Anda di halaman 1dari 22

Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK)
BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2021
Definisi
– PPOK adalah penyakit yang ditandaidengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversible. Hambatan udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yangberacun atau berbahaya
– Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah peradangan pada paru-paru yang
berkembang dalam jangka panjang. PPOK umumnya ditandai dengan sulit bernapas, batuk
berdahak, dan mengi.
– Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK adalah
penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible.
Etiologi & Faktor Resiko

– Memiliki Kebiasaan merokok atau sering terpapar asap rokok (perokok pasif)


– Terpapar polusi udara, misalnya dari debu jalanan, asap dari kendaraan, atau
asap pabrik dan industri
– Menderita penyakit asma, tuberkulosis, infeksi HIV, dan kelainan genetik yang
menyebabkan kekurangan protein alpha-1-antitrypsin (AAt)
– Memiliki keluarga dengan riwayat PPOK
– Berusia 40 tahun ke atas
Epidemiologi

– PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama, yang agak jarang terekpose karena
informasi yang diberikan.
– Data prevalensi PPOK yang ada saat ini bervariasi berdasarkan metode survei, kriteria diagnostik, serta
pendekatan analisis yang dilakukan pada setiap studi.
– Berdasarkan data dari studi PLATINO, sebuah penelitian yang dilakukan terhadap lima negara di
Amerika Latin (Brasil, Meksiko, Uruguay, Chili, dan Venezuela) didapatkan prevalensi PPOK sebesar
14,3%, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 18,9% dan 11.3%.
– Pada studi BOLD, penelitian serupa yang dilakukan pada 12 negara, kombinasi prevalensi PPOK
adalah 10,1%, prevalensi pada laki-laki lebih tinggi yaitu 11,8% dan 8,5% pada perempuan.
– Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 (RISKESDAS), prevalensi PPOK adalah
sebesar 3,7%. Angka kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih tinggi pada
laki-laki (4,2%) dibanding perempuan(3,3%)
Patogenesis PPOK

– Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan


menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.
– Gas polutan  stress oksidan  peroksidasi lipid  menimbulkan inflamasi
dan kerusakan sel  aktifnya sel makrofag alveolar  dilepasnya faktor
kemotaktik neutrofil seperti, interleukin 8 dan leukotrien B4, Tumuor Necrosis
Factor (TNF), Monocyte Chemotactic Peptide (MCP)-1, dan Reactive Oxygen
Species (ROS).  merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan
merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding
alveolar dan hipersekresi mukus  Proses ekspirasi terhambat  hiperkapnia
– Ransangan sel epitel  dilepasnya limfosit CD8  kerusakan
seperti proses inflamasi.
– Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Parenkim paru kolaps terutama pada
ekspirasi, karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps ,
sehingga dapat terjadi sesak nafas.
Diagnosis

– Jika pasien mengalami gejala sesak napas, batuk kronis, produksi sputum kronis,
dan terdapat paparan faktor risiko, diagnosis PPOK dapat dipertimbangkan.
– Sesak napas pada pasien PPOK bersifat progresif, menetap, dan memburuk
dengan olahraga/aktivitas. Sedangkan batuk kronis bersifat intermitten dan
mungkin unproductive.
– Berdasarkan gejala klinis yang dapat diukur berdasarkan skor mMRC (Modified Medical
Research Council) atau CAT (COPD Assessment Test) yang disajikan pada lampiran dan
berdasarkan riwayat eksaserbasi, PPOK dikelompokkan menjadi 4 kelompok disajikan
pada Tabel
Pemeriksaan fisik

Inspeksi Perkusi
– Barrel chest – Hipersonor
– Penggunaan otot bantu napas
– Pelebaran sela iga Auskultasi
– Vesikuler normal/melemah
Palpasi – Ekspirasi memanjang
– Fremitus melemah – wheezing
– Sela iga melebar
Pemeriksaan Penunjang

 Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)


Spirometri digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang
dikeluarkan setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity
(FVC). Spirometri juga mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu
detik pertama pada saat melakukan manuver tersebut, atau disebut dengan
Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1).
Penderita PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC
serta nilai FEV1/FVC < 70%.
Dari hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator dapat digunakan untuk
menentukan klasifikasi penyakit PPOK berdasarkan derajat obstruksinya. Klasifikasi
berdasarkan GOLD kriteria adalah:
1. Stage I : Ringan Pemeriksaan spirometri post-bronchodilator menunjukan hasil rasio
FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai prediksi.
2. Stage II : Sedang Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50-80% dari
nilai prediksi.
3. Stage III : Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-50% dari
nilai prediksi.
4. Stage IV : Sangat Berat Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30%
ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik
 Analisa Gas Darah (AGD)
Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran analisa gas darah sangat penting dilakukan
dan wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita menunjukkan nilai < 40%
dari nilai prediksi dan secara klinis tampak tanda-tanda kegagalan respirasi dan
gagal jantung kanan seperti sianosis sentral, pembengkakan ekstrimitas, dan
peningkatan jugular venous pressure.
 Foto Torak PA dan Lateral
Foto torak PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit paru lain. Pada penderita emfisema dominan didapatkan
gambaran hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata, hiperlusensi,
ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan jantung yang
menggantung/penduler (memanjang tipis vertikal). Sedangkan pada
penderita bronkitis kronis dominan hasil foto thoraks dapat
menunjukkan hasil yang normal ataupun dapat terlihat corakan
bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian bagian yang
hiperlusen.
 Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan bakteriologi Gram pada sputum diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama
eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
 Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya faktor pencetus seperti leukositosis
akibat infeksi pada eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik
 Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui komplikasi pada jantung
yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal. Pemeriksaan lain yang dapat
namun jarang dilakukan antara lain uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, CT-scan
resolusi tinggi, ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin.
TERAPI PPOK STABIL

– Farmakogis PPOK Stabil:


a. Grup A bronkodilator kerja panjang/pendek, evaluasi efeknya lalu lanjutkan atau coba kelas
bronkodilator alternatif
b. Grup B Beri LABA atau LAMA, jika gejala tetap ada beri LABA+LAMA
c. Grup C Beri LABA, tetapi LAMA lebih direkomendasikan, bila gejala tetap ada beri LABA+LAMA+ICS
d. Grup D inisiasi dg LAMA, tetapi pada CAT≥20% bisa berikan LAMA+LABA
– Alternatif LABA+ICS, bermanfaat pada pasien dengan eosinofil absolut ≥300sel/mikroliter atau riwayat asma
– Triple therapy LABA+LAMA+ICS bila tak respon dengan kedua obat
– Bila gejala tetap, atau eksaserbasi berulang berikan azitromisinjika pasien dulunya perokok, roflumilast jika
FEV1 <50% prediksi dan pasien memiliki bronkitis kronik.
– Nonfarmakologis PPOK stabil
a. Grup Arekomendasi agar pasien berhenti merokok
b. Grup B-Dmenghindari pencetus eksaserbasi,rekomendasikan pasien berhenti
merokok, beraktivitas fisik dan jalani rehabilitasi paru

Pasien direkomendasikan vaksin pneumokokus dan influenza rutin untuk menurunkan angka
eksaserbasi secara signifikan.
TERAPI PPOK EKSASERBASI
– Penilaian derajat awal eksaserbasi : derajat sesak, pernapasan paradoksal, kesadaran, sianosis dan tanda vital.
– Pemeriksaan penunjang: analisis gas darah, EKG, dan darah perifer lengkap.
– Pemberian oksigen:dititrasi dengan target saturasi 88-92%. Lakukan analisis gas darah 30-60 menit oksigen diberikan.
– Pertimbangkan intubasi dan pemasangan ventilator pada PPOK eksaserbasi yang mengancam nyawa
– Bronkodilator: inhalasi SABA dengan/tanpa antikolinergik kerja singkat
– Lini kedua: Methylxantine IV (aminofilin)
– Bolus 6-8 mg/kgbb dalam 20 menit
– Lanjutkan dangan rumatan 1 mg/kgbb/jam
– Target kadar serum 10-20 mikrogram/ml, idealnya kadar serum diukur 1-2 jam setelah bolus awal
– Kortikosteroid sistemik prednison PO 40 mg per hari selama 5 hari atau methylprednisolon 32 mg. Jika dalam bentuk IV, berikan
methylprednisolon 3x30 mg sampai bisa disulih sedia oral
– Antibiotikuntuk ppok yang punya semua gejala kardinal;dua dari tiga gejala kardinal yang salah satunya adalah bertambahnya
purulensi sputum; atau membutuhkan ventilasi mekanik – dapat dari golongan beta laktam dn inhibitor beta laktamase
– Komplikasi
– Pneumothorax : 20-60%
– Aritmia: risiko fibrilasi atrium, atrial flutter, takikardi ventrikel non sustained
– Kor pulmonale: 28,7% pasien PPOK
– Malnutrisi: 25-40% pasien PPOK
THANK YOU~

Anda mungkin juga menyukai