Anda di halaman 1dari 27

KELOMPOK 3

1. ELSIANA PUTRI P. (P27235020063)


2. ENDAH PUSPITA P. (P27235020064)
3. ESTI PERWITA S. (P27235020065)
4. EVI DEWI UTAMI (P27235020066)
5. FEBY VALERIE N. R. (P27235020067)
6. FITRIANA PUSPITA S. (P27235020068)
MK PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DAN HUKUM
KESEHATAN
Jelaskan Peraturan Perundang undangan yang mengatur
tentang penggolongan obat
 PMK No 3 tahun 2021 Tentang Perubahan Penggolongan, Pembatasan, dan Kategori
Obat :
Pasal 1
Dengan Peraturan Menteri ini ditetapkan Perubahan Penggolongan, Pembatasan,
dan Kategori Obat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Obat yang telah disetujui
pendaftarannya sesuai dengan penggolongan dan pembatasan obat sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan masih tetap berlaku.
(2) Penggolongan dan pembatasan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun
sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
Pasal 3
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925/MENKES/PER/X/1993 tentang Daftar
Perubahan Golongan Obat No. 1 sepanjang mengatur selain obat Oxymetazoline,
Hexetidine, Benzoxonium, dan Choline Theophyllinate,
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1527/Men.Kes/SK/XII/1997 tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 2 sepanjang
mengatur selain obat Crotamiton, dan
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1175/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 3, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

 Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi pada Pasal
1 Bagian 3 bahwa yang dimaksud dengan GOLONGAN OBAT adalah penggolongan
yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan
serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotik, obat keras, psikotropika dan narkotika.

 Penggolongan obat menurut PerMenKes Rl Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000.


adalah: 1. Obat bebas 2. Obat bebas terbatas 3. Obat Wajib Apotek (OWA) 3. Obat
keras 4. Narkotika dan 5. Psikotropika
Jelaskan Peraturan tentang Registrasi Obat
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1120/MENKES/PER/XII/2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008
tentang Registrasi Obat pada Pasal 10 ayat (1) : Registrasi Obat Impor dilakukan oleh
industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri
farmasi
di luar negeri
- Keputusan Kepala BPOM RI NO: HK.00.05.3.1950 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat
Bagian II “Kategori Registrasi Obat”
Pasal 10 ayat (1) Registrasi obat dikategorikan menjadi registrasi baru dan registrasi
variasi.
Bab V “Tata Laksana Memperoleh Izin Edar”
Bagian Pertama Umum pada Pasal 11
Ayat (1) Registrasi obat diajukan oleh pendaftar kepada Kepala Badan.
Ayat (2) Registrasi obat dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu pra-registrasi dan
penyerahan berkas registrasi.
- Peraturan Kepala BPOM RI No. 24 Thn 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat terdapat pada
BAB I “KETENTUAN UMUM” Pasal 1
-ayat (1) yaitu Registrasi Obat yang selanjutnya disebut Registrasi adalah prosedur
pendaftaran dan evaluasi Obat untuk mendapatkan persetujuan.
Izin Edar adalah bentuk persetujuan
-ayat (7) yaitu Registrasi untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. -ayat (8) yaitu
Pemilik Izin Edar adalah Pendaftar yang telah mendapatkan Izin Edar untuk Obat
yang diajukan Registrasi.
-ayat (16) yaitu Registrasi Baru adalah Registrasi untuk Obat yang belum
mendapatkan Izin Edar di Indonesia
Bagian Ketiga “Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri” terdapat pasal 8
Bagian Keempat “Registrasi Obat Kontrak Produksi Dalam Negeri” terdapat Pasal 9
Ayat (1) : Registrasi Obat Kontrak produksi dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh
Pemberi Kontrak sebagai Pendaftar.
Ayat (2) : Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan
Bagian Kelima “Registrasi Obat Impor” terdapat Pasal 11 Ayat (2) : Registrasi Obat
Impor diutamakan untuk:
a. Obat program kesehatan nasional;
b. Obat penemuan baru; dan/atau
c. Obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Pasal 14 ayat (2) : Registrasi Obat Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan justifikasi bahwa Obat yang bersangkutan tidak dapat diproduksi
di Indonesia
Pasal 15 ayat (1) : Registrasi Obat Impor hanya dapat dilakukan oleh Pendaftar yang
mendapatkan persetujuan tertulis dari
industri farmasi di luar negeri.
Pasal 16 ayat (1) : Registrasi Obat Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) secara bertahap harus dilakukan alih
teknologi untuk dapat diproduksi di dalam negeri.
Bagian Ketujuh “Registrasi Obat Lisensi”
Pasal 18 ayat (1) : Registrasi Obat Lisensi dilakukan oleh Pendaftar yang telah
mendapatkan penunjukan dari pemberi lisensi.

Bagian Kedelapan “Registrasi Obat Khusus Ekspor” terdapat pada Pasal 19


ayat (1) : Registrasi Obat khusus ekspor dilakukan oleh Pendaftar.
Ayat (3) : Pendaftar untuk Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri yang ditujukan
khusus ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi
persyaratan
Ayat (4) : Pendaftar untuk Registrasi Obat Impor khusus ekspor sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b harus memenuhi persyaratan
Bagian Kesembilan “Registrasi Obat yang Dilindungi Paten”
Pasal 20 ayat (1) : Registrasi Obat dengan Zat Aktif yang dilindungi paten di Indonesia

Bagian Kesepuluh ”Registrasi Obat Pengembangan Baru”


Pasal 22 ayat (1) : Registrasi Obat dengan tahapan uji klinik yang dilakukan di
Indonesia harus melalui penilaian Obat Pengembangan
Baru.
Bagian Kesebelas “Registrasi Obat Generik”
Pasal 23 ayat (1) : Registrasi Obat Generik diajukan oleh Pendaftar menggunakan
nama generik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
Buatlah bagan registrasi obat
Tata laksana registrasi obat diatur oleh Badan POM dalam Keputusan Kepala BPOM
No. HK.00.05.3.1950 Tahun 2003 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
pada pasal 15 – 40.
Keterangan:
1. Pendaftaran oleh Industri Farmasi kepada kepala Badan POM, sekaligus tahapan
pra-registrasi yaitu prosedur untuk menentukan jalur evaluasi dan kategori
registrasi. Pada tahap pra-registrasi juga disertai dengan penyerahan dokumen
pra-registrasi.
2. Pemberitahuan hasil pra-registrasi secara tertulis.
3. Pengajuan registrasi dengan menyerahkan berkas registrasi, mengisi formulir
registrasi dan disket, menyerahkan bukti pembayaran biaya evaluasi dan
pendaftaran, serta hasil pra-registrasi.
4. Evaluasi berkas registrasi obat oleh KomNas Penilai Obat Jadi yang dibentuk oleh
Badan POM.
5. KomNas Penilai Obat Jadi memberitahukan hasil evaluasi secara tertulis kepada
Industri Farmasi pendaftar dan memberikan rekomendasi kepada kepala Badan
POM.
6. Kepala Badan POM memberikan keputusan berupa pemberian ijin edar atau
penolakan pemberian ijin edar. Keputusan ini disampaikan secara tertulis kepada
Industri Farmasi yang bersangkutan. Pemberian keputusan ini diberikan selambat-
lambatnya berkisar antara 40-100 hari kerja (tergantung kategori dan jalur evaluasi)
setelah menerima berkas registrasi yang lengkap
7. Setelah mendapatkan ijin edar, Industri Farmasi yang bersangkutan boleh mulai
memproduksi obat jadi tersebut untuk kemudian diedarkan.
8. Badan POM melaporkan pemberian ijin edar obat jadi kepada Menteri Kesehatan
setiap satu tahun sekali.
Berikan contoh permasalahan hukum tentang perizinan
produk farmasi
Perizinan produk farmasi : Seorang tenaga kefarmasian menjual obat ilegal tanpa
ada izin edar menurut pasal 114 ayat 1 UU narkotika dapat terjerat kasus pidana
penjara seumur hidup atau paling singkat 5 thn serta paling lama 20 thn, dan dikenai
denda paling sedikit 1milyar paling banyak 10 milyar.
Jelaskan peranan TTK analis farmasi dalam menjamin
keamanan dan persyaratan obat
Peranan TTK Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/X?2002
adalah sebagai berikut:
Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar profesinya yang
dilandasi pada kepentingan masyarakat serta melayani penjualan obat yang dapat
dibeli tanpa resep dokter.
Memberi Informasi:
• Yang berkaitan dengan penggunaan/ pemakaian obat yang diserahkan kepada
pasien.
• Penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional atas permintaan masyarakat.
Jelaskan tentang UU / Peraturan keamanan dan
persyaratan obat
Menurut PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1998
TENTANG PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

BAB II PERSYARATAN MUTU, KEAMANAN DAN KEMANFAATAN


Pasal 2
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
(2) Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) untuk :
a.Sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai dengan
persyaratan dalam buku farmakope atau buku standar lainnya yang ditetapkan oleh
Menteri.
b.Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sesuai dengan persyaratan
dalam buku Materia Medika Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
c. Sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan peryaratan dalam buku
Kodeks Kosmetika Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
d. Alat kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.

BAGIAN III P R O D U K S I
Pasal 3
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang
teleh memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Pasal 4
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak berlaku bagi sediaan
farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai produksi sediaan farmasi yang berupa obat
tradisional oleh perorangan diatur oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara
produksi yang baik.
(2) Cara produksi yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
BAB IV PEREDARAN
Bagian Pertama Umum :
Pasal 6
Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan terdiri dari penyaluran dan
penyerahan.
Pasal 7
Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan
memperhatikan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 8
(1) Setiap pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka
peredaran harus disertai dengan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
(2) Setiap pengangkut sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran
bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.

Bagian Kedua Izin Edar


Pasal 9
(1)Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperolah
izin edar dari Menteri.
(2)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi sediaan
farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
Pasal 10
(1) Izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan diberikan atas dasar permohonan
secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan keterangan dan/atau data mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh sediaan farmasi dan
alat kesehatan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan izin edar sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 oleh Menteri.
Pasal 11
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperolah izin edar
dari segi mutu, keamanan dan kemanfaatan.

Bagian Ketiga Pengujian Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan


Pasal 12
(1) Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan melalui :
a. Pengujian laboratoris berkenaan dengan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
b. Penilaian atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
(2) Tata cara pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
Pasal 13
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang lulus dalam pengujian diberikan izin
edar
(2) Izin edar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam bentuk
persetujuan pendaftaran.
(3) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak lulus dalam pengujian diberikan
surat keterangan yang menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
bersangkutan tidak memenuhi persyaratan untuk diedarkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin edar dan surat keterangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) , ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 14
(1) Menteri menjaga kerahasiaan keterangan dan/atau data sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang disampaikan serta hasil pengujian sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang undangan
yang berlaku.
Bagian Keempat Penyaluran
Pasal 16
(1) Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh :
a. Badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
menyalurkan sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat kesehatan.
b. Badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan
sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi perorangan
untuk menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika
dengan jumlah komoditi yang terbatas dan/atau diperdagangkan secara langsung
kepada masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri
Bagian Kelima Penyerahan

Pasal 16
(1) Penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
(2) Penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan :
a. resep dokter
b. tanpa resep dokter
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Jelaskan peraturan tentang pengujian obat : pre market
dan post market
Menurut PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2020
TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN
2020-2024 peraturan tentang pengujian obat pre-market dan post-market adalah :
1. Standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan
terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Standardisasi dilakukan terpusat,
dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat
setiap provinsi membuat standar tersendiri.
2. Penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum
memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada
konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan agar produk yang memiliki izin
edar berlaku secara nasional.
3. Pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi mutu
produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan dengan melakukan
sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi Obat dan Makanan, pemantauan farmakovigilan dan
pengawasan label/penandaan dan iklan. Pengawasan post-market dilakukan secara
nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan post-market
dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan ini
melibatkan Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit
terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan (Pos
4. Pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko kemudian diuji
melalui laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan Makanan tersebut telah
memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini
merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai untuk menetapkan produk tidak
memenuhi syarat yang digunakan untuk ditarik dari peredaran.
5. Penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan hukum
didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi awal.
Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir dengan
pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari
peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk
pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat dan Makanan dapat
diproses secara hukum pidana.

Dalam rangka menjamin keamanan, manfaat, dan mutu produk Obat dan Makanan
yang beredar di seluruh Indonesia, BPOM melakukan pengawasan pre-market dan
post-market. Dalam pengawasan pre-market dilakukan evaluasi terhadap
pemenuhan Pedoman Cara Produksi yang Baik, jaminan terhadap mutu produk yang
akan diproduksi, pembuktian keamanan, khasiat/manfaat produk. Pengawasan post-
market dilakukan untuk melihat konsistensi mutu produk saat beredar. Selain itu,
diperiksa cara distribusi produk apakah mampu mempertahankan mutu produk
serta menjamin sistem distribusi dilakukan dengan benar dan terkontrol.
Untuk melihat konsistensi mutu produk, dilakukan pengawasan melalui pengujian
laboratorium secara kimia, biologi, dan mikrobiologi terhadap produk yang
disampling oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Pengujian produk
secara laboratorium dilakukan menggunakan metode analisis terkini mengacu
pada standar nasional dan internasional. Jenis produk berkembang sangat pesat,
sehingga tidak semua metode analisis yang dibutuhkan telah tersedia pada buku
standar tersebut atau tidak semua metode analisis pada buku standar dapat
digunakan dalam pengujian produk. Dalam mengawal mutu dan keamanan produk
perlu dikembangkan metode analisis yang disesuaikan dengan profil dan matriks
sampel. Dalam validasi metode analisis dan pengujian diperlukan baku pembanding
sebagai penentu validitas metode dan hasil pengujian, sedangkan di pasaran tidak
selalu tersedia baku pembanding yang dibutuhkan. Untuk itu, Pusat Pengembangan
Pengujian Obat dan Makanan (PPPOMN) perlu mengembangkan metode analisis dan
baku pembanding untuk dapat digunakan oleh Balai Besar/Balai POM. Selain itu, alat
laboratorium yang digunakan dalam pengembangan tersebut harus terkalibrasi
dan dipelihara dengan baik.
Peningkatan kemampuan uji yang terus menerus merupakan tugas PPPOMN.
Sebagai pembina seluruh Balai POM, PPPOMN juga melakukan audit internal terkait
penerapan ISO/IEC 17025:2005 dan cara berlaboratorium yang baik (Good
Laboratory Practice – GLP). Untuk sampel produk biologi yang berasal dari sampel
prioritas sampling dan sampel dari pihak ke-3 menuntut untuk diselesaikan tepat
waktu. Adanya kasus terkait Obat dan Makanan baik dalam bentuk produk ataupun
raw material juga mendorong PPPOMN melakukan pengujian.
Jelaskan peraturan tentang acuan pengujian sediaan obat

Menurut PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 13 TAHUN 2018
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN
CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK acuan pengujian sediaan obat adalah : Metode
analisis hendaklah divalidasi. Semua kegiatan pengujian yang diuraikan dalam izin
edar obat hendaklah dilaksanakan menurut metode yang disetujui
Hasil pengujian yang diperoleh hendaklah dicatat dan dicek untuk memastikan
bahwa masing-masing konsisten satu dengan yang lain. Semua kalkulasi hendaklah
diperiksa dengan kritis. Pengujian yang dilakukan hendaklah dicatat dan catatannya
hendaklah mencakup paling sedikit data sebagai berikut:
a) nama bahan atau produk dan, di mana perlu, bentuk sediaan;
b) nomor bets dan, di mana relevan, pembuat dan/atau pemasok;
c) rujukan spesifikasi dan prosedur pengujian yang relevan;
d) hasil pengujian, termasuk pengamatan dan kalkulasi, dan acuan kepada semua
sertifikat analisis;
e) tanggal pengujian;
f) paraf orang yang melaksanakan pengujian;
g) paraf orang yang melakukan verifikasi terhadap pengujian dan kalkulasi, di mana
perlu;
h) pernyataan pelulusan atau penolakan (atau keputusan status lain) yang jelas dan
tanda tangan orang yang bertanggung jawab yang dilengkapi dengan tanggal.

Semua pengawasan selama-proses, termasuk yang dilakukan dalam area produksi


oleh personil produksi, hendaklah dilaksanakan menurut metode yang disetujui
kepala bagian Pengawasan Mutu dan hasilnya dicatat.

Hasil uji di luar spesifikasi (HULS), yang diperoleh selama pengujian bahan atau
produk, hendaklah diselidiki menurut prosedur yang disetujui. Catatannya hendaklah
disimpan.
Jelaskan peraturan hukum tentang pelanggaran produksi
obat yang tidak memenuhi persyaratan (jelaskan aturan
sanksi hukumnya)
Dijelaskan dalam PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 32
TAHUN 2019 TENTANG PERSYARATAN KEAMANAN DAN MUTU OBAT TRADISIONAL.
Pasal 11 Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (2) dan atau
Pasal 7 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penarikan Obat Tradisional dari peredaran;
c. Penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau distribusi; dan/atau
d. Pembatalan izin edar.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai