Anda di halaman 1dari 9

MEMAKSIMALKAN POTENSI DIRI MENJADI

YANG TERBAIK
Anggota Kelompok:
1. Aniza Indryani
2. M. dicky
3. Nurhazizah Melani
4. Rahman
5. Shinta Adelia Sari

Kelas: XII MIPA IV


MEMAKSIMALKAN POTENSI DIRI MENJADI YANG TERBAIK

Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka


merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’ad [13]:11)
 
Hukum Perubahan
Tatkala Allah menciptakan alam semesta, Allah juga telah membuat hukum-
hukum yang berfungsi untuk mengendalikan keberlangsungannya selama dunia
masih berputar, hukum-hukum Allah itu akan tetap berlaku. Hukum dan aturan
itu mengatur seluruh aspek kehidupan; alam, etika dan seabrek persoalan
manusia., aturan itu memuat prinshif-prinshif tentang hidup dan kehidupan.
Contoh: Sahabat, ketika seseorang turun dari ketinggian tentu ia ingat akan
adanya hukum gravitasi. Seorang pasien yang berobat ke dokter, kemudian
mendapat resep, “minumlah obat ini, maka dalam tiga hari kondisi anda akan
membaik ”, ujar dokter. Dokter itu tidak melakukan hal-hal yang supranatural.
Ia hanya mengetahui hukum dan aturan ilmu kedokteran.Begitu juga dalam
hukum social, mereka yang berkuasa akan dapat mengendalikan bukan di
kendalikan.
Hukum yang menyatakan,Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’ad
[13]:11), kelak akan mengubah keadaan kita bahwa Allah akan mengubah wajah dunia
untuk kita, selama kita punya kemauan untuk mengubahnya. Allah telah memberikan
kita potensi dan pasilitas untuk mengubahnya.
 

Memulai Perubahan
 Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’ad [13]:11) Ayat tersebut
mengisyaratkan adanya dua hukum perubahan.
Pertama :perubahan dalam diri.
Kedua :perubahan dari Allah.

Dari mana kita harus memulainya?. Tentunya dari diri kita sendiri. Sebab, setiap individu
yang telah tercerdaskan dan telah melakukan perbaikan, maka kebaikannya akan
berimbas pada perbaikan masyarakatnya. Atas dasar ini kita memahami, bahwa usaha
kita dalam memperbaiki tingkah laku akan sangat berpengaruh dalam mengubah
masyarakat. Karenanya, betapa pentingnya kita menjadi bagian dari masyarakat. Segera
bergerak maju untuk menjadi yang terbaik. Buanglah rasa pesimis karena hanya akan
menghambat kesuksesan. Sungguh, Allah tidak membiarkan hamba-hamba-Nya selagi Ia
melihat sang hamba tidak pernah lelah berusaha.
Sesungguhnya yang sering keliru adalah diri kita yang tidak punya
kesempurnaan dalam memahami ilmu-ilmu Allah. Perubahan memang
datang dari Allah tetapi ia tidak datang dengan sendirinya begitu saja.
Mulailah dari dari diri kita, dengan tetap memohon pertolongan dan
mendekatkan diri kepada-Nya. Bangunkan semangat hidup, tinggalkan
kemalasan, yakin sepenuhnya kepada Allah, kikis kebencian antar sesama
dan tegarlah dalam menghadap cobaan, Insya Allah perubahan akan
datang.
 
Berpikir Positif, Bertindak Arif
Percayalah, perubahan pasti datang. Berpikir positif adalah selalu berbaik
sangka kepada Allah yang menentukan hidup kita. Bertindak arif adalah
selalu bermuhasabah (intropeksi) terhadap apapun yang terjadi sebelum
kita memutuskan A dan B tentang berbagai persoaan kehidupan. Orang
yang selalu berpikir positif selalu melihat adanya kesempatan kearah
perbaikan, bahwa hidup akan datang perubahan. Optimis adalah sikap
hidupnya, semangat adalah gaya kesehariannya. Optimis berarti
melakukan perubahan dengan bijak dan pertimbangan yang matang,
mengubah hal-hal buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik.
Orang yang optimis menjalani hidup, tertanam dalam jiwanya keyakinan
yang sempurna tentang segala yang di tentukan Allah. Jika Allah
berkehendak terhadap sesuatu maka tidak ada seorangpun yang mampu
menahannya. Rasulullah pernah memberi nasehat kepada Ibnu Abbas
ketika itu ia masih kecil:
“Ketahuilah, sekiranya seluruh manusia sepakat hendak mencelakaimu,
mereka tidak akan pernah bisa mencelakaimu, kecuali memag telah di
tuliskan Allah dalam suratan takdirmu. Begitupun sebaliknya, andai seluruh
manusia sepakat menolongmu mereka tidak akan pernah mampu
membantumu, kecuali memang telah di tuliskan Allah dalam suratan
takdirmu.” (hr. Tarmidzi).
 
Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan
Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Qs. Ali-Imran [3];26.
 
Perubahan, selain memerlukan sifat positif dan optimisme yang
tinggi. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah kesabaran, tidak ada
kunci yang mampu membuka perubahan selain kesabaran itu sendiri.
Tetapi menjadikan diri sabar memang tidaklah mudah, karena orang
yang sabar pada hari ini ibarat memegang bara api. Rasulullah
bersabda kepada para sahabatnya: “
sesudah kalian, akan ada hari-hari di mana kesabaran di uji. Orang
yang mampu bersabar tidak ubahnya dengan seseorang yang
memegang bara api. Barang siapa yang beramal kala itu, maka akan
di ganjar dengan balasan lima puluh orang.“.
Apakah ganjaran lima puluh orang mereka atau lima puluh orang
kami,ya Rasulullah.
Tanya seorang sahabat. “ Bahkan, ganjaran lima puluh orang kalian”.
Jawab Rasulullah.
Dalam hal cara mengembangkan potensi diri disini
yang perlu ditekankan terdiri dari beberapa langkah
penting. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1.      Harus diawali dengan niat


2.      Harus berpikir positif dalam setiap hal
3.      Harus memiliki komitmen
4.      Jangan menganggap remeh orang lain
5.      Menerima saran, kritik dan masukan yang
bersifat membangun dari orang lain
6.      Konsisten terhadap apa yag kita lakukan
7.      Yakinlah bahwa kita pasti bisa
Dengan kata lain sifat-sifat Allah itu merupakan potensi pada manusia yang kalau dikembangkan, maka ia telah memenuhi
tujuannya diciptakan, yaitu untuk ibadah kepada penciptanya.

Sedangkan apabila diidentifikasi  secara garis besarnya manusia dibekali tiga potensi dasar yaitu:
a.  Roh; Potensi ini lebih  cenderung pada potensi tauhid dalam bentuk adanya kecenderungan untuk mengabdi pada
penciptanya.
b.  Potensi jasmani berupa bentuk fisik dan faalnya serta konstitusi biokimia yang teramu dalam bentuk materi.
c.  Potensi Rohani, berupa konstitusi non  materi yang terintegrasi dalam komponen-komponen yang terintegrasi.

Sedangkan menurut Jalaluddin, secara  garis besarnya membagi potensi manusia menjadi empat, yang secara fitrah sudah
dianugerahkan Allah kepada manusia,13 yaitu sebagai berikut:

a.  Hidayah al-Gharizziyah / wujdaniyah (naluri)


Potensi naluriyah disebut juga dengan istilah hidayah wujdaniyah yaitu potensi manusia yang berwujud  insting atau naluri
yang melekat dan langsung berfungsi pada saat manusia dilahirkan di muka bumi ini. Potensi ini dapat dikatakan sebagai
suatu kemampuan berbuat tanpa melalui proses belajar mengajar.

Dalam potensi ini memberikan dorongan primer yang berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup  manusia.
Di antara dorongan itu adalah insting untuk memelihara diri seperti makan minum, dorongan untuk mempertahankan diri
seperti nafsu marah dan dorongan untuk mengembangkan diri. Dorongan ini contohnya adalah naluri seksual.

b.  Hidayah al-Hissiyyah (indra)


Secara umum manusia memiliki lima indera dengan sebutan pancaindera yaitu indera yang berjumlah lima. Potensi yang
Allah berikan kepada manusia dalam bentuk kemampuan inderawi sebagai penyempurna potensi yang pertama.
Pancaindera ini merupakan jendela komunikasi untuk mengetahui lingkungan kehidupan manusia, sehingga dari sini
manusia akan mendapatkan ilmu dan pengetahuan.

Potensi inderawi yang umum  dikenal itu berupa indera penciuman, perabaan, pendengar dan  perasa. Namun, di luar itu
masih ada sejumlah alat indera dengan memanfaatkan alat indera lain yang sudah siap. Oleh Toto Tasmara dikaitkan dengan
fuad  yang merupakan potensi  qalbu yang berfungsi untuk mengolah informasi yang sering dilambangkan berada dalam
otak manusia (fungsi rasio, kognitif).  Fuad mempunyai tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa  yang dilihatnya,
yang menurut al-Ghazali fuad/qalb merupakan alat  dan wadah guna memperoleh ilmu pengetahuan.
c.  Hidayah al-‘Aqliyah (akal)
Potensi akal memberi kemampuan kepada  manusia untuk memahami simbol-simbol hal-hal yang abstrak,
 menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan dan akhirnya memilih maupun memisahkan antara
yang benar dan yang salah. Potensi akal ini sebagai organ yang ada dalam manusia yang untuk membedakan
antara manusia dengan makhluk yang lain.

Akal sebagai potensi manusia dalam pandangan Islam itu berbeda dengan otak. Akal di sini diartikan sebagai daya
pikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dalam Islam merupakan ikatan dari tiga unsur, yaitu pikiran,
perasaan dan kemauan.  Bila ikatan itu  tidak ada, maka tidak ada akal itu. Akal diartikan juga sebagai sifat yang
untuk memahami  dan menemukan pengetahuan dan sebagai unsur pemahaman dalam diri manusia yang
mengenal hakekat segala sesuatu. Terkadang akal ini disebut kalbu jasmaniyah, yang ada dalam dada, sebab
antara kalbu jasmani dengan  latifah ‘amaliyah mempunyai hubungan unik.

Dalam konteks ayat-ayat al-Qur’an kata  ‘aql  dapat dipahami sebagai daya untuk memahami dan
menggambarkan sesuatu. Dorongan moral dan daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah.
Selain itu,  akal merupakan  pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam  menghadapi segala sesuatu,
baik yang tampak jelas maupun yang tidak jelas. Dengan potensi akal ini, manusia akan mampu berpikir dan
berkreasi menggali dan menemukan ilmu pengetahuan sebagai bagian  dari fasilitas yang diberikan kepada
manusia untuk fungsi kekhalifahannya. Dan potensi akal inilah yang ada dalam diri manusia sebagai sumber
kekuatan yang luar biasa dan dahsyat yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.

d.  Hidayah Diniyah (keagamaan)


Pada dasarnya dalam diri manusia sudah ada yang namanya potensi keagamaan, yaitu dorongan untuk mengabdi
kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan  yang lebih tinggi . Dalam Islam potensi yang hubungannya
dengan keagamaan disebut fitrah, yaitu kemampuan yang telah Allah ciptakan dalam diri manusia, untuk
mengenal Allah. Inilah bentuk alami yang dengannya seorang anak tercipta dalam rahim ibunya sehingga dia
mampu menerima agama yang hak. Potensi fitrah (keagamaan) merupakan bawaan alami. Artinya ia merupakan
sesuatu yang melekat dalam diri manusia (bawaan), dan bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha
(muktasabah).

Anda mungkin juga menyukai