapak tangan kering 2 -2
Nafsu makan meningkat 3 Telapak tangan basah 1 -1

Nafsu makan menurun -3 Nadi > 80/min 0 -3

Berat badan naik -3 Nadi > 90/min 3 0


Berat badan turun 3 Fibrilasi atrial 4 0

Penilaian indeks wayne

Pada indeks Wayne, skor

 > 19  hipertiroid,

 antara 11-19  ragu-ragu

 < 11  tiroid normal (eutiroid).


 Pada hipertiroid, free T4 dan T3 diperkirakan


meningkat dan kadar TSH < 0,01 mU/L atau tidak
terdeteksi.

Pemeriksaan penunjang

a. Radioactive iodine uptake (RAIU) dan thyroid scanning 


Diperlukan jika manifestasi klinis tidak dapat menegakkan
diagnosis hipertiroid.

b.Ultrasonografi (USG)  Dilakukan pada pasien dengan posisi


terlentang dan leher hiperekstensi.

c. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)  Dibutuhkan bila


terdapat nodul pada tiroid. Hal ini bertujuan untuk membedakan
nodul tersebut jinak atau ganas. Direkomendasikan untuk
menggunakan USG sebagai petunjuk saat melakukan FNAB

Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan tergantung dari :

 etiologi,

 usia pasien,

 riwayat alamiah penyakit,

 tersedianya modalitas pengobatan,

 situasi pasien (misalnya apakah ia ingin punya anak dalam waktu


singkat),

 risiko pengobatan.

Pengobatan dapat dikelompokan dalam:

a. Tirostatika, b. Tiroidektomi, c. Yodium radioaktif.


A. Tirostatika (OAT-Obat anti tiroid)

 Derivat tioimidazol (CBZ: karbimazol 5 mg, MTZ: metimazol atau


tiamazol 5,10,30mg)

 Derivat tiourasil (PTU: propiltiourasil 50,100mg)

 Menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun, tetapi PTU


masih ada efek tambahan yaitu menghambat konversi T4
menjadi T3 di perifer. Menghambat ekspresi HLA-DR di sel folikel
sehingga imunologis membaik.

 Dosis dimulai dengan 30 mg CBZ, 30 mg MTZ atau 400 mg PTU


sehari dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai
eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis. Lama
pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat
apakah terjadi remisi.

 Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan malaise,


alergi, eksantem, nyeri otot dan artralgia, yang jarang keluhan
gastrointestinal, perubahan rasa dan kecap, artritis, dan yang
paling ditakuti yaitu agranulositosis. Yang terakhir ini kalau terjadi
hampir selalu pada 3 bulan pertama penggunaan obat. Yang amat
jarang trombositopenia, anemia aplastik, hepatitis, vaskulitis,
hipoglikemia (insulin autoimmune syndrome).

 Untuk evaluasi gunakan gambaran klinis, misalnya indeks Wayne


dan kadang diperlukan pemeriksaan T4/fT4.

b. tiroidektomi

 Prinsip umum operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien


eutiroid, klinis maupun biokimiawi.

 Indikasi pembedahan yaitu relaps, struma yang besar (≥80 g),


tidak dapat diobati secara konservatif, wanita yang merencanakan
hamil dalam kurang dari 4-6 bulan, kosmetik.

 Kontraindikasi pembedahan yaitu pasien yang memiliki penyakit


kardiopulmonar dan kanker stadium akhir.

 Komplikasi yang dapat terjadi yaitu hipoparatiroid dan paralisis pita


suara.
 C. YODIUM RADIOAKTIF
 Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan
dengan OAT menjadi eutiroid.

 Dosis RAI berbeda, ada yang bertahap untuk membuat eutiroid


tanpa hipotiroid, ada yang langsung dengan dosis besar untuk
mencapai hipotiroid kemudian ditambah tiroksin sebagai
substitusi.

 Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas.

 Meskipun radioterapi berhasil, harus tetap memantau efek


jangka panjangnya yaitu hipotiroid (dengan TSH dan klinis)
selama 3 tahun pasca RAI. Disarankan jangan hamil selama 6
bulan pascaradiasi.
 Prognosis

Ditentukan dari tingkat remisi dan kekambuhan. Tingkat


remisi pada orang dewasa lebih tinggi dibandingkan dengan
anak-anak. Penggunaan obat anti tiroid dapat menimbulkan
remisi yang permanen pada 30-50% kasus. Jika kekambuhan
terjadi pada pasien yang diobati dengan obat anti tiroid, terapi
destruksi (terapi yodium radioaktif atau operasi) lebih baik untuk
dipilih. Setelah 12-18 bulan pemberian terapi obat anti tiroid,
sekitar lebih dari 50% pasien akan menjadi relaps atau kambuh.
Beberapa penelitian melaporkan tingginya kadar TSH-R Ab
sebelum penghentian terapi kemungkinan memiliki hubungan
dengan tingkat kekambuhan yang tinggi.
Krisis

tiroid

 Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan 


jarang terjadi

 Hampir semua kasus diawali oleh faktor pencetus.

 Kecurigaan akan terjadi krisis apabila trias :

1.) menghebatnya tanda tirotoksikosis

2.) kesadaran menurun

3.) hipertermia

Apabila terdapat trias maka kita dapat meneruskan dengan


menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky.
Skor menekankan 3 gejala pokok: hipertermia, takikardia dan
disfungsi susunan saraf.
Kriteria Diagnostik untuk Krisis Tiroid (Burch-

Wartofsky, 1993)
Disfungsi pengaturan panas Disfungsi Kardiovaskular
Suhu 99 - 99.0 5 Takikardi 99 - 5
109
100 - 10 10
100.9 110 -
15 15
119
101 -
20 20
101.9 120 -
25 25
129
102 -
30
102.9 130 -
139
103 -
103.9 >140

>140.0
Lanjutan

Efek pada susunan saraf pusat Gagal jantung


Tidak ada 0 Tidak ada 0

Ringan (agitasi) 10 Ringan (edema kaki) 5

Sedang (delirium, 20 Sedang (ronki basah) 10


psikosis, letargi berat)
Berat (edema paru) 15
Berat (koma, kejang)
30 Fibrilasi atrium

Tidak ada 0

Ada 10

Riwayat pencetus

Negatif 0

Positif 10
Lanjutan

Disfungsi gastrointestinal-hepar
Tidak ada 0

Ringan (diare, nausea/ 10


muntah/ nyeri perut)

Berat (ikterus tanpa 20


sebab yang jelas)

Pada kasus toksikosis pilih angka tertinggi,


>45 highly suggestive, 25-44 suggestive of
impending storm, di bawah 25 kemungkinan
kecil

Pengobatan harus segera diberikan

1. Umum. Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit


(NaCl dan cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, kalau
perlu obat sedasi, kompres es.

2. Mengoreksi hipertiroid dengan cepat

a.) Memblok sintesis hormon baru ( PTU dosis besar loading dose
600-1000mg diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis
sehari total 1000-1500 mg.

b.) Memblok keluarnya cikal bakal hormon dengan solusio lugol


(10 tetes setiap 6-8 jam) atau SSKI (larutan yodida jenuh, 5 tetes
setiap 6 jam). Apabila ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau tidak
solusio lugol/SSKI tidak memadai.
lanjutan

c.) Menghambat konversi perifer dari T4 ( T3 dengan propanolol,


ipodat, penghambat beta dan atau kortikosteroid.

3. Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau


deksametason 2 mg tiap 6 jam).

4. Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin.

5. Apabila dibutuhkan, propanolol dapat digunakan, sebab


disamping mengurangi takikardia juga menghambat konversi T4
 T3 di perifer. Dosis 20-40 mg tiap 6 jam.

6. Mengobati faktor pencetus (misalnya infeksi). Respons pasien


(klinis dan membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24
jam.

Hipertiroidisme Subklinis (HSK)

 keadaan dimana kadar TSH rendah dan hormon tiroid bebas


normal, ‘tanpa’ atau sedikit disertai tanda atau gejala
tirotoksikosis. Penyebabnya: endogen (struma MN, nodul
otonom, morbus Graves, tiroiditis postpartum) atau eksogen
(kelebihan tiroksin). Dalam kurun waktu tertentu 55% TSH
rendah akan naik, 35% menetap.

Kira-kira 10% HSK berubah menjadi klinis. Wanita >60 tahun


dengan TSH <0,1 mUml ber-RR 3,9x mengalami fibrilasi atrium
dalam 10 tahun.

KESIMPULAN

1. Hipertiroid adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar


tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis
kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.1
Hipertiroid membuat metabolisme tubuh menjadi cepat dan
membuat kualitas hidup dari penderitanya menurun.

2. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013


dijelaskan bahwa hipertiroid termasuk ke dalam penyakit tidak
menular (PTM)

3. Penyakit Grave adalah penyebab paling sering dari hipertiroid dan


menyebabkan sekitar 60-80% dari semua kasus tirotoksikosis
di seluruh dunia.
lanjutan

4. Manifestasi klinik dan gejala dari hipertiroid paling sering


ditentukan oleh usia penderita dan adanya kelainan pada organ-
organ lain sebelumnya. Penderita muda biasanya mengeluhkan
gejala pada aktivitas simpatis seperti gelisah, hiperaktivitas dan
tremor sedangkan pada penderita yang lebih tua biasanya
mengeluhkan gejala-gejala kardiovaskular seperti kardiomiopati,
aritmia dan kehilangan berat badan yang tidak jelas.

5. Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi, usia pasien, riwayat


alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi
pasien dan risiko pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1993-
2008.

2. Supadmi S, Emilia O, Kusnanto H. Hubungan Hipertiroid


dengan Aktivitas Kerja pada Wanita Usia Subur. Berita
Kedokteran Masyarakat 2007; 23: 124-30.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian


Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Available at:
www.litbang.depkes..go.id. Accessed on 5th November 2014.
4. Sari M. Anatomi dan Topografi Kelenjar Tiroid. Available at: http://library.usu.ac.id/download/fk/anatomi-mega.pdf. Accessed on 5th November 2014.

5. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: ECG; 2011.p.758-61.

6. Stefan S, Lang F. Color Atlas of Pathophyysiology. New York: Thieme; 2000.p.286-7.

7. Price A, Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2005.p.1225-30.

8. The Indonesian Society of Endocrinology. Indonesian Clinical Practice Guidelinees for Hyperthyroidism. Journal of the ASEAN Federation of Endocrine Societies 2012; 27: 34-9..

9. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam.


Jakarta: Binarupa Aksara Publisher; 2012.p.85.

10. Tjokroprawiro A, Setiawan P, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Surabaya: Airlangga University Press; 2007.p.88-90

Anda mungkin juga menyukai