Anda di halaman 1dari 15

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. Yungki Akbar
2. Wardah Tuzzahra Simamora
3. Putri Aulia Br Siregar

4. Sari Wahyuni
5. Aulia Rahma Pasaribu
6. Uci Roito Anggina
PRINSIP DAN NILAI DASAR
EKONOMI ISLAM
A. PRINSIP PRINSIP EKONOMI ISLAM

Ekonomi sesungguhnya merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dari ajaran Islam, karena Islam pada hakekatnya
merupakan ajaramn yang bersifat syumuliyah,yaitu
mancakukp seluruh bidang kehidupan. Pada dasarnya,
pembahasan yang berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan
dengan prinsip Islam dalam bidang ekonomi telah menarik
para ulama dan ilmuan Muslim, berabad-abad sebelum
Adam Smith mempublikasikan bukunya yang berjudul An
Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations,
sebuah karya yang dianggap sebagai milestone
pembangunan ilmyu dan sistem ekonomi kapitalis.
Adapun secara garis besar prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu sebagai
berikut :

1. Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dianggap


sebagai pemberian atau tittpan Tuhan kepada manusia. Manusia harus
memanfaatkanyya seefisien mungkin dan seoptimal mungkin dalam
produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama did dunia,
yaitu untuk diri sendiri dan orang lain. Namun yang terpenting adalah
bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggungjawabkan nanti.

2. Islam mengakui kepemilikan pribadi atas batas-batas tertentu,


termasuk kepemilikan alat produksidan faktor produksi. Pertama,
kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan
kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak
sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama
seorang Muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima
upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegangan pada
tuntutan Allah SWT.

4. Pemilik kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital


produksi yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sistem ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan
yang dikuasai oleh beberapa orang saja

5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya


direncanakan untuk kepentingan orang banyak.
6. Orang Muslim harus beriman kepada Allah dan hari akhir,oleh
karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan
yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk
deskriminasi dan penindasan.

7. Seorang Muslim yang kekayannya melebihi tingkat tertentu (nisab)


diwajibkan membayar zakat, Zakat merupakan alat distribusi sebagai
kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut),
yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang
membutuhkan.

8. Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai


bentuk pinjaman, apakah pinjaman tersebut berasal dari teman,
perusahaan, perorangan, pemerintah maupun individual lain.
B. NILAI NILAI INTRUMENTAL EKONOMI ISLAM

Dalam sisten ekonomi Islam ada beberapa nilai


instrumental yang strategis yang mempengaruhi tingkah
laku ekonomi seseorang, masyarakat, dan pembangunan
ekonomi pada umumnya yaitu:

ZAKAT KERJA SAMA


EKONOMI

PELARANGAN JAMINAN
RIBA SOSIAL
C. KEINGINAN (WANTS ) VS KEBUTUHAN ( NEEDS )

Keinginan dan kebutuhan adalah hal yang selalu melekat


dalam kehidupan manusia. Dua hal yang selalu ingin
didahulukan namun harus memikirkan faktor-faktor yang
mendukung didalamnya. Namun, setiap individu memiliki
pandangan yang berbeda antara keinginan dan kebutuhan. Ada
yang mengutamakan kebutuhan daripada keinginan dan ada
pula yang berpatokan pada kondisi dan faktor yang
mendukung, artinya tidak ada yang diutamakan antara
kebutuhan dan keinginan, semuanya tergantung pada kondisi
yang terjadi.Setiap kebutuhan dan keinginan dan memiliki
komposisinya serta manfaatnya masing-masing.
Menurut al-Syathibi, rumusan kebutuhan manusia
dalam Islam terdiri dari tiga jenjang, yaitu :

DHARURIYAT (Primer)

Kebutuhan dharuriyat ialah kebutuhan tingkat primer, kebutuhan


dharuriyat mencakup :
1. Agama (din)
2. Kehidupan (nafs)
3. Pendidikan (‘aql)
4. Keturunan (nasl), dan
5. Harta (mal)
HAJIYYAT ( Sekunder )

Kebutuhan hajiyyat ialah kebutuhan sekunder, Apabila kebutuhan


tersebut tidak terwujudkan, tidak akan mengancam keselamatannya,
namun akan mengalami kesulitan. Adanya hukum rukhsah (keinginan)
adalah sebagai contoh dari kepedulian Syari’at Islam terhadap kebutuhan
ini.
TAHSINIYAT ( Tersier )

Kebutuhan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak


terpenuhi tidak menganm eksistensi salah satu dari lima pokok diatas dan
tidak pula menimbulakan kesulitan. Tingkat kebutuhan iniberupa kebutuhan
pelengkap, seperti dikemukakan al-syatibi, hal-hal yang merupakan kepatutan
menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak enak dipandang
mata, dan berhias sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak.
D. UTILITAS VS MASLAHAH ( MAQASID SYARI’AH )

Adapun secara garis besar perbedaan antara utilitas dan


maslahah di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Konsep maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan (need),


sedangkan kepuasan (utility) dikoneksikan dengsn keinginan (want).

2. Utility atau kepuasan bersifat individualis, maslahah tidak hanya


bisa dirasakan oleh individu tetapi bisa dirasakan pula oleh orang lain
atau sekelompok masyarakat.

3. Maslahah relatif lebih objektif karena didasarkan pada pertimbangan yang


obyektif (kriteria tentang halal atau baik) sehingga suatu benda ekonomi
dapat diputuskan apakah memiliki maslahah atau tidak. Sementara utilitas
mendasarkan pada kriteria yang lebih subjektif, karenanya dapat berbeda
antara individu satu dengan lainnya.
4. Maslahah individu relatif konsisten dengan maslahah sosial. Sebaliknya, utilitas
individu sering berseberangan dengan utilitas sosial.

5. Jika maslahah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi (konsumen,


produsen, dan distributor), maka semua aktivitas ekonomi masyarakat baik
konsumsi, produksi, dan distributor akan mencapai tujuan yang sama yaitu,
kesejahteraan. Hal ini berbeda dengan utility dalam ekonomi konvensional,
konsumen mengukurnya dari kepuasan yang diperoleh konsumen dan
keuntungan yang maksimal bagi produsen dan distributor, sehingga berbeda
tujuan yang akan dicapainya.
E. KONSEP FALAH DALAM EKONOMI ISLAM

Falah berasal dari bahasa arab dari arti kata Afalaha-yuflihuyang berarti
kesuksesan,kemuliaan, atau kemenangan, yaitu kemenangan dan kemuliaan dalam
hidup. Istilah falahmenurut Islam diambil dari kata-kata Al-QUR’an, yang sering
dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akhirat, sehingga tidak
hanya memandang aspek spiritual.

Salah satu defenisi ekonomi Islam menyatakan bahwa ekonomi Islam


bertujuan untuk mengkaji dan mewujudkan kesejahteraan masyarakaat (al-
falah) yang dicapai melalui pengorganisasian sumber-sumber alam
berdasarkan kooperasi dan pastisipasi. Tujuan utama ekonomi Islam adalah
merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan terhormat (al-hayat at-
tayyibah.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai