Anda di halaman 1dari 17

TRAUMATIC BRAIN INJURY

Postconcussion Syndrome (PCS): Manajemen Simptom


Oleh : Nurmayasari.H.Abd.Rauf
Pembimbing : dr. Mimi Lotisna SpS
Prinsip Dasar Penanganan PCS
Manajemen PCS sebaiknya menitikberatkan fokus pada penyembuhan dan menghindari efek
samping

Pasien dengan gejala yang berkepanjangan seringkali mengalami penderitaan, stres yang
berat, memerlukan bantuan, edukasi, dukungan dan pemahaman

Pendekatan yang patient-centered sebaiknya digunakan untuk memastikan kenyamanan


dan motivasi pasien

Terapi gejala somatis (contoh, insomnia, pusing/incoordination, mual, perubahan inderan


penciuman/pengecap, kurangnya nafsu makan, perubahan visus dan pendengaran, rasa kebal,
nyeri kepala dan rasa lelah) sebaiknya berdasarkan faktor individual dan kondisi gejala.
Prinsip Dasar Penanganan PCS

Segala pengobatan tambahan untuk mengontrol gejala harus diberikan dengan hati-hati setelah
mempertimbangkan efek sedasi dan efek samping lainnya.

Pasien dengan persistent postconcussion symptoms (PPCS) yang mengalami refraktori


terhadap pengobatan, pertimbangan lainnya menitikberatkan pada sisi psikitari, dukungan
psikososial, dan kompensasi/litigation.

Satu cara semikuantitaif yang efektif untuk memonitor PCS dan tingkat keberhasilan terapi
yang sudah diberikan adalah dengan melakukan kuantifikasi pada jumlah dan intensitas
masing-masing gejala menggunakan media yang sudah terstandarisasi

Pemeriksaan laboratorium untuk menilai gangguan neuroendokrin sekunder sebaiknya dilakukan


berdasarkan pertimbangan gejala.
Edukasi

Memastikan kepada pasien bahwa adanya gejala


merupakan proses pemulihan yang normal dan bukan
merupakan tanda disfungsi otak yang permanen.

Aktifitas noncontact, aerobik dan rekreasional sebaiknya


dilakukan sesuai dengan kemampuan maksimal pasien;
peningkatan nyeri kepala dan iritabilitas bisa menjadi
tanda bahwa aktifitas sudah melampaui batas.

Mendukung pasien untuk memulai kembali aktifitas yang


melibatkan tanggung jawab pekerjaan, pendidikan dan sosial
secara bertahap untuk meminimalkan stress dan menghindari
kelelahan
Edukasi

Memastikan siklus tidur yang baik


dan menyediakan konseling untuk
memperbaiki kebutuhan tidur sesuai
dengan kondisi psaien

Menyediakan edukasi verbal dan


tertulis.
Rehabilitasi Fisik yang tidak melampaui batas ternyata aman dan bahkan
- Aktifitas fisik
menguntungkan. Aktifitas fisik (kognitif) yang tinggi secara temporer bisa
memperberat PCS pada proses pemulihan, namun masih belum jelas
apakah terdapat efek jangka panjang pada gejala yang memberat secara
singkat.
- Program olahraga dasar seperti melatih kekuatan otot, core stability,
aktifitas aerobik dan beberapa gerakan-gerakan ringan lainnya masih ideal.
- Peningkatan durasi dan intensitas yang bertahap bisa dilakukan untuk
membantu pernaikan interoleransi terhadap aktifitas dan kelelahan yang
sering muncul pada PCS.
Rehabilitasi Fisik
 Olahraga terapeutik yang direkomendasikan lainnya adalah yang
berfokus pada gangguan muskuloskeletal fokal yang persisten.
- Jika aktivitas tersebut melibatkan aktivitas fisik yang signifikan,
sebaiknya dilakukan uji daya tahan (memberikan stres pada tubuh)
sebelum lanjut kepada terapi yang penuh.
Terapi Psikologis
- Terapi psikologis yang disini setleah mengalami MTBI bisa melindungi
berkembangan PCS menjadi lebih parah. Secara khusus, meta-analisis
sebuah literatur menunjukkan adanya insidensi yang menurun pada PCS
persisten jika pasien menerima terapi psikologis singkat setelah MTBI,
dibandingkan dengan pasien yang menerima perawatan aku yang standar
- Terapi secara khusus berupa edukasi, memberikan keyakinan,
mengajarkan tehnik mengurangi ansietas, dan terapi perilaku kognitif
dilakukan guna mentargetkan dan memodifikasi bias dan gangguan kognisi.
Psikoterapi juga bisa bermanfaat dalam mengindentifikasi faktor
psikososial yang berpengaruh dalam munculnya gejala dan mengedukasi
pasien dalam menghadapi tekanan akibat faktor psikososial.
ULASAN MANAJEMEN FARMAKOLOGI
 Meskipun RCT masih kurang, namun PCS sering diterapi dengan
medikamentosa. Sebuah survey mengenai preskripsi terapi oleh sampel dokter
yang representasif menunjukkan bahwa pemberian analgesik nonsteroidal anti-
inflammatory (NSAID) paling sering digunakan. Medikasi antidepresan
merupakan yang kedua paling sering diberikan, dan kebanyakan diberikan oleh
ahli neurologi.
 Penyesuain medikasi yang detail sangatlah penting. Daftar medikasi yang
sudah ada sebaiknya diulas untuk agen-agen penyebab abnormalitas neurologis
(medikasi yang bekerja secara sentral, medikasi antinyeri, obat tidur dan
antikolinergik, dll). Jika medikasi disertai dengan efek samping,
pertimbangkan untuk menghentikan pengobatan atau mengurangi dosis untuk
melakukan evaluasi kembali setelah 1 minggu.
Manajeman Farmakologi Gangguan Mood
 Gejala ansietas dan depresi bisa diterapi dengan berbagai macam variasi medikasi.
Pilihannya seringkali disesuaikan dengan gejala komorbid dan profil efek samping dari
beberapa obat tersebut.
 Secara umum, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI; sertraline, citalopram,
fluoxetine, paroxetine) menjadi agen lini pertama karena efek samping yang secara relatif
lebih ringan dan biayanya yang murah. Serotinin-norepinephrine reuptake inhibitors
(SNRI; duloxetine, venlafaxine) dan atipikal (atau mirtazapine, bupropion) juga bisa
dipertimbangkan.
 Menurut pengalaman penulis, iritabilitas dan marah sering berespon terhadap antidepresan
yang telah disebutkan sebelumnya. Antiepileptik mood stabilizers (seperti valproic acid,
dan carbamazepin) juga menjadi pilihan alternatif, khususnya jika depresi atau ansietas
tidak begitu tampak. Meskipun PCS belum dipelajari secara spesifik, sebuah RCT terbaru
menunjukkan amantadine bisa berefek terhadap iritabilitas dan serangan pada TBI kronis.
Manajemen Farmakologi Kelelahan
 Gejala kelelahan bisa menjadi dampak sekunder pada kondisi komorbid.
Setelah gejala seperti depresi, insomnia, dan sleep apnea teratasi, medikasi
stimulan bisa diberikan.
 Obat activating antidepressant (contoh fluoxetine) merupakan agen yang
sesuai untuk dicoba di awal terapi. Jika pasien sudah berada pada terapi
antidepresan, pertimbangkan untuk profil sedasi yang bersifat ringan.
 Stimulan amphetamine-like (seperti metilfenidate dan dexedrine) bisa
berefek baik, meskipun monitoring yang ketat perlu dilakukan untuk
menghinari penyalahgunaan
 Modafinil, sebuah medikasi yang berlisensi Food and Drug Administration
(FDA) untuk narkolepsi dan shift wok sleep syndrome, merupakan salah
satu alternatif yang membutuhkan biaya yang sedikit lebih tinggi
Manajemen Farmakologi Kelelahan
 Amantadine memiliki bukti yang beragam terhadap efikasinya untuk
gejala kelelahan pada sklerosis multipl dan diperkirakan menjadi
pilihan untuk kelelahah akibat PCS.
 Metilfenidate merupakan pilihan yang lain untuk kelelahan mental.
Sebuah small crssover trial baru-baru ini menunjukkan efek yang baik
terhadap kelelahan mental dan perbaikan yang cepat pada pasien
MTBI. Metilfenidate sering menyebabkan peningkatan tekanan darah
dan denyut nadi sehingga perlu diawasi pada pasien dengan penyakit
jantung.
Disfungsi Tidur

Gangguan tidur primer sebaiknya


dipertimbangkan dan dinilai dengan studi tidur
sebagaimana telah diindikasikan

Intervensi perilaku, seperti medikasi,


latihan relaksasi dan white noise
device, lebih dipilih dibandingkan
dengan farmakoterapi.

Benzodiazepine
sebaiknya tidak
digunakan
Pusing dan Disequilibirum
Ulasan medikasi dan penyesuaian medikasi penting karena beberapa medikasi
berpotensi menimbulkan efek samping pusing

Supresan vestibular (seperti meclizine) mungkin membantu pada beberapa periode gangguan
vestibular akut, namun dinilai belum efektif pada beberapa pusing yang kronis akibat CKR.

Tujuan utama dari terapi adalah terhadap gejala persisten dan latihan vestibular yang telah
disebutkan sebelumnya dengan menekankan pada strategi membiasakan dan menyesuaikan

Terapi spesifik bisa dipertimbangkan untuk beberapa subtipe (contoh Semont and modified
Epley Maneuvers untuk benign paroxysmal positional vertigo)
Kesimpulan

Penyebab mengapa sebagian pasien - Manajemen multidisiplin yang


mengalami kesembuhan total setelah komprehensif untuk PCS juga bisa
MTBI dan sebagian lagi masih membantu, namun bukti sains masih
•Gejala persisten setelah MTBI disertai gejala persisten masih belum sedikit.
timbul pada sejumlah pasien dan jika jelas. Data objektif yang - Terapi yang bersifat ‘state-of-
menetap selama periode yang lebih meyakinkan juga masih kurang. art’merupakan pendekatan yang
lama dan diserati gejala tambahan
paling baik, dan membantu dari segi
lainnya, maka disebut dengan PCS.
faktor psikososial dan juga keluhan
somatik dan kognitif
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai