Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK DEFORTASI

PEMBUKAAN LAHAN DALAM


PEMBANGUNAN JALAN TRANS
PAPUA

GLENN MALIMONGAN OHEE


20180611084036
LATAR BELAKANG
• Jalan Trans Papua adalah jalan nasional yang menghubungkan Provinsi
Papua Barat dan Provinsi Papua, membentang dari Kota Sorong di Provinsi
Papua Barat hingga Merauke di Provinsi Papua dengan total panjang mencapai
4.330,07 kilometer (km). Dari total panjang tersebut, terbagi atas 3.259,45 km
di Provinsi Papua dan 1.070,62 km di Provinsi Papua Barat. Jalan Trans-Papua
memiliki arti penting sebagai infrastruktur penghubung antara daerah-daerah di
kedua provinsi tersebut
• Sejak kepemimpinan B.J.Habibie sampai dengan Februari 2017, total
Jalan Trans-Papua yang sudah berhasil dibangun mencapai 3.851,93 km. Pada
tahun 2015 pemerintah membangun 169 km jalan baru di Papua, dan jalan baru
yang dibangun pada 2016 mencapai 231,27 km. Untuk tahun 2017, pemerintah
menargetkan pembangunan 143,35 km jalan baru sehingga total jalan yang
akan tembus menjadi 3.995,28 km. Dengan demikian, sisa 334,79 km jalan
yang belum tembus diharapakan bisa selesai hingga 2019.
LANDASAN HUKUM
Dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur di Papua,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) dan Peraturan Presiden
(Perpres) sebagai landasan hukumnya, yakni Undang-undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-
2025, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2015-2019, dan Peraturan Presiden Nomor 3
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
PEMBAHASAN

Lembaga World Wide Fund for Nature (WWF) menyambut positif


proyek infrastruktur Jalan Trans Papua yang dinilai memberikan
dampak positif bagi masyarakat di bumi cenderawasih. Hanya saja, pada
setiap pembukaan jalan yang melewati hutan lindung, ditengarai ada
dampak negatif yang berpotensi muncul hingga dapat merusak
ekosistem maupun habitat suatu komunitas organik, baik tumbuhan
maupun hewan.“Sudah tentu (setiap pembangunan di area hutan
lindung) punya dampak. Tidak akan pernah pembangunan yang
dilakukan tidak memiliki dampak. Contohnya ketika jalan dibuka, pasti
yang pertama secara geografis (ekosistemnya) akan berubah. Apalagi
kalau di sebelah kiri dan kanan jalan pasti, pohon-pohonnya di tebang.
Sehingga akan ada dampak negatif, meski tujuannya sangat positif
untuk membuka isolasi wilayah,” terang Direktur Program Papua
Yayasan WWF Indonesia Benja V. Mambai, “kepada pers di Jayapura
PANDANGAN

Adapun suatu padangan yang dapat diambil yaitu dari segi dampak
defortasi yang terjadi seperti dilihat dalam pembangunan jalan trans papua
yang dimana akan terjadi pembukaan lahan secara besar-besaran. Maka
dari itu potensi akan terjadi rawan bencana berupa pembakaran hutan yang
dilakukan secara buatan yang mengakibatkan ekosistem hutan menjadi
tidak seimbang (terganggu).
Selain itu juga terdapat bencana alam berupa daerah rawan longsor
pada dataran-dataran tinggi bahkan juga bisa mengakibtkan erosi yang akan
terjadi amblas pada suatu lahan yang telah dibuka sebagai jalan trans
papua.Selanjutnya untuk daerah aliran sungai seperti di mamberamo dan
dataran-dataran rendah atau juga daerah resapan air bisa menagkibatkan
daerah aliran air yang menguap sehingga potensi akan terjadinya banjir
yang akan mengacam bagi masyarakat yang bertempat tinggal di
permukiman yang berada di sekitaran jalan trans Papua
Gambar Aksebitilitas Jalan Trans Papua
Ruas Jalan Trans Papua yang terdapat di Provinsi Papua
terdiri dari sepuluh ruas jalan, dengan perincian sebagai
berikut:
• Ruas Wamena- Habema - Kenyam - Mamugu, panjang
284,30 km
• Ruas Kwatisore (batas provinsi Papua) - Nabire (batas
kota), panjang 203,32 km
• Ruas Nabire - Wagete - Enarotali, panjang 275,50 km
• Ruas Enarotali - ilaga - Mulia - Wamena, panjang
513,40 km
• Ruas Wamena - Elelim-Jayapura, panjang 585 km
• Ruas Kenyam - Dekai, panjang 275,83 km
• Ruas Dekai - Oksibil, panjang 231,60 km
• Ruas Oksibil - Waropko, panjang 135,01 km

Anda mungkin juga menyukai