Anda di halaman 1dari 23

Journal Reading

Effectiveness of Sublingual Buprenorphine and


Fentanyl Pump in Controlling Pain After Open
Cholecystectomy

PEMBIMBING
dr. Ketut Irianta, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 11– 30 Oktober 2021
Identitas Jurnal
ABSTRACT
01
BACKGROUND
Manajemen nyeri pasca operasi memerlukan penanganan tim multispesialis.

Obat yang ideal untuk mengontrol nyeri pasca operasi harus


mudah didapatkan dan murah dengan komplikasi minimal.

Pasien pasca operasi terbuka cholecystectomy harus menahan rasa sakit yang
menyebabkan peningkatan tonus otot perut selama ekshalasi.

Pengobatan yang paling umum digunakan adalah opioid, karena efek manajemen
nyeri yang luar biasa.
IV opioid memicu rapid onset of high-quality analgesics dan lebih murah
dibandingkan patient controlled analgesia (PCA) pump, namun level di dalam plasma
juga berfluktuasi dan efisiensi analgetik menurun dalam jangka waktu lama.

Buprenorfin, merupakan agonis parsial reseptor opioid dan tidak hanya digunakan
secara sublingual tetapi juga memperlihatkan efek analgesik yang dapat diterima di
beberapa operasi
02
OBJECTIVES
Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan efektivitas pompa
intravena fentanyl dan tablet sublingual
buprenorphine dalam mengendalikan
rasa sakit setelah open cholecystectomy
03
METHODS
INKLUSI EKSKLUSI
● Pasien yang menjalani open ● Riwayat konsumsi opium
cholecystectomy
● Riwayat konsusmsi obat
● ASA I dan II neurologis
● Tidak pernah menjalani ● Asma aktif
operasi lain bersamaan
● ASA III
● Usia 20-50 tahun
● Riwayat operasi lain
bersamaan
Semua pasien dilakukan metode anestesia yang sama saat operasi

Group A Group B
Tahap pemulihan, buprenorfin sublingual tablet (0,4 Tablet plasebo sublingual diberikan dalam
mg) diberikan dan diulang 6, 12, dan 18 jam setelah tahap pemulihan, dan fentanil pompa
dosis pertama. Plasebo pompa intravena, berisi 50 intravena, 40 cc fentanyl dan 10 cc normal
cc normal saline, juga dipasang selama pemulihan saline, disuntikkan untuk 0,5 cc (20 mg)
dan dilanjutkan selama 24 jam. STAT dan dipompa hingga 24 jam. Dalam
kasus perawatan pompa fentanil, PCA (0,5
cc: 20 mg/waktu injeksi) disuntikkan setiap
lima belas menit, dan tablet plasebo diulang
6, 12, dan 18 jam setelah dosis pertama.
Pada kedua kelompok, dilakukan pencatatan skor nyeri menggunakan
VAS, skor mual dan muntah, dan skala sedasi Ramsey selama tahap
pemulihan 2, 6, 12, 18, dan 24 jam setelahnya operasi.

Apabila VAS ≥ 3 maka suppositoria diclofenac diberikan setiap 6 jam.


04
RESULTS
Rasa sakit berada pada intensitas yang lebih rendah pada pasien yang menerima
buprenorfin dibandingkan dengan kelompok fentanil 6 jam setelah operasi (P =
0,005). 24 jam setelah operasi rasa sakit di kelompok buprenorfin memiliki
intensitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok fentanil (P = 0,002).

Untuk frekuensi mual muntah, hasil menunjukkan lebih rendah pada kelompok
buprenorfin selama jam-jam awal setelah operasi (2 dan 6 jam) dibandingkan
dengan kelompok fentanil tetapi perbedaan tidak signifikan.
Untuk Skor sedasi pasien juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Konsumsi analgesik pada kelompok yang menerima pompa fentanil secara


signifikan lebih tinggi daripada kelompok buprenorfin. Perbedaan ini
signifikan secara statistik (P = 0,013), dimana 17,5% dari total sampel dalam
kelompok buprenorfin menerima diklofenak sekali.
05
DISCUSSION
Imani et al  efek pemberian ketamine hingga fentanyl plus acetaminophen
pada pengendalian nyeri pasca operasi diperiksa dan dibandingkan dengan
pasien dengan analgesia terkontrol setelah operasi abdomen. Hasilnya,
ditemukan perbedaan yang tidak signifikan terlihat antara dua kelompok
selama dua hari pertama pemulihan dalam istirahat, gerakan, dan batuk.
Namun, kelompok ketamin menunjukkan skor mual yang secara signifikan
lebih rendah (P = 0,026).
Alizadeh dkk  melakukan penelitian untuk menilai efek pereda nyeri dari
morfin intravena dan buprenorfin sublingual setelah operasi laparotomi pada
pasien ketergantungan opioid. Hasilnya, kelompok buprenorfin sublingual
mengalami penurunan intensitas nyeri yang signifikan selama hari pertama
pasca operasi.

Soltani dkk  melakukan penelitian serupa untuk menguji efektivitas


buprenorfin sublingual dan morfin intravena pada manajemen nyeri pasca
operasi pada pasien yang menjalani operasi ortopedi reduksi tertutup. Hasilnya
sublingual buprenorfin lebih efektif daripada morfin intravena dalam
mengontrol nyeri.
Dalam penelitian Arshad et al. pada 60 pasien, transdermal fentanil dan
transdermal buprenorfin diresepkan kepada dua kelompok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa skor VAS adalah 4,47 dan 4,48 pada kelompok
buprenorfin dan fentanil pada awal penelitian. Selama tiga hari follow up,
fentanil menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi dalam mengurangi nyeri
dibandingkan buprenorfin.

Troster dkk membandingkan pengurangan rasa sakit efektivitas fentanil (1,5


mg/kgBB), buprenorfin (1,5mg/kgBB) dan kombinasi kedua obat (0,75 + 0,75
mg/kgBB). Rerata pengurangan nyeri adalah 43,9% pada kelompok fentanil,
35% pada kelompok buprenorfin, dan 39,4% pada kelompok campuran.
Kesimpulan

Penelitian ini mengungkapkan keefektifan


dari buprenorfin dalam mengurangi nyeri
pasca operasi dan menyarankannya
sebagai alternatif untuk opioid karena
komplikasi minimal, keterjangkauan, dan
banyak lagi keuntungan lain.
THANKS

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
images by Freepik and illustrations by Stories

Anda mungkin juga menyukai