DISUSUN OLEH:
SHINTA ADELIA SARI (C1C019004)
KELAS R-009
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2021
MODERN MONETARY THEORY (MMT)
MMT atau teori moneter modern merupakan sebuah pendekatan dalam mengelola
perekonomian. Teori ini dikembangkan sejak era 90-an oleh seorang pakar ekonomi Profesor
Bill Mitchell dan beberapa orang akademisi asal Amerika Serikat seperti Profesor Randall
Wray dan Stephanie Kelton, serta seorang bankir Warren Mosler.
Landasan dari MMT sebenarnya adalah teori ekonomi yang dicetuskan oleh seorang
ekonom asal Inggris John Maynard Keynes di era 1930 hingga 1940-an. Mereka yang
mengembangkan teori ini mengklaim diri mereka sebagai penerus teori ekonomi post-
Keynessian yang kini dikenal sebagai teori moneter modern. Dalam modern monetary
theory banyak dikupas mengenai pentingnya tindakan ekonomi baru yang tentunya sangat
bertentangan dengan ekonomi konvensional yang berjalan di dunia saat ini.
Gagasan utama dari MMT adalah bahwa pemerintah tidak perlu ragu atau takut akan
munculnya defisit pada anggaran negara yang tinggi, inflasi, goyahnya nilai tukar mata uang,
hingga pengeluaran yang terlalu besar untuk pemulihan ekonomi. Para pakar ekonomi pro-
MMT menilai pemerintah dapat berperan besar dalam pengendalian masalah ekonomi,
termasuk inflasi. Dalam asumsi MMT, pemerintah dapat mencetak uang baru sebanyak yang
dibutuhkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi, UMKM, mengurangi beban utang luar
negeri, serta tersedianya lebih banyak lapangan kerja. Sederhananya: dalam kondisi
mendesak seperti resesi ekonomi, pilihan mencetak uang baru dinilai jauh lebih baik
dibandingkan dengan kembali berutang pada bank dunia yang akan menambah beban utang
negara yang sudah ada.
1. Dapat membayar barang, jasa, dan aset keuangan tanpa perlu terlebih dahulu menagih
uang berupa pajak atau penerbitan utang di muka pembelian tersebut;
2. Tidak dapat dipaksa untuk gagal bayar atas utang dalam mata uangnya sendiri;
3. Dibatasi dalam penciptaan dan pembelian uangnya hanya oleh inflasi , yang
dipercepat setelah sumber daya riil (tenaga kerja, modal dan sumber daya alam)
ekonomi digunakan pada kesempatan kerja penuh ;
4. Merekomendasikan penguatan stabilisator otomatis untuk mengendalikan inflasi
tarikan permintaan daripada mengandalkan perubahan pajak diskresioner;
5. Penerbitan obligasi adalah perangkat kebijakan moneter, bukan perangkat pendanaan.
Empat prinsip MMT pertama tidak bertentangan dengan pemahaman ekonomi arus utama
tentang bagaimana penciptaan uang dan inflasi bekerja. Misalnya, seperti yang dikatakan
mantan Ketua Federal Reserve Alan Greenspan , “Amerika Serikat dapat membayar utang
apa pun yang dimilikinya karena kami selalu dapat mencetak uang untuk melakukan itu. Jadi,
tidak ada kemungkinan gagal bayar.” Namun, ekonom MMT tidak setuju dengan ekonomi
arus utama tentang prinsip kelima, tentang dampak defisit pemerintah pada suku bunga.
Berdasarkan penilaian para penggiat MMT, kegagalan itu terjadi karena masih banyak negara
yang tetap menganut konsep stabilitas keuangan, takut menghadapi inflasi/hiperinflasi, serta
takut mengatasi nilai tukar mata uang yang anjlok.
Namun, perlu diketahui bahwa risiko mencetak uang secara berlebihan juga bukan sekadar
sebuah ancaman. Di tahun 2008 lalu, Zimbabwe pernah mengalami inflasi secara langsung
akibat pencetakan uang baru secara berlebihan. Tidak tanggung-tanggung, inflasi yang
dialami salah satu negara di benua Afrika itu pernah menembus angka 231 juta % pada saat
itu.
Akibat kesewenang-wenangan Presiden Robert Mugabe yang saat itu mencetak uang baru
demi mendanai kampanye politik pribadinya, inflasi tinggi pun terjadi dan tingkat
pengangguran mencapai 94%. Pabrik-pabrik tutup bersamaan dengan suplai makanan yang
semakin menipis. Harga-harga melambung tinggi karena stok berbagai produk di toko mana
pun menjadi sangat langka. Kelaparan terjadi di mana-mana dan rakyat semakin miskin saja.
Lebih jauh lagi, negara itu terpaksa menyederhanakan nilai nominal mata uang dengan
menghilangkan 10 angka nol. Misalnya, 10 miliar Dollar Zimbabwe nilainya menyusut
menjadi hanya 1 Dollar Zimbabwe.