Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL
PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian

• 4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian


• Penelitian ini dilaksanakan di PUSKESMAS MEDAN JOHOR
terletak di jalan Karya Jaya No.29B, Pangkalan Masyhur,
Kecamatan Medan Johor.
4.1.2 Korelasi lama merokok dengan kejadian ISPA
• Dari hasil analisis terdapat signifikansi / terdapat
korelasi antara Lama merokok dengan kejadian ISPA
yang kuat dengan nilai signifikansi 0,00 (<0,05).
Sedangkan untuk koefisien korelasi ditemukan
sebesar-,182 sehingga dapat dinilai jenis hubungan
antara Lama merokok dengan kejadian ISPA bersifat
hubungan negatif yang berarti arah hubungan terbalik.
Lanjutan...

• Berdasarkan pembahasan pada ketiga


interpretasi tersebut, dapat disimpulkan
“Korelasi Antara Lama Merokok dengan
kejadian ISPA” yaitu, signifikan,korelasi
negatif,dan berbanding terbalik.
Tabel 4.1 Korelasi lama merokok dengan kejadian ISPA
Correlations

Jumlah Lama merokok


rokok (bulan) ISPA
** *
Kendall's tau_b Jumlah rokok Correlation Coefficient 1,000 ,219 -,182
Sig. (2-tailed) . ,002 ,031
N 100 100 100
** **
Lama merokok (bulan) Correlation Coefficient ,219 1,000 -,520
Sig. (2-tailed) ,002 . ,000
N 100 100 100
* **
ISPA Correlation Coefficient -,182 -,520 1,000
Sig. (2-tailed) ,031 ,000 .
N 100 100 100
** *
Spearman's rho Jumlah rokok Correlation Coefficient 1,000 ,296 -,217
Sig. (2-tailed) . ,003 ,030
N 100 100 100
** **
Lama Correlation Coefficient ,296 1,000 -,626
merokok Sig. (2-tailed) ,003 . ,000
(bulan) N 100 100 100
* **
ISPA Correlation Coefficient -,217 -,626 1,000
Sig. (2-tailed) ,030 ,000 .
N 100 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
4.1.2 Korelasi Jumlah Rokok dengan kejadian ISPA

• Dari hasil analisis tidak terdapat signifikansi /


korelasi antara Jumlah rokok dengan
Kejadian Ispa dengan nilai signifikansi 0,031
(>0,05 ). Sedangkan untuk koefisien korelasi
ditemukan sebesar -,520 sehingga dapat dinilai
jenis hubungan antara Lama merokok dengan
kejadian ISPA bersifat hubungan negatif yang
berarti arah hubungan terbalik.
Lanjutan...
• Berdasarkan pembahasan pada ketiga
interpretasi tersebut, dapat disimpulkan
“Korelasi Antara Lama Merokok dengan
kejadian ISPA” yaitu, tidak signifikan,
korelasi negatif,dan berbanding terbalik.
Correlations

Jumlah Lama merokok


rokok (bulan) ISPA
Kendall's tau_b Jumlah rokok Correlation Coefficient 1,000 ,219** -,182*

Sig. (2-tailed) . ,002 ,031


N 100 100 100
** **
Lama merokok (bulan) Correlation Coefficient ,219 1,000 -,520
Sig. (2-tailed) ,002 . ,000
N 100 100 100
* **
ISPA Correlation Coefficient -,182 -,520 1,000
Sig. (2-tailed) ,031 ,000 .
N 100 100 100
**
Spearman's rho Jumlah rokok Correlation Coefficient 1,000 ,296 -,217*
Sig. (2-tailed) . ,003 ,030

N 100 100 100


** **
Lama Correlation Coefficient ,296 1,000 -,626
merokok Sig. (2-tailed) ,003 . ,000
(bulan) N 100 100 100
ISPA Correlation Coefficient -,217* -,626** 1,000

Sig. (2-tailed) ,030 ,000 .


N 100 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
4.2 Pembahasan
• Penelitian tentang Korelasi Lama merokok dan
Jumlah rokok dengan kejadian ISPA dilakukan
terhadap 100 orang responden yang ada di Puskesmas
Medan Johor. Dari hasil analisis Korelasi Lama
merokok dan jumlah merokok dengan kejadian ISPA
dapat disimpulkan Lama merokok lebih memiliki
korelasi yang signifikan terhadap kejadian ISPA
dibandingkan dengan jumlah merokok.
• Sebagian besar orang tua telah merokok lebih
dari 10 tahun, bahkan sebelum mereka
menikah. Lamanya merokok ini disebabkan
salah satunya oleh zat nikotin yang terdapat
dalam rokok menyebabkan timbulnya efek
ketagihan. Efek ketagihan dari nikotin berasal
dari fungsinya dalam merangsang
pembentukan dopamine yaitu senyawa kimia
dalam otak yang menimbulkan perasaan
senang.
• Menurut Sugito pada tahun 2007 menyebutkan
penelitian terkini menunjukkan bahwa pemakaian
nikotin dalam waktu lama akan menurunkan
kemampuan otak untuk mengenali perasaan senang
yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, para perokok
biasanya menambah jumlah batang rokok yang
dikonsumsi setiap harinya untuk memperoleh
kenikmatan yang sama seperti saat pertama kali
merokok dan cenderung sulit untuk menghentikan
konsumsi rokok tersebut sehingga semakin lama
kebiasaan merokok dilakukan, jumlah batang rokok
yang dikonsumsi cenderung semakin banyak pula.
• Pada perokok berat, kejadian ISPA lebih besar
11,7% yaitu sebesar 92,6% dan pada golongan
ini dijumpai kejadian ISPA anak tergolong
tinggi sebesar 4,4%, sedangkan pada non
perokok tidak dijumpai. Hasil ini didukung
oleh Candra pada tahun 2014 yang
menemukan hasil bahwa ayah perokok
menyebabkan anak mudah terserang infeksi.
• Asap rokok mengandung gas-gas beracun yang dapat
membuat rambut silia dalam sistem pernafasan rusak
sehingga menyebabkan organisme patogen lebih mudah
memasuki saluran nafas dan menimbulkan infeksi.
Walaupun ISPA secara biologis disebabkan oleh patogen,
namun perilaku merokok juga menjadi faktor risiko yang
menyebabkan seseorang lebih mudah terkena ISPA.

Anda mungkin juga menyukai