Anda di halaman 1dari 30

Materi 2.

3
ALUR SIK

PERMASALAHAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN SECARA


NASIONAL :
- Kelemahan Sistem Informasi Kesehatan
- Ancaman Sistem Informasi Kesehatan
- Problem Solving Sistem Informasi Kesehatan
Sistem Informasi Kesehatan
Tujuan :
 Meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan
 Mengetahui tingkat status kesehatan masyarakat
 Sebagai acuan dasar / evidence based bagi sistem kesehatan
 Sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan dalam manajemen
kesehatan
ALUR DAN JEJARING SIKNAS

SIKNAS

SIKDA SIKDA
PROV PROV

SIKDA SIKDA SIKDA SIKDA SIKDA SIKDA


KAB KOTA KAB KAB KOTA KAB

SIKNAS ADALAH HIMPUNAN DARI SIKDA-SIKDA PROVINSI


SIKDA PROVINSI ADALAH HIMPUNAN DARI SIKDA-SIKDA KAB/KOTA
ALUR DAN JEJARING SIKNAS
MENKES

UPT LS
PS
SIK
RS PUS PUSAT
PUS DATIN DJ

BD SJ

BLK LS SIKDA
PROVINSI
DINKES BAPEL
UPT PROV KES

AKD
RS
/PT

SEK LS SIKDA
KAB/KOTA
DINKES
PUS KAB/K SW

RS GFK

SIKNAS: JARINGAN BERJENJANG DG PUSAT & ANGGOTA JAR DI TIAP JENJANG


BPS
ALUR DAN JEJARING SIKNAS

BADAN
SDM
SEKJEN

BADAN
LITBANG
YANFAR
ADMINDUK
PUSDATIN BKKBN

P2PL
BINKES
MAS

YANKES

DINKES
Prov.
Prov.

ASURANSI
DINKES PDPKB
KAB Kab/kot
ALUR PELAPORAN LAMA ALUR KOMUNIKASI DATA DIRENCANAKAN
FRAGMENTASI INTEGRASI

MENTERI

DITJEN DITJEN DITJEN DITJEN DITJEN SETJEN ITJEN BADAN


SETJEN BPSDM
YANMED PPMPL BINKESMAS YANFAR

PUSDATIN PUSDA
TIN

DINKES PROV.
DINKES PROV. MENUJU
RS

DINKES
DINKES KAB/KOTA KAB/KOTA
RS RS

UPT

PUSK PUSK
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

• Dalam hal pembagian urusan pemerintahan bidang


kesehatan sub bidang pengembangan sistem informasi
kesehatan:
– Pemerintah Pusat bertanggung jawab dalam pengembangan
sistem informasi kesehatan skala nasional dan fasilitasi
pengembangan sistem informasi kesehatan daerah
– Pemerintah Daerah Provinsi bertanggung jawab dalam
pengelolaan sistem informasi kesehatan skala provinsi
– Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam
pengelolaan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota
Pusat Data dan Informasi

Tanggung jawab:
• Menetapkan norma, standard, prosedur, dan kriteria Sistem Informasi
Kesehatan

Memastikan:
• Sistem Informasi Kesehatan (SIK) dilaksanakan oleh semua fasilitas
pelayanan kesehatan
• Secara bertahap menerapkan teknologi informasi untuk memperoleh data
disagregat, tepat waktu, updated yang mendukung penetapan kebijakan
serta kebutuhan pemangku kebijakan.
SEJARAH SIKNAS
• Diterapkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah
• Diterapkan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
• Bulan Januari Tahun 2001 dilaksanakan kebijaksanaan Otonomi
Daerah
• Sistem pemerintahan di Indonesia berubah dari bentuk
terpusat (sentralisasi) menjadi bentuk terdelegasikan
(desentralisasi)
Terjadi Reformasi di bidang Kesehatan dari sentralistik menjadi desentralisasi, Departemen Kesehatan
menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan INDONESIA SEHAT 2010.
• Dalam tatanan desentralisasi berarti pencapaian Indonesia Sehat pada tahun 2010 sangat
ditentukan oleh pencapaian Provinsi - provinsi Sehat, Kabupaten-kabupaten Sehat, dan Kota-kota
Sehat. Bahkan juga oleh pencapaian Kecamatan-kecamatan Sehat dan Desa-desa Sehat.
• Agar Sistem Kesehatan Nasional dapat bergerak, maka setiap penyelenggara harus
bergerak pula. Artinya, setiap penyelenggara harus melaksanakan Manajemen Kesehatan yang
efektif, efisien dan strategis dalam mendukung pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan
setempat.
• Oleh karena Sistem Informasi pada hakikatnya dikembangkan untuk mendukung Manajemen
Kesehatan, maka setiap penyelenggara Sistem Kesehatan harus memiliki Sistem Informasi.
• Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SIKNAS adalah suatu sistem informasi yang dibangun
dari kesatuan Sistem-sistem Informasi dari para penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional.
PERMASALAHAN PADA AWAL MENERAPKAN SISTEM
INFORMASI KESEHATAN
1. Sistem Informasi Kesehatan masih terfragmentasi
• Sistem Informasi Kesehatan yang berkembang sejak lama, tetapi satu sama lain kurang terintegrasi:
a. Sistem Informasi Puskesmas (SIKDA/ E-PUSK/ SIP)
b. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS/ SIMRS)
c. Sistem Surveilans Terpadu (E-WARS/ TOS TB)
d. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (PSG)
e. Sistem Informasi Obat (LPLPO)
f. Sistem Informasi IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang Kesehatan (KS/PISPK)
g. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SISDMK) yang terkait :
• Sistem Informasi Kepegawaian Kesehatan (SIMPEG, SIMPEDU, PUPNS online, MySAPK )
• Sistem Informasi Pendidikan Tenaga Kesehatan (Renbut SDM, Renbut Tubel)
• Sistem Informasi Diklat Kesehatan (Training Need Assessment)
• Sistem Informasi Kinerja Tenaga Kesehatan (ABK, ANJAB)

H. Inovasi Perkembangan Sistem informasi kesehatan:


Sisdetap, Siyandu, Gasibu, SIGASIK, SICANTIK
• Masing-masing sistem informasi cenderung mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya Menggunakan cara dan format pelaporannya sendiri.
• Akibatnya unit-unit terendah (operasional) seperti Puskesmas dan Rumah
Sakit yang harus mencatat data dan melaporkannya menjadi sangat
terbebani.
• Dampak negatifnya adalah berupa kurang akuratnya data dan lambatnya
pengiriman laporan data.
• Derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh sektor-sektor yang berkaitan
dengan perilaku manusia dan kondisi lingkungan hidup, di samping oleh sektor
kesehatan.
• Informasi yang berasal dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan tidak
pernah tercakup dalam Sistem Informasi Kesehatan.
• Masih kurang jelasnya konsep kerjasama lintas sektor.
• Belum ada integrasi/ interoperabilitas seluruh sistem informasi
2. Sebagian besar Daerah belum memiliki kemampuan memadai
• Walaupun Otonomi Daerah sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2001,
• Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar Kabupaten/Kota belum memiliki kemampuan
yang memadai, khususnya dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatannya.
• Dalam membangun Sistem Informasi Kesehatan yang baik, Daerah masih memerlukan
fasilitasi dari pusat.
• Beberapa daerah ada yang sudah melakukan pengembangan SIK, namun yang dilakukan
masih kurang mendasar, kurang komprehensif, dan tidak mengatasi masalah-masalah klasik
yang ada.
• Setiap proyek cenderung menciptakan sistem informasi kesehatan sendiri dan kurang
memperhatikan kelangsungan sistem.
• Banyak fasilitas komputer akhirnya kadaluwarsa (out of date) atau rusak sebelum
Sistem Informasi Kesehatan yang diinginkan terselenggara.
• Dalam pengadaan peralatan komputer, spesifikasi perangkat keras maupun perangkat
lunaknya, satu sama lain tidak bersesuaian (compatible).
3. Pemanfaatan data dan informasi oleh manajemen belum optimal

• Sistem informasi dengan manajemen seperti sistem saraf dengan jaringan


tubuh. Sistem saraf yang baik tidak ada artinya apabila jaringan
tubuh yang ditopangnya mati (nekrosis).
• Puskesmas mengalami kelebihan beban (overburdened) karena adanya
“keharusan dari atas” untuk melaksanakan program kesehatan.
• Rumah sakit masih bingung antara manajemen yang harus menghasilkan
profit atau manajemen lembaga sosial
• Daerah belum mampu merumuskan Sistem Kesehatan Daerahnya karena
masih belum jelasnya Otonomi Daerah
4. Pemanfaatan data dan informasi kesehatan oleh
masyarakat kurang dikembangkan
• Minat masyarakat untuk memanfaatkan data dan informasi, termasuk di
bidang kesehatan mulai meningkat
• Disebabkan karena revolusi di bidang telekomunikasi dan informatika
(telematika)
• Makin meluasnya penggunaan komputer dan jaringannya
(intranet dan internet) di masyarakat.
• Namun demikian, tuntutan masyarakat yang meningkat belum diimbangi dengan
ketersediaan data dan informasi yang baik, karena masih kurang berkembangnya
data dan informasi di bidang kesehatan,
• Hal ini disebabkan karena masih kurangnya respon dari pengambil kebijakan di
daerah.
5. Pemanfaatan teknologi telematika belum optimal

• Permasalahan bukan hanya karena biaya untuk teknologi telematika yang besar,
tetapi juga karena apresiasi terhadap penggunaan teknologi telematika yang
masih kurang, akibat dari pengaruh budaya (kultur).
• Rendahnya apresiasi juga dikarenakan alasan-alasan yang masuk akal, yaitu
rasio manfaat-biaya (cost-benefit ratio) yang kurang memadai.
• Investasi untuk teknologi telematika yang besar belum dapat dijamin akan
menghasilkan manfaat yang sepadan.
• Perlu kesadaran bersama dengan mengembangkan pemanfaatan teknologi
telematika dalam Sistem Informasi Kesehatan yang dilandasi dengan upaya
menggerakkan pemanfaatannya (terutama melalui pengembangan praktek-
praktek manajemen yang benar).
6. Dana untuk pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
terbatas
• Kelemahan berkaitan dengan masalah rasio biaya-manfaat yang masih sangat
rendah.
• Padahal selain investasi awal yang besar, Sistem Informasi Kesehatan juga
memerlukan biaya untuk pemeliharaan yang sama besarnya (maintenance).
• Banyak investasi yang sudah dilakukan, khususnya yang berupa pemasangan
komputer, pelatihan petugas, pencetakan formulir, dan lain-lain akhirnya tidak
berlanjut karena ketiadaan dana untuk mendukung kelangsungannya.
• Dengan kecilnya ketersediaan dana Daerah , pada umumnya kurang
mencukupi, dapat mengakibatkan pemeliharaan Sistem Informasi Kesehatan
tidak di prioritaskan, karena dianggap “tidak bermanfaat”.
7. Kurangnya tenaga purna-waktu untuk Sistem Informasi
Kesehatan
• Selain dana, kelangsungan Sistem Informasi Kesehatan
juga sangat ditentukan oleh keberadaan tenaga purna-
waktu yang mengelolanya / tenaga pengelola data.
• Di Daerah kab/kota, pengelola data dan informasi umumnya
adalah tenaga yang merangkap jabatan atau tugas lain.
• Tenaga pengelola data yang merangkap tugas lain, tidak
dapat sepenuhnya bekerja secara maksimal dalam
mengelola data dan informasi
PERMASALAHAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI
KESEHATAN
1. Sistem Informasi Kesehatan berkembang diberbagai program
pelayanan
2. Pada saat ini ± 400 aplikasi yang terdata dan perlu diintegrasikan
3. Perlu ada penertiban dan pengendalian system informasi kesehatan
yang sedang berkembang
4. Penerbitan regulasi dan kebijakan satu data kesehatan, yang tergabung
dalam satu big data kesehatan
5. Penerbitan juknis persyaratan utama dalam integrasi system informasi
kesehatan
6. Kunci utama system informasi adalah integrasi, memudahkan mencapai
tujuan dan memudahkan dalam pengambilan keputusan
ANCAMAN SIKNAS
1. Ancaman Otonomi Daerah
• Otonomi Daerah yang sibuk mengerjakan urusannya sendiri akan sangat merugikan pengembangan
maupun kelangsungan SIKNAS.
• Tanpa SIKNAS yang baik, Pemerintah Pusat menjadi kesulitan dalam memantau kemajuan pencapaian
Indonesia Sehat ke Daerah.
• Daerah dirugikan karena tidak memiliki tolok ukur Nasional sebagai acuannya.
• Pembandingan antara satu daerah dengan Daerah lain (benchmarking) akan mengalami kesulitan
karena tidak adanya standar yang universal.
• Kerjasama antar Daerah, misalnya dalam pengadaan dan pemanfaatan obat, juga dapat terkendala
karena tidak adanya informasi yang standar dan mencakup sejumlah Daerah.
• Pengendalian penyakit menular (yang sulit dibatasi secara geografis) akan kacau balau karena tiadanya
sistem pengamatan penyakit yang komprehensif.
• Masalah juga akan muncul dalam pendayagunaan tenaga kesehatan.
2. Ancaman Globalisasi
• Globalisasi dimulai tahun 2003, menyebabkan bebasnya pertukaran berbagai hal antar negara-
negara ASEAN (SDM, barang, investasi, tenaga kerja, IPTEK, dan lain-lain).
• Di bidang kesehatan akan menimbulkan dampak negatif apabila tidak dikelola dengan baik.
Dampak negatif itu antara lain:
a. Masuk dan menularnya penyakit-penyakit serta gangguan-gangguan kesehatan baru,
termasuk penyalahgunaan napza dan perilaku-perilaku menyimpang.
b. Masuknya investasi dan teknologi kesehatan yang dapat meningkatkan biaya kesehatan.
c. Masuk dan beredarnya napza secara gelap untuk tujuan penyalahgunaannya.
d. Masuknya tenaga-tenaga kesehatan asing yang dapat mengalahkan tenaga-tenaga kesehatan
dalam negeri di negerinya sendiri.

• Pengelolaan yang baik harus didukung sistem informasi yang memadai. Kewaspadaan dini
hanya dapat dikembangkan apabila terdapat sistem informasi yang memasok data dan
informasi secara akurat, tepat dan cepat. Apabila globalisasi datang pada saat SIKNAS belum
tertata dengan baik, maka dampak-dampak negatif tersebut benar benar akan terwujud.
3. Ancaman Pengembangan SIKNAS
• Menjamurnya system informasi kesehatan rentan
terhadap keamanan system dan kerahasiaan data
• Perlu ada regulasi dan kebijakan dari Kementerian
Kesehatan dalam upaya pengendalian
• Perlu ada aplikasi yang menyatukan seluruh
informasi kesehatan melalui integrasi,
interoperabilitas dan standarisasi komponen utama
PROBLEM SOLVING
• 1. Infrastruktur kesehatan sudah cukup memadai
• Bidang kesehatan sebenarnya sejak tahun 1950an telah melaksanakan desentralisasi.
• Oleh karena itu, infrastruktur kesehatan di Daerah sudah cukup memadai. Sarana dan
tenaga kesehatan sudah sampai ke Kecamatan, bahkan Desa-desa.
• Telah berkembangnya sarana-sarana bersumberdaya masyarakat di bidang kesehatan
(UKBM), seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Posbindu dan kader-kader
kesehatan.
• Kantor-kantor kesehatan (Dinas Kesehatan) pada umumnya telah memiliki prasarana dan
sarana yang cukup baik.
• Rumah sakit hampir terpenuhi setiap Kabupaten/Kota.
• Sejumlah unit pelaksana teknis / UPT seperti Instalasi Farmasi Kesehatan, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu baru juga sudah meningkat
2. Telah berkembang berbagai sistem informasi kesehatan
• Dengan berlangsungnya berbagai sistem informasi kesehatan, jajaran kesehatan
sudah cukup terbiasa (familiar) dengan urusan data dan informasi.
• Data dan informasi sudah dimanfaatkan oleh Daerah, walaupun pemanfaatannya
masih kurang strategis.
• Seluruh Provinsi dan Kabupaten telah memiliki publikasi data berupa Profil Kesehatan.
• Sistem Kesehatan seperti Sistem Surveilans Terpadu, Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi, serta Sistem Pelaporan Obat dan Napza telah dirasakan manfaatnya dalam
pengendalian penyakit dan kejadian-kejadian luar biasa.
• Berkembangnya berbagai Sistem Informasi Kesehatan juga membawa dampak positif
berupa tersedianya sejumlah komputer dan jaringannya.
3. Muncul beberapa inisiatif di berbagai tempat
• Tidak semua pihak mengabaikan Sistem Informasi Kesehatan.
• Sejumlah Rumah Sakit, baik milik Pusat maupun Daerah, telah
mengambil inisiatif mengembangkan Sistem Informasinya sendiri.
• Khususnya dalam rangka administrasi keuangan dan penagihan pasien
serta pengolahan data rekam medik.
• Beberapa RS bahkan telah mulai menjalin kerjasama dalam bentuk
jaringan dan memanfaatkan teknologi telematika yang ada (intranet dan
internet).
• Sejumlah Puskesmas telah pula mengambil inisiatif mengembangkan Sistem
Informasinya, walau tanpa dukungan dana khusus.
4. Telematika telah berkembang dengan pesat
• Berkembangnya pemanfaatan teknologi telematika di Indonesia merupakan kondisi
positif yang akan sangat mendukung berkembangnya SIKNAS.
• Infrastruktur telematika telah merambah semakin luas di negara Indonesia dan
apresiasi masyarakat pun tampak semakin meningkat.
• Sementara itu, penyediaan perangkat keras dan perangkat lunak telematika pun
semakin banyak.
• Harga teknologi telematika tampaknya juga cenderung menurun karena telah
semakin berkembangnya pasar dan ditemukannya berbagai bahan serta cara
kerja yang lebih efisien.
• Demikian juga fasilitas pendidikan dan pelatihan di bidang telematika, baik yang
berbentuk pendidikan formal maupun kursus-kursus juga semakin berkembang.
5. Kebijakan Otonomi Daerah
• Dalam pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah tidak hanya dilakukan
desentralisasi kewenangan kepada Daerah, melainkan juga desentralisasi
fiskal.
• Artinya, sebagian besar dana dialihkan ke Daerah, sehingga sumber dana untuk
pelaksanaan pembangunan Daerah, termasuk pembangunan kesehatan, adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
• Dengan Desentralisasi fiskal, sektor kesehatan harus dapat membuktikan kepada para
pengambil keputusan bahwa dana yang dialokasikan untuk pembangunan
kesehatan Daerah membawa manfaat bagi masyarakat di Daerah yang
bersangkutan.
• Pembuktian ini sangat memerlukan dukungan melalui sistem informasi kesehatan
yang dapat diandalkan
6. Kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan
fungsi
• Dalam pengorganisasian instansi pemerintah baik Pusat maupun Daerah
diberlakukan kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan fungsi.
• Artinya, jabatan-jabatan struktural sedapat-dapatnya dikurangi, sedangkan jabatan-
jabatan fungsional diperbanyak.
• Bagi jajaran pengelola data dan informasi kesehatan, kebijakan ini merupakan
peluang karena telah tersedia cukup banyak jabatan fungsional.
• Jabatan Fungsional Sub Koordinator
• Jabatan Fungsional Teknis : Analisis kebijakan kesehatan, statistisi, pranata komputer,
adminkes dan epidemiolog.
• Jabatan Fungsional umum/Staf Pelaksana : Pengadministrasi, penyusun, perencana,
pengelola, penganilisis
7. Kebijakan pemandirian UPT kesehatan
• Agar UPT kesehatan dapat mengembangkan manajemen yang lebih baik dan
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, dapat diterbitkan kebijakan untuk
memandirikan UPT-UPT tersebut.
• Organisasi UPT Kesehatan yang mandiri dituntut untuk mempraktekkan manajemen
yang rasional.
• Pengambilan keputusan-keputusan dan proses perencanaan tidak boleh lagi
didasarkan kepada perkiraan-perkiraan yang gegabah, melainkan harus dilakukan
secara hati-hati, cermat, dan berdasarkan kepada fakta atau data (evidence based).
• Ini berarti bahwa setiap organisasi pelayanan masyarakat di bidang kesehatan
tersebut juga harus memiliki sistem informasi kesehatan yang dapat diandalkan.
terima kasih

Anda mungkin juga menyukai