MANAGEMENT OF
JUVENILE
MYASTHENIA
GRAVIS
dr. Rahmi A. Gafur
C155191006
Pembimbing :
Dr. dr. Yudy Goysal,Sp.S(K)
OUTLINE
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
STUDI KASUS
KESIMPULAN
2
2
DEFINISI
01 02
3
EPIDEMIOLOGI INGGRIS
Pada 43 kasus :
tingkat insiden
1,6/juta orang per
tahun, Tingkat
insiden lebih rendah
pada anak-anak pra-
CINA AMERIKA
pubertas (<12 SERIKAT
tahun), sebesar Insiden 1,2/juta orang-tahun
0,9/juta orang-tahun
45% kasus memiliki onset pada
masa anak-anak (<14 tahun) . Di
Taiwan, insiden tertinggi berada di
antara kelompok usia 0-4 tahun
dengan 8,9/juta kasus, kemudian
turun menjadi 3,7/juta pada
kelompok usia 10-14 tahun 4
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
6
MANIFESTASI
KLINIS
01
KELEMAHAN EXTREMITAS
GANGGUAN OKULER
PTOSIS, DIPLOPIA, OPTHALMOPLEGIA
02
03
MIOKIMIA DAN FASIKULASI
8
DIAGNOSIS GAMBARAN KLINIS
Okular maupun generalisata
TES EDROFONIUM
Tes ini dapat diberikan melalui
intravena sebagai tes diagnostik
untuk JMG, di mana akan tampak
perbaikan gejala sementara.
SEROLOGI
- Autoantibodi yang menargetkan
AChR : radioimmunoprecipitation
NEUROFISIOLOGI
assay (RAI) atau teknik ELISA
- Repetitive nerve stimulation (RNS) dan - Pengujian antibodi MuSK
single-fiber electromyography (SFEMG)
- Stimulated potential analysis using
concentric needle electrodes (SPACE)
9
TATALAKSANA
TERAPI
IMUNOSUPRESIF TERAPI POTENSIAL
LAIN
TERAPI
SUPORTIF
1 3 5
2 4
PENUNDAAN
KOMUNIKASI
VAKSINASI
HINDARI OBAT-
MANAJEMEN
OBAT YANG
OPHTALMOLOGI
MEMPERBURUK
& PSIKOLOGI
KONDISI
11
TERAPI
SUPORTIF
(Lanjutan)
12
TERAPI
SIMPTOMATIK
- Inhibitor kolinesterase (ChE-I) digunakan sebagai lini pertama terapi
simptomatik pada JMG.
- Piridostigmin : ChE-I non-selektif dan paling banyak digunakan.
- Dimulai dengan dosis 0,5-1 mg/kg, diminum 3-4 kali sehari, dan dapat
ditingkatkan hingga 1,5 mg/kg 5 kali sehari (maksimal 450 mg/hari).
- Efek samping berhubungan dengan stimulasi kolinergik berlebihan, dan
mencakup kram perut, diare, hipersalivasi, berkeringat, penglihatan kabur,
bradikardia, hipotensi, dan bronkokonstriksi
13
TERAPI IMUNOSUPRESIF
LINI PERTAMA LINI KEDUA IVIG PLEX
- Prednisolon digunakan - Azatioprin : Dosis dimulai dari 1 - Terbukti efektif sebagai - Mekanisme kerja utama Plasma
sebagai terapi imunosupresif mg/kg satu kali atau dua kali terapi rumatan, Exchange (PLEX) adalah
lini pertama.
sehari dan dapat ditingkatkan 0,5 - Dosis tipikal yang digunakan pembuangan autoantibodi
- Dosis awal yang
mg/kg setiap 2-4 minggu menjadi adalah 1 g/kg secara patogen dari sirkulasi aliran darah.
direkomendasikan adalah 0,5 2,5 mg/kg/hari - Indikasi penggunaannya serupa
mg/kg setiap hari intravena dan diulang
- Mikofenolat mofetil dengan IVIG, terutama dalam
- Dosis harus ditingkatkan secara selama 2 hari.
- Takrolimus - Dosis rumatan secara menangani eksaserbasi dan
bertahap, tunggu respon, - Rituximab
umum adalah 1 g/kg yang menginduksi stabilitas pra-operasi
kemudian naikkan hingga - Siklosporin - Terapi tipikal biasanya
maksimal 1,5 mg/kg (maksimal: diulang dengan interval 4-6
- Metotreksat membutuhkan 3-5 pertukaran
100 mg) atau 1 mg/kg/hari minggu, tetapi dosis ini
- Siklofosfamid selang-seling dan seringkali
(maksimal: 60 mg). akan tergantung pada
respons pasien. membutuhkan kateter vena sentral
14
TIMEKTOMI
Timoma indikasi mutlak untuk timektomi, tetapi perannya dalam MG non-timoma
tergantung pada status antibodi, usia dan durasi penyakit, serta subtipe MG
15
TERAPI POTENSIAL
3,4-DIAMINOPIRIDIN
LAIN ECULIZUMAB
(3,4-DAP) Antibodi monoklonal
Potassium channel blocker manusia yang menargetkan
non-spesifik yang dependen komplemen protein C5 dan
terhadap tegangan (Kv1.5), menghambat kerusakan
sehingga menyebabkan terminal melalui mediasi
depolarisasi membran pre– komplemen pada
sinaps di NMJ dan menunda neuromuscular junction.
repolarisasi saraf, dan
kemudian meningkatkan Digunakan pada orang
pelepasan ACh. dewasa dengan MG
efek samping terkait generalisata AChR-Ab
pengobatan adalah parestesia positif refrakter,
sementara,
16
TATALAKSANA
KRISIS
MYASTHENIA
ATASI TANDA GAGAL INDENTIFIKASI
PEMICU POTENSIAL
OBAT-OBATAN IVIG/PLEX
NAFAS
Pada fase awal gagal napas, 1) Infeksi 1) Inhibitor kolinesterase 1) Baik PLEX maupun IVIG
ventilasi non-invasif dapat 2) Penggunaan obat- dapat diberikan selama dapat digunakan secara
menjadi pilihan, tetapi obatan ventilasi terpasang akut
intubasi endotrakeal 3) Penyesuaian dosis 2) steroid dapat dimulai 2) PLEX lebih dipilih karena
mungkin akan diperlukan terbaru dengan dosis tertinggi onset kerjanya yang
bila terdapat infeksi dan 4) Kepatuhan terapi cepat.
atelektasis .
17
PERTIMBANGAN
TATALAKSANA PADA
PIRIDOSTIGMIN
PEREMPUAN USIA SUBUR Piridostigmin tidak melewati plasenta dan tidak
dikaitkan dengan malformasi janin dan dapat
01 dilanjutkan selama masa kehamilan
IMUNOSUPRESAN
02 Penggunaan prednisolon, azatioprin dan
siklosporin juga dianggap aman selama
kehamilan
03
TERAPI LAINNYA
mikofenolat dan metotreksat harus dihindari.
18
ALGORITMA TERAPI FARMAKOLOGI
19
STUDI
KASUS
20
STUDI KASUS
1 Seorang gadis Afro–Karibia berusia 2 tahun dirujuk ke oftalmologis pediatrik dengan ptosis
unilateral 30% saat istirahat. Orang tua melaporkan gejala tersebut telah muncul selama 3
bulan dan bervariasi dari hari ke hari. Terdapat bukti kelelahan saat lama memandang ke
atas tetapi gerakan mata masih baik. Anak tidak dapat mentolerir tes elektrodiagnostik
tetapi AChR-Ab positif. Piridostigmin mulai diberikan dan tampak respon simptomatik yang
baik. Anak diperiksa oleh dokter mata 6 bulan kemudian dan hasil pemeriksaan matanya
normal. Orang tua masih melaporkan ptosis intermiten, terutama ketika anak lelah dan
terkadang mata kirinya mengalami “drifted out”. Karena hasil pemeriksaan normal, maka
diputuskan untuk menghentikan piridostigmin, namun, setelah penghentian, anak
mengalami perburukan gejala akut dengan penglihatan ganda onset baru dan ptosis
bilateral. Pada keadaan ini, anak diberikan prednisolon 20 mg setiap hari, yang dihentikan
setelah 3 bulan karena merasa membaik. Setelah lepas dari steroid, gejalanya kembali
dengan cepat. Anak akhirnya dirujuk ke layanan neurologi pediatrik dan pada pemeriksaan
didapatkan karakteristik MG generalisata dengan kesulitan bangkit dari lantai dan
mengangkat lengan di atas kepalanya.
21
KOMENTAR STUDI KASUS 1
22
STUDI KASUS
2 Seorang gadis Kaukasia berusia 13 tahun dirujuk ke layanan neurologi karena bicara cadel,
kelemahan generalisata dan kelelahan, yang memburuk selama 6 minggu terakhir. Anak
sekarang terengah-engah dengan aktivitas ringan. Pemeriksaan menunjukkan ptosis
bilateral ringan, gerakan mata normal, disartria (tidak dapat menghitung dengan keras
sampai 10), dan kelemahan fleksi leher dan abduksi bahu. Gejala dan pemeriksaan
konsisten dengan MG generalisata dan tingkat keparahannya menimbulkan kekhawatiran
akan krisis miastenia. Anak dirawat di bangsal neurologi dan akan diperiksa pula oleh
anestesi. PLEX dan piridostigmin dan steroid oral diberikan secara bersamaan. Respons
simptomatik baik terhadap pengobatan dan anak dipulangkan dengan steroid oral kerja
lambat, yang diturunkan 10 mg setiap bulan menjadi rumatan awal 20 mg selang seling.
Pemeriksaan selanjutnya menunjukkan AChR-Ab positif, dimana neurofisiologinya
konsisten dengan gangguan neuromuscular junction dan CT thorax dilaporkan tidak
menunjukkan bukti timoma.
23
STUDI KASUS 2 (Lanjutan)
24
KOMENTAR STUDI KASUS 2
25
STUDI KASUS
3 Seorang anak laki-laki Kaukasia berusia 8 tahun datang dengan kelemahan umum akut,
sesak napas pada aktivitas ringan, disartria dan kesulitan menelan dengan regurgitasi
cairan pada hidung. Gejalanya telah berkembang pesat dalam beberapa minggu. Gejala
secara klinis konsisten dengan MG. Anak dirawat di bangsal pediatrik dan diperiksa oleh
anestesi. Anak diawasi dengan ketat tetapi diambil keputusan untuk menunda ventilasi
invasif. ChE-I, prednisolon oral dan IVIG kemudian mulai diberikan. Tampak kemajuan yang
baik, sehingga anak dipulangkan ke rumah dengan rencana untuk melanjutkan IVIG dalam
4 minggu di rumah sakit setempat karena beratnya gejala awal, dan memberikan jeda
waktu untuk steroid menimbulkan efek. Anak kembali datang di klinik 12 bulan kemudian
dan telah menggunakan steroid maksimal. Dia juga menerima infus IVIG 4 minggu di
rumah sakit setempat. Anak maupun orang tuanya melaporkan respons drastis terhadap
IVIG, tetapi efeknya menghilang setelah sekitar 3 minggu dan gejalanya terutama untuk
kelelahan, menjadi "seburuk sebelumnya”. Pada pemeriksaan tidak didapatkan
kelemahan.
26
STUDI KASUS 3 (Lanjutan)
Sebelum terdiagnosis, pasien merupakan anak yang ramah dan sangat suka berolahraga.
Orang tuanya sekarang melaporkan anak menolak pergi ke sekolah hampir setiap hari
dan tidak lagi terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler apa pun. Mereka merasa hal sekecil
apa pun bisa membuatnya menangis. Maka diambil keputusan untuk melakukan
penilaian neurologis pada saat pemberian infus berikutnya. Kekuatan anak tercatat
normal di bangsal dan pada saat ditanya, anak terus mengatakan bahwa dia sering
mengingat dirinya ketika dirawat inap dan merasa bahwa "satu-satunya alasan dia tidak
mati adalah karena tetesan protein khusus”. Pasien mengalami gangguan stres pasca-
trauma, sehingga kami memberikan dukungan psikologis yang tepat. IVIG tetap
dipertahankan dan tampak perbaikan bertahap pada anak.
27
KOMENTAR STUDI KASUS 3
28
KESIMPULAN
1 JMG perlu ditangani oleh tim multidisiplin.