TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan dari pembelajaran ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan farmakoterapi
gangguan kejiwaan pada penyakit Stress Pasca Trauma.
PENGERTIAN
PTSD dapat terjadi pada siapa saja, termasuk veteran perang, korban kekerasan seksual atau
kekerasan dalam rumah tangga, atau penyintas kecelakaan atau bencana alam. PTSD dapat
memengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang, seperti hubungan, pekerjaan, dan
kesehatan mental dan fisik secara umum. Oleh karena itu, pengobatan PTSD harus
disesuaikan dengan kebutuhan individu dan melibatkan intervensi medis, psikologis, atau
sosial.
ETIOLOGI
Etiologi gangguan stres pasca-trauma (PTSD) melibatkan serangkaian faktor kompleks yang
dapat memengaruhi cara seseorang menangani dan merespons pengalaman traumatis.
Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya PTSD antara lain:
1. Pengalaman traumatis yang parah atau berulang: Orang yang mengalami pengalaman
traumatis yang parah atau berulang cenderung lebih rentan terhadap PTSD daripada
orang yang mengalami peristiwa traumatis yang tidak terlalu parah atau terisolasi.
2. Faktor lingkungan: Faktor lingkungan seperti tingkat kekerasan dan kekerasan dalam
lingkungan sosial dan budaya yang merugikan juga dapat meningkatkan risiko
berkembangnya PTSD.
3. Faktor genetik: Ada bukti bahwa faktor genetik juga dapat memengaruhi risiko
seseorang untuk mengembangkan PTSD.
4. Faktor psikologis: Beberapa faktor psikologis, seperti riwayat gangguan kecemasan
atau depresi sebelumnya, juga dapat memengaruhi risiko berkembangnya PTSD.
5. Faktor sosial: Dukungan sosial yang buruk atau kurangnya dukungan dari keluarga
dan teman dapat meningkatkan risiko berkembangnya PTSD.
PTSD adalah kondisi yang kompleks dan multifaktorial. Seseorang yang pernah
mengalami pengalaman traumatis mungkin tidak selalu mengembangkan PTSD, dan berbagai
faktor dapat memengaruhi risiko seseorang. Oleh karena itu, penting untuk memahami faktor
risiko dan faktor pelindung yang terkait dengan PTSD, agar dapat memberikan perawatan
dan dukungan yang tepat bagi individu yang terkena.
PATOFISIOLOGI
1. Perubahan pada sistem saraf pusat: Orang dengan PTSD memiliki respon berlebihan
dari sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatis. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan keseimbangan hormon, detak jantung, dan tekanan darah.
2. Perubahan kadar hormon: Orang dengan PTSD sering mengalami perubahan kadar
hormon kortisol dan adrenalin, yang merupakan hormon yang bertanggung jawab atas
respons stres.
3. Perubahan fungsi otak: Orang dengan PTSD sering mengalami perubahan fungsi otak,
seperti di amigdala, hipokampus, dan korteks prefrontal. Hal ini dapat menyebabkan
kesulitan dalam mengatur emosi, memori dan pengambilan keputusan.
4. Perubahan sistem kekebalan: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang dengan
PTSD sering mengalami perubahan pada sistem kekebalan, seperti peningkatan
peradangan dan penurunan jumlah sel darah putih.
Perubahan biologis ini dapat menyebabkan gejala yang terkait dengan PTSD, seperti kilas
balik, mimpi buruk, kecemasan, depresi, dan gejala fisik lainnya. Selain itu, faktor psikologis
seperti persepsi dan penilaian seseorang terhadap peristiwa traumatis, serta dukungan sosial
dan lingkungan juga dapat mempengaruhi patofisiologi PTSD.
LABORATORIUM
Terapi non farmakologi untuk PTSD (post-traumatic stress disorder) terdiri dari
berbagai pendekatan psikoterapi yang dapat membantu pasien mengatasi gejala PTSD dan
meningkatkan kualitas hidup. Beberapa terapi non-farmakologis umum yang digunakan
untuk mengobati PTSD meliputi:
1. Terapi perilaku-kognitif (CBT): CBT adalah jenis terapi yang berfokus pada
hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam terapi CBT untuk PTSD,
pasien akan belajar mengidentifikasi pikiran negatif yang memicu gejala PTSD dan
menggantinya dengan pikiran yang lebih positif. Selain itu, pasien juga akan
mempelajari teknik relaksasi dan teknik pengendalian diri untuk mengatasi gejala
PTSD.
2. Terapi EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing): Terapi EMDR
menggunakan gerakan mata atau rangsangan sensorik lainnya untuk membantu pasien
mengurangi respons emosional yang terkait dengan pengalaman traumatis. Terapi ini
bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
3. Terapi Keluarga: Terapi keluarga dapat membantu pasien PTSD dan keluarganya
untuk meningkatkan komunikasi, membangun dukungan sosial, dan mengatasi
masalah keluarga yang dapat memperburuk gejala PTSD.
4. Terapi Seni: Terapi seni dapat membantu pasien untuk mengekspresikan perasaan
mereka dengan cara yang kreatif, seperti melalui lukisan, musik atau tulisan. Terapi
seni bertujuan untuk membantu pasien mengurangi gejala PTSD dan meningkatkan
kualitas hidup.
5. Terapi Latihan: Terapi latihan dapat membantu pasien dengan PTSD untuk mengatasi
stres dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental mereka. Terapi olahraga dapat
berupa olahraga aerobik, yoga, meditasi, atau aktivitas fisik lainnya.
TERAPI FARMAKOLOGI
1. Evaluasi gejala: Diagnosis PTSD harus dikonfirmasi oleh dokter sebelum meresepkan
obat. Dokter perlu mengevaluasi gejala pasien, termasuk kecemasan, depresi,
insomnia, mimpi buruk, dan peningkatan reaktivitas. Pasien juga harus diuji untuk
kemungkinan komorbiditas dan kondisi medis lainnya.
2. SSRI atau SNRI: Antidepresan tipe SSRI atau SNRI adalah andalan pilihan dalam
pengobatan farmakologis PTSD. Obat ini membantu mengurangi kecemasan, depresi,
dan gejala reaktif lainnya yang terkait dengan PTSD. Misalnya sertralin dan
fluoxetine.
3. Benzodiazepin: Jenis obat ini dapat membantu mengurangi kecemasan dan membantu
pasien tidur. Namun, penggunaan benzodiazepin harus diawasi secara ketat karena
potensi ketergantungan. Misalnya alprazolam dan lorazepam.
4. Prazosin: Obat ini digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan juga terbukti
efektif dalam mengobati mimpi buruk yang terkait dengan PTSD. Dosis awal
biasanya rendah dan ditingkatkan secara bertahap.
5. Antipsikotik: Jenis obat ini dapat membantu mengurangi gejala psikotik yang terkait
dengan PTSD. Namun, penggunaan antipsikotik harus diawasi secara ketat karena
potensi efek sampingnya. Misalnya risperidone dan quetiapine.
6. Terapi kombinasi: Dalam beberapa kasus, mungkin diperlukan terapi kombinasi
beberapa obat untuk mengobati gejala yang kompleks atau sulit diobati.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Assosiation. Practice guideline for the treatment of patients with panic
disorder second edition. New York: American Psychiatric Assosiation; 2010.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2023, Pharmacotherapy
Handbook, 12th Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.