Anda di halaman 1dari 34

STRES ADAPTASI, dan

Mekanisme Koping

Diyan R. Kurnia 2011312074


Tio Rivaldi 2011312059
STRES

dijadikan sebagai stimulus untuk perubahan


dan perkembangan sehingga dianggap
positif atau bahkan perlu. Meskipun
demikian, stres  yang terlalu berat dapat
menyebabkan sakit penilaian yang buruk
dan ketidak mampuan untuk bertahan
SUMBER STRES

Faktor internal :
 tuntutan pekerjaan
 beban terlalu berat
 kondisi keuangan
 ketidakpuasan dengan fisik tubuh
 penyakit yang dialami
 masa pubertas
 karakteristik atau sifat yang dimiliki
Faktor eksternal

 perpisahan orang tua


 adanya anggota keluarga yang mengalami
kecanduan narkoba.
 pekerjaan
 lingkungan sosial
 lingkungan fisik
 adanya atasan yang tidak pernah puas di tempat
kerja
 iri terhadap teman yang status sosialnya lebih
tinggi
 polusi udara
 sampah di lingkungan tempat tinggal
JENIS STRES
Stres fisik 
stres yang disebabkan oleh keadaan fisik
Stres kimiawi
stres yang disebabkan oleh pengaruh senyawa kimia
yang terdapat dalam obat, zat beracun, asam, basa,
faktor hormon atau gas.
Stres mikrobiologi
stres yang disebabkan oleh kuman, seperti virus,
bakteri dan parasit.
Stres proses tumbuh kembang
stres yang disebabkan proses tumbuh kembang

Stres psikologis atau emosi


stres yang disebabkan gangguan situasi

Stres fisiologis
stres yang disebabkan oleh gangguan fungsi
organ tubuh
MODEL STRES
 MODEL BERDASARKAN RESPON

Model ini menjelaskan respon atau pola


respon tertentu yang dapat diidentifikasikan
.
 MODEL BERDASARKAN STIMULUS

Model ini berdasarkan kakakteristik yang


bersifat mengganggu atau merusak lingkungan.
 MODEL BERDASARKAN ADAPTASI

Model ini menyebutkan 4 faktor yang menemukan apakah


suatu situasi menimbulkan stres atau tidak (Mechanic,1962)

Kemampuan untuk menghadapi stres


Praktik dan normal dari kelompok atau rekan-rekan pasien
yang mengalami stres. Jika kelompoknya menganggap wajar
untuk membicarakan stresor maka pasien dapat
mengeluhkan atau mendiskusiksan hal tersebut, respon ini
dapat membantu proses adaptasi terhadap stres.
Pengaruh lingkungan dan sosial dalam membantu seseorang
menghadapi stres
Sumber daya yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor
 MODEL BERDASARKAN TRANSAKSI

Model ini memandang orang dan


lingkungannya dalam hubungan yang dinamis,
resiprokal, dan interaktif. Stres berasal dari
hubungan antara orang dan lingkungannya.
MEKANISME STRES
 Tahap satu
ditandai dengan munculnya semangat yang berlebihan, penglihatan
lebih tajam dari biasanya, mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya (namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan,dan
timbulnya rasa gugup yang berkelebihan)

 Tahap dua
Dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang dan
timbul keluhan–keluhan karena habisnya cadangan energi, keluhan
yang sering timbul, yaitu merasa letih sewaktu bangun pagi dalam
kondisi normal, mudah lelah setelah makan siang, cepat lelah
menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman,
jantung berdebar-debar, otot perut dan tengkuk terasa tegang, dan
tidak bisa santai.
Tahap tiga

Jika tahap stres sebelumnya tidak ditanggapi dengan


memadai, maka keluhan akan semakin nyata, seperti
gangguan lambung dan usus (gastritis atau mag, diare),
ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,
gangguan pola tidur (sulit untuk mulai tidur,terbangun
tengah malam,dan sukar kembali tidur,atau bangun terlalu
pagi,dan tidak dapat tidur kembali), tubuh terasa lemah
seperti tidak bertenaga.
Tahap keempat     

                 
tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik terhadap organ
tubuhnya,namun pada kondisi berkelanjutan akan muncul
gejala, seperti gejala ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas
rutin karena perasaan bosan, kehilangan semangat, terlalu lelah
karena gangguan pola tidur, kemampuan mengingat dan
konsentrasi menurun serta muncul rasa takut dan cemas yang
tidak jelas penyebabnya.
Tahap kelima
Tahap ini ditandai dengan kelelahan fisik yang sangat
berat, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan ringan dan
sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin
parah, semakin meningkatnya rasa takut dan cemas.

Tahap enam
Tahap ini ditandai dengan timbul rasa panik dan takut
mati yang menyebabkan jantung berdetak semakin cepat,
kesulitan untuk bernapas, tubuh gemetar dan berkeringat
dan adanya kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
FAKTOR YANG MEMENGARUHI RESPON
TERHADAP STRESOR DAN STRES
Sifat stresor
Dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur
dan dapat mempengaruhi terhadap respons seseorang dalam
menghadapi stres tergantung mekanisme yang dimilikinya.
Durasi stres
apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respons
juga akan lebih lama dan tentunya akan memengaruhi fungsi
tubuh.
Jumlah stresor
Semakin banyak stresor yang dialami seseorang semakin
besar dampaknya bagi fungsi tubuh
Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu seseorang dalam menghadapi stres
dapat menjadi bekal dalam menghadapi stres berikutnya
karena individu memiliki kemampuan
beradaptasi/mekanisme koping yang lebih baik.

Tipe kepribadian
Tipe kepribadian seseorang diyakini juga dapat
mempengaruhi respon terhadap stresor. Menurut Friedman
dan Roseman (1974), terdapat dua tipe kepribadian, yaitu A
dan tipe B.
Tahap perkembangan
Tahap perkembangan individu dapat membentuk
kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap stresor.
Stresor yang dialami setiap individu berbeda setiap tahap
perkembangan usia.
ADAPTASI

Adaptasi adalah proses penyesuaian secara


psikologis dengan cara melakukan mekanisme
pertahanan diri yang bertujuan untuk melindungi
atau bertahan dari serangan atau hal yang tidak
menyenangkan.
ADAPTASI TERHADAP STRES
1. Adaptasi Fisiologis
 LAS (Local Adaptation Syndrom)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap
stres, responnya berjangka pendek

bersifat lokal yaitu tidak melibatkan seluruh sistim tubuh


bersifat adaptif yaitu diperluhkan stresor untuk
menstimulasikan
bersifat jangka pendek yaitu tidak berlangsung selamanya
bersifat restoratif yaitu membantu memperbaiki
homeostatis daerah atau bagian tubuh
 GAS (General Adaptation Sydrome)
proses adaptasi bersifat umum atau sistemik. Apabila reaksi lokal
tidak dapat diatasi, maka timbul gangguan sistem atau seluruh
tubuh lainya berupa panas di seluruh tubuh, berkeringat.

Tahap reaksi
Merupakan tahap awal dari proses adaptasi, yaitu tahap di mana
individu siap menghadapi stresor yang akan masuk ke
dalam tubuh
Tahap resistensi
Pada tahap ini tubuh mulai stabil,tingkat hormon tekanan darah
dan output jantung kembali normal. Individu berupaya
beradaptasi dengan stres. Jika stres dapat diselesaikan tubuh akan
memperbaiki kerusakan yang mungkin telah tejadi,namun jika
stresor tidak hilang ia akan memasuki tingkat ke 3.
Tahap kelelahan
Tahap ini ditandai dengan terjadinya kelelahan karena
tubuh tidak mampu lagi menanggung stres dan habisnya
energi yang diperluhkan untuk beradaptasi, tubuh tidak
mampu melindungi dirinya sendiri menghadap stresor,
regulasi fisiologis menurun, jika stres terus berkelanjut
dapat menyebabkan kematian.
2. Adaptasi Psikologis
Adaptasi psikologis bisa bersifat konstruktif dan destruktif.
Perilaku yang konstruktif membantu individu menerima
tantangan untuk memecahkan konflik. Perilaku destruktif tidak
membantu individu mengatasi stresor.

 Reaksi yang berorientasi pada tugas


Reaksi ini melibatkan penggunaan  kognitif untuk mengurangi
stres dan memecahkan masalah.
  Terdapat 3 jenis perilaku yang umum:
Menyerang, yaitu bertindak menghilangkan, mengatasi stresor
atau memenuhi kebutuhan, misalnya berkonsultasi dengan orang
yang ahli.
Menarik diri dari stresor secara fisik maupun emosi.
Berkompromi, yaitu mengubah metode yang biasa digunakan,
mengganti tujuan.
 Reaksi berorientasi pada ego
reaksi ini dikenal sebagai mekanisme pertahanan diri
secara psikologis untuk mencegah gangguan psikologis yang
lebih dalam. Mekanisme pertahanan diri tersebut adalah:
Rasionalisasi: berusaha memberikan alasan yang rasional
sehingga masalah yang dihadapinya dapat teratasi.
Pengalihan: upaya untuk mengatasi masalah psikologis
dengan melakukan pengalihan tingkah laku pada objek lain,
contohnya jika seseorang terganggu akibat situasi gaduh
yang disebabkan oleh temannya, maka ia berupaya
mengalahkan temannya itu.
Kompensasi: mengatasi masalah dengan mencari kepuasan
pada keadaan lain, misalnya seseorang memiliki masalah
karena menurunnya daya ingat, maka di sisi lain ia berusaha
menonjolkan bakat melukis yang dimilikinya.
Identifikasi: meniru perilaku orang lain dan berusaha
mengikuti sifat, karakteristik dan tindakan orang tersebut.
Represi: mencoba menghilangkan pikiran masa lalu yang
buruk dengan melupakan atau menahannya di alam bawah
sadar dan sengaja melupakannya.
Supresi: berusaha menekan masalah yang secara sadar tidak
diterima dan tidak memikirkan hal-hal yang kurang
menyenangkan.
Penyangkalan: upaya pertahanan diri dengan cara
menyangkal masalah yang dihadapi atau tidak mau
menerima kenyataan yang dihadapinya
3. Adaptasi sosial budaya
Merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan
melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat, misalnya seseorang yang
tinggal dalam lingkungan masyarakat dengan budaya gotong
royong akan berupaya beradaptasi dengan lingkungannya
tersebut

4. Adaptasi spiritual
Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan
perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan
yang dimilikisesuai dengan agama yang dianutnya.misalnya
apabila mengalami stres, seseorang akan giat melakukan
ibadah,seperti rajin sumbayang,puasa dan sebagainya.
Mekanisme Koping
1. PengertianMekanisme Koping
Mekanisme koping adalah sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk
menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, luka, kehilangan, atau
ancaman (Siswanto, 2007).
Mekanisme koping lebih mengarah pada yang orang lakukan untuk mengatasi
tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi.
Penyesuaian diri dalam mengahadapi stres, dalam konsep kesehatan mental
dikenal dengan istilah koping (Lubis, 2006).
Jadi menurut Siswanto dan Lubis mekanisme koping adalah cara yang
digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku.
2. Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Nasir, 2010) yaitu:
2.1 Mekanisme koping adaptif
Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara
dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi,
latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
2.2 Mekanisme koping maladaptive
Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan,
bekerja berlebihan, menghindar.
Mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua tipe menurut
(Kozier, 2004) yaitu :
1. Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem
focused coping), meliputi usaha untuk memperbaiki suatu
situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa
tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada
dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan
meminta nasehat.
2. Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional
focused coping), meliputi usaha-usaha dan gagasan yang
mengurangi distress emosional. Mekanisme koping berfokus
pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang sering
merasa lebih baik.
Faktor yang Mempengaruhi Strategi koping
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi strategi koping, yaitu (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam
Nasir dan Muhith, 2011) :
3.1 Kesehatan fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu
dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
3.2 Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib
(external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan
(helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping tipe : problem-solving focused
coping.
3.3 Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,
mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian
mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada
akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
3.4 Keterampilan social
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara
yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.
3.5 Dukungan social
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri
individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan
masyarakat sekitarnya.
Kemampuan Koping Terhadap Stres
Peristiwa dalam lingkungan yang menimbulkan perasaan tegang disebut sebagai stresor.
Pekerjaan dapat menjadi stresor pada individu. (Robbins, 1996 dalam Nasir dan Muhith,
2011) menyebutkan tiga faktor yang dapat menjadi stresor di lingkungan pekerjaan, yaitu
:
4.1Faktor organisasional
Tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antarpribadi, struktur organisasi, kepemimpinan
dalam organisasi.
4.2 Faktor individual
Faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan, yang berasal dari masalah keluarga,
masalah ekonomi, dan karakteristik kepribadian yang inheren.
4.3 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan berupa ketidakpastian lingkungan yang akan mempengaruhi desain
dari struktur organisasi. Faktor tersebut meliputi ketidakpastian ekonomis, politik, dan
teknologis.
Dalam penelitian ini digunakan stresor yang relevan dan dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu stresor berkaitan dengan tugas, serta masalah pribadi dan sosial. Stresor
yang berkaitan dengan tugas meliputi tuntutan tugas, tuntutan peran, struktur organisasi,
kepemimpinan organisasi, dan ketidakpastian.
Hasil dari koping (coping outcome)
Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseotang untuk menoleransi dan
menerima situasi menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang dapat dikuasainya.
Sesuai dengan pernyataan tersebut, Cohen dan Lazarus, dalam Taylor (1991),
mengemukakan agar koping dilakukan dengan efektif, maka strategi koping perlu
mengacu pada lima fungsi tugas koping yang terkenal dengan istilah coping task
(Lazarus dan Folkman 1984 dalam Nasir, 2011), yaitu sebagai berikut :
1. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk
memperbaikinya.
2. Menoleransi atau menyusaikan diri dengan kenyataan yang negative.
3. Memepertahankan gambaran diri yang positif.
4. Memepertahankan kesimbangan emosional.
5. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya denagn orang lain.
Efektivitas koping bergantung pada keberhasilan pemenuhan coping task. Individu tidak
harus memenuhi semua koping task untuk ditanyakan berhasil melakukan koping
denagn baik. Setelah koping dapat memenuhi sebagian atas semua fungsi tugas tersebut,
maka dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu. Coping
outcome adalah criteria hasil kopinh untuk menentukan keberhasilan koping.
Beberapa criteria coping outcome menurut (Taylor 1991:95 dalam Nasir,
2011), sebagai berikut :
1. Ukuran fungsi fisiologis, yaitu koping dinyatakan berhasil bila koping
yang dilakukan dapat mengurangi indicator dan memebangkitkan
(arouosal) stress seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak
nadi, dan system pernapasan.
2. Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia
menaglami stress dan beberapa cepat ia dapat kembali. Koping
dinyatakan berhasil bila koping yang dilakukan dapat membawa
individu kembali pada keadaan seperti sebelum mengalami stress.
3. Efektivitas dalam mengurangi psychological distress. Koping
dinyatakan berhasil jika koping tersebut dapat mengurangi rasa cemas
dan depresi pada individu.
Merupakan penentuan dari gaya seseorang atau ciri-ciri tertentu dari seseorangdalarn memecahkan suatu masalah
berdasarkan tuntutan yang dihadapi. Gaya kopingdicirikan sebagai berikut (Nasir, 2011)
6.1 Gaya Koping Positif
Merupakan gaya koping yang mampu mendukung integritas ego. Berikut inl adalah macam gaya koping positif:
1. Problem solving.
Merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah. Masalah harus dihadapi dan dipecahkan, dan bukan
dihindari atau ditekan di alam bawah sadar, seakan-akan masalah itu tidak berarti. Pemecahan masalah ini
digunakan sebagai cara untuk menggindari tekanan atau beban psikologis akibat adanya stresor yang, rrrasuk
dalam diri seseorang.
2. Utitizing sociat suppart.
Merupakan tindak lanjut dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi ketika masalah itu belum terselesaikan. hal
ini tidak lepas dari keterbatasan manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tidak semua orang
mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini terjadi karena rumitnya masalah yang dihadapi. Untuk itu
sebagai mahluk sosial, bila seseorang mempunyai masalah yang tidak mampu diselesaikannya sendiri,
seharusnya tidak disimpan sendiri dalam pikirannya, namun carilah dukungan dari orang lain yang dapat
dipercaya dan mampu memberikan bantuan dalam bentuk masukan dan saran dalam menvelesaikan masalah
yang dihadapi tersebut. Semakin banyak dukungan dari orang lain, maka semakin efektif upaya penyelesaian
masalahnya.
3. Lookingfor silver lining.
Kepelikan masalah yang dihadapi terkadang akan membawa kebuntuan dalam upaya menyelesaikan masalah.
Walaupun sudah ada upaya maksimal, terkadang masalah tersebut belum didapatkan titik temunya. Sesulit dan
sepelik apapun masalah yang dihadapi, setidaknya manusia harus tetap berpikir positif dan diambil hikmahnya.
Manusia diharapkan mau menerima kenyataan ini sebagai sebuah ujian dan cobaan yang harus dihadapi tanpa
menurunkan semangat dan motivasi untuk 'selalu berusaha menyelesaikan masalahnya. Bukankah manusia
diturunkan di dunia ini untuk menyelesaikan masalah? Oleh karena itu, kita tidak mungkin hidup tanpa memiliki
masalah. Seberat apa pun masalah yang dihadapi, pasti akan selalu ada kebaikan di dalamnya. Tidak ada seorang
pun yang terbebas dari masalah karena dengan masalah itu manusia berpikir, bertindak, dan berperilaku.
Gaya Koping Negatif
merupakan gaya koping yang akan menurunkan integritas ego, di mana penentuan cara koping akan
merusak dan merugikan dirinya sendiri, yang terdiri atas hal-hal sebagai berikut.
1. Avoidance.
Merupakan bentuk dari proses internalisasi terhadap suatu pemecahan masalah ke dalam alam
bawah sadar dengan menghilangkan atau membebaskan diri dari suatu tekanan mental akibat
masalah-masalah yang dihadapi. Cara ini dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengatasi situasi
tertekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindari masalah yang berujung pada penumpukan
masalah di kemudian hari. Bentuk pelarian diri di antaranya dengan beralih pada hal lain, seperti:
makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan dengan tujuan menghilangkan masalah
sesaat untuk tujuan sesaat, padahal hanya merupakan upaya untuk menunda masalah dan bukan
menyelesaikan masalah.
2. Self-blame.
Merupakan bentuk dari ketidakberdayaan atas masalah yang dihadapi dengan menyalahkan diri
sendiri tanpa evaluasi diri yang optimal. Kegagalan orang lain dialihkan dengan menyalahkan
dirinya sendiri sehingga menekan kreativitas dan ide yang berdampak pada penarikan diri dari
struktur sosial.
3. Wishfull thinking.
Kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan seharusnya tidak menjadikan seseorang berada
pada kesedihan yang mendalam. Hal ini terjadi karena dalam penentuan standar diri, diset atau
dikondisikan terlalu tinggi sehingga sulit untuk dicapai. Penentuan standar yang terlalu tinggi
menjadikan seseorang teerbuai dalam khayalan dan impian tanpa kehadiran fakta yang nyata.
Menyesali kegagalan berakibat kesedihan yang mendalam merupakan pintu dari seseorang
mengalami gangguan jiwa.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai