Anda di halaman 1dari 23

Oleh :

La Ode Agus Salim Mando, S.Hut., M.Sc.


A. Timber Extraction (Era Penambangan Kayu)

 Dunia :
Kerajaan Sumeria di
Mesopotamia/Babilonia tepatnya Di
Kawasan subur lembah Sungai Eufrat &
Tigris : 4000-2000 SM (Purwanto dan
Yuwono, 2005)
Kerajaan Romawi di Eropa : 500 SM – 500
M (Simon, 2007) dan 500 M – 1000 M.
menghancurkan hutan Oak.
III. PERKEMBANGAN PARADIGMA
PENGELOLAAN HUTAN
A. Timber Extraction (Era Penambangan Kayu)
 Indonesia
Raja-raja di Jawa abad ke 8 - 1650 secara
konvensional (Simon, 2007)
Veerenigde Oost Indies Compagnie (VOC)
1650 M – 1849 M di Jawa secara moderen
(Purwanto & Yuwono, 2005)
Luar Jawa 1900 M – 1970 M secara
konvensional (Simon, 2007)
Luar Jawa 1970 M – sekarang secara modern
(Simon, 2007)
A. Timber Extraction (Era Penambangan Kayu)
 Pada prinsipnya kegiatan TE mencakup 3 (tiga)
macam, yaitu Forest Harvesting, Processing, dan
Marketing
 Era penambangan kayu di Jawa dimulai ketika
VOC membentuk Blandhongdiensten (Dinas
Penebangan). Melakukan penebangan hutan alam
jati di Jawa dengan menaklukkan hak ulayat.
A. Timber Extraction (Era Penambangan Kayu)
Era Penambangan di luar Jawa dimulai :
Undang-Undang No. 1 tahun 1967 yang mengatur
tentang Penanaman Modal Asing
Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Pokok
No.5 tahun 1967 tentang Kehutanan
Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1970 tentang
Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil
Hutan.
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)

 Diawali oleh keinginan untuk kembali membangun


hutan di areal hutan yang telah rusak
 Di Eropa pembangunan hutan kembali dapat
berjalan dengan baik, karena didukung oleh
berkembanganya ilmu pengetahuan setelah
mengenyam pendidikan di Damaskus (abad ke-8),
Bagdad dan Al-Azhar Kairo (abad ke-9), Al Hamra
Spanyol (abad ke-10)
B. Era Timber Management (Manajemen
Kebun Kayu)
 Abad ke – 11 undang-undang pertama
kehutanan yaitu forest act di Inggris.
 Perancis mulai membangun sekolah
kehutanan abad ke-14 dan Jerman
membangun pendidikan tinggi abad ke-16
 Jerman menjadi lokotmotif perubahan TE
ke TM.
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)
 Kunci utama yang mendorong perubahan TE ke TM di
Jerman adalah :
Di ketemukannya sistem pembuatan tanaman yang
menjamin keberhasilan pembangunan hutan
Usaha-usaha pemeliharaan peningkatan kualitas serta
penjagaan tanaman
Metode pengaturan hasil/etat
 Adanya sistem permudaan tanaman dan metode
pengaturan hasil, berhasil membentuk elemen-elemen
pengelolaan hutan modern yang berlandaskan pada
kelestarian hasil hutan (sustained yield principle)
III. PERKEMBANGAN PARADIGMA
PENGELOLAAN HUTAN
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)
George Ludwig Hartig (guru Cotta) menulis buku yang
menerangkan perlunya pembagian wilayah sebagai dasar
penyusunan organisasi lapangan untuk menyelanggarakan
pengelolaan hutan yang efisien. Juga ditekankan perlunya
pembuatan hutan monokultur dengan sistem silvikultur
tebang habis dengan permudaan buatan.
Heinrich Von Cotta (1816) membuat buku berjudul
Anweisung zum Waldbau (Petunjuk Silvikultur).
Didalamnya menjelaskan secara sistematik metode
pengaturan hasil yang dikenal dengan metode Cotta/metode
Periodik Blok (Periodic Yields with A Regeneration Blok
Method) (Simon, 1994)
II. PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN HUTAN
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)
Secara umum tahapan kegiatan dalam timber
management (TM) ada 5 (lima) macam, yaitu : (1) Forest
Establishment (Pembangunan Hutan); (2) Forest culture
(Pemeliharaan, peningkatan dan penjagaan keamanan);
(3) Harvesting (Pemanenan); (4) Processing (Pengelohan
Hasil Hutan); dan (5) marketing (Pemasaran hasil hutan)
Sistem monokultur memiliki beberapa kelebihan yaitu
(a) perencanaan dan pengelolaan hutan lebih sederhana;
(b) BOP menjadi lebih murah; (c) hasil kayu untuk
jangka pendek maksimal, keuntungan maksimal pula.
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)
 Menurut Karel Hayer dan Nemig hutan monokultur
mempunyai beberapa kelemahan : (a) Tegakan rentan
terhadap gangguan hama-penyakit; (b) Ekosistem
tegakan lemah karena tidak terdapat interaksi antar
komponen ekosistem yang rumit; (c) kemampuan
positif terhadap pembentukan kesuburan tanah
menurun; (d) menurunkan kekayaan jenis
(biodiversitas); (e) peranan dalam melindungi
lingkungan hidup juga menurun; (f) tidak dapat
memaksimumkan produktifitas kawasan hutan
(Simon, 2004)
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)
Timber Management di Jawa
 Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenederal Hindia Belanda yang pertama
tujuannya memperbaiki hutan di Jawa. 3 (tiga) tahun masa kepemimpinan telah
berhasil meletakkan dasar-dasar pengelolaan hutan, yaitu :
 Pengaturan Pemangkuan Hutan di Jawa, dengan membentuk Organisasi pengelola.
 Kewenangan Juridiksi dengan mengaktifkan peradilan dan menegakkan hukum di
bidang kehutanan
 Penataan hutan, dimana hutan-hutan yang tidak dibebani hak milik dijadikan domein
(hak milik) negara
 Pembentukan Boschganger setingkat asper : pengawasn pekerjaan di lapangan
 Intruksi pembuatan permudaan hutan buatan
 Pengaturan tebangan, sehingga luasnya tidak berlebihan dan penataan pengelolaan
TPK
 Mulai dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan kawasan hutan
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)
Timber Management di Jawa
 Raffles (1811) menggantikan Daendels :
pengelolaan hutan dikembalikan pada
kewenangan Residen, Kecuali untuk daerah
Rembang yang tetap dikelola oleh negara.
 Cultuurstelsel dimotori oleh Van Den Bosch
tahun 1830 : Hindia Belanda membangun
perkebunan kopi, tebu, dan karet.
 Untuk merealisasikan ide-ide Daendels,
didatangkan ahli kehutanan lulusan Jerman
yang dipimpin oleh Mollier (1849).
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)
Timber Management di Jawa
 Tiem Mollier menerapkan Bladhongcultuur (1855) untuk
membangun hutan pasca penebangan
 Tiem Mollier Membidani lahirnya UU kehutanan Jawa-Madura
tahun 1865, serta diumumkannya peraturan Domeinverklaring
dalam Agrarische Wet tahun 1870.
 Untuk mengamankan kawasan hutan dibentuk Boschwagter
(penjaga hutan) sebagai cikal bakal organisasi Resort
Pemangkuan Hutan (RPH) tahun 1880, dan pemebntukan
organisasi Djatibedrijft (Perusahaan BUMN jati) tahun 1890.
 Penataan hutan semakin mantap setelah diterimanya konsep
Houtvesterij yang disusun oleh Bruinsma (Kepala Brigade
Planologi/Perencanaan Salatiga).
 Konsep Houtvesterij merupakan sistem penataan kelestarian
hutan (planning unit) dan pembentukan organisasi teritorial
pengelolaan hutan jati (managemen unit).
III. PERKEMBANGAN PARADIGMA
PENGELOLAAN HUTAN
B. Era Timber Management (Manajemen Kebun Kayu)
Timber Management di Jawa
 Hasil penerapan Houtvesterij : Rencana Perusahaan (RP pertama)
tahun 1938 di Bagian Hutan (BH) Kradenan Utara berhasil
diselesaikan; diikuti oleh Wirosari tahun 1901, Tuder tahun 1902,
Balo tahun 1903, dan Margasari tahun 1904, Rencana Perusahaan
untuk Bagian Hutan Gunung Kidul tahun 1932.
 Didirikan Lembaga Penelitian Kehutanan (LPH) tahun 1913.
 Diumumkan tabel normal hutan tanaman jati, mengadopsi hasil
karya WULF VON WULFING.
 Diumumkan Petunjuk Teknik Pembuatan Tanaman pada Hutan Jati
tahun 1935, mengadopsi tulisan Burman De Djaticultuur 1883.
 Diumunkan Petunjuk Teknik Penjarangan tahun 1937 mengadopsi
penelitian program Doktor Hart tahun 1928.
 Ketiga petunjuk teknik tersebut menjadi bagian Petunjuk
Penyusunan Rencana Perusahaan Tetap (Definitive Bedrijfs Plan)
tahun 1938.
III. PERKEMBANGAN PARADIGMA
PENGELOLAAN HUTAN
C. Era Social Forestry (Kehutanan Sosial)
 Kegagalan pelaksanaan Timber Management
(TM) karena :
(1) Negara yang baru merdeka
(2) Belum dikuasainya ilmu pengelolaan hutan
(technology know how)
(3) Kebijakan pemerintah yang terlalu longgar
dalam investasi di kehutanan
(4) Semakin kompleks masalah sosek masyarakat
III. PERKEMBANGAN PARADIGMA
PENGELOLAAN HUTAN

C. Era Social Forestry (Kehutanan Sosial)


 Ditengah perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan di Negara-negara maju, telah merubah
arah pengelolaan hutan yang kini
menjadi/mengharapkan beraneka ragam manfaat
hutan.
 1960 ; International Congres Forestry
mengembangkan wacana hutan serba guna (Multiple
Use Of Forest Land). Mis : tanaman cengkeh, kopi,
murbai, kayu putih dsb.
 WFC ke-VIII tahun 1978 di Jakarta dengan tema
Forest for People. Sejak tahun 1978 inilah bergulir
wacana Social Forestry.
III. PERKEMBANGAN PARADIGMA
PENGELOLAAN HUTAN
C. Era Social Forestry (Kehutanan Sosial)
 Orientasi manajemen hutan klasik yang berbasis
pada kayu, penghasilan perusahaan & berskala luas
terbukti tidak mampu mengahdapi kerawanan
sosial.
 Kebijakan manajemen sumber daya hutan
dipandang dapat memberikan manfaat beraneka
ragam meliputi barang dan jasa sehingga harus
diatur secara bijak, baik teknis maupun administrasi
untuk memenuhi kebutuhan manusia (ekonomi,
budaya), termasuk kelangsungan sumber daya itu
sendiri dalam perjalanan waktu.
C. Era Social Forestry (Kehutanan Sosial)

Pendekatan
rimbawan (social
Dua macam model forestry)
pendekatan paradigma
social forestry
Non rimbawan
(community
forestry)
C. Era Social Forestry (Kehutanan Sosial)
Social forestry : (a) Didasari ilmu system
Silvikultur, Ilmu Ukur Kayu dan Ilmu Pengaturan
Hasil Hutan, (b) Timber Mangement terus
dikembangkan dan dipadu dengan masalah-
masalah sosial membentuk sistem pembangunan
wilayah, dan (c) Perumusan tujuan non
pengelolaan hutan.
Community forestry : (a) Berangkat dari masalah
sosial masyarakat di sekitar hutan, (b) masalah
social dipecahkan dari sumberdaya hutan tersedia.
C. Era Social Forestry (Kehutanan Sosial)

 Paradigma Social Forestry adalah suatu bentuk


pengelolaan hutan yang tidak lagi menjadikan fokus
utama berupa produk kayu tetapi juga sudah
memperhatikan suluruh potensi yang dimiliki oleh lahan
hutan baik berupa hasil hutan non kayu dan jasa
lingkungan serta berupaya seoptimal mungkin untuk
menciptakan (walfare) kesejateraan bagi masyarakat.
 Didalam pengelolaan social forestry terdapat regim
FRM (Forest Resource Management) dan FEM (Forest
Ecosystem Management).
C. Era Social Forestry (Kehutanan Sosial)
 Manajemen Sumberdaya Hutan
 Contoh : Manajemen Hutan Rakyat :
 Hutan rakyat adalah hutan yang dicirikan oleh adanya
pepohonan yang tumbuh di dalam lahan milik rakyat.
 Manajemen hutan rakyat adalah penerapan metode
teknik & usaha yang diterapkan oleh pemiliknya
dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang dan jasa.
III. PERKEMBANGAN PARADIGMA
PENGELOLAAN HUTAN
C. Era Social Forestry (Kehutanan Sosial)

 Manajemen Ekosistem Hutan :


 Dalam manajemen ekosistem hutan seluruh komponen
yang ada di dalam hutan mempunyai kedudukan yang
penting selain pepohonan, secara menyeluruh semua jenis
flora dan fauna baik makro maupun mikro merupakan
bagian dari kompleksitas hutan dengan kondisi tanah &
iklim setempat.
 Fungsi komersial bukanlah tujuan utama. Manfaat hutan
dapat dirasakan seperti penyedia lingkungan hidup dengan
fungsi tata air, iklim, kesuburan tanah, sumber plasma
nutfah, areal wisata alam, kepentingan ekonomi &
pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai