Anda di halaman 1dari 62

PENATALAKSANAAN

GANGGUAN JIWA DI FKTP


dr.Suprihatini, Sp.KJ
PENGENALAN GEJALA DAN PENEGAKAN DIAGNOSIS GANGGUAN
ANXIETAS

Gejala dan tanda gangguan anxietas secara umum


terdiri dari:
 komponen psikologik (kognitif, perilaku dan emosi)
 komponen fisik yaitu keluhan terhadap sistem
jantung, pernafasan, neurologi, muskuloskeletal,
gastrointestinal dll.
Biasanya pasien datang berobat dengan keluhan fisik
yang dikemukakan terlebih dahulu
PENATALAKSANAAN GANGGUAN ANXIETAS

 1. Intervensi Psikososial
 Lakukan konseling dalam komunikasi terapeutik  dorong pasien
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, tentang gejala dan
riwayat gejala
 Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik dan
psikologis,
 Bicarakan dan sepakati rencana pengobatan dan tindak lanjut,
bagaimana menghadapi gejala  dorong untuk kembali ke
aktivitas normal.
 Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas lambat).
 Dalam keadaan panik atau cemas  bernafas akan lebih cepat.
Belajar mengendalikan pernafasan dengan bernafas lambat 
merasa lebih tenang dan rileks.
 Anjurkan untuk berolah raga teratur atau melakukan aktivitas
yang disenangi serta menerapkan perilaku hidup sehat.
 Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen stres
dengan baik.
 Gangguan anxietas kadang-kadang memerlukan terapi yang
cukup lama  dukungan keluarga untuk memantau agar pasien
melaksanakan saran terapi dengan benar.
Beri saran untuk melakukan langkah- langkah berikut
jika terjadi serangan panik:
 Tetap berada di tempat hingga serangan berlalu
 Pusatkan perhatian untuk mengendalikan gangguan
anxietas, bukan pada gejala fisik
 Bernafas dengan lambat dan rileks. Hiperventilasi
akan semakin menambah anxietasnya
Relaksasi dan Teknik Nafas Lambat
 Bernafas dalam, lambat, tenang dari perut.
 Duduklah dengan nyaman dan punggung tegak
 Tarik nafas melalui hidung dan hitung sampai 3 dengan perlahan
 Tahan nafas hingga hitungan 3 dengan perlahan
 Hembuskan nafas melalui mulut dan hitung hingga 3 dengan perlahan,
lepaskan sebanyak mungkin udara saat mengontraksi otot perut, dan
katakan rileks.
 Tarik nafas kembali, ulangi dari awal hingga merasa rileks
 Berlatihlah 2 x 5-10 menit setiap hari walaupun tidak sedang cemas,
berlatih hingga terbiasa mengendalikan cemas dan merasa nyaman
 Perhatian khusus pada gangguan somatisasi:

 Jangan resepkan anti depresan atau anti cemas


(benzodiazepin) dan jangan memberikan suntikan atau
tatalaksana yang tidak perlu seperti vitamin  memperkuat
“peran sakit” yang pasien mainkan.

 Tawarkan untuk bicara secara pribadi dan tanyakan tentang


stresor saat ini.Ungkapkan bahwa keluhan tersebut nyata
dan perlu diturunkan rasa tidak nyaman akibatnya, meskipun
hasil pemeriksaan menunjukkan tidak adanya penyakit yang
serius/berbahaya
 Minta pasien untuk menjelaskan gejala somatik yang
dialami dan perasaan yang dialami, mencoba membuka
wawasan adanya hubungan keduanya
 Dukung keberlanjutan (atau secara bertahap kembali)
pada aktivitas normal
 Minta pasien untuk kembali datang bila gejala
memburuk. Bila semua upaya yang dilakukan kurang
membantu– konsultasikan ke spesialis.
2. Intervensi Farmakologis

 1). Golongan antidepresan yang memiliki sifat antianxietas,


 2). Golongan antianxietas itu sendiri: benzodiazepin.
 Antidepresan memiliki efek sebagai anti anxietas, terdapat bukti yang
baik bahwa antidepresan terutama trisiklik dosis rendah cukup efektif.
Dosis dapat dinaikkan secara bertahap apabila tidak ada perubahan
yang signifikan setelah 2-3 minggu:
 Fluoksetin 1x10-20 mg/hari atau sertralin 1x25-50 mg/hari atau
amitriptilin 1x12,5-50 mg/hari.
 Catatan: amitriptilin tidak boleh diberikan pada pasien dengan penyakit
jantung, dan pemberian berhati-hati untuk pasien lansia karena efek
hipotensi ortostastik (dimulai dengan dosis minimal efektif).
 Pasien yang mendapatkan fluoksetin/sertralin dengan gejala
kecemasan yang lebih dominan dan/atau dengan gejala insomnia 
kombinasi antianxietas + benzodiazepin. Obat-obatan antianxietas jenis
benzodiazepin antara lain: diazepam 1-2 x 2-5 mg atau lorazepam 1-
2x0,5-1 mg atau klobazam 1-2 x 5-10 mg.

 Setelah 2-4 minggu  benzodiazepin mulai ditappering-off perlahan


(kurang dari 25% dosis sebelumnya tiap 2 minggu)  antidepresan
diteruskan hingga 4-6 bulan sebelum di tappering-off.

 Psikoedukasi bahwa saat penurunan dosis obat benzodiazepin mungkin


dapat terjadi sedikit perasaan tidak nyaman  2-3 hari akan kembali
seperti biasa, perlu melalui fase adaptasi pada penurununan obat.
 Hati-hati potensi penyalahgunaan pada benzodiazepin.
RUJUKAN KASUS GANGGUAN
ANSIETAS
 Pasien dapat dirujuk apabila:
 Gejala menetap, tidak ada perbaikan yang signifikan dalam 2
bulan terapi
 Gejala progresif dan makin bertambah berat
 Diperlukan tambahan psikoterapi kognitif dan perilaku
sehubungan dengan gangguan yang sudah berlangsung lama
(kronis), adanya kepribadian premorbid tertentu, atau adanya
komorbiditas gangguan psikiatrik lain
 Konfirmasi diagnosis atau meminta second opinion
 Keterbatasan ketersediaan obat
GANGGUAN DEPRESI
 Depresi adalah gangguan suasana perasaan, yang terutama ditandai
dengan adanya perasaan yang sedih/murung, kehilangan minat, tidak
bertenaga dan mudah lelah.
 Gejala tambahan pada gangguan depresi diantaranya
 konsentrasi dan perhatian berkurang
 gangguan pola makan
 adanya gagasan atau perbuatan membahayakan diri/ bunuh diri
 gangguan tidur
 harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 perasaan tidak berguna/ rasa bersalah dan sedih/murung setiap waktu.
 Faktor risiko
 Faktor Biologik: genetik, perubahan
neurotransmitter/neuroendokrin, perubahan
struktur otak, vascular risk factors,
penyakit/kelemahan fisik (kondisi medik kronik
&kondisi terminal)

 Faktor Psikologik: tipe kepribadian (dependen,


perfeksionis, introvert), relasi interpersonal
(disharmoni keluarga)
 Faktor pencetus
 Peristiwa kehidupan: berduka, perpisahan, kehilangan
orang yang di cintai, kesulitan ekonomi, perubahan
situasi, misalnya pindah rumah.
 Stres Kronis: disfungsi kehidupan berkeluarga
 Penggunaan obat-obatan tertentu: antihipertensi,
kontrasepsi oral, kortikosteroid, antireumatik
 Faktor Pelindung
 Adanya dukungan sosial : kekerabatan, kehidupan
religius
 Mekanisme kopingyang sehat : mudah beradaptasi
dengan lingkungan, kepribadian yang matur
 Pola hidup sehat : gizi seimbang, olah raga, hidup
teratur
 
Dampak Gangguan Depresi
 Mortalitas
 Kematian akibat bunuh diri
 Kecelakaan fatal akibat konsentrasi dan perhatian terganggu
 Kematian akibat penyakit yang terkait atau yang diakibatkan
(misalnyapenyalahgunaan alkohol)
 Morbiditas
 Percobaan bunuh diri, kecelakaan, menyebabkan penyakit/somatisasi,
kehilangan pekerjaan, gagal di sekolah/karir dan penyalahgunaan alkohol/zat
 Biaya Sosial
 Disfungsi keluarga, mangkir kerja/sekolah, produktivitas berkurang, cedera
terkait pekerjaan, kualitas pekerjaan buruk
PENATALAKSANAAN GANGGUAN DEPRESI

Pemulihan tergantung dari beberapa faktor, antara lain:


 Predisposisi genetik
 Kepribadian pramorbid
 Dukungan psikososial dari lingkungan
 Keberadaan stresor psikososial
 Komorbiditas dengan penyakit lain
 Jenis dan beratnya depresi, dan
 Manajemen pengobatan
1. Intervensi Psikososial
A. Psikoedukasi
 Tujuan utama memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga bahwa depresi itu :
 masalah yang lazim dan dapat terjadi pada semua
orang
 bukanlah kelemahan atau kemalasan, penderita
sebenarnya berusaha untuk mengatasinya.
 tatalaksana memerlukan waktu beberapa minggu untuk
menurunkan gejala depresi.
 perlu ketaatan pada pengobatan
Hal-hal yang perlu ditekankan:
 Melanjutkan aktivitas sederhana yang biasanya menarik atau yang
dapat menciptakan rasa nyaman dan membangun rasa percaya diri,
meskipun saat ini mungkin terasa tidak menarik.
 Manfaat aktivitas fisik dan sosial
 Mempertahankan siklus tidur yang teratur (pergi tidur di jam yang
sama, jumlah jam tidur sama, hindari tidur terlalu banyak)
 Dorong untuk melawan rasa pesimis dan pikiran mengkritik diri sendiri
 Mengenali pikiran untuk melukai diri atau bunuh diri  segera
mencari pertolongan ke fasyankes
 Pada usia lanjut, lanjutkan terapi terhadap masalah fisik yang selama
ini dialami
B. Penilaian dan tata laksana stresor psikososial

 Beri kesempatan untuk bicara di tempat yang terjaga


privasinya.
 Tanyakan tentang stresor psikososial saat ini dan cara
penyelesaian masalah dari stresor psikososial itu  jika ada
kesulitan  dapat mencari bantuan layanan di komunitas
yang tersedia
 Nilai dan tatalaksana situasi apa pun terkait perlakuan
salah, perilaku kekerasan (KDRT), dan penelantaran (anak
atau usia lanjut). Kontak sumber daya legal dan komunitas,
sesuai kebutuhan.
 Konsentrasi pada langkah kecil yang spesifik yang
dapat diambil oleh penderita untuk mengurangi atau
mengatasi masalah tersebut, hindari pengambilan
keputusan atau perubahan hidup yang besar, saat
kondisi belum stabil.

 Identifikasi anggota keluarga yang mendukung dan


libatkan mereka sebanyak mungkin, sesuai
kebutuhan.
Pada anak dan remaja:
 Nilai dan tatalaksana masalah mental, neurologis, dan
penyalahgunaan zat (terutama depresi) pada orang tua
 Nilai stresor psikososial pada orang tua dan tatalaksana
termasuk dengan bantuan layanan/sumber-sumber yang ada di
komunitas
 Nilai dan tatalaksana perlakuan salah, eksklusi atau
perundungan (bullying)
 Jika ada masalah performa sekolah  diskusikan dengan guru
tentang bagaimana mendukung para murid
 Sediakan pelatihan keterampilan pola asuh yang sesuai budaya
C. Pengembangan jaringan sosial

 Dukungan psikososial langsung atau tidak langsung


(pertemuan keluarga, jalan-jalan bersama teman,
mengunjungi tetangga, aktivitas sosial di tempat kerja,
aktivitas di masyarakat)
 Bangun kekuatan dan kemampuan orang tersebut 
berdayakan secara aktif untuk kembali ke aktivitas
sosial sebelumnya sebisa mungkin
D. Membentuk program aktivitas fisik
 Durasi sedang (45 menit) 3 kali per minggu
 Gali dengan orang tersebut aktivitas fisik apa yang
diinginkan dan dukung untuk secara bertahap
memulainya, contoh mulai dari 5 menit aktivitas fisik

E. Pemantauan reguler secara berkala


 Kontrol berkala (misalnya di klinik, per telepon, atau
melalui kunjungan rumah)
 Nilai perkembangan (sebagai contoh setiap 4 minggu)
2. Intervensi Farmakologis
A. Jenis-jenis Antidepresan:
 Antidepresan Trisiklik (TCA)
 Amitriptilin, Klomipramin, Imipramin.
 SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
 Fluoksetin, Sertralin, Citalopram, Fluvoksamin.
 SNRI (Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitors) dan NaSSA
(Noradrenergic and Specific Serotonergic Antidepressants
B. Informasi yang perlu diberikan kepada pasien
tentang antidepresan:
 Diminum setiap hari. Lanjutkan minum obat sekalipun pasien
telah merasa lebih baik.
 Efek untuk depresi 2-4 minggu sejak dimulainya terapi, dan
dapat memanjang pada usia lanjut.
 Terdapat beberapa potensi efek samping, misalnya:
 SSRI: mual, sakit kepala, tremor
 TCA: mengantuk, lemas, pusing, mulut kering, konstipasi,
kesulitan berkemih,dan pandangan kabur
 Bersifat individual, ringan dan biasanya menghilang dalam 7-10
hari.
C. Tentang penghentian obat.

 Diminum 6 bulan–1 tahun terutama pada pasien episode


pertama.
 Antidepresan tidak menimbulkan ketergantungan, namun
dapat terasa tidak nyaman bila distop secara langsung.
 Harus berkonsultasi dengan dokter sebelum
menghentikan obat
RUJUKAN KASUS GANGGUAN DEPRESI

Kapan merujuk pasien dengan gangguan depresi?


 Jika pasien menunjukkan gejala-gejala psikosis, mania atau pikiran
bunuh diri yang kuat (telah memiliki rencana, kurang dapat
mengendalikan pikiran bunuh diri tersebut, faktor protektif minimal
faktor risiko besar)
 Jika tidak berespons terhadap satu atau dua pengobatan yang
adekuat; atau gejala memburuk
 Konsultasi diagnosis
 Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, misalnya
penyalahgunaan zat
 Jika perlu tindakan spesialistik: psikoterapi,ECT dan rawat inap
Persiapan pasien untuk rujukan:
 Tekankan pada aspek konsultasi(minta pendapat ahli)
 Berikan pengertian bahwa konsultasi lazim dilakukan dan
sering membawa keberhasilan pengobatan
 Koreksi anggapan keliru/stigma
 Garisbawahi hubungan dengan kolega
 Tekankan peranan dokter pelayanan primer/dokter keluarga
Isi surat rujukan:
 Diagnosis atau perkiraan diagnosis
 Alasan rujukan
 Derajat kedaruratan
 Obat-obatan (dosis dan lama penggunaan) dan pengobatan
lain yang telah diberikan
 
 
GANGGUAN PSIKOTIK
 Psikosis adalah kondisi mental/jiwa saat realitas menjadi sangat
terdistorsi yang berakibat pada timbulnya gejala seperti waham,
halusinasi dan gangguan pikiran
1. Intervensi Psikososial
A. Psikoedukasi
 Pesan untuk orang dengan psikosis:
 Tiap orang punya kemampuan untuk pulih;
 Sedapat mungkin tetap melanjutkan aktivitas sosial, pendidikan,
dan pekerjaan yang biasanya dilakukan;
 Pengobatan yang baik akan mengurangi penderitaan dan
masalah akibat penyakitnya;
 Minum obat secara teratur;
 Tiap orang berhak untuk terlibat dalam setiap pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan pengobatannya;
 
 Menjaga kesehatan (dengan diet sehat, tetap aktif
secara fisik, mempertahankan kebersihan diri)
 Bicarakan dengan dokter apabila ada keluhan atau
pertanyaan tentang penyakit dan pengobatannya.
Pesan tambahan untuk keluarga dari orang dengan gangguan psikotik
 Orang dengan psikosis mungkin mengalami keadaan berikut:
 mendengar suara-suara yang tidak didengar orang lain
 menyakini sesuatu yang salah
 tidak menyadari bila dirinya sakit
 Kadang bersikap bermusuhan
 memiliki kesulitan untuk pulih atau berfungsi dalam lingkungan
hidup atau lingkungan kerja yang penuh stres.
 Mengenali tanda-tanda kambuhnya/memburuknya gejala- gejala dan
apabila terjadi perlu penilaian/pemeriksaan ulang.
 Melibatkan orang dengan psikosis dalam aktivitas keluarga dan aktivitas
sosial lainnya.
 Hindari mengkritik yang terus menerus
 Orang dengan psikosis sering didiskriminasi meskipun
seharusnya mereka menikmati hak yang sama dengan
semua orang
 Sangat baik apabila orang dengan psikosis memiliki
pekerjaan atau kesibukan yang berarti.
 Perawatan di rumah sakit dalam waktu yang lama
sebaiknya dihindari.
B. Fasilitasi Rehabilitasi di Komunitas

 Koordinasikan intervensi dengan staf kesehatan dan


dengan sejawat yang bekerja di layanan sosial,
 Fasilitasi hubungan dengan sumber-sumber di bidang
kesehatan dan sosial demi terpenuhinya kebutuhan fisik,
mental dan sosial keluarga.
 Dorong untuk mencoba kembali aktivitas sosial,
edukasional, dan okupasional
 Fasilitasi keterlibatan kembali dalam aktivitas ekonomi dan
sosial
 Mengatasi pandangan negatif baik internal maupun eksternal
 Bekerja sama dengan agen-agen lokal untuk menggali
kemungkinan-kemungkinan kerja dan pendidikan,
 Dukungan perumahan/bantuan hidup.
 Pertimbangkan hak asasi orang tersebut.
C. Tindak Lanjut
 Kontrol secara teratur.
 Kontrol awal sebaiknya sesering mungkin sampai gejala akutnya
mulai berespons dengan pengobatan.
 Setelah gejala-gejala menunjukkan respons, kontrol satu kali
sebulan atau satu kali dalam 3 bulan dapat direkomendasikan
sesuai dengan kebutuhan klinis dan faktor-faktor yang mungkin
laksana seperti ketersediaan staf, jarak dari klinik, dll.
 Pelihara harapan dan optimisme yang realistis selama terapi.
 Di setiap kontrol, lakukan penilaian gejala, efek samping obat
dan ketaatan terhadap pengobatan. Ketidaktaatan terhadap
pengobatan umum terjadi dan pelibatan pelaku rawat adalah
penting dalam periode tersebut.
 Nilai dan kelola kondisi medis penyerta.
 Nilai kebutuhan akan intervensi psikososial
2. Intervensi Farmakologik

 A. Memulai medikasi antipsikotik


 Memulai terapi antipsikotik secepatnya sesudah penilaian.
 Pertimbangkan terapi intramuskular akut jika terapi oral tidak
memungkinkan
 JANGAN meresepkan injeksi depo/jangka panjang untuk
mengontrol gejala-gejala psikotik akut .
 Resepkan 1 antipsikotik dalam 1 waktu (monoterapi)
 “Start low, go slow
 Coba melakukan terapi pada dosis optimum sedikitnya 4 – 6
minggu sebelum mempertimbangkan bahwa obat tersebut tidak
efektif.
B. Monitoring seseorang dalam terapi antipsikotik
 Jika efek samping ekstrapiramidal (seperti
parkinsonism atau distonia) terjadi:
 Turunkan dosis antipsikotik, dan
 Pertimbangkan untuk mengganti ke antipsikotik lain
(contoh mengganti dari haloperidol ke klorpromazin).
 Pertimbangkan pemberian antikolinergik untuk
penggunaan jangka pendek jika strategi tersebut gagal
atau efek samping ekstrapiramidal akut, hebat, atau
mengakibatkan disabilitas.
 Medikasi Antikolinergik:
 Triheksifenidil (Benzhexol) digunakan dengan dosis 4 – 12
mg per hari. Efek samping meliputi sedasi, kebingungan,
dan gangguan memori, terutama pada usia lanjut.
 Jika terjadi distonia atau parkinsonisme yang berat
dipertimbangkan pemberian injeksi difenhidramin
(antihistamin dengan efek antikolinergik yang kuat) atau
sulfas atropin.
 Hindari pemberian rutin obat antikolinergik sebagai
profilaksis
Obat-obatan untuk penatalaksanaan efek samping
ekstrapiramidal
Injeksi depot antipsikotik
 Haloperidol dekanoat cairan injeksi 50 mg/ml
 Flufenazin dekanoat cairan injeksi 25 mg/ml

Indikasi penggunaan injeksi depot antipsikotik adalah:


 Kepatuhan minum obat oral yang rendah
 Gagal berespon terhadap obat antipsikotik oral
 Gangguan memori atau faktor lain yang menghambat untuk
minum obat secara teratur
 Kebutuhan klinis untuk menjamin kepatuhan pasien.
RUJUKAN KASUS GANGGUAN PSIKOTIK

Indikasi untuk merujuk kasus antara lain:


 Kegawatdaruratan: perilaku kekerasan dan agitasi yang tidak teratasi,
efek samping yang berat
 Resistensi pengobatan: tidak berespon adekuat terhadap percobaan
dua jenis antipsikotik dalam dosis dan lama pemberian yang tepat
 Konsultasi spesialis, jika tersedia, dianjurkan untuk kasus:
 Penderita wanita yang hamil atau menyusui
 Penghentian pengobatan
 Episode pertama
 Jika terjadi keraguan dalam diagnosis dan penatalaksanaan
Dalam surat rujukan hendaknya disertakan informasi yang
cukup lengkap untuk menjamin kesinambungan layanan:
 Riwayat singkat penyakit/kondisi sekarang
 Hasil pemeriksaan dan diagnosis
 Masalah yang dihadapi
 Penatalaksanaan yang telah dilakukan
 Tujuan rujukan
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI
 Kegawatdaruratan psikiatri adalah suatu kondisi yang ditandai
oleh adanya gangguan pada pikiran, perasaan, dan perilaku
seseorang yang memerlukan perhatian dan intervensi terapeutik
segera.
 Agitasi: peningkatan aktivitas verbal atau motorik yang tak
bertujuan
 Agresif: dapat berbentuk agresi verbal atau fisik terhadap benda
atau seseorang
 Kekerasan (violence): bertujuan melukai orang lain
 Percobaan Bunuh diri: segala bentuk tindakan yang secara
sadar dilakukan oleh pasien untuk dengan segera mengakhiri
kehidupannya.
1. Dellirium
 Delirium didefinisikan sebagai gangguan kesadaran, atensi, kognitif, dan persepsi yang
merupakan sebuah sindrom psikiatri umum yang sering menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas.
Tanda dan Gejala
 Perubahan kesadaran yang bersifat fluktuatif dalam satu hari (biasanya memberat pada
malam hari)
 Gangguan pemusatan, pertahanan dan pengalihan perhatian
 Gangguan orientasi waktu, ruang dan bila berat disertai gangguan orientasi orang
 Halusinasi, biasanya visual (lihat) atau olfaktorik (penciuman)
 Hiperaktivitas atau hipoaktivitas motorik
 Gangguan siklus tidur
 Inkoherensi
 Onset akut
 Adanya penyakit fisik
2.Gaduh Gelisah
Pasien dapat datang dengan :
 aktivitas motorik yang berlebihan, tidak sesuai dan tidak bertujuan
 Menyerang
 Kontrol impuls yang buruk
 Postur tegang dan condong ke depan
 Merusak lingkungan
 Kontak mata melotot
 Ketakutan dan/atau anxietas yang berat
 Iritabilitas yang dapat meningkat intensitasnya menjadi perilaku yang mengancam
 Ketidakmampuan untuk menganalisis situasi dengan baik
 Marah-marah
 Merasa tidak aman
3.Kegawat daruratan NAPZA
4. Bunuh Diri
Gejala dan tanda :
1. Tanda Fisik
2. Tanda Pikiran
3. Tanda Perilaku
5. Gangguan Psikotik

 Agitasi psikomotor
 Agresivitas verbal
 Agresivitas fisik, perilaku kekerasan (violence)
 Halusinasi,
 Waham
PENANGANANPASIEN DENGAN KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI

STRATEGI UMUM
 Lakukan penilaian adanya bahaya melukai/menyakiti diri sendiri
maupun orang lain.
 Dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung layanan kesehatan.
 Penting untuk memperhatikan keselamatan staf, anggota tim dan
keselamatan pasien
 Jangan menolong sendiri, minimal 4 orang dalam 1 tim
 Cegah perlukaan
 Cek benda-benda berbahaya yang mungkin disembunyikan seperti
senjata, gunting, pisau atau benda berbahaya lainnya.
 Menyadari bahwa semua pasien memiliki potensi untuk melakukan
kekerasan.
MODIFIKASI LINGKUNGAN
 Ciptakan lingkungan dengan kebisingan minimal atau
rangsangan minimal untuk mengurangi kecemasan pasien.
 Pencahayaan ruangan cukup untuk mengurangi ilusi dan
mispersepsi lingkungan yang dapat meningkatkan risiko
perilaku kekerasan atau agresif.
 Ciptakan lingkungan yang aman dan tidak mengancam.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi pasien dengan kegawatdaruratan
psikiatri :
 Berpikir dan bersikap kritis, selalu sadar bahwa kedaruratan bisa muncul di mana dan
kapan saja.
 Tetap tenang
 Perlu kontrol terhadap perasaan bingung, aneh, atau depresi
 Bersikap suportif
 Jaga jarak aman, termasuk bila diperlukan lakukan fiksasi
 Tawarkan pilihan, contoh apakah pasien mau mengontrol dirinya, minum obat, atau
dibantu dengan menggunakan fiksasi
 Tegaskan bahwa perilaku kekerasan tidak dapat ditolerir dan yakinkan bahwa pasien
akan aman
 Lakukan dokumentasi terhadap hal-hal yang dilakukan terhadap pasien maupun
keluarga

Anda mungkin juga menyukai